DAN
INTEROGASI
ANDIKA
I MADE WIRDANA
PERMASALAHAN LAIN YANG SERING DI JUMPAI DI INDONESIA
PENGGUNAAN KEKERASAN DAN INTIMIDASI WAWANCARA DAN
INTEROGASI
1. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pengakuan terdakwa dapat diperolah tanpa
kekerasan.
2. Ketika menyaksikan banyaknya “pengakuan” tersangka dalam Berita Acara Pemeriksaan yang kemudian
dibantahnya dalam persidangan pengadilan.
3. Pengakuan tersangka hanyalah salah satu alat bukti, itupun harus ada penyesuaian dengan unsur
pembuktian yang ada pada alat bukti lain.
4. Penggunaan kekerasan masih terjadi (umumnya dalam kejahatan dengan kekerasan dan kasus
pemerkosaan) karena penyidik mempunyai pengalaman bahwa pengakuan terdakwa membawa sukses
dalam penuntutan dan tahap-tahap selanjutnya
5. Penggunaan kekerasan untuk memaksa “terdakwa” mengakui “kesalahannya” terkadang
terungkap. Kasus terkenal semacam ini di Indonesia adalah kasus Sengkon dan Karta. Peristiwa serupa
dengan pemberitahuan luas di media massa terjadi lagi baru-baru ini dalam kasus terduga teroris, Siyono,
yang tewas diduga karena disebabkan penyiksaan yang dilakukan oleh anggota Densus 88.
PERBEDAAN ANTARA WAWANCARA DAN
INTEROGASI
Kedua istilah ini, wawancara dan interogasi, sering
digunakan sebagai sinonim. Hal ini umumnya karena
02
ketidaktahuan. Ada juga penyidik yang mengerti
makna kedua istilah ini, tetapi sengaja
menggunakannya secara “keliru”. Misalnya, untuk
memberi kesan kepada majelis hakim bahwa ia tidak
menggunakan kekerasan, maka ia menggunakan
istilah wawancara padahal istilah interogasi lebih
tepat menggambarkan tidak pemeriksaan atau
investigasinya.
CIRI – CIRI WAWANCARA
1. Tuanakotta (2009) menyebutkan bahwa wawancara bersifat netral, tidak menuduh. An
interview is nonaccusatory. Ini perbedaan utama antara wawancara dengan interogasi.
Sekalipun investigator mempunyai alasan untuk percaya bahwa yang bersangkutan terlibat
dalam kejahatan atau ia telah berbohong, substansi dan caranya
bersifat nonaccusatory ketika melakukan wawancara.
Dengan cara dan dana yang tidak bersifat menuduh, investigator dapat mengembangkan
.
hubungan yang menimbulkan rasa percaya dan hormat. Dengan orang yang
diwawancarainya.
2. Tuanakotta (2009) menyatakan tujuan wawancara adalah mengumpulkan informasi. Selama
melakukan wawancara, investigator harus mengumpulkan informasi yang penting bagi
investigasinya (investigative information) dan informasi mengenai perilaku dari orang yang
diwawancarainya (behavioral information). Contoh investigative information: apa hubungan
antara orang yang diwawancarai dengan orang tertentu yang dicurigai merupakan otak dari
perbuatan tindak pidana yang diperiksa
CIRI SUATU INTEROGASI