Anda di halaman 1dari 5

PERTEMUAN KEDUA

PENGANTAR AKUNTANSI FORENSIK


AUDIT FORENSIK
Zulfaidah Cahyaningrum / 195221101

1. KONSEP AKUNTANSI FORENSIK


1.1 Pengertian Akuntansi Forensik
Akuntansi forensik menurut Tuanakotta (2010) merupakan penerapan disiplin
akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk
penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan. Definisi dari Crumbey
menekankan bahwa ukuran dari akuntansi forensik adalah ketentuan hukum dan
perundang-undangan, berbeda dengan akuntansi yang sesuai GAAP (General
Accepted Accounting Principles).
Terdapat hal yang membedakan antara akuntansi dan audit yaitu akuntansi
berkaitan dengan perhitungan, sedangkan audit berkaitan dengan adanya penelusuran
untuk memastikan kepastian atau kewajaran dari apa yang dilaporkan. Jadi, akuntansi
forensik memayungi segala macam kegiatan akuntansi untuk kepentingan hukum.
Cara melihat akuntansi forensik menurut Tuanakotta dalam bukunya yang berjudul
Akuntasi Forensik dan Audit Investigatif yaitu dengan menggunakan Segitiga
Akuntansi Forensik.
Perbuatan Melawan Hukum

Kerugian Hubungan Kualisatif


Segitiga Akuntansi Forensik
Titik pertama dalam segitiga adalah kerugian. Pada sektor publik maupun
swasta, akuntansi forensik berurusan dengan kerugian. Pada sektor publik, negara
mengalami kerugian keuangan negara. Sementara pada sektor swasta mengalami
kerugian karena akibat adanya ingkar janji dalam suatu perikatan. Adapun perbuatan
melawan hukum menjadi titik kedua, tanpa adanya perbuatan melawan hukum, maka
tidak ada yang dapat dituntut untuk mengganti kerugian. Titik ketiganya adalah
hubungan kualisatif yang merupakan ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam
menghitung besarnya kerugian dan mengumpulkan barang bukti. Jadi, segitiga
akuntansi forensik juga merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum,
akuntansi, dan auditing.

2. RUANG LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK


Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan
bahwa akuntansi forensik memiliki ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang
menerapkan tujuan melakukan audit investigatif.
2.1 Praktik di Sektor Swasta
Menurut Bologna dan Lindquist dalam Tuanakotta (2010) menekankan
beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi yaitu fraud auditing, forensik
accounting, investigative support, dan valuation analysis. Litigation support dalam
akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan ligitasi. Akuntansi forensik
dimulai setelah ditemukan indikasi awal adanya fraud. Audit investigasi merupakan
bagian awal dari akuntansi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan
akuntansi (perhitungan).
2.2 Praktik di Sektor Pemerintahan
Secara umum akuntansi forensik pada sektor publik maupun sektor swasta
tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap seluruh rangkaian
akuntansi forensik mengenai lembaga seperti lembaga pemeriksaan, lembaga
pengadilan, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai
pressure group.

3. ATRIBUT AKUNTAN FORENSIK


Howard R Davia dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif (Tuanakotta,
2010) memberikan 5 nasihat kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi
terhadap fraud yaitu :
3.1 Melakukan identifikasi mengenai siapa yang memiliki potensi menjadi pelaku tindak
fraud, bukan hanya melakukan pengumpulan fakta dan data yang berlebihan.
3.2 Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan.
Tujuan proses pengadilan adalah untuk menilai orang, bukan mendengarkan cerita
kejahatan yang dibumbui dengan cerita bagaimana auditor berhasil
mengungkapkannya.
3.3 Fraud auditor harus kreatif, berpikir seperi pelaku fraud jangan dapat mudah untuk
ditebak.
3.4 Harus mengetahui bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan.
Terdapat dua macam persekongkolan antara lain ordinary conspiracy (bersifat
sukarela dan mempunyai niat jahat) dan pseudo conspiracy (misalnya seseorang
tidak menyadari bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya).
3.5 Dalam memilih practice fraud detection strategy (strategi untuk menemukan
kecurangan dalam investigasi proaktif) harus mengetahui dimana kecurangan
dilakukan (di dalam atau diluar pembukuan).

4. KUALITAS AKUNTAN FORENSIK


Robert J. Lindquist mengemukakan kualitas dari akuntan forensik sebagai berikut :
4.1 Kreatif
4.2 Rasa ingin tahu
4.3 Tidak menyerah
4.4 Akal sehat
4.5 Business sense
4.6 Percaya diri

5. KONSEP AUDIT INVESTIGATIF


5.1 Pengertian Audit Investigatif
Berdasarkan Pusdiklatwas (2008) menjelaskan bahwa audit investigatif adalah
kegiatan sistematis dan terukur untuk mengungkap kecurangan sejak diindikasi
sebuah kejadian transaksi yang dapat memberikan cukup keyakinan serta dapat
digunakan sebagai bukti dalam memenuhi kepastian suatu kebenaran yang telah
diasumsikan sebelumnya dalam mencapai keadilan. Audit investigasi dilakukan
sebagai tindakan represif untuk menangani fraud yang terjadi.
5.2 Tujuan Audit Investigatif
Tujuan utama audit investigatif menurut Sukanto (2009) bukan mencari siapa
pelakunya, namun menekankan pada bagaimana kejadian sebenarnya, setelah
kejadian sebenarnya terungkap sehingga pelaku fraud akan didapat.
5.3 Tahapan Audit Investigatif
Proses audit investigatif mencakup sejumlah tahapan yaitu :
1) Penelahaan Informasi Awal
 Sumber Informasi
 Mengembangkan hipotesis
 Menyusun hasil telaahan informasi awal
 Keputusan pelaksanaan audit investigatif
5.4 Perencanaan Audit Investigatif
1) Penetapan sasaran, ruang lingkup dan susunan tim
2) Penyusunan program kerja
3) Jangka waktu dan anggaran biaya
4) Perencanaan audit investigatif dengan metode SMEAC
5.5 Pelaksanaan Audit Investigatif
1) Pembicaraan pendahuluan
2) Pelaksanaan program kerja
3) Penerapan teknik audit investigatif
4) Melakukan observasi dan pengujian fisik
5) Mendokumentasikan hasil observasi dan pengujian fisik
6) Melakukan wawancara
7) Menandatangani berita acara
8) Pendokumentasian dan evaluasi kecupukan bukti
5.6 Pelaporan Audit Investigatif
Laporan audit investigatif disampaikan pada pihak-pihak yang berkepentingan
untuk :
1) Dalam rangka melakukan kerjasama antara unit pengawasan internal dengan
pihak penegak hukum untuk menindaklanjuti adanya indikasi terjadinya fraud.
2) Memudahkan pejabat dalam mengambil tindakan sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

Anda mungkin juga menyukai