Anda di halaman 1dari 18

AKUNTANSI FORENSIK

(EBA 987)

MODUL SESI IV
ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK

DISUSUN OLEH
SRI HANDAYANI, SE, MM, MAk, CPMA

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2020

1
BAB IV
ATRIBUT, STANDAR DAN KODE ETIK AKUNTANSI
FORENSIK

4.1 Atribut
Howard R. Davia dalam Tuanakotta (2005) memberi lima nasehat
kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud
yaitu:
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur.
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan
kecurangan (perpetrators’ intent to commit fraud).
3. Kreatiflah, berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah ditebak
dalam hal arah pemeriksaan, penyelidikan, atau investigasi kita (be
creative, think like a perpetrator, do not be predictable).
4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan
persekongkolan.
5. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk
menemukan kecurangan dalam investigasi proaktif), si auditor harus
mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan
atau di luar pembukuan.

4.2 Standar
Standar ini berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman bagi seluruh
anggota organisasi auditor dalam mematuhi kode etik dan menjalankan tugas
serta kewajiban profesional sebagaimana tercantum dalam Kode Etik bagi
auditor. Dengan mematuhi standar audit, auditor diharapkan dapat
menunjukkan komitmen yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna jasa secara profesional.
K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett dalam Tuanakotta (2005)
merumuskan beberapa standar untuk mereka yang melakukan investigasi
terhadap fraud. Standar ini akan dijelaskan dengan konteks Indonesia:
1. Standar 1 Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui
(accepted best practices). Dalam hal ini tersirat dua hal yaitu adanya

2
upaya membandingkan antara praktek-praktek yang ada dengan merujuk
kepada yang terbaik pada saat itu (benchmarking) dan upaya
benchmarking dilakukan terus menerus mencari solusi terbaik.
2. Standar 2 Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care)
sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
3. Standar 3 Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman,
terlindungi dan diindeks, dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini
diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari
untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan dengan benar.
Referensi ini juga membantu perusahan dalam upaya perbaikan caracara
investigasi sehingga accepted best practices yang dijelaskan di atas dapat
dilaksanakan.
4. Standar 4 Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi
pegawai dan senantiasa menghormatinya. Apabila investigasi dilakukan
dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai yang bersangkutan dapat
membuat perusahaan dan investigator dituntut.
5. Standar 5 Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya
melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa
pegawai tersebut baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum
pidana.
6. Standar 6 Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target
yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu.
7. Standar 7 Liput seluruh tahapan kunci dalan proses investigasi, termasuk
perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak
dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal- hal yang bersifat
rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan
catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai
pelaporan.
Selain standar yang telah diuraikan di atas, dalam Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang dikeluarkan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan, juga diatur mengenai standar audit kecurangan yaitu
dalam bagian standar pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Adapun standar

3
pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan tertentu berisikan :
1. Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
2. Komunikasi auditor.
3. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya.
4. Pengendalian intern.
5. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari
ketentuan Peraturan Perundang-undangan; Kecurangan (Fraud), serta
Ketidakpatuhan (Abuse).
6. Dokumentasi pemeriksaan.
7. Pemberlakuan standar pemeriksaan.
Standar Audit Investigatif
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian sehingga bukti tadi
dapat diterima di pengadilan
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman,terlindungi dan
diindeks dan dijejak audit tersedia.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan
senantiasa menghormatinya.
5. Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan
kecurangan.
6. Cakup seluruh subsatnsi investigasi
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi.

4.3 Kode Etik


4.3.1 Kode Etik Akuntan
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada

4
semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana
publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah,
pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan
ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan
paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai
dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi
tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan
publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus
secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan

5
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik
dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan
yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas
dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa
profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung jawab profesi kepada publik.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan

6
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional
dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi
tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang
diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar
anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi
harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan
dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of
Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang
relevan.
Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan
pemakai jasanya dan stakeholder lainnya, dan dengan masyarakat luas. Kode
etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik
bagi profesional.

4.3.2 Kode Etik Akuntan Forensik

7
Kode etik ini berisi nilai-nilai luhur yang amat penting bagi eksistensi profesi.
Profesi bias eksis karena ada integritas (sikap jujur),rasa hormat dan
kehoprmatan,dan nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya dari
pengguna dan stackholders lainnya.
Di Amerika Serikat, ACFE telah menetapkan kode etik bagi para fraud auditor
yang bersertifikat (Markus,2006), yang terdiri atas delapan butir yaitu :
1. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam segala keadaan, harus
menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme dan ketekunan dalam
pelaksanaan tugasnya.
2. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak diperkenankan untuk
melakukan tindakan yang bersifat ilegal atau melanggar etika, atau
segenap tindakan yang dapat menimbulkan adanya konflik kepentingan.
3. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam semua keadaan, harus
menunjukkan integritas setinggitingginya dalam semua penugasan
profesionalnya, dan hanya akan menerima penugasan yang memiliki
kepastian yang rasional bahwa penugasan tersebut akan dapat
diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
4. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mematuhi
peraturan/perintah dari pengadilan, dan akan bersumpah/bersaksi
terhadap suatu perkara secara benar dan tanpa praduga.
5. Seorang fraud auditor yang bersertifikat, dalam melaksanakan tugas
pemeriksaan, harus memperoleh bukti atau dokumentasi lain yang dapat
mendukung pendapat yang diberikan. Tidak boleh menyatakan
pendapat bahwa seseorang atau pihak-pihak tertentu bersalah atau tidak
bersalah.
6. Seorang fraud auditor yang bersertifikat tidak boleh mengungkapkan
informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hasil audit tanpa
melalui otorisasi dari pihak-pihak yang berwenang.
7. Seorang fraud auditor yang bersertifikat harus mengungkapkan seluruh
hal yang material yang diperoleh dari hasil audit yakni, apabila
informasi tersebut tidak diungkapkan akan menimbulkan distorsi
terhadap fakta yang ada.

8
8. Seorang fraud auditor yang bersertifikat secara sungguh-sungguh harus
senantiasa meningkatkan kompetensi dan efektivitas hasil kerjanya
yang dilakukan secara profesional.

4.3.3 Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud


1. Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan yang unik. Kemampuan untuk
memastikan kebenaran dari fakta yang dikumpulkan dan kemudian melaporkan
fakta-fakta itu secara akurat dan tepat.
2. Memiliki kepribadian yang menarik dan mampu memotivasi orang lain untuk
membantunya.
3. Memiliki kemampuan teknis untuk mengerti konsep-konsep keuangan dan
mampu untuk menarik kesimpulan.

4.3.4 Kualitas Akuntan Forensik


1. Kreatif,
2. Rasa ingin tahu,
3. Tak mudah menyerah,
4. Memiliki akal sehat,
5. Business sense, dan
6. Percaya diri

Dalam penelitian Robert J. Lindquist tentang kualitas apa saja yang harus
dimiliki seorang akuntan forensic yaitu:
1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi
bisnis yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu
bukan merupakan situasi bisnis yang normal.
2. Rasa ingin tahu. Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi
dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
3. Tak menyerah. Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta
(seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit
diperoleh.

9
4. Akal sehat. Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada
yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya
kehidupan.
5. Business sense. Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya
berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi di catat.
6. Percaya diri. Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat
bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut
umum dan pembela). Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan,
perlu memahami tentang akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada
di balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis yang
disajikan. Hal ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat dilakukan
pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi.

4.3.5 Keahlian Akuntansi Forensik


James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian
akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak
Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik
yaitu:
1. Analisis deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi
dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang
wajar.
2. Pemikiran yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta
3. Pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan
pendekatan terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar)
melalui pendekatan yang tidak terstruktur.
4. Fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar
ketentuan/prosedur yang berlaku.
5. Keahlian analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang
seharusnya tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).
6. Komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan
melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.

10
7. Komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan
tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.
8. Pengetahuan tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses
hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).
9. Composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun
dalam situasi tertekan.
Menurut Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik harus
memiliki multitalenta. Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan
sebagai gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya.
Selain itu, seorang akuntan forensik harus memiliki sejumlah sifat dasar. Antara
lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah,
punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah
jujur. Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang
paling berat. Kalau akuntan internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli,
dan akuntan forensik adalah seorang detektif.
Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga
kelancaran arus keuangan perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas
patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan rutin atas area berdasarkan
pengalaman mereka sebelumnya. Akuntan forensik melakukan inspeksi dan
pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas
patroli.

4.4 Jenis-jenis Pelayanan Akuntansi Forensik


1) Jasa saksi ahli. Para ahli akan menghasilkan laporan yang akan diajukan di
pengadilan dan di mana mereka akan memberikan bukti dan diperiksa silang.
Para ahli juga dapat memberikan bimbingan kepada penasehat hukum dalam
aspek keuangan atau akuntansi dari kasus-kasus tertentu, termasuk penyusunan
pertanyaan untuk pemeriksaan, dan mengevaluasi dan menganalisa kasus pihak
lain.
2) Menilai kerugian ekonomi. Akuntan forensik biasanya dipanggi untuk
menghitung kerugian ekonomi dalam perselisihan yang timbul dari bidang-
bidang seperti gangguan bisnis, kecelakaan pribadi, atau kelalaian profesi.

11
Tujuan menilai kerugian ekonomi adalah untuk menentukan jumlah yang
diperlukan untuk menempatkan penggugat di dalam posisi keuangan di mana
dia akan mengalami kejadian tersebut, dan membuat penggugat tidak lebih
buruk sebagai akibat dari kejadian tersebut.
3) Menilai pekerjaan profesional. Saksi ahli forensik mungkin diminta untuk
memberikan laporan ahli menilai pekerjaan profesional terhadap standar yang
diharapkan. Dalam beberapa kasus, ahli forensik juga dapat mengukur potensi
kerugiaan ekonomi yang timbul dari dugaan pelanggaran.
4) Investigasi dalam hal penipuan. Investigasi penipuan melibatkan penemuan
fakta tentang kegiatan penipuan yang dicurigai di dalam maupun di luar
organisasi.
5) Penelusuran aset. Akuntan forensik sering menggunakan metode yang disebut
visual inteligent analysis (VIA) untuk menentukan alokasi dan aliran aset. VIA
adalah suatu proses pemetaan entitas, hubungan, dan komoditas untuk
memungkinkan sebuah gambaran dan data yang dinyatakan secara kompleks,
membingungkan, atau rancu menjadi mudah dimengerti.

4.5 Metodologi Akuntansi Forensik


Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit
konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis
akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih menekankan pada
keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of
conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada
audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensic menekankan pada analytical
review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali
masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi,
konfirmasi dan lain sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan,
atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari
laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan
(red flags), petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak
kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident). Agar dapat

12
membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus
mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku
manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang
aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes,
rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar
bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan
viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan
kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).

4.6. Penerapan Akuntansi Forensik di Indonesia


Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana
dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah.
Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan
adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan
asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan
karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan
overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-
33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada
likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah
yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush)
tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik
pada pembukuan perbankan.
ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit
investigatif. Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah
keberhasilan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia
(The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali. PwC dengan software
khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram
cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya
menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya keberhasilan ini tidak
diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.5 Metode yang digunakan dalam
audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi
Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat

13
dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini. Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mampu membuktikan
kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam penggelapan L/C BNI
senilai Rp 1.3 Triliun, dengan menggunakan metode follow the money yang mirip
dengan metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam kasus lain dengan metode yang
sama PPTK juga berhasil mengungkapkan beberapa transaksi ”ganjil” 15 Pejabat
Kepolisian Kita yang memiliki saldo rekening Milyaran rupiah padahal penghasilan
mereka tidak sampai menghasilkan angka fantastis tersebut.

4.7 Peran BPK dalam Akuntansi Forensik


Perkembangan positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut
membuat Badan Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru “dikerdilkan”
menjadi pulih, dengan terbitnya Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara yang menegaskan tentang kewenangan BPK sebagai Pemeriksa
Keuangan Negara yang kemudian di dukung dengan Undang-Undang No 15 Tahun
2006 yang memberikan kemandirian dalam pemeriksaan Keuangan Negara baik
yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan BUMD skaligus
penentu jumlah kerugian Negara. Oleh karena itu BPK harus meredifinisikan
dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia,
dengan cara meningkatkan metodologi auditnya dan meningkatkan kinerja
pegawainya dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk didalamnya
keahlian tehnis dalam mendeteksi fraud yaitu mempunyai kemampuan
mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih,
akurat serta mampu melaporkan fakta secara lengkap.
Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi
adalah dengan menerapkan Akuntansi Forensik atau sebagian orang menyebutnya
Audit Investigatif.
Sebenarnya BPK sebagai Badan Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi
yang layak diapresiasi dalam melakukan audit forensik, dengan melakukan audit
investigasi terhadap Penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aliran
Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat, dengan bantuan software khusus audit,
BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59%

14
dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap beberapa mantan
petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI, sedangkan kasus
aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasil audit investigasi BPK
menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank
Indonesia, Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi Menteri Negara,
kasus ini mencuat tajam sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang
terkait harus mendekam diterali besi ditemani koleganya para anggota DPR yang
menerima aliran dana tersebut, hal yang patut ditunggu adalah kelanjutan hasil
pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat didalamnya.

4.8 Akuntansi forensik dan Penerapan Hukum


Akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting. Pengertian
forensik, bermakna; (1) yang berkenaan dengan pengadilan, atau (2) berkenaan
dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Yang paling sering
kita dengar adalah dokter forensik, yaitu dokter ahli patologi yang memeriksa
jenazah untuk menentukan penyebab dan waktu kematian. Banyak dari kita, yang
telah mengenal istilah laboratorium forensik (labfor) yang dimiliki oleh kepolisian.
Sebenarnya akuntan dan akuntansi forensik tidak sepenuhnya berkaitan dengan
pengadilan saja. Istilah pengadilan memberikan kesan bahwa akuntansi forensik
semata-mata berperkara di pengadilan, dan istilah lain ini disebut litigasi
(litigation). Di samping proses litigasi ada proses penyelesaian sengketa dimana
jasa akuntan forensik juga dapat dipakai. Kegiatan ini bersifat non litigasi. Misalnya
penyelesaian sengketa lewat arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa atau
alternative dispute resolution.
Dalam definisi Crumbley yang telah dibahas diatas tidak menggunakan istilah
pengadilan, tapi suatu proses sengketa hukum, yang penyelesaian nya dapat
dilakukan di luar pengadilan. Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya
sengketa. Sengketa antara dua pihak bisa diselesaikan dengan cara berbeda, apabila
menyangkut dua pihak. Pihak yang bersengketa bisa menyelesaikan melalui
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, sedang pihak lain melalui litigasi.
Dalam hal ini, penyelesaian adalah dengan cara hukum, tetapi yang pertama

15
diselesaikan di luar pengadilan, sedangkan yang satunya lagi melalui proses
beracara di pengadilan.

4.9 Latihan Soal

Soal :
Apa sajakah keahlian khusus yang harus dimiliki oleh akuntan forensik?

Jawab :
Keahlian audit merupakan keahlian yang terpenting dalam akuntansi forensik
daripada keahlian lainnya. Kemampuan investigasi, intuisi investigasi,
kritis/pemikir strategis dan integrasi hasil analisa dan penemuan dipilih setelah
keahlian audit. Akuntan forensik dan auditor yang percaya bahwa prosedur
akuntansi forensik sejalan dengan proses audit yang merupakan teknik dasar
akuntansi forensik sehingga dengan mudah teknik tersebut dapat digunakan dalam
proses audit
Keahlian audit sebagai keahlian dengan prioritas utama adalah mampu
mengintegrasi hasil analisa dan penemuan, kritis/pemikir strategis, investigasi yang
fleksibel, serta memiliki pemahaman dan pengetahuan hukum, metode
pengumpulan data, dan metode statistik yang berbeda mungkin berfikir kritis serta
mampu mengintegrasi hasil analisa dan penemuan merupakan keahlian penting
yang harus dimiliki oleh akuntan forensik, dan merupakan hasil yang sama dalam
studi ini.
Keahlian khusus lainnya seperti identifikasi isu utama, penyelesain masalah
terstruktur dan berkomunikasi oral dengan efektif berada pada peringkat tengah.
Responden percaya bahwa keahlian khusus tersebut penting untuk dimiliki oleh
akuntan forensik. Keahlian untuk mengidentifikasi masalah atau isu permasalahan
akan membantu seorang akuntan forensik untuk memecahkan masalah dan
mengkomunikasikan dengan oral secara efektif melalui pemikiran kritis/strategis
yang merupakan keahlian khusus.
Keahlian khusus yang kurang sering dipilih adalah penyederhanaan informasi,
berkomunikasi tertulis secara efektif dan penyampaian cerita. Keahlian tersebut

16
mungkin dapat dianggap sebagai keahlian komunikasi yang memungkinkan
akuntansi forensik untuk mengkomunikasikan hasil dari masalah yang telah
dipecahkan. Sebagai keahlian komunikasi yang efektif dapat membantu akuntan
forensik untuk melakukan keahlian khusus lainnya seperti mengintegrasi hasil
analisa dan penemuan. Oleh karena itu, keahlian komunikasi dianggap lebih rendah
dari keahlian audit, kemampuan investigasi, memiliki intuisi investigasi,
kritis/pemikir strategis dan mengintegrasi hasil analisa dan penemuan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M. Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi. Jakarta:


Salemba Empat, 2010
__________2011. Akuntansi Pertanggung Jawaban Sosial.
http://rumahtugasekonomi.wordpress.com
Arum Bhakti T, Tirta.Akuntansi Forensik dan Kecurangan:FEB/Universitas
Hasanuddin:2012
Rusudi, Marlis. Akuntansi forensik dalam Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi:
2012
marlisrusudiAkuntansi Forensikwww.google.co.id4 Komentar

18

Anda mungkin juga menyukai