Anda di halaman 1dari 2

Bikin rangkuman modul sesi 12 tidak lebih dari 2 halaman MS Word dengan huruf Times

New Roman ukuran 12 spasi 1!

Nama : Shania Oktavia


NIM : 20190502267

Wawancara adalah metode yang digunakan untuk mencari data primer dan merupakan
metoda yang banyak dipakai dalam penelitian interpretif maupun penelitian kritis. Ciri khas
dari metoda ini adalah adanya pertukaran informasi secara verbal dengan satu orang atau
lebih. Terdapat peran pewawancara yang berusaha untuk menggali informasi dan
memperoleh pemahaman dari informan.

Wawancara telah berkembang dari sekedar bentuk komunikasi menjadi semacam alat
produksi pengetahuan melalui konstruksi makna antara pewawancara dan informan.

Saat ini wawancara semakin berkembang yang jauh melebihi dari ilustrasi di atas.
Wawancara kini lebih menekankan pada interaksi dengan informan. Wawancara telah
dievaluasi ulang untuk meninggalkan bentuk penggalian informasi yang monoton menjadi
bentuk interaksi yang lebih refleksif dan lebih baik dari sisi struktur dan dinamika interaksi.

Gagasan bahwa setiap orang mampu merefleksikan pengalamannya, mendeskripsikannya


secara individual, dan mengkomunikasikan opini tentang dirinya dan dunia sekelilingnya,
menciptakan subjektivitas baru yang layak untuk dikomunikasikan. Konsep ini dinamakan
technologies of the self (Foucault, Martin, Gutman, & Hutton, 1988). Informan dianggap
seseorang yang dapat memberikan deskripsi mendetail tentang pikiran, perasaan, dan
kegiatannya dan mungkin lebih baik daripada orang lain.

Wawancara membuat praktek pembuatan narasi semakin berkembang. Penelitian sosial


bertujuan untuk menciptakan narasi berupa dokumentasi dari pengalaman, pengetahuan, dan
juga persepsi. Itulah mengapa analisis teks dan teks itu sendiri menjadi penting dalam
penelitian sosial. Wawancara pada intinya mencari makna (meaning).

Ada perbedaan antara passive subjectivity dengan active subjectivity. Misalnya pandangan
pertama melihat responden sebagai ‘vessel-of-answers’. Sedangkan pandangan kedua
menekankan pada transformasi peran responden ‘from a repository of information or
wellspring of emotions into an animated, productive source of narrative knowledge’
(Gubrium et al. 2012) Wawancara sebaiknya tidak dimodelkan sebagai bentuk pertanyaan
dan jawaban dimana wawancara hanya berupa aksi tanya dan jawab. Mishler (1991)
menyarankan bahwa sebaiknya wawancara dilihat sebagai ‘interactional accomplishment’
yang melihat kedua aktor wawancara terlibat dalam perbincangan. Proses ini bersifat
kooperatif interaktif bukan bentuk pengendalian dan pengarahan percakapan.

Menurut Rowley (2009), wawancara digunakan pada riset kualitatif untuk mendapatkan fakta
dan pemahaman akan opini, sikap, pengalaman, proses, perilaku, atau prediksi. Wawancara
dipilih karena beberapa alasan misalnya untuk menggali informasi yang detail dan kaya serta
kontekstual maka wawancara lebih cocok dibandingkan kuesioner. Wawancara cocok
digunakan bagi peneliti yang ingin memahami dan menerapkan isu sosial. Melalui
wawancara dapat diperoleh pemahaman yang mendalam dan ekstensif tentang fenomena
sosial melalui interpretasi tekstual dari data yang diperoleh.
Penelitian induktif seringkali menggunakan teori sebagai inspirasi. Misalnya peneliti yang
menggunakan konsep field Bourdieu secara umum dapat membantu memetakan struktur di
lapangan. Dalam konteks audit pemerintahan struktur diduduki oleh politisi, BPK,
pemerintahan dan NGO. Kemudian pertanyaan dapat disusun untuk menanyakan peran dari
masing-masing agen.

Durasi dan jumlah wawancara sangat bergantung pada pertanyaan penelitian serta strategi
penelitian yang sedang dilakukan. Biasanya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kurang
terstruktur dan jumlah respondennya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan studi yang
menggunakan survei dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih terstruktur. Peneliti juga harus
mempertimbangkan ketersediaan waktu dan kemampuan peneliti untuk melakukan
wawancara dan menganalisis data. Perlu diingat bahwa data yang sudah dikumpulkan harus
dianalisis (Rowley, 2009).

Rowley (2009) menjelaskan kualitas hasil dan temuan-temuan riset akan sangat dipengaruhi
oleh para informan atau responden yang dipilih. Responden dapat dipilih berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan peneliti. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling. Sebagai
contoh, pertanyaan tentang motivasi penerapan sistem pengendalian manajemen akan kurang
pas jika ditanyakan kepada pegawai baru.

Jika peneliti tidak mengenal baik responded maka pendekatan awal sangatlah penting.
Peneliti harus mengirimkan permohonan sebagai responden. Hal ini bisa dilakukan dengan
banyak cara seperti surat, email, telepon, atau pesan instan.

Anda mungkin juga menyukai