Proses wawancara dan interogasi paling sering berlaku ketika upaya pencegahan farud dalam
organisasi gagal. Dikarenakan kontrol perusahaan telah dilanggar, sehingga fraud dapat
mengambil alih tempat tersebut.
Komponen yang paling produktif dalam penyelidikan adalah dilakukannya wawancara dan
interogasi. Banyak penipuan yang terungkap setelah dilakukannya wawancara dan interogasi.
Seperti teori gunung es yang menyatakan bahwa fraud yang terlihat hanya sebagian dari yang
tampak (permukaan gunung es) tetapi tidak melihat kebawah (dibawah permukaan gunung es).
Sebuah pengakuan tersangka adalah kunci utama dalam penyelidikan, kita bisa mengetahui
metode dalam melakukan fraud, lokasinya, dan orang-orang yang terlibat dalam fraud.
Dinamika wawancara dan interogasi sangat berbeda. Ketika datang untuk menempatkan proses
yang ada kedalam praktek seringkali kebingungan. Beberapa yang menyebabkan kebingungan
adalah kata interogasi yang terdengar tidak ramah untuk didengar dan dilakukan sehingga
oleh beberapa penyidik kata tersebut diganti menjadi wawancara tetapi tidak mengubah hasil
yang diinginkan. Itu hanya membuat proses terdengar lebih benar dan ramah.
Untuk menjelaskan hasil yang diinginkan, penyidik harus melengkapi strategi penyelidikan.
Dalam pencarian informasi dengan wawancara dan hasilnya adalah sebuah pengakuan, maka
harus dilakukan interogasi. Jika dalam proses wawancara, tidak juga menemukan hasilnya maka
waktu wawancara bisa jadi akan diperpanjang.
Dalam dua proses yang berbeda antara wawancara dan interogasi, intinya adalah sama-sama
berusaha untuk mengumpulkan fakta-fakta kasus tersebut.
Wawancara
Wawancara adalah tindakan yang bukan bermaksud untuk menuduh seseorang, tetapi untuk
menentukan fakta, urutan kejadian, alibi atau mengkonfirmasi informasi dengan korban, saksi,
dan tersangka. Pewawancara akan membuat subjek berbicara dengan menanyakan pertanyaan-
pertanyaan. Dalam hal ini, penyidik tidak mengharapkan pengakuan, tetapi hanya untuk
mengkonfirmasi atau menyangkal informasi. Wawancara pengumpulan fakta juga digunakan
untuk membangun alibi atau urutan kejadian atau mengkonfirmasi ingatan subjek.
Interogasi
Interogasi dilakukan saat tersangka diyakini bersalah. Ini adalah pencarian kebenaran untuk
mendapatkan pengakuan dari tersangka berdasarkan hasil dari investigasi. Penerimaan tersangka
atau pengakuan harus mendukung rincian penyidik. Dalam interogasi, interogator akan
menetapkan kesalahan apa yang tersangka buat sehingga akan memberikan alasan yang cukup
untuk menuntut dalam persidangan.
Terlepas dari apakah orang tersebut akan diwawancarai atau diinterogasi, penyidik harus
mempersiapkan pertemuan tersebut. Memahami informasi apa yang mungkin dimiliki,
bagaimana orang tersebut, dan cara orang tersebut menanggapi pertemuan tersebut adalah
pertimbangan yang harus penyidik analisis sebelum memulai wawancara dan interogasi.
Pertama dan terpenting, penyidik harus menentukan apa kebijakan dan prosedur yang relevan
untuk mewawancarai orang tersebut. Apakah ada pemberitahuan terlebih dahulu sebelum
dilakukannya wawancara untuk memperoleh izin ? ini tergantung dari hukum, sumber daya
manusia, atau manajemen senior.
Pewawancara juga harus meninjau penyelidikan dengan pengawas untuk memeriksa ketelitian.
Bukan tidak mungkin yang mewawancarai adalah penyidik itu sendiri. Pemilihan pewawancara
berdasarkan pada keterampilan, pengetahuan akan penyelidikan, dan kompatibilitas pribadi
dengan subjek.
Pertimbangan lain dalam mempersiapkan wawancara atau interogasi adalah subjek mungkin
dipertanyakan. Mengantisipasi reaksi subjek dalam pertemuan tersebut, penyidik menyiapkan
rencana darurat untuk menangani masalah tersebut, sehingga dia tidak bisa mengarang bebas atas
kesaksiannya.
Jadwal subjek juga harus diperhitungkan saat menentukan waktu pertemuan. Penyelidik harus
memberikan waktu yang cukup untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Subjek bisa jadi
tidak koperatif, dengan tidak menepati janjinya untuk hadir hanya untuk menghindari
percakapan. Penyidik juga harus mempertimbangkan apa bukti yang ada dapat terungkap oleh
subjek. Bukti mungkin dapat secara langsung ataupun tidak langsung, dan harus
dipertimbangkan dalam dua cara :
1. Apakah bukti yang ada akan disangkal subjek atau bahkan mengungkapkan ke target
lainnya?
2. Apa penjelasan yang mungkin subjek gunakan untuk menjelaskan bukti yang
memberatkan dirinya?
Evaluasi bukti akan memungkinkan penyidik untuk mengantisipasi potensi subjek untuk
menyangkal bukti tersebut. Banyak pewawancara merekam atau memvideokan wawancara
mereka. Rekaman menyediakan salinan percakapan yang akurat dan jauh lebih komprehensif
daripada mencatat. Jika pewawancara memutuskan untuk merekam wawancara, maka peralatan
diperlukan seperti kaset, baterai yang cukup untuk menyelesaikan wawancara. Banyak sistem
manajemen baru kasus investigasi menggunakan audio dan video sebagai file investigasi
elektronik.
Jika penyidik memiliki rencana untuk merekam wawancara, maka ada 3 faktor utama yang harus
dipertimbangkan :
Salah satu pertimbangan akhir mempengaruhi wawancara itu berjalan baik adalah hasil akhir
yang diinginkan. Mengetahui hasil yang diinginkan membantu semua yang terlibat menilai
apakah tujuan dari wawancara atau interogasi telah dicapai. Untuk setiap hasil, aka nada batas
informasi yang diperoleh dari subjek. Penyidik yang gagal memperjelas informasi ini mungkin
kecewa ketika cara yang dilakukannya gagal.
Menyiapkan Ruang
Perhatian utama penyidik dalam menyiapkan ruang adalah membangun lokasi yang tertutup
(bersifat pribadi) untuk percakapan. Lingkungan yang dipenuhi orang banyak akan membuat
subjek tersebut merasa tidak diberikan privasi terhadap informasi yang diberikannya. Untuk itu
harus hati-hati dalam memilih lokasi untuk wawancara.
Selain itu, perlengkapan furniture juga penting untuk dipenuhi. Harus ada kursi yang cukup
untuk subjek, saksi, dan penyidik. Untuk menghindari gangguan, saksi harus ditempatkan ke satu
sisi agar memberikan kesan privasi dalam ruangan.
Jika memungkinkan harus ada meja untuk menulis, meskipun seharusnya tidak ditempatkan
diantara penyidik dan subjek. Karena itu akan menghalangi pandangan penyidik ke subjek untuk
melakukan pengamatan perilaku.
Wawancara atau interogasi akan sukses ketika mereka mampu menjalin hubungan yang kuat
dengan subjek.
Hubungan
Tingkat kenyaman subjek tergantung dari bagaimana penyidik berusaha menjalin kedekatan
dengan subjek. Mungkin dari waktu ke waktu hubungan yang lebih dalam akan mengembangkan
informasi, tetapi untuk mendapatkan kerjasama dari subjek dengan tidak mengancamnya saja itu
sudah cukup. Penyidik yang mencoba terlalu keras membangun hubungan tersebut akan
membuat subjek merasa takut atas apa yang akan dikatakannya.
Penampilan
Penampilan penyidik juga dapat mempengaruhi hubungan dan kerjasama dari subjek. Cara
penyidik harus professional dan harus berpakaian dengan tepat untuk konteks wawancara.
Menyiapkan ruang, membangun sikap dan hubungan serta penampilan saat wawancara atau
interogasi akan menciptakan rasa percaya diri penyidik, bahwa penyidik tahu apa yang
dilakukannya dan dapat dipercaya.
Salah satu tugas paling sulit bahwa penyidik selama melakukan wawancara atau interogasi
adalah menentukan kebenaran pernyataan individu atau subjek. Cara termudah untuk
membandingkan apa yang telah dikatakannya dengan temuan investigasi yang diverifikasi.
Kontradiksi terhadap keduanya mungkin membantu menemukan kebohongan dalam
perkatakannya. Menentukan kebohongan jauh lebih sulit ketika penyelidik tidak mendapatkan
informasi yang lengkap untuk dibandingkan dengan individu atau subjek.
Sebelum wawancara atau interogasi, penyidik harus membangun norma perilaku bagi individu
atau subjek. Tanpa norma perilaku, penyidik dapat mengamati lisan dan perilaku fisik normal
seseorang tetapi salah menafsirkan. Membangun norma perilaku dibutuhkan penyidik untuk
mengamati subjek baik lisan maupun fisik untuk pertanyaan yang tidak mengancam. Penyidik
kemudian membandingkan tanggapan subjek selama wawancara untuk dievaluasi.
Kedua, untuk mengamati memori jangka pendek subjek, pewawancara mengajukan pertanyaan
yang sudah sangat diketahui jawabannya oleh subjek, yaitu :
Karena, jawaban tersebut sudah sering digunakan, maka subjek akan menjawabnya dengan
lancer tanpa ada jeda untuk berfikir. Jika terdapat jeda saat menjawabnya maka kemungkinan
besar, subjek tidak ingin penyidik tahu akan dirinya. Pertanyaan selanjutnya untuk mengamati
memori jangka pendek subjek, yaitu :
Jawaban dari pertanyaan ini adalah subjek akan mencoba untuk mengingat kapan pertanyaan itu
terjadi pada dirinya. Sehingga jika ada jeda dalam responnya maka itu adalah tepat dan wajar.
Jika subjek tersebut menjawab dengan cepat, maka akan menimbulkan pertanyaan baru bagi
penyidik.
Ketiga, yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana subjek bertindak saat membuat jawaban
untuk pertanyaan yang tidak diantisipasi. Contohnya :
Apa yang anda lakukan jika anda diberikan kesempatan untuk mengubah atau mengganti
pekerjaan anda ?
Jika seseorang mengambil bagian dari tanggung jawab dalam pekerjaan anda, apakah
anda akan mempertahankan atau akan menyerah?
Bagaimana menurut anda, jika seseorang merasa melakukan hal tersebut ?
Karena subjek tidak diantisipasi pertanyaan seperti ini, kemungkinan subjek akan membutuhkan
penundaan sementara mempertimbangkan jawaban. Penyidik harus mengamati perilaku subjek
sementara subjek mencari jawabannya. Observasi penyidik yang cermat atas tanggapan subjek
menyediakan pola yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pertanyaan dimana subjek
mungkin atau tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.
Faktor lain yang mempengaruhi apakah individu berbohong atau melakukan penipuan adalah
pewawancara mengenali dengan baik subjek sehingga menjadi bias. Penyidik harus dapat
mengevaluasi perilaku dan fakta subjek sebagai pihak yang netral.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan penyidik untuk mendeteksi penipuan atau
kebohongan adalah ketika subjek telah berhasil berbohong kepada penyilidik sebelumnya.
Subjek yang memiliki rasa takut kemungkinan akan mengubah perilaku baik secara verbal
maupun fisik. Semakin besar ketakutan individu dideteksi, semakin besar perubahan perilaku
subjek tersebut. Namun, jika subjek telah berhasil berbohong kepada penyidik sebelumnya,
ketakutan akan berkurang, sehingga perubahan perilaku kurang diamati.
Emosional
Kebocoran subjek menipu mungkin juga hasil dari keadaan emosional individu. Kapan subjek
tahu dan dapat mengatasi wawancara atau interogasi yang akan terjadi, mereka mungkin dapat
menekan emosi mereka dan mengontrol perilaku mereka. Terdapat enam dasar emosional, yaitu
takut, bahagia, marah, sedih, terkejut dan rasa jijik, yang dapat diamati pewawancara. Beberapa
emosi juga dapat digunakan untuk menutupi emosi yang sebenarnya. Misalnya, subjek dapat
menutupi rasa takutnya dengan berpura-pura marah atau muak dengan pertanyaan-pertanyaan
pewawancara. Pengamatan yang cermat disebut micro-expressions. Pengamatan ini dapat
membantu penyidik dalam menilai kebenaran subjek.
Jenis Kebohongan
Jenis-jenis pertanyaan yang diajukan penyidik akan menentukan jenis kebohongan yang
digunakan subjek. Ada lima jenis kebohongan umum :
Pelaksanaan Wawancara
Ketika memutuskan apakah akan melakukan wawancara, pewawancara harus
mempertimbangkan implikasi dari setiap wawancara. Kesulitan untuk mengidentifikasi skema
penipuan yang tidak diketahui kemana harus mencari jelas adalah masalah. Banyak penyelidikan
terhambat sebagai akibat dari subjek belajar mengenai penyelidikan kasus tersebut. Pengetahuan
ini memungkinkan subjek menutupi jejak mereka atau menghancurkan bukti yang memberatkan
sebelum dipertanyakan.
Tugas pertama pewawancara setelah menyadari adanya penipuan adalah menetapkan fakta dan
parameter kasus tersebut. Pewawancara harus menentukan apakah hal tersebut adalah cerita
sebenarnya, spekulasi, atau bias. Pewawancara harus mengidentifikasi hukum atau kebijakan
yang telah dilanggar. Pemeriksaan ini secara efektif mengidentifikasi apa yang harus dibuktikan
dan memberikan masukan untuk wawancara yang akan mendatang. Hal ini juga berguna untuk
membuat daftar subjek yang mungkin perlu untuk diwawancarai. Wawancara ini juga dapat
berkontribusi pada informasi latar belakang dan gaya hidup yang berkaitan dengan investigasi.
Jika diperlukan, dapat melakukan wawancara yang berkaitan dengan praktek bisnis. Beberapa
aspek praktik bisnis, penyidik juga harus mempertimbangkan alasan bahwa kemungkinan
tersangka memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan penyidik.
Tujuan Wawancara
Wawancara yang paling sulit adalah dimana tidak ada hasil yang jelas. Misalnya, subjek tidak
datang saat wawancara, beberapa dari pertanyaan yang diberikan jawabannya berupa
kebohongan. Pewawancara harus memperoleh kembali bukti yang mungkin relevan dengan
penyelidikan selama wawancara. Karena, bukti dapat hancur atau hilang jika tidak ada jaminan
dari pewawancara.
Jenis Pertanyaan-pertanyaan
Jenis Wawancara
Berbagai jenis wawancara yang berbeda dapat digunakan saat mengembangkan informasi selama
penyelidikan. Tujuan wawancara memiliki tujuan yang jelas sesuai dengan investigasi secara
keseluruhan. Dihampir setiap wawancara, penyidik akan menjalin hubungan dan memberikan
dukungan secara persuasif bagi subjek untuk bisa bekerja sama dalam penyelidikan.
Ruang lingkup dari gaya hidup jauh lebih luas dari fact-gathering. Penyidik mengajukan
pertanyaan yang akan mengungkapkan bagimana gaya hidup subjek, bagaimana cara
mereka menghabiskan uang, dan bagaimana mereka bersosialiasi, dan bersumber
darimanakah uang yang didapatkan.
Diagram
Hal ini dapat berguna bagi penyidik untuk menggunakan diagram dalam memahami cerita dari
subjek. Diagram harus dipertahankan sebagai bukti dan direferensikan dalam laporan penyidik.
Diagram adalah bukti penting (dokumen asli) yang harus dilindungi.
INTEROGASI
Setelah wawancara selesai dan bukti sudah terkumpul saatnya untuk berhubungan langsung
dengan tersangka. Penyidik dapat memilih metode berdasarkan jenis kasus, kepribadian individu,
dan bukti yang ada. Interogasi ini sangat berbeda dengan wawancara dimana interogasi
membutuhkan pengalaman dan keterampilan.
Persiapan Interogasi
Langkah pertama adalah memilih interrogator, yang mungkin saja adalah pimpinan dalam
penyelidikan kasus tersebut. Gaya dan kepribadian interrogator harus melengkapi sikap
tersangka.
Langkah kedua adalah mengidentifikasi bukti yang akan memungkinkan tindakan tertentu.
Setiap tindakan akan tergantung pada pernyataan tersangka dan unsure-unsur yang diperlukan
untuk membuktikan kejahatannya.
Misalnya, dalam kasus pencurian, interrogator harus bisa membuktikan bahwa tersangka benar-
benar mengambil barang yang bukan miliknya tanpa seijin pemilikinya. Interogator juga harus
mempertimbangkan lokasi dan waktu untuk interogasi. Interrogator harus memastikan waktunya
cukup untuk berbincang dengan tersangka tanpa gangguan. Investigator juga harus
mempertimbangkan kesulitan yang timbul akibat dari percakapan tersebut. Misalnya, pertanyaan
investigator itu membuat tersangka menjadi marah bahkan tidak mau mengungkapkan apapun.
Interogator juga harus memiliki akses ke manajemen untuk membantu dalam pengambilan
keputusan. Beberapa situasi mungkin memerlukan tenaga kerja tambahan untuk melakukan
investigasi, pencarian, atau wawancara tambahan selama interogasi berlangsung.
Keputusan untuk Mengaku (Decision to confess)
Merasa bersalah atau berkeinginan untuk memberikan penjelasan tidak akan menyebabkan
tersangka mengakui kesalahannya jika tidak di kombinasikan dengan keyakinan bahwa mereka
telah tertangkap. Interrogator juga harus mengatasi ketakutan tersangka sebelum tersangka
mengakui kejahatannya. Kebanyakan tersangka takut akan situasi dimana :
1. Kehilangan pekerjaan
2. Malu
3. Penangkapan, penuntutan, dan gugatan
4. Tindakan pembalasan
Rasionalisasi (Rationalization)
Metode Interogasi
Cara yang paling efektif dalam menginterogasi adalah daya tarik emosional yang
dikombinasikan dengan tuduhan yang tidak memungkinkan tersangka untuk menyangkalnya
lagi. Interrogator dapat mengahadapi tersangka dengan berbagai cara. Pemilihan metode
interogasi tergantung pada keadaan kasus, kepribadian tersangka, dan tujuan akhir dari
interogasi.
1. Pendekatan Faktual (factual method). Pendekatan ini baik digunakan ketika ada bukti
langsung yang menghubungkan tersangka dengan kejahatannya. Sebelum menyajikan
bukti, interrogator harus membuat tersangka tidak mengelak lagi dengan membuatnya
untuk bercerita urutan kejadiannya. Jika ini tidak dilakukan maka tersangka akan
mengelak dengan alasan yang masuk akal meskipun bukti sudah ada.
2. Wicklander-Zulawski Non-confrontaional method. Metode non-konfrontatif yang
menggunakan pendekatan emosional tersrtuktur yang memaksa tersangka untuk
menyangkal kejahatan mereka.
Setelah itu, penyidik bebas bertanya yang berhubungan dengan dokumen kasus tersebut.
Pendekatan Partisipasi adalah merupakan perluasan secara ilmiah dari pertanyaan yang menjalin
hubungan dan dirancang untuk menyembunyikan bukti sementara individu mengungkapkan
jawabannya.
Wawancara selektif merupakan komponen opsional yang dapat digunakan pewawancara yaitu
apakah seseorang pasti terlibat dalam kegiatan kejahatan. Wawancara ini juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi alasan tersangka bila ada keterlibatan orang tersebut. Contoh pertanyaan
wawancara selektif adalah apa yang terjadi jika seseorang mencuri uang perusahaan ?. Jawaban
dari pertanyaan ini ada dua kemungkinan, yaitu jika seseorang itu jujur, maka dia akan
menyarankan hukuman yang berat bagi pencurinya, namun jika seseorang itu tidak jujur maka
dia akan menyarankan hukuman yang ringan bagi pencurinya.
1. Siapa kami/ apa yang kami lakukan. Sejak interrogator membuat tersangka bercerita
tentang pekerjaannya, interrogator memiliki kesempatan untuk berbicara mengenai
dirinya. Hal ini memungkinkan interrogator mengambil kendali dalam percakapan
tersebut.
2. Bagaimana kerugian terjadi. Kemudian, interrogator membahas metode atau cara yang
digunakan karyawan melakukan kejahatan. Sementara itu, interrogator juga mengamati
perilaku apakah metode yang diungkapkan adalah benar atau tidak.
3. Bagaimana kami menyelidiki. Bagian terakhir adalah membahas bagiaman investigasi ini
dilakukan. Investigator membahas berbagai investigasi, bukti, teknik yang digunakan,
dan jika digabungkan dengan benar maka secara tidak langsung tersangka membenarkan
bahwa dialah pelakunya.
Interrogator pada saat ini menggunakan pertanyaan asumtif yang secara langsung
berhubungan dengan apa yang ada dalam penyelidikan. Pertanyaan ini memungkinkan untuk
membuat pengakuan baik apa yang diketahui atau apa yang mereka percaya.
Pengembangan ini dapat menunjukkan petunjuk baru yang perlu tindak lanjut atau tidak
adanya ketidakjujuran dalam proses penyelidikan ini. Biasanya interrogator membuat
tersangka untuk menggambarkan sketsa untuk memperjelas bukti.
Komponen terakhir dari interogasi harus menyatakan ringkasan rinci. Ringkasan ini harus
membukikan sedetail-detailnya. Pernyataan ini harus disaksikan dan ditandatangani oleh
tersangka, interrogator, dan saksi. Pernyataan ini merupakan dokumen penting yang
merangkum semua tentang tersangka. Diperlukan juga beberapa dokumen pendukung
berbentuk seperti, rekaman audiovisual, tulisan tangan, ketikan dan apapun bentuknya harus
mengandung unsure-unsur kejahatan tersangka.
Kesimpulan
Proses wawancara dan interogasi sangat penting untuk keberhasilan penyelidikan. Agar
berjalan dengan lancar, harus ada rencana yang matang. Penyidik juga harus menguasai kasus
sehingga hasil yang diinginkan penyidik dalam penyelidikan kasus tersebut dapat terkuak.