Kelompok 3
Pengertian forensik dalam profesi akuntan berkaitan dengan keterkaitan dan penerapan
fakta keuangan dengan permasalahan hukum. Akuntansi forensik berisi audit atas catatan
akuntansi untuk mencari bukti penipuan (kecurangan dan pemalsuan) (Singleton & Singleton,
2010, hal. 12). Akuntansi forensik adalah area intuisi yang menggunakan teknik investigasi
dan audit, mengintegrasikannya dengan keterampilan akuntansi dan komersial, memberikan
kesaksian di pengadilan melalui saksi ahli, menyelesaikan masalah keuangan yang kompleks,
melaksanakan investigasi penipuan (Oberholzer, 2002, hal. 5). Akuntansi forensik
memperoleh pemeriksaan mendalam dalam bisnis dan membantu untuk pemahaman yang
lebih baik tentang sistem akuntansi yang dipegang oleh bisnis (McKittrick, 2009, p. 3).
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa akuntansi forensik menggabungkan antara
ilmu akuntansi, hukum dan audit. Tuanakotta (2017) mengistilahkan Segitiga Akuntansi
Forensik sebagai salah satu model untuk melihat akuntansi forensik. Ada tiga titik dalam
Segitiga Akuntansi Forensik ini: Perbuatan melawan hukum, kerugian, dan hubungan
kausalitas.
Kerugian merupakan titik awal dalam Segitiga Akuntansi Forensik. Kerugian akan
ditetapkan dan kemudian dihitung seberapa besar kerugian yang timbul akibat fraud.
Disebutkan dalam Tuanakotta (2017) bahwa Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang berbunyi tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut menjadi landasan hukum terkait dengan kerugian tersebut.
Titik yang kedua menurut Tuanakotta (2017) adalah perbuatan melawan hukum. Pihak
yang melakukan perbuatan melanggar hukum akan dituntut sebagai pihak yang mengganti
kerugian. Dalam suatu kasus yang menimbulkan kerugian, termasuk juga kasus kecurangan
finansial, tentunya ada pihak yang bertanggung jawab karena melanggar suatu peraturan atau
hukum dan ia akan menjadi pihak yang dapat dituntut untuk mengganti kerugian.
Titik ketiga dalam Segitiga Akuntansi Forensik adalah keterkaitan (atau hubungan
kausalitas) antara kerugian dan perbuatan melawan hukum. Menurut Tunakotta (2017),
praktisi atau ahli hukum mengambil bagian pada penilaian terhadap perbuatan melanggar
hukum dan hubungan kausalitasnya dengan kerugian yang terjadi. Para akuntan forensik
mengambil bagian pada perhitungan besarnya kerugian. Akuntan forensik juga bisa
membantu ahli dan praktisi hukum untuk mengumpulan barang bukti untuk menentukan
kausalitas.
Sebagai akuntan forensik yang mendalami akuntansi forensik, akuntansi ini bertujuan
untuk memeriksa data dengan mengetahui segala bentuk pencurian uang dan solusinya. Jenis
akuntansi ini juga dapat menyajikan laporan temuan keuangan sebagai bukti selama
persidangan, dengan akuntan yang bersaksi sebagai saksi ahli.
Ada berbagai jenis dalam ruang lingkup akuntansi forensik dan biasanya dikelompokkan
berdasarkan jenis proses hukum. Berikut beberapa contoh pada umumnya:
Beberapa individu dan bisnis mengklaim informasi palsu tentang situasi keuangan mereka
untuk menghindari pembayaran pajak. Akuntan forensik melacak pendapatan untuk
menentukan sejauh mana penipuan pajak yang dilakukan. Akuntan forensik juga dapat
menggunakan data untuk membuktikan bahwa perusahaan tertuduh tidak melakukan
penipuan pajak.
Penipuan Sekuritas
Ketika pialang saham atau organisasi membuat klaim palsu tentang informasi yang
digunakan investor untuk membuat keputusan, mereka melakukan penipuan sekuritas.
Akuntan forensik bekerja untuk membantu investor menghindari penipuan ini dan
mengungkap perusahaan yang terlibat dalam penipuan sekuritas.
Pencucian Uang
Pencucian uang mempersulit akuntan forensik untuk melacak uang ilegaL. Keterampilan
analitis dan akuntansi yang kuat diperlukan bagi akuntan forensik untuk menyelesaikan
kejahatan ini dan menemukan sumber asli dana.
Penipuan juga bisa terjadi dalam keluarga dan pernikahan. Apakah menyembunyikan
uang atau menggunakan hubungan untuk mencuri dana, akuntan forensik membantu
menyelesaikan situasi ini. Meskipun kejahatan ini biasanya terjadi dalam skala yang lebih
kecil daripada skandal dengan perusahaan yang lebih besar, perselisihan keluarga dan
perkawinan masih bisa sangat merusak.
Ketika sebuah bisnis mengalami kerugian ekonomi yang parah atau menghadapi
kebangkrutan, akuntan forensik dapat memainkan peran berharga dalam proses pemulihan.
Terkadang akuntan forensik menemukan bukti penipuan yang dapat membantu bisnis
mendapatkan kembali pijakannya.
Klaim asuransi palsu adalah cara umum bagi individu untuk mendapatkan keuntungan
dari kebohongan yang melibatkan perlindungan atas aset mereka. Contohnya termasuk klaim
palsu seperti pencurian atau kebakaran rumah. Akuntan forensik dengan hati-hati melihat
fakta seputar klaim ini untuk menentukan validitasnya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi
akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan
yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas
akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara
keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam
menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham
bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan
etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat
dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik
kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang
tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan
dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas
kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau
pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban
kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa
berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi
oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.