Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
2024
A. PENDAHULUAN
Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam penelitian.
Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki
kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh salah dan
harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri penelitian kualitatif
(sebagaimana telah dibahas pada materi sebelumnya). Sebab, kesalahan atau
ketidaksempurnaan dalam metode pengumpulan data akan berakibat fatal, yakni
berupa data yang tidak credible, sehingga hasil penelitiannya tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Hasil penelitian demikian sangat berbahaya, lebih-lebih jika
dipakai sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil kebijakan publik.
Misalnya, jika peneliti ingin memperoleh informasi mengenai persepsi guru
terhadap kurikulum yang baru, maka teknik yang dipakai ialah wawancara, bukan
observasi. Sedangkan jika peneliti ingin mengetahui bagaimana guru menciptakan
suasana kelas yang hidup, maka teknik yang dipakai adalah observasi. Begitu juga
jika, ingin diketahui mengenai kompetensi siswa dalam matapelajaran tertentu, maka
teknik yang dipakai adalah tes, atau bisa juga dokumen berupa hasil ujian. Dengan
demikian, informasi yang ingin diperoleh menentukan jenis teknik yang dipakai
(materials determine a means). Itu pun masih ditambah dengan kecakapan peneliti
menggunakan teknik-teknik tersebut.
Bisa saja terjadi karena belum berpegalaman atau belum memiliki pengetahuan
yang memadai, peneliti tidak berhasil menggali informasi yang dalam, sebagaimana
karakteristik data dalam penelitian kualitatif, karena kurang cakap menggunakan
teknik tersebut, walaupun teknik yang dipilih sudah tepat. Solusinya terus belajar dan
membaca hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sejenis akan sangat membantu
menambah kecakapan peneliti.
Penggunaan istilah ‘data’ sebenarnya meminjam istilah yang lazim dipakai dalam
metode penelitian kuantitatif yang biasanya berupa tabel angka. Namun, di dalam
metode penelitian kualitatif yang dimaksudkan dengan data adalah segala informasi
baik lisan maupun tulis, bahkan bisa berupa gambar atau foto, yang berkontribusi
2
untuk menjawab masalah penelitian sebagaimana dinyatakan di dalam rumusan
masalah atau fokus penelitian.
B. PEMBAHASAN
1. Wawancara
Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan
informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek
penelitian. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa
saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media telekomunikasi. Pada
hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara
mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Atau,
merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah
diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya. Karena merupakan proses pembuktian,
maka bisa saja hasil wawancara sesuai atau berbeda dengan informasi yang telah
3
diperoleh sebelumnya. Agar wawancara efektif, maka terdapat berapa tahapan yang
harus dilalui, yakni ;
1). Mengenalkan diri
2). Menjelaskan maksud kedatangan
3). Menjelaskan materi wawancara dan
4). Mengajukan pertanyaan (yunus, 2010: 358).
4
wawancara mendalam, wawancara terarah memiliki kelemahan, yakni suasana
tidak hidup, karena peneliti terikat dengan pertanyaan yang telah disiapkan
sebelumnya. Sering terjadi pewawancara atau peneliti lebih memperhatikan
daftar pertanyaan yang diajukan daripada bertatap muka dengan informan,
sehingga suasana terasa kaku. Dalam praktik sering juga terjadi jawaban
informan tidak jelas atau kurang memuaskan. Jika ini terjadi, maka peneliti
bisa mengajukan pertanyaan lagi secara lebih spesifik. Selain kurang jelas,
ditemui pula informan menjawab “tidak tahu”. Menurut singarimbun dan
sofian effendi (1989: 198-199), jika terjadi jawaban “tidak tahu”, maka
peneliti harus berhati-hati dan tidak lekas-lekas pindah ke pertanyaan lain.
5
mengenai para pribadi, pristiwa, aktivitas, perasaan, motivasi, tanggapan
atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan dan sebagaimnya.
b. Wawancara dengan petunjuk umum Wawancara jenis ini,
mengharuskan pewawancara menyusun kerangka atau garis besar pokok
pembicaraan dalam bentuk petunjuk wawancara. Petunjuk umum
berfungsi untuk menjaga agar pokok pembicaraan yang direncanakan
dapat tercakup secara keseluruhan dan pembicaraan tidak keluar dari
topic dan kerangka besar yang direncanakan.
c. Wawancara baku terbuka Wawancara terbuka merupakan wawancara
menggunakan seperangkat pertanyaan baku, yaitu pertanyaan dengan
kata-kata, urutan, dan cara penyajian yang sama untuk semua informan
yang yang diwawancarai. Wawancara jenis ini perlu digunakan jika
dipandang variasi pertanyaan akan menyulitkan peneliti karena jumlah
informan yang perlu di wawancarai cukup banyak.
d. Wawancara terstruktur Dalam wawancara terstruksur, pewawancara
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaanpertanyaan yang akan
diajukan. Wawancara jenis ini bertujuan untuk mencari jawaban
hipotesis. Wawancara terstruktur pada umumnya digunakan jika seluruh
sampel penelitian dipandang memiliki kesempatan yang sama untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan. Keuntungan wawancara
terstruktur ini adalah tidak dilakukan pendalaman pertanyaan yang
memungkinkan adanya dusta bagi informan yang diwawancarai.
e. Wawancara tidak terstruktur Hasil wawancara tidak terstruktur
menekankan pada pengecualian, penyimpangan, penafsiran yang tidak
lazim, penafsiran kembali, pendekatan baru, pandangan ahli, atau
perspeksif tunggal. Perbedaan wawancara ini dengan wawancara
terstruktur adalah dalam hal waktu bertanya dan memberikan respon
yang lebih bebas. Dalam wawancara tidak terstrukutur pertanyaan tidak
disusun terlebih dahulu, karena disesuaikan dengan keadaan dan cirri
unik dari narasumber atau informan.
6
Dalam wawancara tidak terstruktur peneliti perlu merencanakan segala sesuatu
yang berkaitan dengan wawancara meliputi hal-hal berikut :
1) Menemukan siapa informan yang akan diwawancarai.
2) Menghubungi/ mengadakan kontak dengan informan untuk
menginformasikan wawancara yang akan dilakukan.
3) Melakukan persiapan yang matang untuk melakukan wawancara.
7
Kelebihan dan kekurangan wawancara Kelebihan teknik wawancara dalam
pengumpulan data penelitian adalah sebagai berikut :
1) Memperoleh respon yang tinggi dari informan, jika di bandingkan dengan
penggunaan kuesioner yang mungkin untuk tidak di kembalikan kepada
peneliti.
2) Dapat memperjelas maksud pertanyaan, kerena langsung berhadapan dengan
informan.
3) Dapat sekaligus melakukan observasi terhadap hal- hal yang di butuhkan.
4) Bersifat fleksibel, dapat mengulang pertanyaan untuk membuktikan jawaban.
5) Dapat menggali informasi yang bersifat non verbal.
6) Dapat menyampaikan pertanyaan secara spontanitas.
7) Dapat di pastikan untuk mendapatkan jawaban.
8) Dapat menyampaikan berbagai bentuk pertanyaan.
9) Mempermudah informan dalam memahami pertanyaan yang kompleks.
8
2) meningkatkan kepercayaan hasil penelitian
3) mengembangkan pertanyaan- pertanyaan lanjutan untuk menggali data dengan
lebih mendalam (Nugrahani, 2014).
2. Observasi
Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik dalam
pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi
adalah bagian dalam pengumpulan data. Observasi berarti mengumpulkan data
langsung dari lapangan (Semiawan, 2010). Sedangkan menurut Zainal Arifin dalam
buku (Kristanto, 2018) observasi adalah suatu proses yang didahului dengan
pengamatan kemudian pencatatan yang bersifat sistematis, logis, objektif, dan
rasional terhadap berbagai macam fenomena dalam situasi yang sebenarnya, maupun
situasi buatan.
Adapun salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui atau
menyelidiki tingkah laku nonverbal yakni dengan menggunakan teknik observasi.
Metode observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan
menggunakan panca indera mata dan dibantu dengan panca indera lainya. Kunci
keberhasilan observasi sebagai teknik pengumpulan data sangat banyak ditentukan
pengamat sendiri, sebab pengamat melihat, mendengar, mencium, atau
mendengarkan suatu onjek penelitian dan kemudian ia menyimpulkan dari apa yang
ia amati itu. Pengamat adalah kunci keberhasilan dan ketepatan hasil penelitian
(yusuf, 2014).
Observasi untuk tujuan empiris mempunyai tujuan bermacam-macam. Observasi
juga memiliki fungsi bervariasi. Tujuan dari observasi berupa deskripsi, melahirkan
teori dan hipotesis (pada penelitian kualitatif), atau menguji teori dan hipotesis (pada
penelitian kuantitatif). Fungsi observasi secara lebih rinci terdiri dari deskripsi,
mengisi, dan memberikan data yang dapat digeneralisasikan. Deskripsi, berarti
observasi digunakan untuk menjelaskan, memberikan, dan merinci gejala yang
terjadi, seperti seorang laboran menjelaskan prosedur kerja atom hidrogen, atau ahli
komunikasi menjelaskan secara rinci prosedur kerja di stasiun televisi.
9
Mengisi data, memiliki maksud bahwa observasi yang dilakukan berfungsi
melengkapi informasi ilmiah atas gejala sosial yang diteliti melalui teknik-teknik
penelitian. Memberikan data yang dapat digeneralisasikan, maksudnya adalah setiap
kegiatan penelitian, sehingga mengakibatkan respon atau reaksi dari subjek amatan.
Dari gejala-gejala yang ada, peneliti dapat mengambil kesimpulan umum dari gejala-
gejala tersebut (Hasanah, 2017).
Observasi merupakan suatu penyelidikan yang dilakukan secara sistematik dan
sengaja diadakan dengan menggunakan alat indera terutama mata terhadap kejadian
yang berlangsung dan dapat di analisa pada waktu kejadian itu terjadi. Dibandingkan
dengan metode survey, metode observasi lebih obyektif. Maksud utama observasi
adalah menggambarkan keadaan yang diobservasi. Kualitas penelitian ditentukan
oleh seberapa jauh dan mendalam peneliti mengerti tentang situasi dan konteks dan
menggambarkannya sealamiah mungkin (Semiawan, 2010). Selain itu, observasi
tidak harus dilakukan oleh peneliti sendiri, sehingga peneliti dapat meminta bantuan
kepada orang lain untuk melaksanakan observasi (Kristanto, 2018).
Salah satu keuntungan dari pengamatan langsung/observasi ini adalah bahwa
sistem analisis dapat lebih mengenal lingkungsn fisik seperti tata letak ruangan serta
peralatan dan formulir yang digunakan serta sangat membantu untuk melihat proses
bisnis beserta kendalakedalanya. Selain itu, perlu diketahui bahwa teknik observasi
ini merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang cukup efektif untuk
mempelajari suatu sistem (Sutabri, 2012).
Berikut penjelasannya:
1) Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui
10
pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian
informan.
2) Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa
menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan
pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.
3) Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim
peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.
3. Metode Dokumentasi
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat
fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat,
cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa
dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki
kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar
barang yang tidak bermakna.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang tertulis, metode
dokumentasi berarti tata cara pengumpulan data dengan mencatat data-data yang
sudah ada. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan
untuk menelusuri data historis. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang,
peristiwa, atau kejadian dalam situasi sosial yang sangat berguna dalam penelitian
kualitatif (yusuf, 2014).
Teknik atau studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui
peninggalan arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil-
dalil atau hukum-hukum dan lain-lain berhubungan dengan masalah penelitian.
Dalam penelitian kualitatif taknik pengumpulan data yang utama karena pembuktian
hipotesisnya yang diajukan secara logis dan rasional melalui pendapat, teori, atau
hukum-hukum, baik mendukung maupun menolak hipotesis tersebut.
11
a. Kelebihan metode dokumentasi
1) Efisien dari segi waktu
2) Efisien dari segi tenaga
3) Efisien dari segi biaya Metode dokumentasi menjadi efisien karena data yang
kita butuhkan tinggal mengutip atau memfotokopi saja dari dokumen yang
ada. Namun demikian, metode dokumentasi juga memiliki kelemahann.
4. Catatan Lapangan
A. Pengertian Catatan Lapangan
Catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif.
Selain mengamati dan mewawancarai, sumber catatan lapangan ketiga datang dari
bahan tertulis. Penelitian kualitatif mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam
pengumpulan data di lapangan. Pada waktu berada di lapangan dia membuat catatan,
setelah pulang kerumah atau tempat tinggal barulah menyusun catatan lapangan.
Menurut Moleong catatan yang dibuat di lapangan sangat berbeda dengan catatan
lapangan. Catatan itu berupa coretan seperlunya yang sangat dipersingkat, berisi kata-
kata kunci, frasa, pokok-pokok isi pembicaraan atau pengamatan, mungkin gambar,
sketsa, sosiogram, diagram, dan lain-lain.
Catatan itu berguna hanya sebagai alat perantara yaitu antara apa yang dilihat,
didengar, dirasakan, dicium, dan diraba dengan catatan sebenarnya dalam bentuk
catatan lapangan. Catatan itu baru diubah ke dalam catatan lengkap dan dinamakan
catatan lapangan setelah peneliti tiba di rumah. Proses itu dilakukan setiap kali selesai
mengadakan pengamatan atau wawancara, tidak boleh dilalaikan karena akan
bercampur dengan informasi lain dan ingatan seseorang itu sifatnya terbatas.
12
Catatan lapangan merupakan catatan tertulis tentang apa yang di dengar, d ilihat,
dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data refleksi terhadap data dalam
penelitian kualitatif. Pada dasarnya, catatan lapangan berisi dua bagian. Pertama
bagian deskriptif yang berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan,
dan pembicaraan.
B. Bentuk Catatan Lapangan
Catatan lapangan memiliki bentuk yang beragam, dapat berupa kartu, notebook,
looseleaf, note kecil atau buku ukuran biasa. Setiap orang memiliki bentuk dan
format masing-masing dalam menulis sebuah catatan lapangan. Catatan lapangan
juga dapat menyertakan gambar atau sketsa peneliti itu sendiri. Karena gambar akan
membantu peneliti melacak hubungan tertentu saat peneliti masih di lapangan, serta
untuk mengingat hubungan ini setelah peneliti menyelesaikan pekerjaan lapangan
peneliti.
Menurut Moleong secara keseluruhan bentuk dari catatan lapangan ini merupakan
wajah catatan lapangan yang terdiri dari halaman depan dan halaman-halaman
berikutnya yang disertai petunjuk paragraf dan baris tepi.
Pada dasarnya, catatan lapangan berisi dua bagian. Pertama, bagian deskriptif,
yang berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan pembicaraan.
Kedua, bagian reflektif yang berisi kerangka berpikir dan pendapat peneliti, gagasan
dan kepeduliannya.
1. Bagian Deskriptif.
Bagian ini adalah bagian terpenting yang berisi semua peristiwa dan pengalaman
yang didengar yang dilihat serta dicatat secara lengkap dan seobjektif
mungkin.Artinya, uraiannya sangat rinci dan jelas. Di samping itu, harus dihindari
penggunaan kata-kata yang abstrak, seperti “disiplin, baik, bermain” dan lainnya,
akan tetapi harus kata-kata yang menguraikan apa yang diperbuat oleh objek. Bagian
ini berisi hal-hal berikut:
a. Gambaran diri subjek.Yang dicatat adalah penampilan fisik, cara berpakaian,
cara bertindak, gaya berbicara dan bertindak. Kita harus menemukan sesuatu
yang mungkin berbeda dengan yang lainnya. Jika pada bagian pertama catatan
13
lapangan telah dicatat gambaran diri secara lengkap, maka pada bagian
selanjutnya tidak perlu diberikan lagi gambaran catatan secara lengkap, tetapi
cukup dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
b. Rekonstruksi Dialog.
c. Deskripsi pengaturan fisik. Deskripsi ini dapat digambarkan dengan
menggunakan pensil. Gambaran atau sketsa singkat yang secara verbal itu dapat
pula dilakukan tentang segala sesuatu yang ada pada latar fisik tersebut. Jika
keadaan ruangan tempat wawancara misalnya ada perasaan yang berbeda, maka
harus dituangkan dalam kolom tanggapan peneliti atau pengamat.
d. Catatan tentang Peristiwa Khusus. Jika ada catatan tentang peristiwa khusus,
catatlah apa yang ada di situ, apa yang dilakukannya, dan dengan cara bagaimana
peristiwa itu berlangsung. Harus dicatat pula apa hakikat dari peristiwa itu.
e. Penggambaran aktivitas. Untuk kategori ini peneliti memasukkan deskripsi
perilaku yang terperinci, mencoba untuk memproduksi urutan dari kedua
perilaku dan tindakan tertentu.
f. Perilaku Pengamat. Gambaran ini merupakan gambaran tentang penampilan
fisik, reaksi, tindakan serta segala sesuatu yang dilakukan oleh pengamat sebagai
instrumen penelitian.
2. Bagian Reflektif.
Dalam bagian ini disediakan tempat khusus untuk menggambarkan sesuatu
yang berkaitan dengan pengamat itu sendiri. Bagian ini berisi spekulasi, perasaan,
masalah, ide dan kesan dari pengamat dan sesuatu yang diusulkan untuk dilakukan
dalam penelitian yang akan datang. Tanggapan peneliti, berisi hal-hal berikut:
a. Refleksi mengenai analisis. Berisi sesuatu yang dipelajari, tema yang mulai
muncul, kaitan dengan berbagai penggal data, gagasan tambahan dan pemikiran
yang timbul.
b. Refleksi mengenai metode. Catatan lapangan berisi penerapan metode yang
dirancang dalam usulan penelitian. Berisi prosedur, strategi, dan taktik yang
dilakukan dalam studi, serta tanggapan atas pencapaian sesuatu yang dialami
14
subyek. Kemudian pengamat memasukkan gagasan penyelesaian masalah
tersebut.
c. Refleksi mengenai dilema etik dan konflik. Masalah etik dan konflik perlu perlu
dicatat dalam bagian reflektif ini. Gunanya adalah untuk membantu peneliti
menguraikan persoalan dan kemudian dapat memberikan cara bagaimana
sebaiknya dalam menghadapinya.
d. Refleksi mengenai kerangka berpikir peneliti. Menjadikan bekal intrinsik peneliti,
seperti pengalaman, latar belakang, etika, pendidikan dan lainnya dalam
mengajukan pendapat, tanggapan, asumsi, dan sebagainya terkait dengan
permasalahn yang dideskripsikan dalam pengambilan data.
e. Klarifikasi. Dalam bagian ini peneliti dapat menyajikan butir-butir yang dirasakan
perlu untuk lebih menjelaskan sesuatu yang meragukan atau sesuatu yang
membingungkan yang ada pada catatan lapangan.
15
proses ini, peneliti hanya melakukan penulisan atas rekaman tanpa mengubah,
menyesuaikan atau menyimpulkan.
b. Hasil Observasi
Seperti halnya proses transkrip hasil wawancara, hasil observasi sebisa mungkin
menggambarkan secara ‘apa adanya’ informasi penelitian. Peneliti sebisa mungkin
tidak melakukan penyesuaian apapun.
2. Pengkodean
Pengkodean (coding) adalah proses pengolahan data yang sekaligus merupakan tahap
awal analisis. Setelah proses membaca dan peneliti telah mengenali muatan dari teks/
catatan lapangan, maka proses coding dapat dilakukan. Dengan menggunakan kata-
kata atau bagian dari kata-kata yang ada pada transkrip, analisis terhadap file data
yang sangat banyak akan dapat dilakukan dengan lebih mudah akurat. Coding
digunakan sebagai alat analisis pada banyak jenis penelitian. Terdapat tiga bentuk
coding yang dapat dilakukan menurut yaitu:
a. Open Coding: adalah proses merinci, menguji, membandingkan, konseptualisasi,
dan melakukan kategorisasi data. Data yang dimaksud dapat berupa kata-kata,
kalimat, maupun paragraf.
b. Axial Coding: adalah suatu perangkat prosedur dimana data dikumpulkan kembali
bersama dengan cara baru setelah open coding, dengan membuat kaitan antara
kategori-kategori. Ini dilakukan dengan memanfaatkan landasan berpikir
(paradigma) coding yang meliputi kondisi-kondisi, konteks-konteks, aksi strategi-
strategi interaksi dan konsekuensi-konsekuensi. Mencari tahu hubungan sebab
akibat, pola interaksi, kategori dan kelompok konsep sehingga kemudian dapat
dibentuk kategori atau dimensi baru atas suatu pemahaman.
c. Selective Coding: adalah proses seleksi kategori inti, menghubungkan secara
sistematis ke kategori-kategori lain, melakukan validasi hubungan-hubungan
tersebut, dan dimasukkan ke dalam kategori-kategori yang diperlukan lebih lanjut
untuk perbaikan dan pengembangan.
16
Transkrip wawancara ataupun catatan lapangan dibuat sejelas dan sesimpel
mungkin sehingga mudah untuk dipahami. Langkah-langkah penyusunan transkrip
hasil observasi dan wawancara meliputi pengumpulan data, mencari kata kunci,
kemudian menentukan tema yang dikategorikan menjadi beberapa sub tema dan
dihubungkan dengan menggunakan pola. Setelah itu semua selesai barulah dilakukan
pengembangan teori. Langkah ini semua dapat terpenuhi, maka peneliti harus:
1. Membaca transkrip berulang-ulang untuk mendapatkan pemahaman tentang kasus
kasus atau masalah, kemudian menggunakan salah satu bagian kosong untuk
menuliskan pemadatan fakta-fakta, tema- tema yang muncul maupun kata-kata
kunci yang dapat esensi data dari teks yang dibaca.
2. Peneliti menggunakan satu sisi yang lain untuk menuliskan apapun yang muncul
saat peneliti membaca transkrip tersebut. Peneliti dapat menuliskan kesimpulan
sementara, suatu hal yang tiba-tiba muncul di pikirannya, interpretasi sementara,
atau apapun. Pada tahap ini belum dilakukan penyimpulan konseptual apapun
karena jika dilakukan penyimpulan yang terlalu cepat dapat menghalangi peneliti
memperoleh pemahaman utuh mengenai realitas yang ditelitinya.
3. Di lembaran terpisah, peneliti dapat mendaftar tema-tema yang muncul tersebut,
dan mencoba memikirkan hubungan antar tema.
4. Setelah peneliti melakukan proses di atas pada tiap-tiap transkrip atau catatan
lapangannya, ia dapat menyusun ‘master’ yang berisi daftar tema-tema dan
kategori-kategori, yang telah disusun sehingga menampilkan pola hubungan antar
kategori (‘cross cases’,bukan lagi kasus tunggal).
5. Dalam penyusunan transkrip observasi, wawancara ataupun catatan lapangan
sebelumnya telah dilakukan analisis tematik dalam mengolah informasi yang
menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks, kualifikasi
yang biasanya terkait dengan tema atau hal-hal lain yang masih memiliki
hubungan dengan analisis.
Agar transkrip wawancara ataupun catatan lapangan dibuat sejelas dan
sesimpel mungkin sehingga mudah untuk dipahami. Langkah-langkah penyusunan
transkrip hasil observasi dan wawancara meliputi pengumpulan data, mencari kata
17
kunci, kemudian menentukan tema yang dikategorikan menjadi beberapa sub tema
dan dihubungkan dengan menggunakan pola. Setelah itu semua selesai barulah
dilakukan pengembangan teori. Agar ini semua dapat terpenuhi, maka peneliti harus:
1. Membaca transkrip berulang-ulang untuk mendapatkan pemahaman tentang kasus
kasus atau masalah, kemudian menggunakan salah satu bagian kosong untuk
menuliskan pemadatan fakta-fakta, tema- tema yang muncul maupun kata-kata
kunci yang dapat esensi data dari teks yang dibaca.
2. Peneliti menggunakan satu sisi yang lain untuk menuliskan apapun yang muncul
saat peneliti membaca transkrip tersebut. Peneliti dapat menuliskan kesimpulan
sementara, suatu hal yang tiba-tiba muncul di pikirannya, interpretasi sementara,
atau apapun. Pada tahap ini belum dilakukan penyimpulan konseptual apapun
karena jika dilakukan penyimpulan yang terlalu cepat dapat menghalangi peneliti
memperoleh pemahaman utuh mengenai realitas yang ditelitinya.
3. Di lembaran terpisah, peneliti dapat mendaftar tema-tema yang muncul tersebut,
dan mencoba memikirkan hubungan antar tema.
4. Setelah peneliti melakukan proses di atas pada tiap-tiap transkrip atau catatan
lapangannya, ia dapat menyusun ‘master’ yang berisi daftar tema-tema dan
kategori kategori, yang telah disusun sehingga menampilkan pola hubungan antar
kategori (‘cross cases’,bukan lagi kasus tunggal).
Semua catatan, transkrip wawancara dan dokumen lainya harus tersedia
salinannya (fotokopi). Data kemudian disusun ke dalam system kategori yang telah
ditentukan sebelumnya, misalnya, berdasarkan teori yang sudah ada, atau berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagian peneliti lebih suka membaca
data yang sudah terkumpul, dan mencantumkan kategori tertentu pada data
bersangkutan. Missal, suatu penelitian kualitatif untuk mengetahui alasan remaja
mendengarkan suatu siaran radio tak jarang akan menghasilkan berlembar-lembar
transkrip wawancara.
C. PENUTUP
a. Kesimpulan
18
Wawancara adalah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan
informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek
penelitian.
Observasi adalah suatu proses yang didahului dengan pengamatan kemudian
pencatatan yang bersifat sistematis, logis, objektif, dan rasional terhadap berbagai
macam fenomena dalam situasi yang sebenarnya, maupun situasi buatan.
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menelusuri data historis. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa,
atau kejadian dalam situasi sosial yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif.
Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang di dengar, dilihat,
dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data refleksi terhadap data dalam
penelitian kualitatif. Pada dasarnya, catatan lapangan berisi dua bagian, yaitu bagian
deskriptif dan bagian reflektif. Catatan lapangan memiliki bentuk yang beragam,
dapat berupa kartu, notebook, loose leaf, note kecil atau buku ukuran biasa. Isi
catatan lapangan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
deskriptif dan bagian reflektif.
b. Saran
Diharapkan Makalah ini dapat menjadi bahan belajar bagi teman teman dan
sebagai sumber yang berguna bagi kedepannya. Makalah ini belum sepenuhnya
sempurna, maka dari itu kami terbuka untuk berbagai saran yang masuk nantinya.
19