Anda di halaman 1dari 13

ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT

INVESTIGASI DALAM FRAUD

Disusun Oleh Kelompok 6 / Kelas D

1. Sandra Dwi Maharani (20013010100)


2. Muchammad Thoriqul Ulum (20013010102)
3. Vira Damayanti (20013010115)
4. Rizal Amanullah (20013010126)
5. Aurelio Dicky S. (20013010295)

AKUNTANSI FORENSIK

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

2023
Nama : Muchammad Thoriqul Ulum
NPM : 20013010102

ATRIBUT SEORANG AKUNTANSI FORENSIK

Howard R. Davia memberi 5 nasihat kepada auditor pemula dalam melakukan investigasi
terhadap fraud, sebagai berikut:
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Identifikasi lebih
dulu, siapa pelaku (atau yang mempunyai potensi untuk menjadi pelaku). Tidak harus
berfokus pada fakta dan temuan, karena banyak auditor yang tidak bisa menjawab
pertanyaan paling penting: who did it?
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat dari pelaku yang melakukan kecurangan.
Banyak kasus kecurangan kandas di sidang pengadilan karena penyelidik dan saksi ahli
(akuntansi forensik) gagal membuktikan niat melakukan kejahatan dan pelanggaran.
3. Seorang fraud auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan mudah ditebak.
Beberapa teknik perlu dipadukan untuk mencapai hasil yang efisien dan efektif. Itulah
pentingnya kreativitas sebagai seorang fraud auditor.
4. Auditor harus tau bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan (collusion,
conspiracy). Pengendalian intern yang bagaimanapun baiknya, tidak dapat mencegah hal
ini. Ada dua jenis persekongkolan yaitu yang sifatnya sukarela dan pesertanya memang
punya niat jahat (ordinary conspiracy).
5. Strategi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif, seorang auditor harus
mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau di luar
pembukuan.
Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud

Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan yang unik. Di samping keahlian teknis
seorang pemeriksa fraud yang baik mempunyai kemampuan fakta-fakta dari berbagai saksi secara
adil (fair), tidak memihak, sahih (mengikuti perundang-undangan), dan akurat, serta mampu
melaporkan fakta-fakta secara akurat dan lengkap.

Kualitas Akuntansi Forensik


Menurut Robert J. Lindquist ada beberapa kualitas seorang akuntansi forensik:
1. Kreatif, kemampuan melihat sesuatu yang orang lain tidak lihat.
2. Rasa ingin tahu, keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi.
3. Tak menyerah, kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-
olah) tak mendukung.
4. Akal sehat, kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.
5. Business sense, kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis berjalan.
6. Percaya diri, kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita.

Independen, Objektif, dan Skeptis


Tiga sikap ini yang harus selalu melekat pada diri dari seorang auditor.
Nama : Vira Damayanti
NPM : 20013010115

KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK

Kode etik adalah bagian integral dari kehidupan seorang profesional. Kode etik berfungsi
untuk mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesama anggota, dengan para pengguna
layanan mereka, serta dengan pihak-pihak terkait lainnya, termasuk masyarakat secara umum.

Kode etik memuat nilai-nilai luhur yang sangat penting bagi eksistensi suatu profesi.
Profesi dapat bertahan dan dihormati karena adanya integritas (kejujuran), rasa hormat dan
kehormatan (respect dan honor), serta nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya
(trust) dari pengguna layanan dan pihak-pihak terkait lainnya. Integritas, rasa hormat, kehormatan,
dan kepercayaan adalah fondasi yang kuat untuk menjaga standar tinggi dalam profesi dan
menjaga hubungan yang baik dengan stakeholders.

Seorang ahli hukum asal Inggris, Lord (John Fletcher) Moulton, mengidentifikasi tiga
domain perilaku manusia. Pertama, ada wilayah hukum positif di mana orang tunduk pada aturan
karena ada hukum dan konsekuensi hukuman bagi pelanggarannya. Kedua, di ujung spektrum
yang lain terdapat wilayah kebebasan memilih (free choice), di mana individu memiliki kebebasan
penuh untuk menentukan sikapnya, seperti kebebasan beragama atau tidak beragama. Wilayah
ketiga berada di tengah-tengah kedua wilayah sebelumnya, yang Lord Moulton sebut sebagai tata
krama (manners).

Lord Moulton menggambarkan tata krama ini sebagai etika. Dia menjelaskan bahwa tata
krama ini mencakup kepatuhan terhadap hal-hal yang tidak dapat dipaksakan kepada seseorang,
yang jelas berbeda dari kepatuhan kita terhadap hukum positif. Di antara wilayah hukum positif
dan kebebasan memilih, Moulton menekankan (garis bawah dari penulis) pentingnya etika atau
tata krama dalam mengatur perilaku manusia.
Nama : Sandra Dwi Maharani

NPM : 20013010100

1. Tanggung Jawab Profesi


Sebagai akuntan forensik yang profesional, dalam menjalankan kegiatannya harus
mempertimbangkan moral dan profesionalitas.
2. Perilaku Profesional
Sebagai akuntan forensik, harus menjauhi perilaku profesional yang dapat memberikan
kesan baik terhadap profesi.
3. Standar Teknis
Sebagai akuntan forensik, harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang secara nasional telah diatur oleh Ikatan Akuntan
Indonesia, dan secara internasional telah diatur oleh International Federation of
Accountants.
4. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Sebagai seorang akuntan forensik, harus melaksanakan tanggungjawabnya dengan berhati-
hati dan menjaga keterampilan profesional untuk memastikan bahwa klien menerima
manfaat atas jasa profesional yang telah diberikan.
5. Kerahasiaan
Sebagai akuntan forensik, dalam menjalankan memberikan jasa profesionalnya harus
menjaga kerahasiaan informasi klien dan tidak diperbolehkan untuk mengungkapkan
informasi ataupun memakai informasi tersebut tanpa persetujuan klien, dengan
pengecualian apabila terdapat kewajiban profesional atau hukum yang mewajibkan
seorang akuntan forensik untuk mengungkapkannya.
6. Integritas
Sebagai seorang akuntan forensik harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya sebagai
bentuk dasar dalam memperoleh kepercayaan publik.
7. Objektivitas
Sebagai seorang akuntan forensik harus menjaga objektivitasnya dan menghindari
benturan kepentingan dalam memberikan jasa profesionalnya. Bentuk objektivitas dapat
diterapkan dengan tidak ada keberpihakan, bersikap adil, dan bebas dari benturan
kepentingan maupun dibawah pengaruh pihak-pihak tertentu.
8. Kepentingan Publik
Sebagai seorang akuntan forensik harus menghormati kepercayaan yang telah diberikan
publik dengan cara memberikan jasa yang berkomitmen untuk menunjukkan sikap
profesional.
Nama : Aurelio Dicky
NPM : 20013010295

STANDAR AUDIT INVESTIGATIF


Akuntan publik memiliki Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) yang memuat standar-
standar audit, atestasi, dan pengendalian mutu. Secara sederhana, standar adalah ukuran mutu.
Oleh karena itu, dalam pekerjaan audit, para auditor ingin menegaskan adanya standar tersebut.
Dengan standar ini pihak yang diaudit , pihak yang memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain
dapat mengukur mutu kerja si auditor. Selanjutnya, Audit Investigatif memiliki makna proses
mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti secara sistematis yang bertujuan mengungkapkan
terjadi atau tidaknya suatu perbuatan dan pelakunya guna dilakukan tindakan hukum selanjutnya.
Profesi auditor menegaskan tanggung jawab mereka dalam mendeteksi fraud.

K. H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk melakukan
investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk adalah investigasi atas fraud yang
dilakukan oleh pegawai di perusahaan. Standar tersebut adalah:
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui ( accepted best practices )
2. Kumpulkan bukti - bukti dengan prinsip kehati - hatian ( due care ) sehingga bukti bukti
tadi dapat diterima di pengadilan
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman , terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak - hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya
5. Beban pembuktian ada pada yang " menduga " pegawainya melakukan kecurangan , dan
pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut , baik dalam kasus hukum
administratif maupun hukum pidana
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan " kuasai " seluruh target yang sangat kritis ditinjau
dari segi waktu
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi , termasuk perencanaan ,
pengumpulan bukti dan barang bukti , wawancara , kontak dengan pihak ketiga ,
pengamanan mengenai hal - hal yang bersifat rahasia , ikuti tata cara atau protokol
dokumentasi dan penyelenggaraan catatan , melibatkan dan / atau melapor ke polisi ,
kewajiban hukum , dan persyaratan mengenai pelaporan.

Standar 1
Seluruh investigasi harus dilandasi praktik-praktik terbaik yang diakui (accepted best practices).
Istilah best practices sering dipakai dalam penetapan standar. Dalam istilah ini tersirat dua hal.
Pertama, adanya upaya membandingkan antara praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada
yang terbaik pada saat itu. Upaya ini disebut benchmarking. Kedua, upaya benchmarking
dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik.
Asosiasi profesi lazimnya memberikan wadah untuk diskusi, pertukaran pengalaman,
publikasi dan hal-hal semacam ini sehingga para investigator mengenal praktik-praktik terbaik.
Di samping itu, akuntan forensik dapat memanfaatkan seminar, publikasi, dan bahan-bahan
penelitian dari profesi lain seperti ahli hukum, ahli kriminologi, ahli viktimologi, dan lain-lain.

Standar 2
Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi dapat
diterima di pengasilan.

Standar 3
Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi, dan diindeks dan jejak
audit tersedia. Hal ini diperlukan sebagai apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk
memastikan investigasi dilakukan dengan benar.

Standar 4
Pastikan bahwa investigator mengerti hak-hak pegawai dan senantiasa menghormatinya. apabila
melanggar hak asasi pegawai, yang bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
Standar 5
Beban pembuktian ada pada perusahaan yang "menduga" pegawainya melakukan kecurangan, dan
pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif
maupun kasus pidana.

Standar 6
Cakup seluruh substansi investigasi dan "kuasai" seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi
waktu. Dalam melakukan investigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Hal ini membuka
peluang baginya untuk menghancurkan atau menghilangkan bukti, menghancurkan,
menghilangkan atau menyembunyikan barang bukti, menghapus jejak kejahatan dan sebagainya.

Standar 7
Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti
dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang
bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan,
keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
Nama : Rizal Amanullah
NPM : 20013010126

STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

Pemeriksaan bertujuan untuk mendeteksi adanya pelanggaran terhadap peraturan dan hukum,
tindakan curang (fraud), dan perilaku yang tidak sesuai (Abuse).

1. Jika peraturan dan hukum memiliki dampak yang signifikan pada tujuan pemeriksaan,
pemeriksa harus merancang metodologi dan prosedur pemeriksaan yang sesuai.
2. Jika sulit untuk menetapkan peraturan dan hukum yang berdampak signifikan pada tujuan
pemeriksaan, maka pendekatan alternatif dapat digunakan, seperti mengubah tujuan
pemeriksaan menjadi pertanyaan tentang aspek tertentu dari program yang sedang
diperiksa dan mengidentifikasi peraturan yang terkait dengan pertanyaan tersebut.
3. Pemeriksa dapat menggantungkan diri pada penasihat hukum dalam hal menentukan
peraturan dan hukum yang berdampak signifikan, merancang pengujian kepatuhan, dan
mengevaluasi hasil pengujian tersebut.
4. Saat merancang pengujian kepatuhan terhadap peraturan dan hukum, pemeriksa harus
menilai risiko pelanggaran.
5. Dalam perencanaan pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan risiko penipuan
(fraud) yang signifikan.
6. Jika pemeriksa mengidentifikasi risiko penipuan yang signifikan, mereka harus merancang
prosedur untuk mendeteksinya.
7. Jika terdeteksi bahwa penipuan telah terjadi, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah
ini mempengaruhi tujuan pemeriksaan dan, jika ya, harus memperluas prosedur
pemeriksaan sesuai kebutuhan.
8. Beberapa kondisi yang dapat menunjukkan risiko penipuan termasuk manajemen yang
lemah dalam menerapkan pengendalian internal, pemisahan tugas yang tidak jelas,
transaksi yang mencurigakan, penolakan liburan atau promosi oleh pegawai, dokumen
yang tidak lengkap atau hilang, dan informasi yang salah.
9. Ketidakpatutan berbeda dari penipuan atau pelanggaran.
10. Pemeriksa harus menggunakan penilaian profesional mereka untuk mengidentifikasi
indikasi penipuan.
11. Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai standar. Pemeriksaan ini akan memberikan
keyakinan yang memadai

STANDAR AKUNTANSI FORENSIK

1. Independensi: Akuntan Forensik harus menjalankan tugasnya dengan independensi.


Tanggung jawabnya adalah kepada Dewan Komisaris dalam aktivitas internal lembaga dan
kepada penegak hukum jika penugasan berasal dari luar lembaga.
2. Objektivitas: Dalam melakukan analisis akuntansi forensik, akuntan forensik harus tetap
objektif dan tidak memihak.
3. Kemahiran Profesional: Akuntan Forensik harus melaksanakan tugasnya dengan tingkat
kemahiran dan kehati-hatian profesional yang tinggi, termasuk:
a. Menggunakan sumber daya manusia yang memiliki keahlian teknis, pendidikan,
dan pengalaman yang sesuai
b. Memiliki pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan kedisiplinan yang diperlukan.
c. Menjalankan supervisi untuk memastikan rencana kerja dilaksanakan.
d. Patuh terhadap Standar Perilaku.
e. Memiliki keterampilan interpersonal yang baik.
f. Berkomunikasi secara efektif.
g. Melakukan pendidikan berkelanjutan untuk mempertahankan kompetensi.
h. Menunjukkan tingkat kehati-hatian profesional yang tinggi.
4. Lingkup Penugasan: Akuntan Forensik harus memahami dan mengevaluasi apakah
penugasan yang diberikan dapat dilaksanakan secara profesional atau tidak, termasuk:
a. Memeriksa keandalan informasi.
b. Memeriksa kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan.
c. Menilai pengamanan aset, termasuk manajemen risiko.
d. Memeriksa penggunaan sumber daya secara efisien dan ekonomis sesuai dengan
tujuan dan target yang ditetapkan.
5. Pelaksanaan Tugas Telaahan: Ini mencakup tahapan perumusan masalah, pengumpulan
bukti, penilaian bukti, dan komunikasi hasil penugasan.

Anda mungkin juga menyukai