Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PENYELESAIAN SENGKETA

Disusun Oleh:
Joen Marthin zega ( 216000035 )

Dosen pengampu
Siska Malau S. H M. H

Universitas Simalungun
2023/2024
BAB 1
PENDAHULUANA
A. Latar Belakang
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang merasa
dirugikan oleh pihak lain. Perasaan tidak puas akan muncul kepermukaan apabila
terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikanakan menyampaikan ketidak
puasanya kepada pihak kedua, apabila pihakkedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak
pertama, selesailah konflik tersebut, sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan
perbedaan pendapat atau memiliki nilai – nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang
dinamakan sengketa. Jika di dalam masyarakat terjadi sengketa yang tidak dapat
diselesaikandengan jalan muswarah, maka pihak yang dirugikan haknya dapat
mengajukan gugatan melalui lembaga pengadilan. Pihak ini disebut penggugat.
Gugatan diajukan ke pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa tersebut
(Sudikno Mertokusumo, 2010:84). Di dalam perkara perdata di kenal adanya
adagium “justice delayed is jutice denied” yangartinya keadilan tidak dapat di sangkal
dan di tunda.Tetapi di dalam praktiknya proses perkara di pengadilan justru berjalan lambat
dan memakan waktu yang bertahun - tahun, sehingga terjadi pemborosan waktu
(waste of time) dan pemeriksaan bersifat formal(formalistic) dan tekhnis
( technically).Adanya hak para pihak untuk tidak hadir ingin seringkali di manfaatkan untuk
mengulur – ulur waktu. Dalam proses yang demikian akan berakibat pada mahalnya biaya
yang harus di keluarkan sehingga tercapainya peradilan yang sederhana,cepat dan berbiaya
ringan sangat sulit di capai. Hal lain yang terjadi di dalam proses litigasi adalah
putusan menang kalah ( win lose ),dimana perasaan menang kalah tidak akan memberikan
kedamaian salah satupihak dan justru dapat menimbulkan dendam dan konflik baru. Pada sisi
lainketerbatasan jumlah hakim dan menumpuknya perkara perdata di pengadilan
Juga memberikan dampak pada lambatnya proses perkara perdata
dipengadilan.Dalam rangka mewujudkan proses sederhana, cepat dan murah.
Pasal130HIR dan pasal 154 Rbg memungkinkan upaya perdamaian dapat
dilakukan dalam penyelesaian sengketa perdata. Dalam rangka mewujudkan proses
sederhana, cepat dan murah. Pasal 130HIR dan pasal 154 Rbg memungkinkan
upaya perdamaian dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa perdata. Hukum acara
yang berlaku selama ini baik Pasal 130 HIRataupun Pasal 154 RBg, mendorong para
pihak yang bersengketa untuk menempuh proses mediasi sebagaimana yang tercantum
dalam pasal 130 HIR tentang pelaksanaan perdamaian di muka sidang disebutkan bahwa: 1)
Jika pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak datang menghadap, maka
pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanyaberusaha mencapai perdamaian
antara kedua belah pihak. Jika dapat dicapai perdamaian sedemikian, maka
dibuatlah untuk itu suatu akta dalam sidang tersebut, dalam mana kedua pihak dihukum
2) Untuk mentaati isi persetujuan yang telah dicapai itu, akta mana mempunyai
kekuatan yang sama dan dilaksanakan dengan cara yang samasebagai suatu putusan biasa. 3)
Tahap putusan sedemikian tidak dapat dimintakan banding. 4) Jika dalam usaha untuk
mencapai perdamaian tersebut diperlukan bantuan seorang juru bahasa, maka
diikuti ketentuan-ketentuan dalam pasal berikut: Mediasi dapat diintensifkan dengan cara
menggabungkan proses mediasi kedalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri,
dengan memperhatikan wewenang Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan
yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan, maka demi kepastian,
ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak, kedua aturan tersebut
menjadi landasan. Untuk mengintegrasikan mediasi kedalam proses beracara di
pengadilan sehingga dapat menjadi salah satu instrumen yang cukup efektif dalam mengatasi
masalah penumpukan perkara di pengadilan.

B. Rumusan Masalah
 Bagaimana defenisi dari penyelesaian sengketa?
 Apa pengertian dari mediasi
 Tahap tahap mediasi
 Contoh kasus penyelesaian sengketa dengan mediasi
Disertai dasar hukum nya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Alternatif Penyelesaian SengketaDalam sistem peradilan, khusus


untuk perkara perdata.
Sekali lagi, hanya untuk perkara perdata saja yang dapat diselesaikan
perkaranya dengan menggunakan sistem out court/ nonlitigasi. Nonlitigasi/ nonajudikasi
adalahsistem peradilan yang penyelesaiannya dilaksanakan di luar pengadilan
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Alternatif Penyelesaian Sengketa(Alternative
Dispute Resolution). Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999tentang ADR dan
Arbitrase dapat dibagi beberapa model ADR sebagai berikut
 Konsultasi
 Negosiasi
 Konsiliasi (pemufakatan)
 Mediasi
 Arbitrase

B. Pengertian dari Mediasi


Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di
tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator
dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak.
Berada di tengah juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak
memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak
yang bersengketa secara adil dan sama sehingga menumbuhkan kepercayaan dari para
ppihak.

C. Tahap-tahap Mediasi
Terdapat 3 tahap yaitu: pra mediasi, pelaksanaan Mediasi, dan hasil akhir pelaksanaan
mediasi. Tahap Tersebut pelaksananya mediator dan pihak berperkara.
 Pra mediasi
Mediator membuat, mempersiapkan sebelum
Dimulainya mediasi. Tahap ini suatu penentu jalan
Atau tidaknya proses mediasi di tahap berikutnya.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh mediator,
Diantara-Nya; membentuk rasa percaya diri,
Memberi kabar pada yang berperkara, mencari
Tahu permasalahan perkara serta menginfokan
Kabar awal mediasi, tertuju waktu yang akan
Datang, mengoordinasikan yang berselisih,
Waspada mengenai sikap kebiasaan masyarakat
Terhadap hukum, menentukan kehadiran dari
Pihak yang berselisih, menentukan tujuan
Pertemuan, kesepakatan waktu dan lokasi, dan
Mewujudkan perasaan aman untuk kedua belah
Pihak untuk bertemu dan membicarakan
Perselisihan mereka.
 Tahap Proses Mediasi
Tahap para pihak yang berperkara telah
Bertatap muka antara keduanya, dan memulai
Proses mediasi. Adapun beberapa langkah
Diantara-Nya: sambutan awal oleh mediator,
Presentasi pihak yang konflik dan pemaparan
Serta klarifikasi penjelasan dari pihak yang
Berkonflik, diskusi dan negosiasi permasalahan
Yang disepakati, menciptakan alternatif lain,
Mendapati poin sepakat dan merumuskan hasil
Berunding, mencatat dan membacakan ulang
Kesepakatan, dan mengakhiri mediasi.

D. Kasus Penyelesaian Sengketa melalui Mediasi Kasus Non Ligitasi di Lingkungan


Sekitar (Kasus Penyerobotan Tanah antara Hj. Sundari dengan Hj. Asiyah Di
Dusun Plosorejo, Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk)
1. Kronologi Kasus
Hj. Sundari, 50 Tahun, bertempat tinggal di Dusun PlosorejoRT/RW
01/02, Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjukmemiliki tanah
seluas kurang lebih 385 m2 yang diatasnya berdiri bangunan rumah yang
sekarang ditempati olehnya. Kemudian Hj. Siti Asiyah, 40 Tahun, bertempat
tinggal di DusunPlosorejo RT/RW 01/02, Desa Kemaduh, Kecamatan Baron,
Kabupaten Nganjuk memeliki tanah seluas 350 m2 yang diatas-Nya berdiri
bangunan rumah yang ditempati pula oleh Hj. Asiyah beserta keluarganya,
yang mana letak rumah Hj. Asiyah tersebut berada di depan rumah Hj.
Sundari.Pada tahun 2014, Hj. Asiyah membangun septic tank (bak untuk
menampung air limbah yang digelontorkan dari WC) di sebagian tanah milik Hj.
Sundari yang mana berakibat tertutupnya akses jalan masuk kerumah Hj. Sundari
dikarenakan pembangunan septic tank tersebut peris didepan halaman rumah Hj.
Sundari. Penguasaan tanpa hak atas tanah Hj.Sundari seluas kurang lebih 0,7 m2
yang kemudian disebut sebagai obyek sengketa yang kemudian dibangun septic
tank berukuran 1m x 0,7m yang menutup satu-satunya akses pintu masuk ke
rumah Hj. Sundaridikarenakan pembangunannya persis di depan halaman
pintu masuk menuju rumah Hj. Sundari.
2. Permasalahan
Timbulnya sengketa tersebut tentunya berdampak negatif terhadapHj. Sundari
karena pembangunan tersebut mengakibatkan akses jalan Mediasi
dilakukan oleh Kepala Desa Kemaduh sebagi mediatornya selanjutnya para
pihak Hj. Asiyah dan Hj. Sundari menghadiri proses mediasi tersebut.
Proses mediasi awalnya mendengarkan pernyataan kedua belah pihak, yang
mana Hj. Asiyah tetap bersikukuh bahwasanya tanah yang sedang dilakukan
pembangunan septic tank tersebut adalah bagian dari tanahnya sedangkan Hj.
Sundari dengan bukti sertifikat tanah yang dimilikinya membantah bahwasanya
tanah tersebut bukan milik Hj. Asiyah. Peran mediator dalam mengadili
permasalahan ini adalah menengahi agar tidak saling emosi. Kemudian
mediator memberikan pengertian berdasarkan Pasal 2 PRP No. 51 Tahun
1960menyebutkan bahwa “Dilarang memakai tanha tanpa ijin yang berhak atas
kuasanya yang sah”. Berdasarkan pasal tersebut Hj. Asiyah telah
melakukan pelanggaran Pasal 2 PRP No. 51 Tahun 1960 dikarenakan dirinya tidak
memiliki bukti yang menyatakan bahwasanya, dia melakukan
pembangunan diatas tanahnya sendiri walaupun tanah yang dilakukan
pembangunan tersebut menyangkut tanah milik orang lain
meskipunsedikit dan mengakibatkan menutupi jalan satu-satunya yang
mengaksesuntuk masuk ke rumah Hj. Sundari.Selain itu, dalam kasus
penyerobotan tanah pasti ada para pihakyang dirugikan, maka otomatis para pihak
tersebut memerlukan ganti rugiatas kerugian yang dialaminya. Dari hasil
mediasi yang dilakukan menghasilkan keputusan bahwa kedua belah
pihak telah sepakat Hj.Asiyah dapat meneruskan pembangunan septic tank
miliknya akan tetapi harus memberikan kompensasi sebesar Rp. 20.000.000
kepada Hj.Sundari guna membuat akses jalan lain menuju rumahnya.
3. Aturan Hukum
 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Pasal 1 ayat 10 “Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan Dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”. Dengan
banyaknya opsi penyelesaian sengketa tersebut para pihak dapat memilih
melakukan upaya apa yang akan menyelesaikan permasalahan yang
dialaminya dengan syarat kedua pihak menyetujuinya.
 Pasal 2 PRP No. 51 Tahun 1960 menyatakan bahwa “Dilarang
memakai tanah tanpa ijin yang berhak atas kuasanya yang sah”. Berdasarkan
Pasal tersebut dapat diketahui bahwa Hj. Asiyah telah melakukan pelanggaran
karena telah mengaku bahwa tanah tersebut miliknya akan tetapi Hj.
Sundari telah menunjukkan bukti bahwasanya tanah tersebut miliknya
berdasarkan sertifikat yang dimilikinya.
 Pasal 1366 KUHPerdata menyatakan bahwa : “setiap orang yang
bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Pasal tersebut mengarahkan pada
bentuk tanggung jawab pihak yang atas perbuatan kelalaian yang
dilakukannya.
 Pasal 1367 KUHPerdata menyatakan bahwa : “seorang tidak saja
bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuataanya
sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh orang-
orang yang berada dibawah pengawasannya ”Akibat dari perbuatan melawan
hukum ini adalah penyerobotan tanah yaitu pelaku berhubungan langsung
terhadap ganti kerugian yang di alami oleh korban.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di
tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai
mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa
antara para pihak. Mediasi dapat dilakukan di dalam/diluar pengadilan baik itu
pidana maupun perdata. Salah satu sebutannya ialah ADR(Alternative Dispute
Resolution) atau alternatif penyelesaian sengketa. Mediasi memiliki kelebihan dan
kekurangan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai