Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH AUDIT FORENSIK

DI SUSUN OLEH

NAMA :REYNALDI NAINGGOLAN


NPM :205020037
M.KUL :AUDIT FORENSIK
DOSEN :DJULI SYAFEI PURBA SE.M.Si

PEMATANGSIANTAR
UNIVERSITAS SIMALUNGUN
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks, berkembang pula praktek
kejahatan dalam bentuk kecurangan (froud) ekonomi. Jenis frond yang terjadi pada berbagai
negara biasanya berbeda, karena dalam hal ini praktek frond antara lain di pengaruhi jenis
hukum di Negara yang bersangkutan. Pada negara maju dengan kehidupan ekonomis yang
stabil, praktik froud cenderung memiliki modus yang sedikit dilakukan. Sedangkan pada
Negara berkrmbang seperti Indonesia ,praktik froun cenderung memiliki modus banyak
untuk dilakukan.

Menurut Charterji (2009) Audit forensik (forensic auditing) dapat didefinisikan


sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang memiliki konsekuensi hukum.
Audit forensik umumnya digunakan untuk melakukan pekerjaan investigasi secara luas.
Pekerjaan tersebut meliputi suatu investigasi atas urusan keuangan suatu entitas dan sering
dihubungkan dengan investigasi terhadap tindak kecurangan (fraud), oleh karena itu audit
forensik sering juga diartikan sebagai audit investigasi.

Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting. Praktek ini
tumbuh pesat, tak lama setelah terjadi krisis keuangan tahun 1977 Pada mulanya, di Amerika
Serikat, Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum, maka istilah yang
dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Sekarang pun kadar akuntansinya masih
terlihat, misalkan dalam perhitungan ganti rugi, baik dalam konteks keuangan Negara,
maupun di antara pihak-pihak dalam sengketa perdata.

Dengan demikian, Audit Forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa


dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan criteria, untuk menghasilkan
informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan. Tujuan dari
penelitian ini ialah untuk memberikan pemahaman yang lebih lanjut bagi pembaca mengenai
audit forensik, perbedaan antara audit forensik dengan audit tradisional (keuangan), tujuan
serta praktik ilmu audit forensik dan peran seorang auditor forensik.
BAB II
PEMBAHASAAN

2.1 Pengertian Audit Forensik


Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan
untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah
segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), forensic


accounting/auditing merujuk kepada fraud examination. Dengan kata lain keduanya
merupakan hal yang sama, yaitu:“Forensic accounting is the application of accounting,
auditing, and investigative skills to provide quantitative financial information about matters
before the courts.”

Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting


(JFA) Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum. Artinya,
akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau
dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.

Dengan demikian, Audit Forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa


dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan criteria, untuk menghasilkan
informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.Karena sifat dasar
dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi
utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal
dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan.

Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau
kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti)
awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas
ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan
dilakukan.

2.2 Perbandingan Audit Forensik Dengan Audit Tradisional (Keuangan)


Perbandingan antar kedua audit tesebut dapat dilihat pada table di bawah ini:
Audit Tradisional Audit Forensik

Waktu Berulang Tidak berulang

Laporan Keuangan
Lingkup secara umum Spesifik

Membuktikan fraud
Hasil Opini (kecurangan)

Adversarial
Hubungan Non-Adversarial (Perseteruan hukum)

Metodologi Teknik Audit Eksaminasi

Standar Audit dan


Standar Standar Audit Hukum Positif

Professional
Praduga Scepticism Bukti awal

Perbedaan yang paling teknis antara Audit Forensik dan Audit Tradisional adalah
pada masalah metodologi. Dalam Audit Tradisional, mungkin dikenal ada beberapa teknik
audit yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah prosedur analitis, analisa
dokumen, observasi fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun, dalam Audit
Forensik, teknik yang digunakan sangatlah kompleks.

Teknik-teknik yang digunakan dalam audit forensik sudah menjurus secara spesifik
untuk menemukan adanya fraud. Teknik-teknik tersebut banyak yang bersifat mendeteksi
fraud secara lebih mendalam dan bahkan hingga ke level mencari tahu siapa pelaku fraud.
Oleh karena itu jangan heran bila teknik audit forensik mirip teknik yang digunakan detektif
untuk menemukan pelaku tindak kriminal. Teknik-teknik yang digunakan antara lain adalah
metode kekayaan bersih, penelusuran jejak uang / aset, deteksi pencucian uang, analisa tanda
tangan, analisa kamera tersembunyi (surveillance), wawancara mendalam, digital forensic,
dan sebagainya.
2.3 Tujuan dan Praktik Ilmu Audit Forensik

Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis
kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh
pesat.
Untuk mendukung proses identifikasi alat bukti dalam waktu yang relatif cepat, agar
dapat diperhitungkan perkiraan potensi dampak yang ditimbulkan akibat perilaku jahat yang
dilakukan oleh kriminal terhadap korbannya, sekaligus mengungkapkan alasan dan motivitasi
tindakan tersebut sambil mencari pihak-pihak terkait yang terlibat secara langsung maupun
tidak langsung dengan perbuatan tidak menyenangkan dimaksud.
Sedangkan praktik ilmu audit forensic adalah sebagai berikut yaitu
1. Penilaian risiko fraud
Penilaian risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit
forensic yang paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam perusahaan-
perusahaan swasta untuk menyusun sistem pengendalian intern yang memadai. Dengan
dinilainya risiko terjadinya fraud, maka perusahaan untuk selanjutnya bisa menyusun
sistem yang bisa menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya fraud tersebut.
2. Deteksi dan investigasi fraud
Dalam hal ini, audit forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya
fraud dan mendeteksi pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum
yang berlaku. Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi, pencucian uang,
penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.
3. Deteksi kerugian keuangan
Audit forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian
keuangan negara yang disebabkan tindakan fraud.
4. Kesaksian ahli (Litigation Support)
Seorang auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik yang
berperan sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus yang
dihadapi. Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus dan data-data
pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan.
5. Uji Tuntas (Due diligence)
Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan guna
penilaian kinerja perusahaan atau seseorang , ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna
memenuhi standar baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk menilai
kepatuhan terhadap hukum atau peraturan.
Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK, BPKP,
dan KPK (yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat CFE (Certified
Fraud Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat legal untuk audit forensik
dalam lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit forensik dalam penerapannya di
Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan,
serta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan. Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik
dalam mendeteksi risiko fraud dan uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di
Indonesia.
Penggunaan audit forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi hasil yang
luar biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap oleh BPK maupun KPK.
Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK. BPK mampu mengungkap
penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5
Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada diadilinya beberapa mantan petinggi bank swasta
nasional. Selain itu juga ada audit investigatif dan forensik terhadap Bail out Bank Century
yang dilakukan BPK meskipun memberikan hasil yang kurang maksimal karena faktor politis
yang sedemikian kental dalam kasus tersebut.

2.4 Tugas Auditor Forensik


Seorang auditor forensik harus memiliki Sertikat Audit Forensik atau Certified Fraud
Examiner (CFE) untuk sertifikasi dari Luar Negeri atau Certified Fraud Examiner (CFr.E)
untuk sertifikasi dari lembaga Dalam Negeri. Dengan sertifikasi tersebut menunjukkan
seseorang dimaksud telah mempunyai kemampuan khusus atau spesialis dalam mencegah
dan memberantas kejahatan perbankan atau fraud lainnya. Sertifikat CFE maupun CFr.E
merupakan wujud sebuah pengakuan dengan standar tertinggi yang memiliki keahlian dalam
semua aspek dari profesi antifraud
Auditor forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation).
Disamping tugas auditor forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan
(litigation), ada juga peran auditor forensik dalam bidang hukum di luar pengadilan (non
litigation), misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam
sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak
pemutusan/pelanggaran kontrak. Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian yaitu:

1. jasa penyelidikan (investigative services)


Jasa Penyelidikan mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang
mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan
mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi
2. jasa litigasi (litigation services).
Jasa litigasi merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-
jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang
dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan
diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan
kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.
2.5 Peranan Auditor Forensik
Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih mengarah ke
kasus kecurangan (fraud) kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensik diperlukan untuk pembuktian pada
kasus-kasus penipuan.
Audit Forensik dapat diterapkan dalam kasus 1) kecurangan bisnis atau kecurangan
pegawai seperti transaksi tidak sah,manipulasi laporan keuangan. 2) Investigasi kasus
kriminal seperti Money-laundering , kejahatan asuransi.3) Perselisihan antar pemegang
saham atau partnership. 4) Kerugian bisnis atau perusahaan. 5) Perselisihan perkawinan.
Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung
unsur penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan
keuangan perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan
ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk
memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasil audit juga akan
memberikan bukti baru untuk tindakan yang menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun
penugasan auditdiberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa, independensi auditor harus
tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja,
prosedur, dan pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum
pada pihak yang bersengketa.

BAB III
PENUTUP
\
3.1 Kesimpulan
Tujuan audit forensik sangat khusus sehingga penyusunan program maupun
pelaksanaan auditnya sangat berbeda dengan audit biasa karena digunakan untuk
mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan kompeten sehingga kasus kriminal yang sedang
ditangani dapat terungkap.
Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya amat dibutuhkan auditor-auditor yang memiliki
karakteristik khusus seperti memiliki Sertikat Audit Forensik atau Certified Fraud Examiner
(CFE) untuk sertifikasi dari Luar Negeri atau Certified Fraud Examiner (CFr.E) untuk
sertifikasi dari lembaga Dalam Negeri yang bisa di percaya untuk mengungkapkan informasi
yang akurat, obyektif, dan dapat menemukan adanya penyimpangan. Kasus yang biasa di
hadapi penyelewengan terhadap catatan-catatan akuntansi, penyimpangan prosedur akuntansi
dan korupsi, juga memeriksa kasus-kasus tuntutan perdata seperti ganti rugi, asuransi,
persengketaan pemegang saham dan perusahaan sampai pada gugatan pembagian harta akibat
perceraian.

Anda mungkin juga menyukai