Anda di halaman 1dari 10

NAMA JUNJUNG PRABAWA

NIM 142180037
KELAS EA-B
RESUME TEMU 1 BAB 1-3

BAB 1 Akuntansi Forensik

1. Akuntansi Forensik
Akuntasi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk
auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan.
Akuntansi forensik dipraktikkan dalam bidang yang luas seperti :
A. Dalam penyelesaian sengketa antar individu
B. Di perusahaan swasta dengan berbagai bentuk hukum, perusahaan tetup maupun
yang memperdagangkan saham atau obligasinya di bursa joint venture, special
purpose companies;
C. Di perusahaan sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki negara, baik dipusat
maupun daerah (BUMN,BUMD);
D. Di departemen/kementrian, pemerintah pusat dan daerah , MPR, DPR/DPRD, dan
lembaga-lembaga negara lainnya, Mahkama (seperti KPUdan KPPU), yayasan
koperasi, Badan Hukum Milik Negara, Badan Layanan Umum, dan seterusnya.
Akuntansi forensik dapat diartikan penggunaan ilmu akuntansi untuk kepentingan
hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses
pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif.

2. Disiplin dan Profesi Forensik Lainnya


Banyak orang memahami profesi dokter dalam peraturan diatas dikenal dengan
sebutan dokter forensik, namun “ahli lainnya” yang dalam hal ini termasuk juga akuntan
belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik. Akuntan forensik bertugas
memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), namun juga berperran dalam
bidang hukum diluar pengadilan (non litigation) misalnya dalam membantu merumuskan
alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya
menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.

3. Akuntan Forensik Di Pengadilan


Akuntansi forensik dapatdigunakan di sektor publik mupun privat. Di indonesia,
penggunaan akuntan forensik di sektor publik lebih menonjol dri sektor privat karena jumlah
perkara yang lebih banyak disektor publik. Akan tetapi, ada juga alasan lain, yakni
kecenderungan untuk menyelesaikan sengketa sektor privat di luar pengadilan.
Di sektor publik, para penuntut umum(dari kejaksaan dan komisi pemberantasan
korupsi) menggunakan ahli dari BPK, BPKP dan Inspektorat Jenderal dari Departemen yang
bersangkutan. Di lain pihak, terdakwa dan tim pembelanya menggunakan ahli dari kantor-
kantor akuntan publik, kebanyakan ahli ini sebelumnya berpraktik di BPKP.

4. Sengketa
Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya sengketa. Sengketa bisa terjadi
karena satu pihak merasa haknya dikurangi, dihilangkan atau dirampas oleh pihak lain.
Faktor-faktor yang dapat menentukan berhasil atau gagalnya penyelesaian sengketa
oleh pihak-pihak yang bersengketa adalah sebagai berikut.
A. Berapa besar konsekuensi keuangan pada pihak yang bersengketa.
B. Seberapa jauh pertikaian pribadi, rasa iri atau dendam terjadi di antara pihak-pihak
C. Apakah penyelesaian sengketa ini akan berdampak dalam penyelesaian kasus serupa?
D. Seberapa besar dampak publisitas negatif yang ditimbulkan.
E. Seberapa besar beban emosional yang ditanggung
Sebaliknya, juga ada faktor-faktor yang memudahkan penyelesaian sengketa antara
pihak-pihak, misalnya pandangan dan nilai-nilai hidup. Pihak yang dirugikan mengikhlaskan
penyelesaian sengketanya kepada pihak lawannya, karena nilai-nilai hidupnya jauh lebih
mulia baginya dibandingkan kerugian materi yang akan dideritanya. Meskipun tidak banyak
dipraktikkan dalam dunia bisnis, nilai-nilai hidup semacam ini masih ada di sana-sini.

5. Akuntansi atau Audit Forensik


Di Amerika Serikat pada mulanya akuntansi forensik digunakan untuk menentukan
pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan. Misalnya, pembunuhan istri
oleh suami untuk mendapatkan hak warisan klaim asuransi atau pembunuhan oleh mitra
dagang untuk menguasai perusahaan.
Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan persoalan hukum, maka istilah
yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Sekarang pun kadar akuntansinya
masih terlihat, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam konteks keuangan negara,
maupun diantara pihak-pihak dalam sengketa perdata.
6. Praktik Akuntansi Forensik di Indonesia
Beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, mengalami krisis keuangan di tahun 1997.
Krisis ini terasa sejak Agustus 1997 dan terus memburuk. Ini berdampak pda pemerintahan
presiden Soeharto yang berakhir di bulan Mei 1998.
Tahun 2005 merupakan tahun suksesnya akuntansi forensik dan sekaligus sistem
pengadilan. Di antara beberapa kasus, dua kasus yang menonjol. Pertama, kasus komisi
Pemilihan Umum, dimana akuntan foerensiknya adalah Badan Pemeriksa Keuangan. Komisi
Pemberantasan Korupsi berhasil menyelesaikan di pengadilan.
Kedua kasus BNI. Akuntansi forensiknya bukan dilakukan oleh lembaga pemeriksaan
atau kantor akuntn, melainkan oleh PPATK.

7. Akuntan Forensik Sektor Publik


Seperti dikatakan di atas, akuntansi forensik sektor publik di indonesia lebih menonjol
dari pada akuntansi forensik sektor privat. Kasus-kasunya pun lenbih dikenal masyarakat.
Selain nilai kerugian yang menakjubkan, kasus-kasus di sektor publik lebih dramatis
karena kolusi antara penyelenggara negara di tingkat tinggi dengan para pebisnis atau calo
perkara dari sektor swasta, sampai pertemuan di tempat dan waktu yang eksotis.
Di Indonesia terlihat peran-peran penting bagi para akuntan forensik dari BPKP,
BPK, dan aparat pengawasan internal pemerintahan yang tergabung dalam APIP. Secara
terinci dan dengan data statistic, penulis membahas peran mereka di buku “Menghitung
Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi”.

8. Segitiga Akuntansi Forensik

Perbuatan Melawan Hukum

Kerugian Hubungan
Kausalitas
Konsep yang digunakan dalam Segitiga Akuntansi Forensik ini adalah konsep hukum
yang paling penting dalam menetapkan ada atau tidaknya kerugian, dan kalau ada bagaimana
konsep perhitungannya.
Titik ketiga dalam Segitiga Akuntansi Forensik adalah adanya keterkaitan antara
kerugian dan perbuatan melawan hukum atau ada hubungan kausalitas antara kerugian dan
perbuatan melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas (antara perbuatan melawan
hukum dan kerugian) adalah ranahnya para ahli dan praktisi hukum. Perhitungan besarnya
kerugian adalah ranahnya para akuntan forensik. Dalam mengumpulkan bukti dan barang
bukti untuk menetapkan adanya hubungan kausalitas, akuntan forensik dapat membatu ahli
dan praktis hukum.

9. Fosa dan Cosa


Bagian ini membahas komponen pertama dari fraud audit, yakni fraud audit yang
proaktif. Berbagai istilah dipakai untuk fraud audit yang proaktif. Ada yang menggunakan
kajian sistem, karena dalam fraud audit ini dilakukan kajian sistem yang bertujuan
mengidentifikasikan potensi-potensi atau risiko terjadinya fraud.
Untuk kajian sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi fraud secara
umum, kita dapat menggunakan istilah FOSA. Untuk kajian sistem yang bertujuan untuk
mengidentifikasi potensi korupsi secara spesifik, kita dapat menggunakan istilah COSA.
FOSA dapat dilakukan oleh organisasi itu sendiri. Pada perusahaan swasta, FOSA
dikerjakan oleh auditor internal, auditor internal dan bagian hukum atau unit di bawah
direktur kepatuhan, atau unit lainya yang ditunjuk komite audit. Kalau organisasi tersebut
tidak mempunyai keahlian yang diperlukan, ia dapat meminta jasa kantor akuntan publik
yang memberikan jasa khusus untuk itu.
10. Sistematika Fosa atau Cosa

Sistematika FOSA

Menilai Adanya Potensi atau Risiko Fraud


Peralatan FOSA
Pahami entitas dengan baik, manfaatkan analisis historis
Segitiga fraud (fraud triangle)
Wawancara, bukan interogasi
Kuesioner, ditindaklanjuti dengan substansiasi
Observasi lapangan
Sampling dan timing
Titik lemah dalam sistem pengadaan barang dan jasa
Profiling
Analisis data (data analytics)
Risiko atau Potensi Fraud
Kelemahan sistem dan kepatuhan
Benalu rent seekers dan lain-lain
Sumber
Entitas yang bersangkutan dan seluruh strukturnya
Pressure groups (Media, LSM)
Whistleblowers (Pegawai, Supplier)
Masyarakat
Analisis Historis
Kajian KPK (Survei Integritas, FOSA entitas lain)
Perkara pengadilan maupun kasus yang ditutup
Kajian tentang persepsi korupsi

Menganalisis Potensi atau Risiko Fraud


Kesimpulan sementara
Umpan balik dari entitas
Analisis kesenjangan

Menilai Risiko atau Potensi Fraud

Bagan di atas terdiri atas tiga kotak yang menggambarkan tiga langkah dalam FOSA,
yakni:

A. Kotak 1- menilai adanya potensi atau risiko fraud


B. Kotak 2- menganalisis potensi atau risiko fraud
C. Kotak 3- menilai risiko atau potensi fraud
Langkah pertama adalah mengumpulkan materi untuk menilai adanya potensi atau
risiko fraud dalam sistem entitias yang dikaji. Dalam langkah ini ada berbagai peralatan
FOSA yang dapat dipergunakan, antara lain berikut ini.
a. Memahami entitas dengan baik. Dalam buku teks auditing bahasa Inggris, konsep ini
dikenal sebagai understanding client’s business and industry.
b. Segitiga fraud (fraud triangle).
c. Wawancara, bukan interogasi
d. Kuesioner
e. Observasi lapangan
f. Sampling dan timing
g. Titik lemah dalam sistem pengadaan barang dan jasa
h. Profiling
i. Analisis data (data analytics)
Langkah kedua dalam FOSA adalah menganalisis dan menyimpulkan berbagai
informasi yang diperoleh dalam langkah pertama. Pelaksana FOSA menggabungkan berbagai
analisis tentang potensi atau risiko fraud yang satu sama lain mungkin tidak sejalan, dan ada
kesenjangan. Pelaksana FOSA melakukan analisis kesenjangan untuk mengetahui mengapa
satu analisis berbeda dari analisis yang lain, termasuk tanggapan yang diberikan entitas
terhadap kesimpulan sementara.
Analisis dalam langkah kedua, dan khususnya analisis kesenjangan, mendorong
terjadinya proses check dan recheck pada akhir langkah kedua. Hal ini terlihat dari lingkaran
umpan balik (feedback loop).
Baru sesudah Pelaksana FOSA puas dengan gabungan dari berbagai analisis itu, ia
memberikan kesimpulan atau penilaian mengenai risiko atau potensi fraud (assessment of
potential fraud or risk of fraud). Kesimpulan mengenai potensi risiko dalam langkah ketiga
lazimnya diikuti dengan rekomendasi seperti terlihat dalam kajian sistem oleh KPK.

BAB 2 Mengapa Akuntansi Forensik?


Fraud sangat merugikan berbagai pihak karena dapat menghancurkan pemerintahan
maupun bisnis.Fraud berupa korupsi lebih luas daya penghancurnya.
Pada dasarnya cakupan akuntansi forensik adalah fraud dalam arti yang luas.
Association of Certified Fraud Examiners mengelompokkkan fraud dalam tiga kelompok
yaitu corruption (korupsi), asset misappropriation (penjarahan aset), dan fraudulent financial
statement (laporan keuangan yang dengan sengaja dibuat menyesatkan).
Dalam hal ini, akuntan forensik menjadi spesialis yang lebih khusus lagi daripada
akutan pada umumnya yang berspesialisasi dalam auditing. Ia menjadi fraud auditor atau
fraud examiner yang memiliki spesialisasi dalam bidang fraud.
1. Corporate Governance
Sorotan utama mengenai fraud pada umumnya dan korupsi pada khususnya adalah
pada kelemahan corporate governance atau kelemahan di sektor korporasi, tetapi prinsip
umumnya adalah kelemahan di sektor governance, baik korporasi maupun pemerintahan. Di
Indonesia hal ini sangat jelas terlihat dalam perkara-perkara korupsi dari para penyelenggara
negara dan dari kajian mengenai integritas yang dibuat KPK.
Salah satu dampak kelemahan governance adalah adanya fraud atau perkara korupsi
yang melibatkan para penyelenggara negara. Sedangkan dampak kelemahan governance di
korporasi lebih kepada pengaruh di pasar modal yaitu harga saham perusahaan akan lebih
rendah dimana seharusnya mempunyai nilai yang lebih tinggi kalau mereka kalau mereka
mempunyai good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik).

2. Corruption Perections Index


Indeks Persepsi Korupsi sangat dikenal di Indonesia, dengan atau tanpa pemahaman
yang benar. CPI adalah indeks mengenai persepsi korupsi di suatu Negara. Indeks ini
diumumkan setiap tahunnya oleh TI (transparency International)

3. Global Corruption Barometer


Global Corruption Barometer (GCB) merupakan survei pendapat umum yang
dilakukan sejak tahun 2003. Survei dilakukan oleh Gallup International atas nama
Transparancy Internacional (TI). GCB berupaya memahami bagaimana dan cara apa korupsi
mempengaruhi hidup orang banyak, dan memberikan indikasi mengenai bentuk dan betapa
luasnya korupsi, dari sudut pandang anggota masyarakat di seluruh dunia.

4. Bribe Payer Index


Bribe payers Index tahun 2008 meliputi 2.742 wawancara dengan eksekutif bisnis
senior di 26 negara. Survey dilakukan Transparancy International oleh Gallup International.
Ke-26 negara dipilih atas dasar aliran masuk penanaman modal luar negeri langsung dan arus
impor serta peranan mereka dalam perdagangan regional.
5. Korupsi dan Iklim Investasi-Kajian PERC
Polotical and Economic Risk Consultancy, Ltd. (disingkat PERC) melakukan kajian
untuk menilai risiko politik dan ekonomi suatu Negara. Kajian-kajian ini merupakan referensi
bagi pebisnis yang akan dan sudah menanamkan modalnya di Negara yang bersangkutan.

6. Survei Integritas oleh KPK


Setiap tahun KPK melakukan survei integritas. Survei ini merupakan wewenang KPK
dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi. KPK berwenang melakukan pengawasan,
penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang melaksanakan pelayanan publik. Berbeda
dengan indeks tentang korupsi yang dibahas sebelumnya, indeks integritas yang diterbitkan
KPK tidaklah semata-mata didasarkan atas persepsi.
Tujuan survei ini adalah sebagai berikut.
A. Menelusuri akar permasalahan korupsi di sektor pelayanan publik.
B. Mengubah perspektif layanan dari orientasi lembaga penyedia layanan publik
atau petugasnya (sisi penawaran) ke perspektif pelanggan (sisi permintaaan).
C. Mendorong Lembaga public mempersiapkan upaya pencegahan korupsi yang
efektif di wilayah dan layanan yang rentan terjadinya korupsi.

BAB 3 Lingkup Akuntansi Forensik?


1. Praktik di Sektor Swasta
Bologna dan Lindquist, perintis mengenai akuntansi forensik mengemukakan
beberapa istilah dalam perbendaharaan akuntansi, yakni: fraud auditing, forensic accounting,
investigative accounting, litigation support, dan valuation analysis. Namun, istilah tersebut
tidak didefinisikan secara jelas. Mereka menambahkan bahwa dalam penggunaan sehari-hari
litigation support merupakan istilah yang paling luas serta mencakup keempat istilah lainnya.
Mereka juga menambahkan bahwa akuntan tradisional masih ingin membedakan
pengertian fraud auditing dan forensic accounting. Menurut kelompok akuntan ini, fraud
auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat proaktif untuk meneliti
fraud. Sedangkan akuntan forensic baru dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika
kecurigaan (suspicion) naik ke permukaan melalui tuduhan (allegation), keluhan (complaint),
temuan (discovery), atau tip-off dari whistleblower.
Jasa-jasa di bidang forensik antara lain:
A. Fraud & financial investigation
B. Analityc & forensic technology
C. Fraud risk management
D. FCPA reviews and investigation
E. Anti money laundering service
F. Whistleblower hotline
G. Litigation support
H. Intellectual property protection
I. Client training

2. Aset Recovery
Asset recovery adalah upaya pemulihan kerugian dengan cara menemukan dan
menguasai kembali aset yang dijarah, misalnya dalam kasus korupsi, penggelapan, dan
pencucian uang (money launder). Asset recovery terbesar dalam sejaarah akuntasi adalah
likuidasi Bank of Credit and Commerce International (BCCI). BCCI bangkrut karena
sarat fraud.

3. Expert Witness
Pemberian jasa forensik berupa penampilan Ahli (Expert witness) di pengadilan
Negara-negara Anglo Saxon begitu lazim sehigga seorang praktisi menulis bahwa secara
teknis, “akuntasi forensik ” berarti menyiapkan seorang akuntan menjadi saksi ahli dalam
ligitasi, sebagai bagian dari tim penuntut umum ,atau pembela dalam perkara yang berkenaan
dengan  fraud. Namun, dalam perkembangan selanjutnya istilah “akuntasi forensik”
bermakna sama dengan prosedur akuntansi investigatif.

4. Fraud dan Akuntansi Forensi


Akuntansi forensik pada dasarnya menangani fraud. Oleh karena itu para akuntan
forensik di Amerika Serikat menamakan asosiasi mereka Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE). ACFE ini mempublikasikan penelitiannya tentang fraud , seperti konsep
Fraud Tree dan Report to the Nation.
5. Praktik di Sektor Pemerintahan
Pada sektor publik praktik akuntan forensik serupa dengan apa yang digambarkan
pada sektor swasta, perbedaannya adalah tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi
forensik di antara berbagai lembaga.
Disamping itu keadaan politik dan macam-macam kondisi lain akan memepengaruhi
lingkup akuntansi forensik yang diterapkan.termasuk pendekatan hukum dan non hukum.

6. Akuntansi Forensik di Sektor Publik dan Swasta


Perbedaan Akuntansi Forensik di Sektor Publik dan Swasta

Dimensi Sektor Publik Sektor Swasta


Landasan penugasan Amanat undang- undang Penugasan tertulis secara spesifik
Imbalan Lazimnya tanpa inmbalan Fee dan biaya
Hukum Pidana umum dan khusus, Perdata, arbitrase,
hukum administrasi negara administrative/aturan intern
perusahaan.
Ukuran keberhasilan Memenangkan perkara pidana Memulihkan kerugian
dan memulihkan kerugian
Pembuktian Dapat melibatkan instansi lain Bukti intern, dengan bukti ekstern
di luar lembaga yang yang lebih terbatas
bersangkutan
Teknik audit Sangat bervariasi karena Relative lebih sedikit dibandingkan
investigatif kewenangan yang relative di sector public. Kreativitas dalam
besar pendekatan, sangat menentukan.
Akuntansi Tekanan pada kerugian Penilaian bisnis
Negara dan kerugian
keuangan negara

Anda mungkin juga menyukai