Anda di halaman 1dari 12

NAMA : ANDI MAULINA

NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

Ringkasan Materi Kuliah (RMK)


BAGIAN III
BAB 19
Wawancara dan Interogasi

Pengantar
Beberapa teknik atau alat investigasi yang sangat penting ialah wawancara
dan interogasi. Banyak pihak termasuk profesional menganggap wawancara
(interview) dan interogasi (interrogation) sebagai sinonim. Padahal kedua istilah
tersebut sebenarnya berbeda, baik dari tujuannya maupun caranya.

Wawancara dan interogasi merupakan hal yang tak terpisahkan dalam


sebuah investigasi fraud. Seperti pelaksanaan investigasi pada umumnya, salah
satu tantangan terberat dari wawancara dan interogasi ialah waktu. Seorang
investigator yang baik harus mampu membuat jadwal dan urutan wawancara
yang benar sebelum wawancara dilakukan, terutama untuk kasus-kasus yang
melibatkan karyawan, nasabah, ataupun pihak ketiga terkait dalam jumlah yang
banyak.

Kesalahan dalam melakukan wawancara dan interogasi di Indonesia adalah


dengan menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk mendapatkan pengakuan
dari terdakwa. Penyidik menggunakan kekerasan dalam melakukan wawancara
dan interogasi untuk mendesak terdakwa agar segera mengakui kesalahannya
karena pegakuan terdakwa dapat membawa kesuksesan dalam penuntutan dan
tahap-tahap selanjutnya.

Pemeriksa fraud atau investigator harus mengerti sepenuhnya wewenang


atau mandat yang dimiliki oleh lembaganya. Investigator di suatu lembaga
tertentu mungkin hanya bisa melakukan wawancara, tetapi tidak berwenang
melaksanakan interogasi. Namun ada juga investigator di lembaga lain yang bisa
melakukan keduanya. Dengan alasan ini investigator perlu memahami
perbedaan makna wawancara dan interogasi.
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

Perbedaan antara Wawancara dan Interogasi


Istilah wawancara (interview) dan interogasi (interrogation) sering dianggap
sebagai sinonim atau sama yang disebabkan oleh faktor ketidaktahuan. Namun,
ada juga penyidik yang mengerti perbedaan makna kedua istilah ini, tetapi
sengaja menggunakannya secara keliru. Misalnya, untuk memberi kesan kepada
majelis hakim bahwa ia tidak menggunakan kekerasan, maka ia menggunakan
istilah wawancara padahal istilah interogasi lebih tepat menggambarkan tidak
pemeriksaan atau investigasinya.

Perbedaan utama wawancara dan interogasi adalah wawancara bersifat


netral dalam hal ini tidak menuduh (nonaccusatory), sedangkan interogasi
bersifat menuduh (accusatory). Walaupun investigator mengetahui bahwa
sebenarnya terdakwa memang terlibat dalam kejahatan dengan cara berbohong
saat diwawancarai, tentunya dengan alasan logis melalui bukti yang dimiliki
investigator. Namun karena wawancara memiliki substansi dan caranya bersifat
nonaccusatory atau tidak bersifat menuduh, maka investigator tetap tidak
diperbolehkan hal-hal tersebut. Investigator harus mengembangkan hubungan
yang menimbulkan rasa percaya dan hormat. Dengan orang yang
diwawancarainya.

Tujuan wawancara adalah mengumpulkan informasi. Oleh karena itu,


selama melakukan wawancara investigator harus mengumpulkan informasi yang
penting bagi investigasinya (investigative information) dan informasi mengenai
perilaku dari orang yang diwawancarainya (behavioral information). Tujuan dari
investigative information adalah untuk memperoleh informasi seperti bagaimana
hubungan antara orang yang diwawancarai dengan orang yang dicurigai
merupakan otak dari perbuatan tindak pidana yang diperiksa. Sedangkan, contoh
dari behavioral information ialah keterangan mengenai perilaku orang yang
diwawancarai ketika ia menjawab pertanyaan, bagaimana ia duduk, kontak mata
dengan yang mewawancarainya, ekspresi wajahnya, caranya memberi
tanggapan atau jawaban, pilihan kata atau kalimat, yang sehingga semua ini
dapat memberi petunjuk apakah yang diwawancarai berkata jujur atau
berbohong.
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

Investigator harus menilai kredibilitas dari tanggapan yang diberikan oleh


orang yang diwawancarai melalui evaluasi atas sikap (behavioral responses)
selama wawancara. Wawancara dapat dilakukan sejak awal investigasi untuk
mengumpulkan lebih banyak informasi sesuai dengan tujuan wawancara itu
sendiri. Wawancara bisa dilakukan di berbagai tempat dan suasana. Wawancara
semestinya fleksibel, tidak terstruktur, dan bisa melompat dari satu pokok ke
pokok pembicaraan lain.

Sebelum wawancara dimulai, sebaiknya investigator mempunyai gambaran


mengenai informasi apa yang ingin dikumpulkannya dengan membuat catatan
mengenai wawancara formal (formal interview) yang dilakukannya. Wawancara
formal adalah wawancara yang dilakukan dalam lingkungan terkendali (controlled
information).

Manfaat lain dari mencatat adalah dapat membuat investigator


memperlambat proses bertanya yang dapat dimanfaatkan oleh investigator untuk
mengamati perilaku dari orang yang diwawancarainya. Pencatatan hasil
wawancara harus dilakukan dari awal sampai akhir dan tidak boleh secara
sporadic (kadang dicatat, kadang tidak) karena dapat memberi kesan kepada
yang diwawancarai bahwa hanya jawaban tertentu penting sehingga dicatat oleh
investigator.

Sedangkan, interogasi merupakan pertanyaan atau pemeriksaan terhadap


seseorang melalui pertanyaan lisan yang bersistem dan bersifat menuduh.
Interogasi dilakukan karena investigator yakin kalau wawancara sebelumnya
yang bersifat nonaccusatory, orang itu telah berbohong. Sehingga interogasi
tidak dilakukan hanya dengan bertanya terus karena kecil kemungkinan untuk
mendapatkan keterangan yang berisi kebenaran dari sini. Dengan ini,
investigator menggunakan taktik “membuat pertanyaan” dan bukan “mengajukan
pertanyaan”.

Tujuan interogasi adalah mengakui yang sebenarnya, meliputi apa yang


sebenarnya terjadi, siapa yang sebenarnya melakukan, berapa jumlah atau nilai
fraud sebenarnya, dan seterusnya. Interogasi dapat dikatakan berhasil bukan
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

diwujudkan dalam pengakuan bersalah, melainkan dalam mengetahui siapa yang


sebenarnya bersalah.

Interogasi dilakukan dalam lingkungan yang terkontrol (controlled


environment) dan tidak disembarang tempat. Interogasi hanya dilakukan sesudah
investigator yakin mengenai kesalahan seseorang. Investigator tidak boleh
membuat catatan sebelum tertuduh menceritakan yang sebenarnya dan
berkomitmen untuk keberatan dari posisi itu. Membuat catatan terlalu awal dapat
menyadarkan terdakwa jikalau keterangannya akan merugikan dirinya.

Manfaat Melakukan Wawancara Sebelum Interogasi


Nilai yang hanya bisa ditemukan ketika dilakukan suatu wawancara adalah
behavioral information dan investigative information karena sangat diperlukan di
tingkat selanjutnya. Maka dari itu, penting bagi investigator untuk tidak melewati
tahap wawancara dan langsung melakukan interogasi. Interogasi hanya dapat
dilakukan ketika sudah ada bukti atau petunjuk untuk menuduh seseorang, bukan
hanya sekadar melabeli seseorang karena bersikap aneh padahal untuk
menentukan seseorang berperilaku aneh, wawancara yang bersifat tidak
menuduh merupakan sarana yang lebih baik dari interogasi.

Manfaat dilakukannya sebuah wawancara sebelum interogasi ialah:


1. Sifat tidak menuduh dalam wawancara memungkinkan investigator
membangun hubungan saling memercayai dan menghormati yang tidak
mungkin didapatkan dalam interogasi.
2. Investigator dapat mengorek keterangan penting mengenai tertuduh
yang sangat berharga selama wawancara,
3. Tidak ada jaminan tertuduh akan mengaku bersalah dalam proses
interogasi. Padahal, kalau ia diwawancarai terlebih dahulu dan
memberikan keterangan palsu selama wawancara, investigator dapat
menggunakan keterangan dari hasil interogasi yang mengungkpakan
kebohongannya. Hal ini membawanya lebih dekat kearah putusan
pengadilan yang menyatakan ia bersalah.
4. Ada keuntungan psikologi bagi investigator ketika ia melakukan
wawancara sebelum interogasi. Agar interogasi berhasil, tertuduh harus
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

memercayai investigator bahwa ia objektif atau tidak memihak dan jujur.


Karena melalui wawancara akan lebih mudah tertuduh menceritakan
yang sebenarnya.

BPKP (2007) menyatakan untuk memperoleh hasil wawancara yang


memadai, maka wawancara seharusnya dilakukan oleh auditor investigatif yang
mempunyai karakteristik, seperti:

1. Orang yang mudah bergaul, berbakat dalam berinteraksi.


2. Ingin membuat orang lain ingin berbagi informasi.
3. Pewawancara tidak akan mengiterupsi responden dengan pertanyaan
yang tidak penting.
4. Dapat menyusun pertanyaan yang spesifik yang bisa membuat
responden secara sukarela memberikan informasi.
5. Menunjukkan keseriusan dan perhatian atas jawaban yang diberikan
responden.
6. Cara mengajukan pertanyaan tidak dengan sikap yang menyalahkan.
7. Pewawancara harus tepat waktu, berpakaian rapi dan bersikap fair
dalam berinteraksi dengan responden.

Wawancara

Behavior Symptom Analysis (BSA) dan Saluran Komunikasi


Kebohongan atau tipuan dalam dunia investigasi disebut deception atau
desepsi. Desepsi adalah sebuah tindakan yang membuat seseorang percaya
tentang sesuatu yang tidak benar, singkatnya merupakan tindakan menipu
seseorang atau suatu tindakan atau pernyataan yang dimaksudkan untuk
membuat orang lain percaya tentang sesuatu yang tidak benar. Pengetahuan
mengenai membaca dan menganalisis gejala-gejala perilaku desepsi
dikembangkan oleh John E. Reid yang merupakan pelopor Behavior Symptom
analysis (BSA).
Penelitian yang dilakukan oleh John Reid pioner dari BSA menunjukan
adanya tiga tingkat atau saluran yang kita pergunakan untuk berkomunkasi:
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

1. Verbal channel merupakan ucapan yang keluar dari mulut sesorang,


pilihan kata dan susunan kata-kata yang dipergunakan untuk mengirim
pesan.
2. Paralinguistic channel merupakan ciri-ciri percakapan diluar apa yang
diucapkan.
3. Nonverbal channel meliputi sikap tubuh, gerak tangan dan mimik wajah.

Verbal Behavior
Subjek yang sehat jiwanya dan yang secara normal berinteraksi sosial akan
mengalami kecemasan ketika ia berbohong. Ketika subjek berbohong saat
wawancara, gejala-gejala perilakunya mencerminkan kesadarannya untuk
menekan atau menghilangkan kecemasannya.

Strategi lain untuk menekan perasaan cemas adalah memberikan


pernyataan yang kelihatannya mengingkari kepentingan pribadi sebelum memulai
dengan kalimat yang berisi kebohongan.

Subjek yang jujur akan memberikan tanggapan yang spontan. Subjek yang
berbohong akan memberikan jawaban yang sudah dihafalkannya.

Dalam wawancara, subjek yang jujur proses berpikirnya atau pola berpikir
selalu peduli dengan siapa pelaku, apa motivasinya, kenapa, bagaimana
perbuatan itu dilakukan.

Sedangkan jika berbohong ia akan lebih peduli dengan apa bukti yang
tercecer, ada orang lain yang tahu, apa ada yang sudah membocorkan
rahasianya dan apakah dia mampu berbohong secara meyakinkan.

Paralinguistic Behavior
Selain verbal behavior perlu diperhatikan juga ciri-ciri tertentu dari
percakapan (speech characteristics) yang terlihat dari suatu wawancara untuk
mendeteksi adanya desepsi. Paralinguistik behavior adalah pesan nonverbal
yang berhubungan dengan cara mengucapkan pesan verbal, satu pesan yang
sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda.
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

Jika dibandingkan dengan saluran verbal, saluran paralinguistik ini lebih


sedikit terkontaminasi dengan faktor-faktor eksternal sehingga lebih natural dan
lebih mudah untuk mendeteksi adanya desepsi.

Ciri-ciri paralinguistic behavior ialah:


1. Response latency, menunjukkan rentang waktu antara kata terakhir dari
pertanyaan pewawancara dengan kata pertama dari jawaban yang
diwawancara. Dalam the NSA study, response latency rata-rata untuk
jawaban jujur adalah 0,5 detik. Sedangkan untuk jawaban bohong
adalah 1,5 detik.
2. Early response, yaitu jawaban dikatakan lebih awal padahal
pewawancara belum menyelesaikan pertanyaan. Untuk jawaban jujur,
early response hanya terjadi di awal-awal wawancara dan itupun pada
saat pewawancara menyelesaikan pertanyaan yang bersangkutan akan
mengulang jawaban yang sudah diberikan di awal pertanyaan tadi.
Berbeda dengan jawaban bohong, early response bisa juga terjadi di
tengah bahkan di akhir wawancara. Selain itu yang bersangkutan
merasa tidak perlu mengulang jawabannya kembali pada saat
pewawancara menyelesaikan pertanyaannya.
3. Response length. Penelitian menunjukkan bahwa secara statistik
jawaban yang jujur akan memberikan jawaban yang lebih panjang, detil
dan lengkap dibandingkan jawaban bohong. Bahkan dimungkinkan
adanya jawaban tambahan yang relevan dengan pertanyaan si
pewawancara. Berbeda dengan jawaban bohong yang singkat dan
cenderung mengalihkan topik pertanyaan.
4. Response delivery. Penyampaian jawaban jujur biasanya terlihat dari
kecepatan (rate), tinggi rendahnya nada (pitch) dan kejelasan (clarity)
informasi maupun kata-kata yang diucapkan. Sebaliknya jawaban
bohong biasanya diucapkan dengan suara pelan, tidak jelas dan
menggumam (mumble).
5. Continuity of the response. Jawaban yang jujur akan mengalir dengan
bebas, kalimat satu dengan kalimat yang lain sambung menyambung,
tidak melompat-lompat, spontan dan menjadi satu kesatuan berpikir.
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

Sebaliknya jawaban yang tidak jujur terdapat perilaku stop-and-start


behavior, artinya pada saat yang bersangkutan menjawab pertanyaan
dan ada hal yang tidak nyaman yang bersangkutan akan berhenti
sejenak dan kemudian melanjutkannya lagi.
6. Erasure behavior, yaitu perilaku yang mencoba menghapus apa yang
baru saja dikatakan. Sebagai contoh dalam percakapan sehari-hari
seseorang yang barusan mengatakan sesuatu kepada orang lain yang
selanjutnya terpikir olehnya bahwa kata-kata tersebut kurang pantas
dan khawatir akan membuat tersinggung, sambil diiringi gerakan alis ke
atas dan tersenyum. Dalam komunikasi paralinguistic, selain gerakan
alis ke atas dan tersenyum terdapat perilaku tertentu lainnya, yaitu
tertawa, batuk-batuk kecil atau berdehem, segera sesudah
mengucapkan bantahan.

Nonverbal Behavior
Perilaku nonverbal cukup rumit untuk dievaluasi, sering menimbulkan
interpretasi yang keliru dan evaluasinya harus dilakukan dalam konteks isi atau
substansi verbal yang disampaikan pembicara atau subjek.

Perilaku nonverbal adalah perilaku menyampaikan sesuatu atau


mengisyaratkan sesuatu melalui gerakan tubuh. Seperti posture, gerak tangan
dan kaki serta memik muka dan mata.

Ekspresi atau mimik muka disebabkan oleh subjek yang khawatir bahwa
kebohongannya akan terungkap, ketidakpastian apakah ia berhasil menutupi
kebohongannya dan lain sebagainya. Kenyataan bahwa ekspresi mukanya
berubah sebenarnya sudah merupakan indikasi bahwa subjek berbohong.

Kontak mata merupakan salah satu perilaku nonverbal yang penting untuk
dievaluasi. Subjek yang membohong enggan menatap mata investigator. Ia akan
menundukan kepala atau matanya melirik ke samping atau keatas. Jika mata
melirik ke samping atau keatas itu tandanya ia sedang mencari-cari jawaban atau
alasan yang tepat.
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

Lima pedoman yang harus diperhatikan ketika melihat kontak mata untuk
menentukan apakah subjek membohong atau jujur:
1. Subjek tidak melakukan kontak mata dengan investigatornya berati
sedang menyembunyikan sesuatu.
2. Untuk alasan apapun, investigatornya tidak boleh menantang subjek
untuk menatap matanya.
3. Investigator cukup mengamati kontak mata secara cassual sehingga
tidak membuat subjek menjadi tidak nyaman.
4. Subjek tidak boleh diperkenankan memakai kacamata hitam karena
menyembunyikan kontak mata.
5. Selaku investigator jangan mengharapkan subjek terus menerus
menatapnya.

Interogasi
Ciri-ciri Interogasi ialah sebagai berikut:
1. Interogasi bersifat menuduh, berdasarkan prinsip bahwa seseorang
yang bersalah tidak akan memberi keterangan yang bertentangan
dengan kepentingan pribadinya secara sukarela, kecuali apabila ia yakin
bahwa investigator juga mempunyai keyakinan tentang kesalahannya.
2. Interogasi dilakukan dengan persuasi aktif, dimana investigator percaya
bahwa dalam wawancara sebelumnya orang yang diwawancara telah
berbohong.
3. Interogasi dilakukan dengan membuat pernyataan, bukan pertanyaan.
4. Tujuan interogasi adalah untuk mengetahui apa yang sebenarnya,
meliputi apa yang sebenarnya terjadi, siapa yang sebenarnya
melakukan, berapa jumlah atau nilai fraud sebenarnya, bukannya untuk
mendapat pengakuan bersalah.
5. Interogasi hanya dilakukan jika investigator memiliki keyakinan yang
memadai tentang salahnya seseorang.
6. Investigator tidak boleh membuat catatan sampai sesudah tertuduh
menceritakan yang sebenarnya dan berketetapan hati untuk tidak
bringsut dari posisi itu.
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

Tersangka umumnya memiliki struktur emosi terdiri dari unsur emosional


dan non-emosional bermacam-macam, ada yang 80:20 atau 20:80. Subjek yang
cenderung emosional taktik interogasi yang tepat didasarkan pada pendekatan
simpatik sedangkan subjek yang cenderung non-emosional, taktik interogasi
terbaik adalah dengan menyodorkan fakta, factual analysis approach.

John E. Reid memperkenalkan 9 langkah interogasi yang dikenal dengan


The Reid ninesteps of interrogation, yang terdiri dari:
1. Langkah 1–Direct, Positive Confrontation
Pada tahap ini investigator menembakkan sangkaannya secara
langsung (direct), mengkonfrontasi tersangka secara tegas (positif
confrontation) dalam posisi berdiri (sebaiknya). Langkah tersebut
diambil untuk memberikan pesan bahwa dia yakin seyakin-yakinnya
bahwa tersangka bersalah, karena jika tesangka mendapat kesan
(sekecil apapun) bahwa investigator tidak yakin akan kesalahannya, ia
tidak akan mengaku.
2. Langkah 2–Interogation Theme
Tersangka yang bersalah melakukan pembenaran sebelum dan ketika
melakukan kejahatan. Investigator dapat mengetahui tersangka yang
bersalah dengan memancing menggunakan theme tertentu, misal
menanyakan “dalam hal apa anda bisa tergoda mengambil uang
perusahaan yang pemiliknya anda kenal puluhan tahun?”, jika tersangka
menanggapi theme tersebut dengan memberikan justifikasi,
kemungkinan tersangka memang bersalah.
3. Langkah 3–Handling Denials
Tahap penyangkalan merupakan tahap yang sangat penting, jika
penyangkalan tidak ditangani dengan baik langkah-langkah selanjutnya
akan sia-sia. Dalam menangani penyangkalan, investigator harus
cekatan untuk mencegah atau tidak memberikan kesempatan subjek
melakukan penyangkalan yang sama secara berulang-ulang dengan
menegaskan keyakinannya bahwa subjek bersalah, menggunakan
kalimat antara, menggunakan tema dan fakta-fakta yang ada.
4. Langkah 4–Overcoming Objections
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

Objections/keberatan adalah benteng pertahanan kedua setelah


penyangkalan. Langkah ke empat ini terdiri atas mengenali keberatan,
menghargai keberatan, dan membalikkan keberatan. Dalam langkah ini,
investigator berupaya mengatasi benteng pertahanan kedua dari si
tersangka. Tersangka yang melihat kesia-siaan dalam upayanya
menyangkal akan mengubah taktiknya dengan mengajukan keberatan.
5. Langkah 5–Keeping The Suspect’s Attention
Ketika dua benteng pertahanan tersangka tertembus tersangka akan
menarik diri dari percakapan interogasi. Dalam hal ini investigator perlu
mendekatkan diri secara fisik serta memberikan pernyataan hipotesis
yang mengajak ke perenungan dan menyentuh sisi positif si pelaku.
Tersangka sudah kehilangan percaya diri untuk terus mengemukakan
ketidak bersalahannya. Ia sudah sampai di suatu titik dimana
membiarkan investigator berbicara apapun, ia berdiam diri, dan
investigator menjadi pembicara tunggal.
6. Langkah 6–Handling The Suspect’s Passive Mood.
Pada tahap ini tersangka menyadari bahwa kebohongannya tidak
menghasilkan keinginannya tadi. Ia menunjukan sifat kalah, kepala
tertunduk, bahu menurun, kaki lemas, mata berkaca-kaca. Mentalnya
berada pada titik terendah. Perubahan ini mengisyaratkan adanya
pergolakan di dalam batin tersangka untuk menceritakan kebenaran.
7. Langkah 7–Presenting The Alternative Question
Merupakan puncak dari pengembangan tema interogasi.investigator
mempersempit temanya ke unsur utamanya dan memasuki pertanyaan
alternatif. Ketika memilih suatu alternatif tersangka sesungguhnya telah
mengakui bersalah.
8. Langkah 8–Bringing The Suspect Into The Conversation
Dalam langkah ini, tersangka diarahkan untuk menceritakan perincian
dari perbuatannya yang pada akhirnya akan dirumuskan menjadi
pengakuan yang bisa di terima sebagai bukti hukum.
9. Langkah 9–The Written Confession
Pada puncaknya tersangka memberikan pengakuan secara tertulis.
NAMA : ANDI MAULINA
NIM : A031181329
MATA KULIAH : AKUNTANSI FORENSIK DAN INVESTIGASI FRAUD

DAFTAR PUSTAKA
Tuanakotta, Theodorus, M. 2016. Akuntansi Forensik dan Audit
Investigatif. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai