Anda di halaman 1dari 7

Kelompok 8

Intan Risqi Andriani 126403202113


Muhammad Lathiful Minhaj 126403202121
Eliza 126403202125
Siti Alifah 126403202144
Kelas : AKS 6C
Mata Kuliah : Akuntansi Forensik

Forensic Accountant: Attributes, Standars, and Code of Ethics


1. Definisi Akuntansi Forensik
Tuanakotta menyatakan bahwa akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi
dalam masalah hukum. Akuntan forensik bisa menjasi saksi ahli (expert witness) di pengadilan,
khususnya pengadilan tindak pidana korupsi. Akuntan forensik dapat digunakan di sektor publik
maupun privat. Di Indonesia, penggunaan akuntan forensik di sektor publik lebih menonjol
dibanding sektor privat. Hal ini disebabkan oleh jumlah perkara di sektor publik yang lebih
banyak. Selain itu masih terdapat kemungkinan penyelesaian perkara di sektor privat melalui cara
di luar pengadilan. Istilah akuntansi forensik dapat digunakan dalam pengertian yang luas,
termasuk audit dan auditing. Hal yang membedakan akuntansi dan audit adalah akuntansi
berkaitan dengan perhitungan sedangkan audit berkaitan dengan adanya penelusuran untuk
memastikan kepastian atau kewajaran dari apa yang dilaporkan. Jadi, akuntansi forensik
memayungi segala macam kegiatan akuntansi untuk kepentingan hukum.
Akuntansi forensik adalah tindakan menentukan, mencatat, menganalisis,
mengklasifikasikan, melaporkan, dan mengkonfirmasikan ke data keuangan historis atau aktivitas
akuntansi lainnya untuk penyelesaian sengketa hukum saat ini atau di masa mendatang. Data
historis ini juga digunakan untuk evaluasi data keuangan dalam penyelesaian sengketa hukum di
masa mendatang. Pengertian forensik dalam profesi akuntan berkaitan dengan keterkaitan dan
penerapan fakta keuangan dengan permasalahan hukum. Akuntansi forensik berisi audit atas
catatan akuntansi untuk mencari bukti penipuan (kecurangan dan pemalsuan). Akuntansi
forensik adalah area intuisi yang menggunakan teknik investigasi dan audit, mengintegrasikannya
dengan keterampilan akuntansi dan komersial, memberikan kesaksian di pengadilan melalui saksi
ahli, menyelesaikan masalah keuangan yang kompleks, dan melaksanakan investigasi penipuan.
Sumber: https://accounting.binus.ac.id/2020/12/03/apa-itu-akuntansi-forensik/
Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan paling sederhana antara akuntansi
dan hukum (misalnya dalam pembagian harta gono-gini). Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu
bidang tambahan yaitu audit sehingga model akuntansi forensiknya direpresentasikan dalam tiga
bidang.
Gambar 1. Diagram Akuntansi Forensik
Selain itu ada cara lain dalam melihat akuntansi forensik menurut Tuanakotta dalam
bukunya yang berjudul akuntansi forensik dan audit investigatif yaitu dengan menggunakan
segitiga akuntansi forensik.

Gambar 2. Segitiga Akuntansi Forensik


Pada sektor publik maupun swasta akuntansi forensik berurusan dengan kerugian. Pada
sektor publik negara mengalami kerugian negara dan kerugian keuangan negara. Sementara itu
pada sektor swasta kerugian juga terjadi akibat adanya ingkar janji dalam suatu perikatan. Titik
pertama dalam segitiga adalah kerugian. Adapun perbuatan melawan hukum menjadi titik kedua.
Tanpa adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk mengganti
kerugian. Titik ketiganya adalah hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan
hukum. Hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum merupakan
ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam menghitung besarnya kerugian dan mengumpulkan
barang bukti. Jadi, Segitiga Akuntansi Forensik juga merupakan model yang mengaitkan disiplin
hukum, akuntansi, dan auditing.
Sumber: https://eprints.uny.ac.id/8748/3/bab%202%20-08412141007.pdf
2. Karakteristrik Akuntan Forensik
Akuntansi forensik adalah suatu metode investigasi transaksi keuangan dan situasi bisnis
untuk memperoleh kebenaran serta mengembangkan pendapat ahli tentang kemungkinan
terjadinya aktivitas kecurangan. Seorang akuntan forensik umumnya dibagi menjadi dua jenis
berdasarkan bidangnya, yaitu spesialis dukungan litigasi (litigation support) dan akuntansi investigasi
atau penipuan (fraud accounting). Dukungan litigasi mencakup penilaian bisnis, analisis pendapatan,
evaluasi pendapatan di masa depan. Contohnya adalah ketika ada pihak-pihak yang terlibat dalam
sengketa hukum dan perlu menggunakan perhitungan tertentu untuk membantu penyelesaian
sengketa melalui keputusan pengadilan. Seorang akuntan forensik dapat digunakan sebagai saksi
ahli jika sengketa meningkat menjadi keputusan pengadilan. Akuntansi investigasi atau penipuan
adalah proses untuk mengetahui apakah suatu kejahatan terjadi dan menilai kemungkinan
terjadinya tindakan kriminal. Kejahatan tersebut dapat mencakup pencurian yang dilakukan
karyawan, penipuan sekuritas, dan pemalsuan informasi laporan keuangan.
Sumber: https://imagama.feb.ugm.ac.id/memahami-akuntansi-forensik-senjata-akuntan-
memerangi-fraud-dan-korupsi/
Akuntan forensik membutuhkan keahlian khusus dan kemampuan teknis termasuk
pemahaman menyeluruh tentang hukum dan proses hukum, keahlian menganalisis investigas,
kritis, dan keahlian organisasi yang baik. Akuntan Forensik juga membutuhkan pemahaman
tentang teori dan pola penyalahgunaan fraud serta keterampilan interpersonal dan komunikasi.
Seorang akuntan forensik seperti detektif dan secara seksama harus memeriksa kasus yang
merupakan indikator fraud. Teknologi informasi mempermudah pelaku dalam melakukan fraud,
dimana seseorang bisa menghilangkan jejak kertas. Komputer karyawan dapat menjadi bukti
pada saat kertas telah dihancurkan. Seorang akuntan forensik harus memahami pola perilaku
individu dan berpikir seperti halnya pelaku penipuan yang dicurigai serta melacak manipulasi atau
kesalahan penafsiran atas catatan akuntansi. Keterampilan detektif tersebut juga dapat digunakan
dalam mengaudit perusahaan yang lebih besar.
Sumber:
http://ejournal.upstegal.ac.id/index.php/per/article/view/921/744#:~:text=Akuntan%20foren
sik%20harus%20memiliki%20pengetahuan,Harris%20%26%20Brown%2C%202000)
Atribut seorang akuntan forensik antara lain:
1. Menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan
3. Seorang auditor forensik harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud, dan jangan dapat
ditebak
4. Auditor harus mengetahui bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan.
Ada dua macam persekongkolan yaitu ordinary conspiracy dan pseudo conspiracy
5. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk menemukan kecurangan
dalam investigasi proaktif), maka auditor harus mempertimbangakan apakah kecurangan
dilakukan di dalam pembukuan atau di luar pembukuan.
Sumber: https://www.scribd.com/presentation/400388608/Atribut-Seorang-Akuntan-Forensik-
Dan-Karakteristik
3. Kualitas Akuntan Forensik
Menurut Robert J. Lindquist kualitas yang harus dimilki seorang akuntan forensic adalah:
1. Kreatif, kemampuan melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang
normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan
situasi bisnis yang normal.
2. Rasa ingin tahu
3. Tak menyerah, kemampuan untuk maju ketika fakta seolah-olah tidak mendukung dan
ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4. Akal sehat, kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang
menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.
5. Bussines sense, kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan dan
bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
6. Percaya diri, kemapuan untuk mempercayai diri dan temuan kita sehingga kita dapat
bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan
pembela).
Akuntan publik memiliki Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP). SPAP memuat
standar-standar audit, atestasi, pengendalian mutu, dan lain-lain. Namun SPAP tidak secara
khusus mengatur audit investigative atau fraud audit. Situasi ini sesungguhnya rawan karena para
prektisi melakukan audit investigative atau fraud audit tanpa standar. Secara sederhana, standar
adalah ukuran mutu oleh karena itu dalam pekerjaan audit para auditor ingin menegaskan adanya
standar tersebut. Dengan standar ini pihak yang di audit, pihak yang memakai laporan audit, dan
pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja si auditor. Hal yang sama juga ingin dicapai para
investigator dan forensic accountant.
Sumber: https://www.coursehero.com/file/p7vcmvo/menerapkan-dengan-segera-dan-secara-
efektif-kemahirannya-sebagai-seorang/
4. Standar Investigasi yang Dilakukan Akuntan Forensik
Standar akuntansi forensik ada empat macam yaitu:
1. Independensi. Akuntan forensik harus independen dalam melaksanakan tugasnya,
bertangggung jawab dan objektif atau tidak memihak dalam melaksanakan telaahan
akuntansi forensiknya.
2. Kemahiran Profesional. Akuntansi forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan
kehati-hatian profesional.
3. Lingkup Penugasan. Akuntan harus memahami tugasnya dengan baik, mengkajinya
dengan teliti, dan melaporkannya dalam kontrak.
4. Pelaksanaan Tugas Telaahan. Akuntan harus memahami permasalahan dengan baik,
seperti rumusan masalah, perencanaan, pengumpulan bukti, evaluasi, sampai pada tahap
komunikasi hasil penugasan berupa laporan akhir yang berisi fakta dan kesimpulan.
Standar investigasi yang dilakukan akuntan forensik antara lain:
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik - praktik terbaik yang diakui (accepted best
practise). Istilah best practise sering dipakai dalam penetapan standar, dalam istilah ini tersirat
2 hal yaitu:
a. Adanya upaya membandingkan antara praktik - praktik yang ada dengan merujuk
kepada yang terbaik pada saat itu.
b. Upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik.
2. Mengumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti
tadi dapat diterima di pengadilan.
3. Memastikan bahwa seluruh doumentasi dalam keadaan aman, terlindungi, di index, dan
jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada
penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan
dengan benar. Referensi ini juga membantu perusahaan dalam upaya perbaikan cara-cara
investigasi sehingga acccepted best practices yang dijelaskan di atas dapat dilaksanakan.
4. Memperhatikan bahwa para investigator mengerti akan hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya. Kalau investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi
pegawai, yang bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
5. Mengingat beban pembuktian ada pada pihak perusahaan yang mencurigai, seperti
karyawan melakukan penipuan dan pada penuntut umum yang mengadili karyawan
tersebut baik dalam kasus hukum administratif dan pidana.
6. Mencakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis
ditinjau dari segi waktu.
7. Meliputi seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanan,
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, dan
pengamanan yang bersifat rahasia.
Sumber: Theodorus M Tuanakotta, Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, hlm. 24
5. Kode Etik Akuntan yang Berkaitan dengan Fraud
Kode etik merupakan aturan tertulis yang secara sistematis sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat ayng dbutuhkan dapat difungsikan sebagai alat
untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika rasional umum dinilai menyimpang.
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan
merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan
anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants,
badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Sumber: https://id.scribd.com/doc/240242264/Atribut-Dan-Kode-Etik-Akuntan-Forensik-
Serta-Standar-Audit-Investigatif

KASUS KPMG-SSH
Profil Perusahaan
KPMG merupakan salah satu perusahaan jasa professional terbesar di dunia. KPMG
mempekerjakan 104.000 orang dalam partnership global yang menyebar di 144 negara.
Pendapatan komposit dari anggota KPMG pada tahun 2005 adalah sebesar US$ 15,7 miliar.
KPMG memiliki tiga jalur layanan, yaitu: audit, pajak, dan penasehat. KPMG adalah salah satu
anggota dari the Big Four Auditors, Bersama dengan PricewaterhouseCoopers, Erns & Young
dan Deloitte.
Skandal Penyuapan Pajak KPMG- Siddharta Siddharta & Harsono
Pada bulan september tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus
menanggung malu. Hal ini terjadi karena kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok
aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasatnya, diterbitkan faktur palsu untuk
biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya yaitu PT Easman Christensen, anak
perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak PT Easman menyusut sangat drastis. Dari yang
semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya
was-was dengan polah anak perusahaannya ini. Maka, Daripada menanggung risiko lebih besar,
Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan
Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri.
Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena
Baker memohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun
terselamatan dari jeratan hukum pidana dan denda.

Kronologi
AS memiliki undang-undang yang dinamakan Foreign Corrupt Practises Act (FCPA), yaitu
undang-undang yang melarang praktek korupsi yang dilakukan di ranah asing. UU ini
memungkinkan pemerintah AS melakukan aksi hukum terhadap warga asing yang diduga terlibat
korupsi dengan pihak AS, baik korporat ataupun perorangan.
Dalam kasus gugatan terhadap KPMG-SSH mitra bisnis dari multinational accounting firm
KPMG International ini, salah satu pihak yang terlibat secara langsung adalah PT Easman
Christensen. PT ini adalah perusahaan Indonesia yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Baker
Hughes Incorporated, perusahaan pertambangan yang bermarkas di Texas, AS.
PTEC ini sendiri adalah pihak yang, menurut gugatan SEC dan Departemen Kehakiman
AS, meminta KPMG-SSH untuk menyogok pejabat kantor pajak yang berada di Jakarta Selatan.
Perintah itu dimaksudkan agar jumlah kewajiban pajak bagi PTEC dibuat seminim mungkin.
Penyuapan yang diduga digagas oleh Harsono melibatkan jumlah yang sangat signifikan.
Menurut gugatan itu, KPMG-SSH telah menyetujui untuk melakukan pembayaran ilegal tersebut.
Penyogokan ini untuk mempengaruhi si pejabat kantor pajak agar "memangkas" jumlah
kewajiban pajak PTEC, dari US$ 3,2 juta menjadi US$270 ribu.
Berakhir dengan Damai
Sonny mengemukakan bahwa pihaknya telah melakukan suatu upaya hukum yang
menyatakan, baik KPMG-SSH ataupun dirinya secara pribadi tidak mengakui ataupun menolak
tuduhan-tuduhan yang diajukan SEC dan Departemen kehakiman dan tidak dikenakan sanksi
apapun. Menurut rilis SEC, penyelesaian dengan pola seperti yang dilakukan KPMG-SSH dan
Harsono berdampak pada bebasnya kedua tergugat itu dari sanksi pidana ataupun denda.
Sedangkan menurut Harsono, upaya hukum yang dilakukan pengacaranya di AS merupakan hal
yang lazim dipraktekkan di AS.
Akibat hukum dari perdamaian itu sendiri adalah bahwa para tergugat, baik KPMG-SSH
dan Harsono, dilarang untuk melakukan pelanggaran, memberikan bantuan dan advis yang
berakibat pelanggaran terhadap pasal-pasal anti penyuapan dalam FCPA. Sekaligus, keduanya
juga dilarang untuk melanggar pasal-pasal tentang pembukuan dan laporan internal perusahaan
berdasarkan Securities Exchange Act tahun 1934.
Sumber http://rizkykurniaputri.blogspot.com/2015/04/kasus-kpmg-siddharta-siddharta-
harsono.html?m=1
Dari kasus ini, KPMG-SSH telah melanggar 4 prinsip etika profesi, yaitu:
1. Integritas: menyuap oknum pegawai pajak untuk kepentingan klien
2. Objektifitas: lebih mementingkan klien dengan mengorbankan negaranya sendiri
(penerimaan negara hilang sebesar hampir US$ 3 juta)
3. Kompetensi: Dalam kasus ini, akuntan tidak menggunakan sikap kehati-hatian
profesionalnya dengan tidak mempertimbangkan resiko yang akan terjadi berkaitan
dengan kelangsungan jasa kantor akuntan publiknya yang menyebabkan keraguan pada
masyarakat terhadap jasa profesional akuntannya.
4. Prinsip perilaku professional: KPMG-SSH telah melanggar prinsip perilaku profesional
dengan melakukan pelanggaran hukum yang dapat mendiskreditkan profesinya yaitu
dengan menyarankan klien untuk melakukan penyuapan pajak dan merugikan negara.
Cara Mencegah Kasus Serupa

1. Mendorong dan meningkatkan kualitas pengawasan terhadap profesi keuangan.


Pengawasan yang dimaksud yakni meliputi kantor akuntan publik (KAP), profesi penilai,
hingga profesi akuntan publiknya.
2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) profesi keuangan. Pengawasan saja
tidak cukup, perlu perbaikan kualitas SDM agar akuntansi dilaporkan secara benar.
3. Memberikan sanksi sesuai jenis pelanggaranya. Instrumen sanksi dinilai tetap diperlukan
agar memberikan efek jera atau setidaknya mengingatkan para profesi keuangan agar
tidak melalukan manipulasi akuntansi.

Anda mungkin juga menyukai