Anda di halaman 1dari 20

AKUNTANSI FORENSIK

(EBA 987)

MODUL SESI I
PENGANTAR AKUNTANSI FORENSIK

DISUSUN OLEH
SRI HANDAYANI, SE, MM, MAk, CPMA

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2020
BAB I
PENGANTAR AKUNTANSI FORENSIK

I. Akuntansi Forensik
Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting
dalam bahasa Inggris.Di Amerika Serikat pada awalnya akuntansi forensik
digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkap motif
pembunuhan.Kasus Al Capone pada tahun 1931 merupakancontoh dari
penerapan akuntansi forensik di Amerika Serikat.Al Capone adalah seorang
mafia terkenal di Amerika Serikat yang selalu lolos dari jeratan hukum dalam
kasus pembunuhan.Namun, berkat seorang akuntan forensik bernama Frank
J. Wilson yang mampu mengungkap kasus penggelapan pajak sehingga Al
Capone akhirnya dipenjara.Bermula dari penerapan akuntansi untuk
memecahkan persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi
(bukan audit) forensik.Crumbley dan Apostolou menulis dalam majalah The
Value Examiner pada September 2007, menjelaskan bahwa meskipun pada
saat itu istilah akuntansi forensik belum digunakan, namun sejatinya Frank J.
Wilson telah melakukan tugas sebagai seorang akuntan forensik.
Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan sederhana dari
akuntansi dan hukum.Contohnya adalah peran akuntansi forensik dalam
pembagian harta gono-gini pada kasus perceraian. Dalam hal ini akuntansi
berperan membantu akuntan untuk terlebih dahulu menghitung besarnya
jumlah harta yang akan diterima pihak suami dan istri yang melakukan
perceraian. Dari segi hukum yaitu dapat dijadikan sebagai pertimbangan
dalam penyelesaian kasus baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Seiring dengan berjalannya waktu, muncul kasus-kasus yang lebih sulit
sehingga perkembangan akuntansi forensik menjadi lebih kompleks dan
melibatkan satu bidang tambahan yaitu auditing. Dengan demikian, akuntansi
forensik adalah perpaduan dari akuntansi, hukum, dan auditing.Berikut ini
adalah model akuntansi forensik jika dipresentasikan dalam tiga bidang
menurut Tuanakotta (2010 : 19).

AKUNTANSI

HUKUM AUDITING

Gambar 1.1
Diagram Akuntansi Forensik
(sumber : Tuanakotta, 2010:19)

Selain itu, ada cara lain untuk melihat akuntansi forensik yaitu dengan
menggunakan Segitiga Akuntansi Forensik yang diistilahkan oleh Tuanakotta
(2010 : 22).

Perbuatan Melawan Hukum

Kerugian Hubungan
Kausalitas
Gambar 1.2
Segitiga Akuntansi Forensik
(sumber : Tuanakotta, 2010:22)

Akuntansi forensik baik di sektor publik maupun di sektor privat berurusan


dengan kerugian.Di sektor publik berurusan dengan kerugian negara dan
kerugian keuangan negara, sedangkan di sektor privat kerugian yang timbul
diakibatkan karena adanya cidera janji dalam suatu perikatan.Kerugian
merupakan titik pertama dalam Segitiga Akuntansi Forensik. Landasannya yang
dikutip dalam Tuanakotta (2010 : 22) adalah Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berbunyi : “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan
kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”.
Titik kedua dalam Segitiga Akuntansi Forensik adalah perbuatan melawan
hukum.Tanpa perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk
menganti kerugian.Titik ketiga adalah adanya keterkaitan antara kerugian dan
perbuatan melawan hukum atau ada hubungan kausalitas antara kerugian dan
perbuatan melawan hukum.
Hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian adalah
ranah para ahli hukum dan praktisi hukum, sedangkan perhitungan besarnya
kerugian adalah ranahnya para akuntan forensik.Akuntan forensik dapat
membantu para ahli dan praktisi hukum dalam mengumpulkan bukti dan barang
bukti untuk menentukan hubungan kausalitas. Selain menjelaskan hubungan
kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum, Segitiga Akuntansi
Forensik sama seperti diagram-diagram akuntansi forensik lainnya merupakan
model akuntansi forensik yang mengaitkan akuntansi, hukum, dan auditing
(Tuanakotta, 2010 : 23).

1.2. Pengertian Akuntansi Forensik


Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke-10) dalam Tuanakotta
(2010 : 3), mengartikan akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi
pada masalah hukum.Menurut Tuanakotta (2010 : 4) defenisi akuntansi forensik
adalah “penerapan disiplin akuntansi dalam arti arti luas, termasuk auditing, pada
masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di
sektor publik maupun privat”.
Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting, yang dikutip
dalam Tuanakotta (2007 : 7) menulis “Simply put, forensic accounting is legally
accurate accounting. That is, accounting that is sustainable some adversarial
legal proceeding, or within some judicial or administrative review.” (“Secara
sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat
untuk tujuan hukum.Atau, akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan
selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial atau tinjauan
administratif.”).Defenisi Crumbley menekankan bahwa akuntansi forensik tidak
identik, bahkan tidak berurusan dengan akuntansi yang sesuai dengan Generally
Accepted Accounting Principles (GAAP). Ukurannya bukan GAAP, melainkan
apa yang menurut hukum atau ketentuan perundang-undangan adalah akurat.
Menurut Hopwood, Leitner dan Young dalam bukunya yang berjudul
Forensic Accounting mendefinisikan bahwa akuntansi forensik adalah “The
application of investigative and analytical skill for the purpose of resolving
financial issues in a manner that meets standards required by courts of
law".Dengan pengertian bahwa akuntansi forensik adalah penerapan
keterampilan investigasi dan analisis untuk tujuan memecahkan masalah
keuangan dengan cara yang memenuhi standar yang dibutuhkan oleh pengadilan
hukum.Dengan demikian, investigasi dan analisis yang dilakukan harus sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang memiliki
yurisdiksi yang kuat.
Masalah hukum dapat diselesaikan di dalam atau di luar
pengadilan.Penyelesaian masalah hukum di dalam pengadilan dilakukan melalui
litigasi (litigation) atau dengan berperkara di pengadilan, sedangkan
penyelesaian di luar pengadilan dilakukan secara nir-litigasi (non-litigation)
lewat arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.Dari penjelasan tersebut,
akuntansi forensik dapat didefenisikan sebagai penerapan disiplin akuntansi
dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian
hukum di dalam atau di luar pengadilan.
Tuanakotta (2010 :4) menambahkan bahwa akuntansi forensik dapat
diterapkan di sektor publik maupun sektor privat (perorangan, perusahaan
swasta, yayasan swasta, dan lain-lain). Dengan memasukkan para pihak berbeda,
defnisi akuntansi forensik dapat diperluas.Dimana akuntansi forensik adalah
penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah
hukum di dalam atau diluar pengadilan, di sektor publik maupun privat.

1.3 Mengapa perlu Akuntansi Forensik


Kasus korupsi hampir setiap hari menjadi headline di berbagai media di
Indonesia, baik media elektronik maupun media cetak. Tingkat korupsi yang
tinggi menjadi pendorong yang kuat untuk berkembangnya praktik akuntansi
forensik di Indonesia.Disinilah peran akuntansi forensik diperlukan karena
adanya potensi fraud yang dapat menghancurkan pemerintahan, bisnis, maupun
pendidikan.
Pada pertemuan Asia Pasifik mengenai fraud tahun 2004 (Asia Pacific Fraud
Convention) dalam Tuanakotta (2010 : 43), Deloitte Touche
Tohmatsumelakukanpolling terhadap 125 delegasi. Polling
tersebutmenunjukkan bahwa kebanyakan peserta (82%) menyatakan
bahwamereka mengalami peningkatan dalam corporate fraud (fraud di
perusahaan) dibandingkan dengan tahun sebelumnya; 36% diantaranya
menyatakan peningkatan fraud yang teramat besar.Berdasarkan forecast BMI
kuartal keempat 2006memuat SWOT Analysis mengenai lingkungan usaha
diperoleh bahwa dalamkategori Weakness, BMI memasukkan sistem hukum di
Indonesiayang tidak handal sedangkan dalam kategori Opportunitiesdisebutkan
bahwa pembasmian korupsi akan meningkatkan minatpara investor untuk
menanamkan uang mereka di Indonesia (Swarna, 2012).Fraud terjadi karena
corporate governance yang rendah, tidak terbuka untuk umum.Akuntan forensik
dapat menggunakan teori dan dasar analisis yang berbeda tanpa adanya rasa
takut karena pengacara tersebut memilih dan menggunakan kertas kerja akuntan
forensik untuk memenuhi kepentingannya. Lindquist membagikan kuesioner
kepada staf Peat Marwick Lindquist Holmes tentang kualitas apa yang harus
dimiliki seorang akuntan forensik. Berikut penjelasan dari jawaban yang
diperoleh.
1. Kreatif
Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis
yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak
perlu merupakan situasi bisnis yang normal.
2. Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam
rangkaian peristiwa dan situasi.
3. Tak menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah)
tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4. Akal sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.Ada yang
menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya
kehidupan.
5. Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan,
dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
6. Percaya diri
Kemampuan memercayai diri dan temuan kita sehingga kita dapat bertahan
dibawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan
pembela).

1.4 Tugas Akuntansi Forensik


Disamping tugas akuntan forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam
pengadilan (litigation) ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar
pengadilan (non itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif
penyelesaian perkara dalam sengekta, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya
menghitung dampak pemutusan/pelanggaran kontrak.

1.4.1 Keahlian Akuntansi Forensik


James (2008) menggunakan 9 item kompetensi keahlian akuntansi forensik yang
digunkan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi, Akuntansi,
dan pengguna jasa. Keahlian Akuntansi Forensik yaitu:
1. Analisis Deduktif
Kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan
keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar
2. Pemikiran yang Kritis
Kemampuan untuk membedakan antara opini dengan fakta
3. Pemecahan Masalah yang Tidak Terstruktur
Kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi
(khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur
4. Fleksibilitas penyidik
Kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang berlaku
5. Keahlian Analitik
Kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang seharusnya
tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia)
6. Komunikasi lisan
Kemampuan untuk berkomunikasi secara efktif secara lisan melalui kesaksian
ahli danpenjelasan umum tentang dasa-dasar opini
7. Komunikasi Tertulis
Kemampuan berkomnukasi secara efektif dengan tulisan melalui laporan, bagan,
gambar dan jadwal tentang dasar dasar opini
8. Pengetahuan Tentang Hukum
Kemampuan untuk memahami proses-proses hukum dasar dan isu-isu hukum
termasuk ketentuan bukti
9. Composure
Kemampuan untuk menjada sikap agar tetap tenang meskipun dalam situasi
tertekan.

1.4.2 Mengapa Perlu Akuntansi Forensik


Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general
audit atau opinion audit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit.
BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya
korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam
BUMN dan BUMD salah satu metodologi audit yang handal adalah dengan
metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit Forensik.
Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau
mengungkap motive pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam
persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit)
forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih
kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa
maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana akuntansi forensik
menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan missappropriation of
asset.

1.5 Kualitas Akuntansi Forensik


Dalam penelitian Robert J. Lindquist tentang kualitas apa saja yang harus dimiliki
seorang akuntan forensic yaitu:
1. Kreatif.
Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis
yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan
merupakan situasi bisnis yang normal.
2. Rasa ingin tahu.
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian
peristiwa dan situasi.
3. Tak menyerah.
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah)
tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4. Akal sehat.
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang
menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya
kehidupan.
5. Business sense.
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan
bukan sekedar memahami bagaimana transaksi di catat.
6. Percaya diri.
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan di
bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan
pembela). Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu
memahami tentang akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada di
balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis yang
disajikan. Hal ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat dilakukan
pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi.
1.6 Jenis-jenis Pelayanan Akuntansi Forensik
1) Jasa saksi ahli.
Para ahli akan menghasilkan laporan yang akan diajukan di pengadilan dan di
mana mereka akan memberikan bukti dan diperiksa silang. Para ahli juga dapat
memberikan bimbingan kepada penasehat hukum dalam aspek keuangan atau
akuntansi dari kasus-kasus tertentu, termasuk penyusunan pertanyaan untuk
pemeriksaan, dan mengevaluasi dan menganalisa kasus pihak lain.
2) Menilai kerugian ekonomi.
Akuntan forensik biasanya dipanggi untuk menghitung kerugian ekonomi dalam
perselisihan yang timbul dari bidang-bidang seperti gangguan bisnis, kecelakaan
pribadi, atau kelalaian profesi. Tujuan menilai kerugian ekonomi adalah untuk
menentukan jumlah yang diperlukan untuk menempatkan penggugat di dalam
posisi keuangan di mana dia akan mengalami kejadian tersebut, dan membuat
penggugat tidak lebih buruk sebagai akibat dari kejadian tersebut.
3) Menilai pekerjaan profesional.
Saksi ahli forensik mungkin diminta untuk memberikan laporan ahli menilai
pekerjaan profesional terhadap standar yang diharapkan. Dalam beberapa kasus,
ahli forensik juga dapat mengukur potensi kerugiaan ekonomi yang timbul dari
dugaan pelanggaran.
4) Investigasi dalam hal penipuan.
Investigasi penipuan melibatkan penemuan fakta tentang kegiatan penipuan
yang dicurigai di dalam maupun di luar organisasi.
5) Penelusuran aset.
Akuntan forensik sering menggunakan metode yang disebut visual inteligent
analysis (VIA) untuk menentukan alokasi dan aliran aset. VIA adalah suatu
proses pemetaan entitas, hubungan, dan komoditas untuk memungkinkan sebuah
gambaran dan data yang dinyatakan secara kompleks, membingungkan, atau
rancu menjadi mudah dimengerti.

1.7 Metodologi Akuntansi Forensik


Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit
konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis
akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih menekankan pada
keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of
conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada
audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensic menekankan pada analytical
review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali
masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi,
konfirmasi dan lain sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan,
atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari
laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan
(red flags), petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak
kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident). Agar dapat
membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus
mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku
manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang
aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes,
rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar
bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan
viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan
kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).

1.8 Investigasi Audit dalam Akuntansi forensic


Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian,
umumnya pembuktian berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum acara yang
berlaku di Indonesia yaitu Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Analisis data yang tersedia,
2. Ciptakan/kembangkan hipotesis berdasar analisis,
3. Uji hipotesis dan
4. Terakhir perhalus atau ubah hipotesis berdasar pengujian.
1.9 Peran Penting Akuntansi Forensik
Dalam mengungkap dan memberantas tindak pidana korupsi, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa akuntansi forensik merupakan perpaduan antara
akuntansi, audit dan hukum, maka seorang akuntan forensik dituntut untuk
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai ketiga ilmu
tersebut, selain itu seorang akuntan forensik juga perlu dibekali dengan kemampuan
dan pemahaman mengenai perilaku manusia dan organisasi, pengetahuan tentang
aspek yang mendorong dilakukannya kecurangan (rationalization), pengetahuan
mengenai alat bukti, pengetahuan mengenai kriminologi serta viktimologi, dan
yang terpenting seorang akuntan forensik harus memiliki kemampuan untuk
berpikir seperti pencuri (think as a theft).
Kasus korupsi di Indonesia yang sudah mengakar sampai begitu dalamnya
sehingga menjadi budaya, hal ini seharusnya menjadi peluang bagi profesi akuntan
forensik untuk menjadi lebih maju, dan memberikan manfaat bagi pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Akuntansi forensik bisa menjadi senjata atau alat untuk mempercepat
pemberantasan korupsi, namun ruang gerak akuntansi forensik begitu terbatasi
dengan peralatan dan kebebasan dalam mengungkap suatu tindak korupsi.
Begitu cepatnya pertumbuhan korupsi tidak sebanding dengan pemberantasan yang
dilakukan, oleh karena itu pemerintah harus membuka ruang gerak bagi akuntan
forensik untuk masuk lebih jauh dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dengan terbukanya ruang gerak bagi akuntan forensik, perlahan tapi pasti dapat
menurunkan tingkat korupsi yang terjadi di Indonesia, bahkan tidak mustahil untuk
memberantas sampai ke akar dan mengubah budaya korupsi yang sudah terpatri
tersebut.

1.10 Penerapan Akuntansi Forensik di Indonesia


Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana
dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah.
Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan
adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan
asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan
karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan
overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-
33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada
likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah
yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush)
tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik
pada pembukuan perbankan.
ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit
investigatif. Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah
keberhasilan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia
(The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali. PwC dengan software
khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram
cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya
menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya keberhasilan ini tidak
diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.5 Metode yang digunakan dalam
audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi
Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat
dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini. Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mampu membuktikan
kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam penggelapan L/C BNI
senilai Rp 1.3 Triliun, dengan menggunakan metode follow the money yang mirip
dengan metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam kasus lain dengan metode yang
sama PPTK juga berhasil mengungkapkan beberapa transaksi ”ganjil” 15 Pejabat
Kepolisian Kita yang memiliki saldo rekening Milyaran rupiah padahal penghasilan
mereka tidak sampai menghasilkan angka fantastis tersebut.

1.11 Peran BPK dalam Akuntansi Forensik


Perkembangan positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut
membuat Badan Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru “dikerdilkan”
menjadi pulih, dengan terbitnya Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara yang menegaskan tentang kewenangan BPK sebagai Pemeriksa
Keuangan Negara yang kemudian di dukung dengan Undang-Undang No 15 Tahun
2006 yang memberikan kemandirian dalam pemeriksaan Keuangan Negara baik
yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan BUMD skaligus
penentu jumlah kerugian Negara. Oleh karena itu BPK harus meredifinisikan
dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia,
dengan cara meningkatkan metodologi auditnya dan meningkatkan kinerja
pegawainya dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk didalamnya
keahlian tehnis dalam mendeteksi fraud yaitu mempunyai kemampuan
mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih,
akurat serta mampu melaporkan fakta secara lengkap.
Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi
adalah dengan menerapkan Akuntansi Forensik atau sebagian orang menyebutnya
Audit Investigatif.
Sebenarnya BPK sebagai Badan Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi
yang layak diapresiasi dalam melakukan audit forensik, dengan melakukan audit
investigasi terhadap Penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aliran
Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat, dengan bantuan software khusus audit,
BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59%
dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap beberapa mantan
petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI, sedangkan kasus
aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasil audit investigasi BPK
menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank
Indonesia, Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi Menteri Negara,
kasus ini mencuat tajam sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang
terkait harus mendekam diterali besi ditemani koleganya para anggota DPR yang
menerima aliran dana tersebut, hal yang patut ditunggu adalah kelanjutan hasil
pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat didalamnya.

1.12 Akuntansi forensik dan Penerapan Hukum


Akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting. Pengertian
forensik, bermakna; (1) yang berkenaan dengan pengadilan, atau (2) berkenaan
dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Yang paling sering
kita dengar adalah dokter forensik, yaitu dokter ahli patologi yang memeriksa
jenazah untuk menentukan penyebab dan waktu kematian. Banyak dari kita, yang
telah mengenal istilah laboratorium forensik (labfor) yang dimiliki oleh kepolisian.
Sebenarnya akuntan dan akuntansi forensik tidak sepenuhnya berkaitan dengan
pengadilan saja. Istilah pengadilan memberikan kesan bahwa akuntansi forensik
semata-mata berperkara di pengadilan, dan istilah lain ini disebut litigasi
(litigation). Di samping proses litigasi ada proses penyelesaian sengketa dimana
jasa akuntan forensik juga dapat dipakai. Kegiatan ini bersifat non litigasi. Misalnya
penyelesaian sengketa lewat arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa atau
alternative dispute resolution.
Dalam definisi Crumbley yang telah dibahas diatas tidak menggunakan istilah
pengadilan, tapi suatu proses sengketa hukum, yang penyelesaian nya dapat
dilakukan di luar pengadilan. Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya
sengketa. Sengketa antara dua pihak bisa diselesaikan dengan cara berbeda, apabila
menyangkut dua pihak. Pihak yang bersengketa bisa menyelesaikan melalui
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, sedang pihak lain melalui litigasi.
Dalam hal ini, penyelesaian adalah dengan cara hukum, tetapi yang pertama
diselesaikan di luar pengadilan, sedangkan yang satunya lagi melalui proses
beracara di pengadilan.

1.13 Latihan Soal

Soal
Bagaimana keberhasilan pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini, anda dapat menggunakan database publik
mengenai korupsi seperti web http://cegahkorupsi.wg.ugm.ac.id untuk
mendapatkan gambaran tren korupsi.

Jawab

Berbicara tentang keberhasilan dalam menanggulangi masalah korupsi,


maka diperlukan suatu ukuran kuantitatif untuk memudahkan dalam melakukan
analisis perkembangannya. Sejak tahun 1995, lembaga survei internasional yang
memiliki fokus terhadap aktivitas pemberantasan korupsi, Transparency
International, telah merumuskan suatu angka indeks untuk menilai tingkat korupsi
di suatu negara. Indeks tersebut bernama Indeks Persepsi Korupsi (IPK).
Seperti telah diberitakan oleh kompas.com pada tanggal 25 Januari 2017,
Transparency International Indonesia menerbitkan skor IPK Indonesia pada 2016
yakni 37 dari rentang 0-100. Pada 2015, skor IPK Indonesia ada di angka 36.
Sementara skor 2014 adalah 34. Dengan skor sebesar 37 poin, Indonesia menempati
urutan ke-90 dari 176 negara. Berdasarkan kenaikan skor IPK ini dapat diketahui
bahwa persepsi korupsi di Indonesia mengalami perkembangan yang positif.
Namun, kenaikan skor IPK Indonesia belum mampu mengungguli negara tetangga
seperti Malaysia (49 poin), Brunei (58 poin) dan Singapura (85 poin). Indonesia
hanya berada di atas Thailand (35 poin), Filipina (35 poin), Vietnam (33 poin),
Myanmar (28 poin), dan Kamboja (21 poin).
Keberhasilan dalam upaya pemberantasan korupsi juga dapat dilihat dari
banyak kasus korupsi yang berhasil diugkap oleh lembaga pemberantas korupsi,
dalam hal ini adalah Komisi Pemberantasan korupsi (KPK). Berdasarkan data yang
diperoleh dari cegahkorupsi.wg.ugm.ac.id, jumlah kasus korupsi yang berhasi
diungkap dan pelakunya berhasil ditangkap mengalami peningkatan. Berikut
adalah grafik pengungkapan kasus korupsi di Indoensia dari tahun 2001 sampai
dengan tahun 2015.
Dari tahun 2009 ke tahun 2012 terdapat kenaikan jumlah kasus korupsi yang
berhasil diungkap yaitu banyak 740 kasus dengan 1000 terdakwa. Dari tahun 2012
ke tahun 2013 terdapat 229 kasus korupsi dan 311 terdakwa. Sedangkan dari tahun
2013 ke tahun 2015 terdapat 603 kasus dan 967 terdakwa. Tentu kenaikan jumlah
kasus korupsi yang berhasi diungkap dan terdakwa yang berhasil ditangkap tidak
semata-mata langsung dapat disimpulkan bahwa pemberantasan kosupsi di
Indonesia mengalami keberhasilan. Perlu diketahui bahwa keberhasilan
pemberantasan korupsi pada suatu negara tidak semata-mata tercermin dari jumlah
kasus korupsi yang terungkap dan jumlah terdakwa yang tertangkap saja.
Pemberntasan korupsi juga harus mengandung unsur pencegahan. Apabila upaya
pencegahan berjalan efektif, maka seharusnya jumlah kasus korupsi yang terjadi
pada suatu negara dapat berkurang signifikan.
Sebagaimana dikatakan oleh Dadang Trisasongko, Sekretaris Jenderal
Transparency International Indonesia dalam pemberitaan di situs resminya bahwa
peningkatan lima poin IPK dalam rentang waktu lima tahun dinilai terlalu lambat
untuk mencapai target 50 pada akhir 2016. Peningkatan skor IPK lambat karena
pemberantasan korupsi selama ini hanya fokus pada sektor birokrasi saja.
Reformasi birokrasi memang berkontribusi terhadap perbaikan integritas layanan
publik dan menyumbang kenaikan skor IPK rata-rata 1 poin setiap tahun. Menurut
Dadang, strategi pemberantasan korupsi nasional masih belum memberikan porsi
besar terhadap korupsi politik, korupsi hukum, dan korupsi bisnis. Oleh kerana itu,
KPK juga harus menyasar sektor politik, hukum, dan bisnis dalam menjalankan
tugas pemberantasan korupsi. Maka dari itu, guna mencapai upaya pembarantasan
korupsi yang optipmal, diperlukan peran serta dari seluruh elemen bangsa
Indonesia.
Karena risiko korupsi dapat datang melalui dua arah, dari sektor publik ataupun
dari sektor swasta, Transparency International Indonesia (TII) menyampaikan
beberapa rekomendasi sebagai berikut:
• Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tetap fokus dan perkuat reformasi
penegakan hukum dan peningkatan integritas sektor publik.
• Tim Saber Pungli harus bergerak lebih agresif dan masif untuk memerkuat
momentum pemberantasan korupsi dan mendorong partisipasi masyarakat
yang lebih luas lagi.
• Optimisme publik yang telah mulai terbangun agar dipertahankan dan terus
ditingkatkan dengan meningkatkan penindakan kasus-kasus korupsi secara
adil.
• Segera menerbitkan perangkat hukum yang memastikan swasta
mengembangkan dan menerapkan sistem integritas bisnis.
• Perlunya pembenahan sektor publik dalam hal pengadaan barang dan jasa,
termasuk misalnya pengadaan alutsista di Kementerian Pertahanan/ TNI.
• fPemerintah dan Pemerintah daerah harus bersinergi dalam melawan
“desentralisasi korupsi”
• Menjadikan KPK sebagai focal point untuk mendorong program
antikorupsi sektor swasta
• Lembaga-lembaga penegak hukum perlu segera mendayagunakan
Peraturan Mahkamah Agung RI tentang Tanggung Jawab Pidana Korporasi
sebagai instrumen hukum untuk meningkatkan risiko korupsi bagi kalangan
swasta.
• Mengembangkan aturan internal dan budaya antikorupsi yang memastikan
perusahaan swasta menerapkan sistem integritas bisnis untuk mengurangi
risiko korupsi.
• Mengembangkan sistem pelaporan program antikorupsi secara lebih
komprehensif dan menggunakannya sebagai kriteria penentu untuk
investasi.
• Mendorong terbitnya standar audit untuk menilai program antikorupsi dan
meningkatkan kualitas penilaian risiko korupsi.
• Mendorong perusahaan untuk transparan terhadap program kepatuhan
terhadap UU Antikorupsi.
• Melakukan pengawasan independen untuk mendorong praktik bisnis
berintegritas dan pengawasan peradilan Tipikor sektor swasta.
• Mendorong penguatan legislasi untuk mendorong integritas sektor swasta,
contohnya mengawasi proses revisi UU Tipikor.
• Melakukan monitoring dan analisis program antikorupsi untuk menguatkan
kepatuhan terhadap UU Antikorupsi Nasional dan Global.
• Mendorong standar pelaporan country by country untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas publik.
• Memanfaatkan inisiatif-inisiatif seperti Lapor! dan Saber Pungli untuk
masyarakat berpartisipasi dan terlibat dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan korupsi.

Karena hasil akhir dari upaya pemberantasan korupsi adalah terwujudnya


masyarakat yang sejahtera, maka sebaiknya outcome berupa kesejahteraan
masyarakat Indonesia juga dijadikan sebagai indikator dari penilaian
keberhasilan pemberantasan korupsi. Dengan kata lain, apabila pemberantasan
korupsi di Indonesia berhasil, harapan selanjutnya adalah terwujudnya
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Akhirnya, sebagai pemilik negeri ini, mari bersama-sama berdoa dan
berusaha untuk mewujudkan Indonesia yang benar-benar bersih dari kasus
korupsi, bukan sekedar angka belaka.
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M. Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi. Jakarta:


Salemba Empat, 2010

__________2011. Akuntansi Pertanggung Jawaban Sosial.

Arum Bhakti T, Tirta.Akuntansi Forensik dan Kecurangan:FEB/Universitas


Hasanuddin:2012

Rusudi, Marlis. Akuntansi forensik dalam Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi:


2012, marlisrusudiAkuntansi Forensikwww.google.co.id4 Komentar

Lutfy Mairizal. 2017. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik Satu Poin.
Online).

http://nasional.kompas.com/read/2017/01/25/17242741/indeks.persepsi.korupsi.in
donesia.naik.satu.poin. Diakses pada tanggal 14 September 2017.
Tioriana, Lia. 2017. Corruption Perceptions Index 2016: Terus Perkuat Integritas
Sektor Publik, Dorong Integritas Bisnis Sektor Swasta. (Online).
http://www.ti.or.id/index.php/publication/2017/01/25/corruption-
perceptions-index-2016. Diakses pada tanggal 14 September 2017.

Anda mungkin juga menyukai