Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ardelia Kumala Helga

NIM : 142170093

Mata Kuliah : Akuntansi Forensik

1. Deskripsi dan perbedaan antara Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif:


Akuntansi Forensik adalah praktik khusus bidang akuntansi yang menggambarkan
keterlibatan yang dihasilkan dari perselisihan aktual atau yang diantisipasi atau litigasi.
Akuntan Forensik adalah sebuah profesi dibidang akuntansi, audit dan hukum, investigasi
dan kriminologi untuk mengungkap kecurangan, menemukan bukti dan menyampaikan
bukti tersebut ke pengadilan, jika diperlukan.
Auidit Investigatif adalah adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu,
periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga
mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang.
Perbedaan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif:
1) Tanggung jawab pelaksanaan audit investigasi adalah pada lembaga audit atau satuan
pengawas, sedangkan akuntansi forensik berada pada pribadi akuntan. Apabila
keterangan yang diberikan kepada penyidik atau keterangan di sidang pengadilan
palsu, akuntan akan dikenai sanksi.
2) Tujuan audit investigasi adalah mengadakan audit lebih lanjut atas temuan audit
sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan
pengaduan atau informasi dari masyarakat. Sedangkan akuntansi forensik bertujuan
membantu penyidik untuk membuat terang perkara pidana khusus yang sedang
dihadapi penyidik, serta mengumpulkan bukti-bukti dokumenter/ surat untuk
mendukung dakwaan jaksa.
3) Prosedur dan teknik audit investigasi mengacu pada standar auditing serta disesuaikan
dengan keadaan yang dihadapi. Sedangkan akuntansi forensik mengacu pada standar
dan kewenangan penyidik, dengan demikian, auditor dapat menggunakan prosedur
yang lebih luas.
4) Untuk persyaratan tim audit investigasi, auditor ‘sebaiknya’ yang menguasai masalah
akuntansi dan auditing, serta mengetahui beberapa ketentuan hukum perundang-
undangan. Sedangkan akuntansi forensik, akuntan ‘harus’ memahami masalah
akuntansi dan auditing, karena belum tentu obyek yang diperiksa telah
menyelenggarakan akuntansi sesuai prinsip yang lazim, serta mengetahui sedikit
tentang hukum.

2. Peran akuntan dalam akuntansi forensik dan audit investigatif adalah memberikan
pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping tugas akuntan forensik untuk
memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation) ada juga peran akuntan
forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non itigation) misalnya mengungkapkan
fakta - fakta yang terjadi yang bisa dijadikan sebagai dasar bukti dalam berbagai bentuk
kejahatan, termasuk salah satunya yaitu kecurangan. Tidak hanya sampai menemukan
bukti saja, melainkan terus menelusuri sampai pada titik temu tersangka yang menjadi
pelaku kecurangan dan menghadapkannya ke pengadilan dengan bukti - bukti yang
diperoleh selama penerapan akuntansi forensik dan audit investigatif.

3. Profesi selain akuntan yg terlibat dalam akuntansi forensik yaitu pihak penyidik, jaksa,
dan pihak pengadilan lainnya sebagai tindak lanjut dari bukti – bukti yang telah diserahkan
oleh akuntan forensik maupun auditor investigatif.

4. Alasan adanya audit investigatif dan tahapan dalam audit investigatif:


Alasan adanya audit investigatif adalah sebagai salah satu upaya pemerintah untuk
menanggulangi tindak korupsi dan fraud lainnya.
Tahapan dalam audit investigatif:
1) Tahap Pra Perencanaan. Audit investigatif merupakan respon terhadap sinyalemen atau
informasi awal yang masuk ke unit kerja investigasi. Sinyalemen awal atau informasi
awal ini bisa merupakan pengaduan masyarakat, tindak lanjut terhadap rekomendasi
temuan pemeriksaan operasional, informasi dari media massa, maupun permintaan dari
Menteri untuk melakukan audit investigasi atau audit tertentu. Pengaduan masyarakat
biasanya belum memuat informasi yang spesifik namun masih bersifat general dan
tendensius. Sehingga informasi awal ini perlu terlebih dahulu dianalisis atau ditelaah
agar permasalahaannya dianggap layak atau tidak untuk (selanjutnya) dilaksanakan
audit investigatif.
2) Tahap Perencanaan. Salah satu yang membedakan audit investigasi dengan audit
operasional adalah adanya penyusunan hipotesis yang merupakan bagian dari tahapan
perencanaan. Hipotesis ini disusun berdasarkan hasil analisis dari berbagai
kemungkinan penyimpangan yang dikembangkan berdasarkan hasil analisis dari
berbagai kemungkinan penyimpangan yang dikembangkan berdasarkan informasi
yang tersedia, dan atas jawaban dari pertanyaan: siapa, apa, mengapa, dimana,
bilamana, dan bagaimana (SIABIDIBA) yang dihasilkan dari kegiatan penelaahan
awal. Selain menyusun hipotesis, dalam tahapan ini juga berbicara tentang penyusunan
program audit, perencanaan sumber daya dan penerbitan Surat Tugas.
3) Tahap Pengumpulan Bukti. Ada ungkapan yang harus diperhatikan oleh auditor
investigasi yaitu “Tidak Ada Bukti Tidak Ada Kasus”. Ungkapan ini menunjukkan
bahwa bukti merupakan unsur sangat penting dalam mengungkapkan suatu kasus
penyimpangan tindak pidana korupsi. Audit investigatif biasanya akan bermuara pada
proses hukum, maka auditor investigasi diharapkan mampu memahami bukti - bukti
apa saja yang bisa dianggap sebagai bukti hukum. Tidak semua bukti audit bisa diakui
dan digunakan sebagai bukti hukum persidangan. Untuk dapat memperoleh bukti -
bukti, auditor diharapkan mampu memahami teknik-teknik pengumpulan bukti.
Teknik-teknik pengumpulan bukti audit investigatif tidak jauh berbeda dengan teknik
pengumpulan bukti audit operasional.
4) Tahap Evaluasi Bukti. Bukti yang telah dikumpulkan melalui penerapan berbagai
teknik audit selanjutnya akan dianalisis untuk melihat kesesuaian bukti dengan
hipotesis. Melalui analisis bukti inilah maka kita bisa mengembangkan dan mencari
bukti - bukti lainnya yang dapat digunakan untuk mendukung bukti yang telah kita
dapatkan sebelumnya. Analisis bukti dapat menggambarkan sebuah rangkaian kejadian
atau peristiwa. Rangkaian beberapa analisis bukti akan mampu memberikan gambaran
secara keseluruhan peristiwa yang terjadi. Rangkaian analisis bukti ini selanjutnya kita
evaluasi secara berkala untuk mengetahui apakah ada kesesuaian dengan hipotesis yang
telah kita bangun. Dalam tahap evaluasi bukti ini, memungkinkan adanya perubahan
hipotesis apabila hasil evaluasi bukti tidak mendukung hipotesis sebelumnya namun
mengarah pada permasalahan yang sebelumnya tidak kita perkirakan. Hasil evaluasi
bukti inilah yang akan menentukan apakah kasus tersebut terbukti atau tidak.
5) Tahap Pelaporan. Tahapan penting dalam proses audit investigasi adalah proses
dokumentasi. Proses dokumentasi ini biasanya disusun dalam bentuk laporan tertulis.
Penyusunan Laporan Audit Investigatif ini juga merupakan bukti bahwa auditor
investigasi telah melakukan tugasnya sesuai dengan prosedur yang telah berlaku.
Pelaporan ini harus mampu mengungkapkan fakta - fakta yang ada dan menghindari
sejauh mungkin mangungkapkan hal-hal yang masih bersifat subyektif dan bias.
Laporan yang baik harus mampu menjawab SIABIDIBA (siapa, apa, mengapa,
dimana, bilamana, dan bagaimana).
6) Tahap Tindak Lanjut. Tindak lanjut adalah tahapan terakhir dalam seluruh proses audit
investigasi. Proses tindak lanjut ini harus dilakukan secara proporsional apalagi kasus
yang berindikasikan tindak pidana korupsi. Tahap tindak lanjut ini bertujuan untuk
memastikan apakah hasil temuan audit investigasi tersebut telah ditindaklanjuti oleh
pihak yang bertanggungjawab dalam kasus tersebut.

5. Perbedaan tahapan antara audit secara umum dan audit investigatif:


Perbedaan yang paling teknis antara audit secara umum dan audit forensik adalah pada
masalah metodologi. Dalam audit secara umum, mungkin dikenal ada beberapa teknik
audit yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah prosedur analitis, analisa
dokumen, observasi fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun, dalam audit
forensic, teknik yang digunakan sangatlah kompleks. Teknik-teknik yang digunakan dalam
audit forensik sudah menjurus secara spesifik untuk menemukan adanya fraud. Teknik-
teknik tersebut banyak yang bersifat mendeteksi fraud secara lebih mendalam dan bahkan
hingga ke level mencari tahu siapa pelaku fraud. Oleh karena itu jangan heran bila teknik
audit forensik mirip teknik yang digunakan detektif untuk menemukan pelaku tindak
kriminal. Teknik-teknik yang digunakan antara lain adalah metode kekayaan bersih,
penelusuran jejak uang/ aset, deteksi pencucian uang, analisa tanda tangan, analisa kamera
tersembunyi (surveillance), wawancara mendalam, digital forensic, dan sebagainya.

6. Isi dari kode etik akuntansi forensik dan standar audit investigatif di Indonesia:
Standar Audit Investigatif:
1) Seluruh investigasi harus dilandasi praktik yang diakui (accepted best practices)
2) Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti –
bukti tadi dapat diterima di pengadilan
3) Pastikan seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan jejak
audit tersedia
4) Pastikan bahwa para investigatormengerti hak – hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya
5) Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan, dan
pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum dan
administratif maupun hukum pidana
6) Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau
dari segi waktu
7) Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontakdengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal – hal yang bersifat rahasia, ikut tata cara atau protokol,
dokumentasi dan penyelenggara catatan, melibatkan/ dan atau melapor ke polisi,
kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

Analisis kasus PT. Asuransi Jiwasraya:

What: Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung es yang baru mencuat.
Where: PT. Asuransi Jiwasraya (Persero).

Why: Jadi awalnya Jiwasraya itu membeli saham atau reksa dana. Nah ini ternyata yang dibeli
tidak liquid. Kenapa tidak liquid, ini kan memang saham yang kita ketahui fakta di alat bukti ini
kan sudah yang digoreng-goreng sehingga mencapai angka yang tinggi. Setelah itu, Jiwasraya
membeli portofolio tersebut dengan mengabaikan semua analisis di internal perusahaan.
How: PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menjadi sorotan masyarakat. Asuransi jiwa tertua
di Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92
triliun pada September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun
untuk kembali sehat. Kejagung mengungkapkan potensi kerugian negara dari kasus ini bisa
mencapai Rp 17 triliun dan besaran nilai sesungguhnya akan dihitung oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).

When: Nilai tersebut berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.
Who: Adapun sebanyak enam tersangka dari kasus Jiwasraya itu adalah Direktur Utama PT
Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk
Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo. Lalu
Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, eks Kepala Divisi Investasi
Keuangan Jiwasraya Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/reynis/5cedeb553ba7f758844f7b45/masa-depan-akuntansi-
forensik?page=all
http://primaconsultinggroup.blogspot.com/2008/05/memahami-perbedaan-dan-dasar-
hukum.html
https://bahasan.id/promotedcontent/peran-akuntansi-forensik-pada-pengungkapan-kecurangan/

https://www.academia.edu/31479342/Audit_Investigatif.docx
https://panjikeris.wordpress.com/2012/04/24/audit-forensik/
https://www.yumpu.com/id/document/read/35844044/kode-etik-pimpinan-kpk

https://www.scribd.com/doc/292350213/Standar-Audit-Investigatif
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108111414-78-463406/kronologi-kasus-
jiwasraya-gagal-bayar-hingga-dugaan-korupsi

https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926/simak-ini-kronologi-lengkap-kasus-
jiwasraya-versi-bpk
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200214153726-17-137983/6-tersangka-kasus-
jiwasraya-apa-saja-perannya

Anda mungkin juga menyukai