AKUNTANSI FORENSIK
2023
Nama : Muchammad Thoriqul Ulum
NPM : 20013010102
Howard R. Davia memberi 5 nasihat kepada auditor pemula dalam melakukan investigasi
terhadap fraud, sebagai berikut:
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Identifikasi lebih
dulu, siapa pelaku (atau yang mempunyai potensi untuk menjadi pelaku). Tidak harus
berfokus pada fakta dan temuan, karena banyak auditor yang tidak bisa menjawab
pertanyaan paling penting: who did it?
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat dari pelaku yang melakukan kecurangan.
Banyak kasus kecurangan kandas di sidang pengadilan karena penyelidik dan saksi ahli
(akuntansi forensik) gagal membuktikan niat melakukan kejahatan dan pelanggaran.
3. Seorang fraud auditor harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan mudah ditebak.
Beberapa teknik perlu dipadukan untuk mencapai hasil yang efisien dan efektif. Itulah
pentingnya kreativitas sebagai seorang fraud auditor.
4. Auditor harus tau bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan (collusion,
conspiracy). Pengendalian intern yang bagaimanapun baiknya, tidak dapat mencegah hal
ini. Ada dua jenis persekongkolan yaitu yang sifatnya sukarela dan pesertanya memang
punya niat jahat (ordinary conspiracy).
5. Strategi untuk menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif, seorang auditor harus
mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau di luar
pembukuan.
Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud
Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan yang unik. Di samping keahlian teknis
seorang pemeriksa fraud yang baik mempunyai kemampuan fakta-fakta dari berbagai saksi secara
adil (fair), tidak memihak, sahih (mengikuti perundang-undangan), dan akurat, serta mampu
melaporkan fakta-fakta secara akurat dan lengkap.
Kode etik adalah bagian integral dari kehidupan seorang profesional. Kode etik berfungsi
untuk mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesama anggota, dengan para pengguna
layanan mereka, serta dengan pihak-pihak terkait lainnya, termasuk masyarakat secara umum.
Kode etik memuat nilai-nilai luhur yang sangat penting bagi eksistensi suatu profesi.
Profesi dapat bertahan dan dihormati karena adanya integritas (kejujuran), rasa hormat dan
kehormatan (respect dan honor), serta nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya
(trust) dari pengguna layanan dan pihak-pihak terkait lainnya. Integritas, rasa hormat, kehormatan,
dan kepercayaan adalah fondasi yang kuat untuk menjaga standar tinggi dalam profesi dan
menjaga hubungan yang baik dengan stakeholders.
Seorang ahli hukum asal Inggris, Lord (John Fletcher) Moulton, mengidentifikasi tiga
domain perilaku manusia. Pertama, ada wilayah hukum positif di mana orang tunduk pada aturan
karena ada hukum dan konsekuensi hukuman bagi pelanggarannya. Kedua, di ujung spektrum
yang lain terdapat wilayah kebebasan memilih (free choice), di mana individu memiliki kebebasan
penuh untuk menentukan sikapnya, seperti kebebasan beragama atau tidak beragama. Wilayah
ketiga berada di tengah-tengah kedua wilayah sebelumnya, yang Lord Moulton sebut sebagai tata
krama (manners).
Lord Moulton menggambarkan tata krama ini sebagai etika. Dia menjelaskan bahwa tata
krama ini mencakup kepatuhan terhadap hal-hal yang tidak dapat dipaksakan kepada seseorang,
yang jelas berbeda dari kepatuhan kita terhadap hukum positif. Di antara wilayah hukum positif
dan kebebasan memilih, Moulton menekankan (garis bawah dari penulis) pentingnya etika atau
tata krama dalam mengatur perilaku manusia.
Nama : Sandra Dwi Maharani
NPM : 20013010100
K. H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk melakukan
investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk adalah investigasi atas fraud yang
dilakukan oleh pegawai di perusahaan. Standar tersebut adalah:
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui ( accepted best practices )
2. Kumpulkan bukti - bukti dengan prinsip kehati - hatian ( due care ) sehingga bukti bukti
tadi dapat diterima di pengadilan
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman , terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak - hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya
5. Beban pembuktian ada pada yang " menduga " pegawainya melakukan kecurangan , dan
pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut , baik dalam kasus hukum
administratif maupun hukum pidana
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan " kuasai " seluruh target yang sangat kritis ditinjau
dari segi waktu
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi , termasuk perencanaan ,
pengumpulan bukti dan barang bukti , wawancara , kontak dengan pihak ketiga ,
pengamanan mengenai hal - hal yang bersifat rahasia , ikuti tata cara atau protokol
dokumentasi dan penyelenggaraan catatan , melibatkan dan / atau melapor ke polisi ,
kewajiban hukum , dan persyaratan mengenai pelaporan.
Standar 1
Seluruh investigasi harus dilandasi praktik-praktik terbaik yang diakui (accepted best practices).
Istilah best practices sering dipakai dalam penetapan standar. Dalam istilah ini tersirat dua hal.
Pertama, adanya upaya membandingkan antara praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada
yang terbaik pada saat itu. Upaya ini disebut benchmarking. Kedua, upaya benchmarking
dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik.
Asosiasi profesi lazimnya memberikan wadah untuk diskusi, pertukaran pengalaman,
publikasi dan hal-hal semacam ini sehingga para investigator mengenal praktik-praktik terbaik.
Di samping itu, akuntan forensik dapat memanfaatkan seminar, publikasi, dan bahan-bahan
penelitian dari profesi lain seperti ahli hukum, ahli kriminologi, ahli viktimologi, dan lain-lain.
Standar 2
Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi dapat
diterima di pengasilan.
Standar 3
Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi, dan diindeks dan jejak
audit tersedia. Hal ini diperlukan sebagai apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk
memastikan investigasi dilakukan dengan benar.
Standar 4
Pastikan bahwa investigator mengerti hak-hak pegawai dan senantiasa menghormatinya. apabila
melanggar hak asasi pegawai, yang bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
Standar 5
Beban pembuktian ada pada perusahaan yang "menduga" pegawainya melakukan kecurangan, dan
pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif
maupun kasus pidana.
Standar 6
Cakup seluruh substansi investigasi dan "kuasai" seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi
waktu. Dalam melakukan investigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Hal ini membuka
peluang baginya untuk menghancurkan atau menghilangkan bukti, menghancurkan,
menghilangkan atau menyembunyikan barang bukti, menghapus jejak kejahatan dan sebagainya.
Standar 7
Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti
dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang
bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan,
keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
Nama : Rizal Amanullah
NPM : 20013010126
Pemeriksaan bertujuan untuk mendeteksi adanya pelanggaran terhadap peraturan dan hukum,
tindakan curang (fraud), dan perilaku yang tidak sesuai (Abuse).
1. Jika peraturan dan hukum memiliki dampak yang signifikan pada tujuan pemeriksaan,
pemeriksa harus merancang metodologi dan prosedur pemeriksaan yang sesuai.
2. Jika sulit untuk menetapkan peraturan dan hukum yang berdampak signifikan pada tujuan
pemeriksaan, maka pendekatan alternatif dapat digunakan, seperti mengubah tujuan
pemeriksaan menjadi pertanyaan tentang aspek tertentu dari program yang sedang
diperiksa dan mengidentifikasi peraturan yang terkait dengan pertanyaan tersebut.
3. Pemeriksa dapat menggantungkan diri pada penasihat hukum dalam hal menentukan
peraturan dan hukum yang berdampak signifikan, merancang pengujian kepatuhan, dan
mengevaluasi hasil pengujian tersebut.
4. Saat merancang pengujian kepatuhan terhadap peraturan dan hukum, pemeriksa harus
menilai risiko pelanggaran.
5. Dalam perencanaan pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan risiko penipuan
(fraud) yang signifikan.
6. Jika pemeriksa mengidentifikasi risiko penipuan yang signifikan, mereka harus merancang
prosedur untuk mendeteksinya.
7. Jika terdeteksi bahwa penipuan telah terjadi, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah
ini mempengaruhi tujuan pemeriksaan dan, jika ya, harus memperluas prosedur
pemeriksaan sesuai kebutuhan.
8. Beberapa kondisi yang dapat menunjukkan risiko penipuan termasuk manajemen yang
lemah dalam menerapkan pengendalian internal, pemisahan tugas yang tidak jelas,
transaksi yang mencurigakan, penolakan liburan atau promosi oleh pegawai, dokumen
yang tidak lengkap atau hilang, dan informasi yang salah.
9. Ketidakpatutan berbeda dari penipuan atau pelanggaran.
10. Pemeriksa harus menggunakan penilaian profesional mereka untuk mengidentifikasi
indikasi penipuan.
11. Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai standar. Pemeriksaan ini akan memberikan
keyakinan yang memadai