Anda di halaman 1dari 10

METODE PENELITIAN LINGUISTIK

INFORMAN

Oleh :

Ahmad Beni Albari 1510752008

Fery Fadlan 1510752004

Gabriel Sijabat 1510752010

Fani Al Fadila 1610752032

Shuci Teza 1510752026

SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
1. Pengertian Informan

informan adalah orang yang memberikan informasi. Istilah “informan” ini banyak
digunakan dalam penelitian kualitatif. Pada penelitian jenis kuantitatif informan sering
disebut sebagai responden karena hanya memberikan respon terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang disajikan peneliti. Dalam penelitian kualitatif disebut informan karena bersifat
memberikan informasi secara mendalam yang dibutuhkan peneliti.

Menurut Hendarsono dalam Suyanto (2005:171-172), informan penelitian ini meliputi tiga
macam yaitu:
1) Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai
informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.
2) Informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam masalah yang
diteliti.
3) Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak
langsung terlibat dalam masalah yang diteliti.

Berdasarkan uraian di atas, maka informan ditentukan dengan teknik purposive yaitu
penentuan informan tidak didasarkan pedoman atau berdasarkan perwakilan populasi,
namun berdasarkan kedalaman informasi yang dibutuhkan, yaitu dengan menemukan
informan kunci yang kemudian akan dilanjutkan pada informan lainya dengan tujuan
mengembangkan dan mencari informasi sebanyak- banyaknya yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian.

2. Syarat-syarat Informan

1. Jujur
Seorang Informan harus bersifat Jujur, jujur disini maksudnya adalah tidak menutup-
nutupi apa yang ditanyakan oleh peneliti. Kejujuran Informan sangat mempengaruhi
keaslian data yang diteliti.
2. Taat pada janji
Sebelum diadakannya penelitian, biasanya antara peneliti dan Informan sudah
melakukan perjanjian tentang apa-apa saja hal yang boleh dan tidak boleh ditanyakan.
Peneliti juga diharuskan menjelaskan dalam rangka apa penelitian ini dilakukan.
Sehingga terjadi pengertian diantara peneliti dan Informan. Setelah kesepakatan itu
tercapai barulah proses penelitian boleh diberlangsungkan.

3. Patuh pada peraturan


Sebelum dilakukannya penelitian, seharusnya dimulai dengan pembagian peraturan
antara peneliti maupun Informan. Hal ini dimaksudkan untuk tidak terjadinya ke
tidaksepahaman antara peneliti dan Informan pada saat sesi tanya jawab berlangsung.
Apabila terjadi ke tidaksepahaman bukan tidak mungkin proses tanya jawab akan
berhenti di tengah-tengah, sehingga tidak mencapai hasil dari yang peneliti inginkan.

4. Suka berbicara
Seorang peneliti yang jeli diharuskan mencari Informan yang suka berbicara, hal ini
dimaksudkan agar Informan tidak sungkan-sungkan menjelaskan dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang telah peneliti buat dan sampaikan padanya. Apabila peneliti
menemukan Informan yang tidak memenuhi kriteria ini, maka bukan tidak mungkin
penelitian ini akan gagal, dan hanya membuang-buang waktu saja.

5. Tidak termasuk anggota salah satu kelompok yang bertentangan dalam latar penelitian
Jelas hal ini sangat penting, apabila peneliti salah mencari Informan dan memberi
pertanyaan pada orang-orang yang bertentangan dengan pertanyaan peneliti, maka dapat
dipastikan penelitian itu gagal. Hal itu bisa dikarenakan sang Informan member jawaban
atau penjelasan yang salah dan menyimpang, hal itu dapat merusak niat awal si peneliti,
dan tentu saja ke absahannya pun tidak benar.

6. Mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang terjadi.


Poin ini sangat penting, karena tidak semua orang memiliki pandangan tertentu
tentang apa yang ingin diketahui oleh peneliti. Banyak orang yang hanya asal sebut saja,
mungkin dikarenakan orang itu mendengar atau mengetahui hal tersebut dari orang lain,
dan malah menceritakan hal tersebut kepada peneliti. Memang hal itu tidak salah, tetapi
mungkin peneliti pun kurang puas dengan jawaban Informan tersebut, sehingga peneliti
harus mengulang mencari Informan lain, dan memerlukan waktu berulang-ulang.

Penutur yang dijadikan informan adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat


sebagaimana yang dikemukakan oleh Samarin (1988:55).
1. Umur
Seseorang yang dipilih menjadi informan dalam penelitian harus yang benar-benar
mewakili data yang diperlukan dalam penelitian sipeneliti, misalnya untuk penelitian
suatu bahasa masyarakat maka yang dipilih adalah umur 15 sampai 60 karena
dianggap telah memiliki pengalaman dalam pengetahuan tentang bahasa.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menjadi syarat-syarat penentu dalam informan, pada umumnya yang
dijadikan sebagai informan boleh perempuan atau laki-laki, namun akan lebih baik
dan leluasa jika peneleti dan informan sama sama perempuan atau sebaliknya karena
akan lebih mudah untuk bertanya dan lebih bebas bertanya.
3. Mutu Kebudayaan dan Psikologi
Seorang informan dikatakan baik apabila ia dapat berbicara dengan bebas dan wajar
mengenai suatu rentetan pokok pembicaraan yang luas dan yang ada relevansinya
dengan kebudayaannya. Ini bukan berarti ia adalah seorang yang ahli dalam bidang
kesenian dan ketrampilan dalam suatu masyarakat yang spesialisasinya tinggi, tetapi
informan merupakan orang yang pandai dalam masyarakatnya. Pengetahuan informan
yang tidak sempurna akan mempengaruhi hubungan anatar peneliti dan informan
(Samarin, 1988: 58). Informan hendaknya memiliki daya ingat yang baik supaya bila
peneliti mengulang pertanyaannya maka informan dapat menjawab dengan sama.
Selain itu informan tidak mendapat tekanan dalam hidupnya agar informan dapat
menjawab pertanyaan peneliti tanpa harus memikirkan hal di luar pertanyaan.
merupakan suatu petunjuk tentang jiwa bebas dan pikiran yang kreatif.
4. Bahasa
seorang informan hendaklah penutur asli dari bahasa atau dialek yang dipelajari, dan
dia berbahasa atau berdialek tunggal. Suka bercakap-cakap. Artikulasinya tepat dan
resonansi suaranya tajam dan menyenangkan. Tidak ada hiasan-hiasan tertentu dalam
alat ucapnya. Dia harus sanggup mengatur pembicaraanya dengan menjawab apa
yang diminta dengan kecepatan yang dapat memudahkan transkripsi.
5. Kewaspadaan
seorang informan yang waspada akan sadar terhadap kesalahan-kesalahan atau
pertentangan-pertentangan yang dibuatnya sebagai jawaban atas pertanyaan peneliti.
Seorang informan harus mempunyai sifat sosial, kesabaran, kejujuran, keterandalan,
dan kegembiraan. Kesabaran yang harus dimiliki seorang informan misalnya kalau
peneliti gagal melafalkan katakata yang ditirunya dia harus sabar mengajarkannya
sampai peneliti itu berhasil mengucapkannya dengan baik. Kejujuran informan
misalnya dia tidak pura-pura tahu hal yang ia telah lupa..

3. Pemilihan Informan

Pemilihan informan dapat didasarkan pada dua aspek, yaitu teori dan praduga, yang
keduanya berlandaskan pada kedalaman pemahaman atau pengalaman dari
responden/informan. Pemilihan informan berdasarkan teori cocok dilakukan jika tujuan
utama pengumpulan data adalah untuk mengembangkan teori secara substantif. Sedangkan
teknik pemilihan informan dengan praduga sering digunakan dengan menentukan
karakteristik informan berdasarkan masalah dan tujuan penelitian.

Pemilihan informan pada penelitian kualitatif sepenuhnya ditentukan oleh peneliti,


sehingga Patton (2002) menyebutnya dengan purposive sampling, yaitu memilih kasus yang
informatif berdasarkan strategi dan tujuan yang telah ditetapkan peneliti, yang jumlahnya
tergantung pada tujuan dan sumberdaya studi.

Menurut Patton(2002), teknik pemilihan informan dengan teknik purposeful sampling:

1. Extreme case sampling atau Deviant case sampling


Informan dipilih berdasarkan kasus-kasus yang ekstrim dan menyimpang. Mendapat
pembelajaran dari fenomena tertentu dan manifestasinya.

2. Intensity sampling

Pemilihan informan berdasrkan kasus yang hebat namun tidak ekstrim atau berada di
atas/bawah rata-rata.

3. Maximum variation sampling

Bertujuan untuk mendapatkan rentang sebuah kasus sehingga diperoleh keragaman dimensi.

4. Homogeneous sampling

Bertujuan untuk menitikberatkan analisis pada satu masalah, mengurangi variasi,


mentederhanakan analisis atau memfasilitasi wawancara kelompok.

5. Typical case sampling

Bertujuan untuk mendeskripsikan atau menceritakan sesuatu obyek secara normal atau dalam
batas rata rata.

6. Critical case sampling

Bertujuan mendapatkan kesamaan logis dan penggunaan informasi yang maksimal pada satu
kasus kritis.

7. Snowball sampling atau Chain sampling

Pemilihan informan kedua berdasarkan informasi dari informan pertama, informan ketiga
dari informan kedua dan seterusnya.

8. Criterion sampling

Bertujuan mendapatkan informan/kasus yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

9. Theory-based sampling
Bertujuan untuk mengetahui manifestasi dari konstruksi teori dari permasalahan yang
diangkat sehingga dapat dilakukan elaborasi dan pengujian terhadap konstruk dan variasinya.

10. Confirming and disconfirming case

Bertujuan untuk mengelaborasi dan menggali analisis awal, mendapatkan kondisi


pengecualian dan menguji variasi.

11. Stratified purposeful sampling

Bertujuan menggambarkan karakteristik beberapa sub kelompok, dan membandingkan


beberapa fasilitas.

12. Oppurtunistic sampling

Pemilihan informan dilakukan saat studi lapangan dan peneliti mencari kesempatan memilih
informan saat terjadi keadaan yang tidak diharapkan.

13. Purposeful random sampling

Pemilihan informan dengan menambahkan atribut tertentu untuk mendapatkan jumlah


informan yang diharapkan.

14. Sampling politically important case

Pemilihan informan dengan tidak mengikutsertakan subyek atau sensitif scara politis
sehingga akan mengaburkan fokus studi.

15. Convenience sampling

Pemilihan informan yang dilakukan dengan mempertimbangkan kemudahan peneliti seperti


menyesuaikan dengan waktu , tenaga dan biaya.
4. Jumlah Informan
Untuk penelitian struktur bahasa cukup satu informan yang baik, karena seorang
penutur yang baik dapat mewakili semua penutur, hal ini disebabkan karena padanya
telah tertanam semua aturan linguistik yang diperlukan. Namun, semakin banyak seorang
peneliti berharap akan perbedaan dalam bahasa tersebut semakin banyak pula informan
dibuthkan. Hal ini terutama untuk penelitian dialektologi dan sosiolinguistik, karena
berhubungan dengan geografi, latar belakang bahasa, umur, kelamin, dan variasi bahasa.
Pemakaian beberapa informan itu menguntungkan, tetapi jangan dilakukan pada waktu
yang sama sekaligus.
Penelitian kualitatif tidak mengenal adanya jumlah sampel minimum (sample size).
Umumnya penelitian kualitatif menggunakan jumlah sampel kecil. Bahkan pada kasus
tertentu menggunakan hanya 1 informan saja. Setidaknya ada dua syarat yang harus
dipenuhi dalam menentukan jumlah informan yaitu kecukupan dan kesesuaian (Martha &
Kresno, 2016).
dalam menentukan jumlah informan sebagai patokan menggunakan syarat kecukupan
informasi. Syarat kecukupan dipenuhi dengan menentukan jumlah informan yang
memberikan cukup informasi, sehingga patokan peneliti dalam menentukan jumlah
informan bukan pada keterwakilan (representasi) namun bila kedalaman informasi telah
cukup. Dengan demikian pada penelitian kualitatif ada tiga kondisi dalam penentuan
jumlah informan :
1. Peneliti dapat menambah jumlah informan, jika informasi dirasakan masih kurang.
Misalnya penelitian didesain dengan melibatkan 3 informan utama. Namun dalam
wawancara masih terdapat variabel/indikator yang belum cukup informasi. Maka dalam
hal ini peneliti dapat menambah informan hingga informasi yang diperoleh telah cukup.
2. Peneliti dapat mengurangi jumlah informan jika informasi yang dirasakan sudah
mencukupi. Misalnya penelitian didesain dengan melibatkan 5 informan. Ternyata
dengan 2 informan sudah cukup memberikan informasi yang dibutuhkan. Maka peneliti
dapat menghentikan proses pengumpulan data dengan cukup hanya 2 informan saja.
3. Peneliti dapat mengganti informan (hal yang sulit dilakukan dalam penelitian
kuantitatif) jika informan tersebut tidak kooperatif dalam wawancara. Misalnya informan
tidak jujur dalam menjawab dan ada kesan sengaja memberikan informasi palsu, maka
peneliti dapat menghentikan pengumpulan data dari informan tersebut.

5. Masalah yang Berhubungan dengan Informan


Jika dalam proses pengumpulan data terjadi masalah atau koflik intuisi mengenai data
tertentu yang diperoleh antara para informan, yang mana terjadi perbedaan pendapat yang
mana menyatakan suatu data tersebut tepat dan menyatakan data tersebut janggal atau
tidak tepat. Jadi sebagai peneliti harus menyadari bahwa informan adalah pembantu
dalam penelitian kebahasaan yang dilakukkan oleh peneliti. Peneliti harus menyadari
kendala kendala yang dihadapi informan menyangkut kebiasaan-kebiasaan berbahasa
yang digunakannya. Ada penutur bahasa Indonesia, misalnya, yang suka menggunakan
ungkapan kadang-kadang, sementara yang lain menggunakan ungkapan terkadang, atau
kadang. Kalau ditanyakan kepada para penutur ini mana yang benar, mereka akan
mengatakan apa yang biasa mereka pakai dalam komunikasi mereka. Oleh karena itu
penulis harus menyadari gejala ini sebagai variasi bahasa. Namun, peneliti harus bisa
menjelaskan kendala ini dalam menyususn kaidah yang bersangkutan dengan data ini,
yaitu dengan menyatakan jangkauan berlakunya kaidah itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Bagong, Suyanto. Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan.
Yogyakarta : Pustaka.

Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius.

Zaim, Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa:Pendekatan Struktural.


Padang : FBS UNP Press.

Anda mungkin juga menyukai