Anda di halaman 1dari 9

AKUNTANSI FORENSIK

“ATRIBUT, STANDAR DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK”

Oleh Kelompok 3 :

1. Ni Luh Srimeliani (12/1902622010401)


2. Yunika Lediana Dewi (15/1902622010404)
3. Ayu Lia Dwiana Putri (16/1902622010405)
4. Kadek Nanda Adelia Putri (22/1902622010411)
5. Ni Putu Lusi Listia Dewi (31/1902622010420)

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI AKUNTANSI KELAS H (MALAM)
TAHUN 2022

i
1.1 ATRIBUT SEORANG AKUNTAN FORENSIK DAN KARAKTERISTIK
PEMERIKSAAN FRAUD
1. Atribut Seorang Akuntan, Atribut seorang akuntan forensik dalam melakukan
investigasi terhadap Fraud :
 Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Dari awal
upayakan “menduga” siapakah pelaku kecurangan.
 Fokus pada pengumpulan bukti dan barang bukti untuk proses pengadilan.
Auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan kecurangan”.
 Kreatif dalam menerapkan teknik investigatif, berpikir seperti pelaku fraud,
jangan dapat ditebak.
 Audito fraud harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan
sehingga harus memiliki indra atau intuisi yang tajam untuk merumuskan
“teori mengenai persekongkolan”
 Mengenali pola fraud yang memungkinkan investigator menerapkan teknik
investigatif yang ampuh.
2. Karakteristik Pemeriksaan Fraud
Menurut ACFE, Pemeriksa Fraud adalah profesi gabungan antara pengacara, akuntan,
kriminolog, dan detektif (investigator). Pemeriksa Fraud harus memiliki keahlian
teknis, kemampuan mengumpulkan fakta dari saksi secara fair, tidak memihak, sahih,
dan akurat serta mampu melaporkan fakta-fakta secara akurat dan lengkap. Selain itu
seorang investigator juga harus memiliki kualifikasi tertentu antara lain :

 Tidak gagabah atau sifat kehati-hatian


 Menjaga kerahasiaan pekerjaan
 Kreatif
 Pantang menyerah
 Berani
 Jujur
 Memiliki kemampuan pendekatan manusia
 Ketangguhan mencari informasi seluas-luasnya

1
1.2 KAITAN INDEPENDENT, SKEPTIC, DAN OBJEKTIF DENGAN AKUNTAN
FORENSIK

 Independen adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain,
tidak tergantung pada orang lain. Dalam SPAP (IAI, 2001: 220.1) auditor diharuskan
bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai
auditor intern).

 Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak,
jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain

 Skeptis merupakan sikap/pikiran selalu mempertanyakan atau mengasumsikan


kerentanan terhadap suatu kecurangan tetapi juga tidak membenarkan kejujuran yang
absolut.
C. MENGETAHUI KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK , STANDAR AUDIT
INVESTIGATIF, DAN STANDAR AKUNTANSI FORENSIK YANG
DIGUNAKAN OLEH AKUNTAN FORENSIK DAN PEMERIKSAAN FRAUD
DALAM MENJALANKAN TUGASNYA.
1. Kode Etik Akuntan Forensik
“Kode” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kata-kata atau tulisan
yang disepakati untuk maksud tertentu sedangkan “Etik” merupakan norma dan asas yg
diterima oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku. Kode etik berisi nilai
luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi. Eksistensi profesi bisa
terwujud apabila adanya :
- Integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain)
- Rasa hormat dan kehormatan (respect dan honor)
- Nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust) dari
pengguna dan stakeholder lainnya.
Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan
pemakai jasanya, stakeholder lainnya dan masyarakat. Tiga wilayah tingkah manusia
menurut Lord John Flecther Moulton :

2
 Wilayah hukum positif
Wilayah dimana seseorang patuh karena ada hukum dan adanya hukuman bagi
yang tidak patuh.
 Wilayah kebebasaan (free choice)
Wilayah dimana seseorang mempunyai kebebasan penuh dalam
menentukan sikapnya.
 Wilayah kesopan-santunan (manners) atau etik
Dalam wilayah ini tidak ada hukum yang memaksakan tindak tanduk kita, namun
kita merasakan bahwa kita tidak bebas memilih/melakukan apa yang kita inginkan.
Wilayah ini sering disebut wilayah kepatuhan yang tidak dapat dipaksakan.
Kepatuhan ini adalah kepatuhan seseorang terhadap hal-hal yang tidak dipaksakan
kepadanya untuk diikutinya.
2. Standar Audit Investigatif
Standar adalah ukuran mutu, dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee),
pihak yang memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja si
auditor. K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar
untuk melakukan investigasi terhadap fraud yang dilakukan oleh pegawai di
perusahaan.
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui (accepted best
practices) Dalam hal ini tersirat dua hal, yang pertama adanya upaya
membandingkan antara praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada yang
terbaik saat itu (Benchmarking) , yang kedua upaya benchmarking dilakukan terus
menerus untuk mencari solusi terbaik.
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-
bukti tadi dapat diterima di pengadilan
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks
dan jejak audit tersedia Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada
penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi telah dilakukan
dengan benar. Referensi ini juga membantu perusahaan dalam upaya perbaikan
sehingga accepted best practise dpat dilaksanakan.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya. Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak
asasi pegawai, yang bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.

3
5. Beban pembuktian pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan, dan
pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum
administratif maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis
ditinjau dari segi waktu. Dalam melakukan invetigasi, kita menghadapi keterbatasan
waktu. Dalam menghormati asas praduga tak bersalah, hak dan kebebasan seseorang
harus dihormati. Sehingga membuka peluang untuk menghancurkan dan
menghilangkan barang bukti.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan,
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol,
dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, melibatkan dan/atau melapor ke polisi,
kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
3. Standar Akuntansi Forensik
1. Independensi
Akuntan Forensik harus independen dalam melaksanakan tugas dan bertanggung
jawab langsung kepada siapa penugasan tersebut diterima (dewan
komisaris/lembaga penegak hukum/pengadilan), pihak yang menerima laporannya
atau counterpart-nya harus ditegaskan dalam kontrak.
2. Objektivitas
Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan telaah
akuntansi forensiknya.
3. Kemahiran Profesional
Akuntansi Forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati-hatian
profesional :
 Sumber daya manusia yang ada harus memiliki keahlian teknis, Pendidikan dan
pengalaman yang sesuai dengan penugasan
 Pengetahuan, pengalaman, keahlian dan disiplin
 Supervisi
Dalam hal lebih dari satu akuntan forensik dalam penugasan, seseorang harus
bertindak sebagai “in charge” yang bertanggung jawab mengarahkan penugasan
dan memastikan bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagaimana seharusrnya dan
didokumentasikan dengan baik.
 Kepatuhan terhadap standar perilaku
4
 Hubungan manusia
Seorang akuntan forensik harus mempunyai interpersonal skills dalam
hubungan keseharian maupun dalam melakukan wawancara dan interogasi.
 Komunikasi
Akuntan forensik harus mempunyai kemampuan yang baik dalam
mengkomunikasikan temuannya secara lisan maupun tertulis.
 Pendidikan berkelanjutan
Mempertahanakan kompetensi dengan mengkuti pendidikan berkelanjutan.
 Kehati-hatian professional
4. Lingkup Penugasan
Akuntan forensik harus mengkaji dan memahami apakah penugasan dapat
diterima secara profesional atau tidak.
Keandalan informasi, menelaah informasi untuk keandalan
Kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundang-
undangan
Pengamanan aset, menelaah aset termasuk manajemen resiko
Penggunaan sumber daya secara efisien dan ekonomis, sesuai tujuan dan sasaran

5. Pelaksanaan Tugas Telaahan, meliputi :


- Perumusan permasalahan dan evaluasinya
- Perencanaan
- Pengumpulan bukti
- Evaluasi bukti
4. Standar Pemeriksaan Dalam Tugasnya
Badan Pemeriksa Keuangan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
mencantumkan beberapa standar yang berkenaan dengan penemuan fraud.
Pemeriksa harus merancang metodologi dan posedur pemeriksaan dengan
menentukan peraturan perundang-undangan yang mempunyai pengaruh signifikan
terhadap tujuan pemeriksaan, dan harus memperhitungkan resiko bahwa
penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan, dan kecurangan maupun
penyalahgunaan wewenang dapat terjadi. Guna menetapkan suatu ketentuan
peraturan perunang-undangan yang berpengaruh signifikan terhadap tujuan
pemeriksaan, pemeriksa dapat menggunkan pendekatan :

5
a. Ubah setiap tujuan pemeriksaan menjadi beberapa pertanyaan tentang aspek
tertentu dari program yang diperiksa (tujuan, pengendalian intern, kegiatan,
operasi, output, outcome).
b. Identifikasi ketentuan perundang-undangan yang terkait langsung dengan aspek
tertentu yang menjadi bahan pertanyaan tadi.
c. Tentukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang
secara signifikan dapat memengaruhi jawaban atas pertanyaan tadi.
Pemeriksa dapat mengandalkan pekerjaan penasihat hukum dalam hal :
1. Menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh signifikan
terhadap tujuan pemeriksaan.
2. Merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundang-
undangan
3. Mengevaluasi hasil pengujian tersebut, pemeriksa juga dapat mengandalkan hasil
kerja penasihat hukum, apabila tujuan pemeriksa mensyaratkan adanya pengujian
untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Dalam merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan pemeriksa harus menilai resiko kemungkinan terjadinya
penyimpangan, mencakup pertimbangan apakan entitas mempunyai sistem
pengendalian yang efektif untuk mencegah atau mendeteksi teradinya penyimpangan
dari peraturan perundang-undangan, apabila diperoleh bukti yang cukup mengenai
efektivitas pengendalian maka luas pengujian akan kepatuhan dapat dikurangi. Dalam
merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus menggunkan skeptisme profesional dalam
menilai resiko-resiko yang secara signifikan dapat mempengaruhi tujuan pemeriksa
misalnya dengan memperhatikan faktor-faktor terjadinya kecurangan seperti keinginan
atau tekanan ynag dialami seseorang untuk melakukan kecurangan, kesempatan yang
memungkinkan terjadinya kecurngan, serta alasan atau sifat seseorang tersebut.
Ketika pemeriksa mengidentifiksi faktor-faktor atau resiko-resiko kecurangan
secara signifikan dapat mempengaruhi tujuan atau hasil pemeriksaan, pemerika harus
merespon masalah tersebut dengan merancang prosedur untuk bisa memberikan
keyakinan memadai bahwa kecurngan tersebut dapat dideteksi. Apabila terdapat
informasi yang menjadi perhatian pemeriksa dalam mengidentifikasi bahwa kecurangan
telah terjadi, maka pemeriksa harus mempertimbangkan apakah kecurangan tersebut
secara signifikan mempengaruhi tujuan pemeriksaan, apabila ternyata mempengaruhi,
maka pemeriksa harus memperluas seperlunya langkah-langkah prosedur pemeriksaan
6
untuk : (1) menentukan apakah kecurangan mungkin terjadi dan (2) apabila memang
telah terjadi apakah hal tersebut mempengaruhi tujuan pemeriksaan.
Kondisi-kondisi berikut dapat mengindikasikan risiko terjadinya kecurangan :
a. Lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada
atau tidak bisa mengawasi proses pengendalian.
b. Pemisahan tugas yang tidak jelas.
c. Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan.
d. Kasus di mana pegawai cenderung menolak liburanatau menolak promosi.
e. Dokumen-dokumennya hilangatau tidak jelas, atau manajemen selalu
menunda memberikan informasi tanpa alasan yang jelas.
f. Informasi yang salah atau membingungkan.
g. Pengalaman pemeriksaan atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai
kegiatan- kegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal.
Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan, maka mungkin saja tidak ada hukum, atau ketentuan
peraturan perundang-undangan yang dilanggar. Apabila indikasi terjadinya
ketidakpatutan memang ada dan akan mempengaruhi hasil pemeriksaan secara
signifikan, pemeriksa harus memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan, untuk:
1. Menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-benar terjadi, dan
2. Apabila memang benar-benar terjadi, maka pemeriksa harus menentukan
pengaruhnya
Terhadap hasil pemeriksaan karena penentuan bahwa telah terjadinya
ketidakpatutan itu bersifat subjektif, pemeriksa tidak diharapkan untuk memberikan
keyakinan yang memadai dalam mendeteksi adanya ketidakpatutan. Pemeriksa harus
menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menelusuri indikasi adanya
kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundangan-undangan atau
ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi atau proses hukum selanjutnya,
atau kedua-duanya. Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai tandar Pemriksaan ini
akan memberikan keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi
ataspenyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan atau kecurangan yang
secara signifikan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Tuannakota, Thedorus M. 2016 Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2, Jakarta :
Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai