INVESTIGATIF
“ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA
STANDAR AUDIT INVESTIGATIF”
DOSEN PENGAMPU :
HARISWANTO SE., M.Si, Ak, CA, CPA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
AULIA SEPTIANI : 185310519
ISMAYANTI ANANDA PUTRI : 185310752
NIRMALA SARI : 185310524
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Akuntansi
Forensik Dan Audit Investigatif dengan judul “Atribut Dan Kode Etik Akuntan
Forensik Serta Standar Audit Investigatif”. Shalawat beserta salam senantiasa
kita hadiahkan buat junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, mudah-
mudahan kita semua mendapat syafa’atnya kelak. Penulisan makalah ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Forensik Dan Audit
Investigatif semester 6, Program Studi Akuntansi S1, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Islam Riau, Pekanbaru.
Dalam menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila
tanpa dukungan serta bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pertama
kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Hariswanto selaku dosen mata kuliah
Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi
pembacanya. Adapun penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini, kami juga sangat membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan....................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah
Peran akuntansi forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari
waktu ke waktu semakin terus meningkat. Akuntansi forensik banyak diterapkan
ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum
yang diperlukan untuk menangani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada
instansi tersebut. Akuntansi forensik juga digunakan oleh Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), serta Inspektorat Jendral Kementrian untuk menggali informasi selama
proses pelaksanaan audit investigasi.
Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
mengemukakan bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang
spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit
investigasi. Selain itu dalam melaksanakan pekerjaannya seorang akuntansi
forensik harus memenuhi atribut dan kode etika serta standar pekerjaan.
Dalam tugas profesionalnya, akuntan wajib mematuhi aturan etika yang
tertuang dalam kode etik akuntan titik kode etik akuntan sebagai suatu prinsip
moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya akuntan sehingga apa
yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan
meningkatkan martabat serta kehormatan profesi. Dengan adanya kode etik ini
maka para akuntan diharapkan memahami dan menerapkan nya sebagai tanggung
jawab dalam penugasan profesionalnya.
iv
I.II Rumusan Masalah
1. Apa saja atribut seorang akuntan?
2. Apa saja karakteristik seorang pemeriksa fraud?
3. Apa saja kualitas akuntan forensik?
4. Apa itu independen, objektif, skeptis?
5. Apa saja kode etik akuntan forensik?
6. Apa saja standar audit investigatif?
7. Apa saja standar pemeriksaan keuangan Negara?
8. Apa saja standar akuntansi forensik?
v
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Atribut Seorang Akuntan
Atribut seorang akuntan forensik dalam melakukan investigasi terhadap Fraud:
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Dari awal
upayakan “menduga” siapakah pelaku kecurangan.
2. Fokus pada pengumpulan bukti dan barang bukti untuk proses pengadilan. Auditor
harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan kecurangan”.
3. Kreatif dalam menerapkan teknik investigatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan
dapat ditebak.
4. Auditor fraud harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan
sehingga harus memiliki indra atau intuisi yang tajam untuk merumuskan “teori
mengenai persekongkolan”.
5. Mengenali pola fraud yang memungkinkan investigator menerapkan teknik investigatif
yang ampuh.
Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan
pemakai jasanya, stakeholder lainnya dan masyarakat.
Tiga wilayah tingkah manusia menurut Lord John Flecther Moulton
1. Wilayah hukum positif
Wilayah dimana seseorang patuh karena ada hukum dan adanya hukuman bagi yang tidak
patuh.
2. Wilayah kebebasaan (free choice)
Wilayah dimana seseorang mempunyai kebebasan penuh dalam menentukan sikapnya.
3. Wilayah kesopan-santunan (manners) atau etik
Dalam wilayah ini tidak ada hukum yang memaksakan tindak tanduk kita, namun kita
merasakan bahwa kita tidak bebas memilih/melakukan apa yang kita inginkan. Wilayah ini
sering disebut wilayah kepatuhan yang tidak dapat dipaksakan. Kepatuhan ini adalah
kepatuhan seseorang terhadap hal-hal yang tidak dipaksakan kepadanya untuk diikutinya.
II.6 Standar Audit Investigatif
Standar adalah ukuran mutu, dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak yang
memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja si auditor.
K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk melakukan
investigasi terhadap fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui (accepted best practices)
Dalam hal ini tersirat dua hal, yang pertama adanya upaya membandingkan antara
praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik saat itu (Benchmarking), yang
kedua upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik.
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi
dapat diterima di pengadilan.
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia.
Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari
untuk memastikan bahwa investigasi telah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga
membantu perusahaan dalam upaya perbaikan sehingga accepted best practise dapat
dilaksanakan.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya.
Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai, yang
bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
5. Beban pembuktian pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan, dan pada
penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif
maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari
segi waktu.
Dalam melakukan invetigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Dalam menghormati
asas praduga tak bersalah, hak dan kebebasan seseorang harus dihormati. Sehingga
membuka peluang untuk menghancurkan dan menghilangkan barang bukti.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan
bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-
hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan
catatan, melibatkan dan/atau melapor ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai
pelaporan.
Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai standar Pemeriksaan ini akan memberikan
keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi atas penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan atau kecurangan yang secara signifikan dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan.
Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2, cetakan ke
empat. Jakarta: Salemba Empat.
DOSEN PENGAMPU :
HARISWANTO SE., M.Si, Ak, CA, CPA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
AULIA SEPTIANI : 185310519
ISMAYANTI ANANDA PUTRI : 185310752
NIRMALA SARI : 185310524
Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif
dengan judul “Wawancara dan Interogasi”. Shalawat beserta salam senantiasa kita hadiahkan
buat junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua mendapat
syafa’atnya kelak. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif semester 6, Program Studi Akuntansi S1, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Riau, Pekanbaru.
Dalam menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila tanpa dukungan
serta bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pertama kami ucapkan terima kasih
kepada Bapak Hariswanto selaku dosen mata kuliah Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembacanya.
Adapun penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini, kami juga sangat membutuhkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengantar.............................................................................................6
2.4 Wawancara…………………………………………………………..9
2.10 Interogasi…………………………………………………………..15
3.1 Kesimpulan.........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18
BAB 1
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Wawancara dan interogasi merupakan suatu teknik atu alat investigasi yang sangat
penting. Banyak orang termasuk profesional dalam bidang penyidikan, mengacaukan istilah
wawancara atau interview dengan istilah interogasi ata interrogation. Keduanyanya berbeda baik
tujuan maupun cara.
Apabila waktu memungkinkan maka proses wawancara secara lisan, dilanjukan
pemberian pernyataan tertulis oleh yang dimintai keterangan dan ditutup dengan interogasi
dalam bentuk pembuatan BAP. alasannya sederhana, yang pertama untuk melihat konsistensi
dari keterangan yang diberikan, dan yang kedua terdapat informasi yang kadang tidak
tersampaikan pada setiap sesi tersebut, sehingga informasi yang diberikan bisa saling melengkapi
satu sama lain. Wawancara dan interogasi sering di gunakan sebagai sinonim. Hal ini umumnya
karena ketidaktahuan. Ada juga penyidik yang mengerti maka kedua istilah tetapi sengaja
menggunakannya secara keliru. Misalnya untuk memberi kesan kepada majelis hakim bahwa
tidak menggunakan kekerasan,maka ia menggunakan istilah wawancara padahal istilah
interogasi lebih tepat menggambarkan tindak pemeriksaan atau investigasinya.
PEMBAHASAN
2.1 PENGANTAR
Wawancara dan interogasi merupakan suatu teknik atau alat investigasi yang sangat
penting. Banyak orang, termasuk profesional dalam bidang penyidikan, mengacaukan istilah
wawancara atau interview dengan istilah interogasi atau interrogation. Keduanya berbeda, baik
tujuan maupun cara. Kedua istilah itu akan dibahas pada bab ini.
Kekeliruan lain yang sering dijumpai di Indonesia adalah penggunaan kekerasan dan
intimidasi dalam melakukan wawancara dan interogasi. Penyidik menggunakan taktik ini untuk
memaksa pengakuan dari pelaku. Hal ini keliru. 1 Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa pengakuan terdakwa dapat diperoleh tanpa kekerasan. Penjelasan pada bab ini antara lain
menggunakan
Penelitian Inbau et al. Kita menyaksikan banyaknya pengakuan tersangka dalam Berita
Acara Pemeriksaan yang kemudian dibantahnya dalam persidangan pengadilan Seperti
dijelaskan pada Bab 12 pengakuan terdakwa hanyalah salah satu alat bukti, itu pun harus ada
persesuaian dengan unsur pembuktian yang ada pada alar bukti lain Penggunaan kekerasan
masih terjadi (umumnya dalam kejahatan dengan kekerasan dan kasus perkosaan) karena
penyidik mempunyai pengalaman bahwa pengakuan terdakwa membawa sukses dalam
penuntutan dan tahap-tahap selanjutnya.
Peristiwa serupa dengan pemberitaan luas di media massa terjadi lagi dalam kasus
pembunuhan Ali Harta Winata dengan penyidik dari Polsek Pondok Gede dan Polres
Metropolitan Bekasi. Kompas meliput berita ini berturut-turut tanggal 5 dan 6 Juli 2006, dan
menurunkan Tajuk Rencana mengenai topik ini pada tanggal 7 Juli 2006 (Kotak 19.1).
Kotak 19.1
Tragedi kehidupan yang dialami Sengkon dan Karta pada tahun 1974 begitu menyentuh
hati. Siapa nyana 32 tahun kemudian persitiwa serupa terulang lagi. Pada tahun 2002 Budi
Harjono dipaksa aparat Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi untuk mengaku bahwa dirinyalah
yang membunuh ayahnya, Ali Harta Winata, menyusul adanya kasus pembunuhan terhadap
pemilik Toko Material Trubus itu. Ibunya, Sri Eni, dan pembantu rumah tangga, Ningsih,
dipaksa juga untuk membenarkan skenario yang dibuat polisi.
Enam bulan Budi harus mendekam di dalam penjara dengan segala perlakuan buruk yang harus
ia terima. Beruntung kebenaran akhirnya tiba juga. Pembunuh yang sebenarnya tertangkap oleh
polisi sehingga berakhirlah penderitaan Budi. Kisah yang dialami Budi sungguh merupakan kado
buruk bagi kepolisian yang baru merayakan HUT-nya yang ke-60. Hanya demi sebuah prestasi
diri ada aparat yang tega merekayasa pengungkapan kasus. Polisi juga memang manusia, yang
bisa saja keliru. Namun, kekeliruan yang begitu fatal bisa merusak citra polisi yang dengan susah
payah berupaya dibangun. Sebuah skenario yang terlalu vulgar membuat skenario itu mudah
dipatahkan di meja hijau.
Pelajaran terpenting yang bisa kita petik dari kasus tersebut, tidak bisa kita bersikap taken
for granted, ya sudah semestinya begitu, dalam bekerja. Apalagi yang berkaitan dengan masa
depan seseorang, tidak bisa kita terlalu mudah untuk menerima sebuah fakta. Sejauh mungkin
harus didapatkan fakta pembanding.
Beruntung kita, polisi juga melakukan hal itu. Mereka tidak hanya berhenti pada apa
yang dilakukan Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi, apalagi setelah di pengadilan tidak
terbukti secara hukum bahwa Budi membunuh ayahnya. Polisi melanjutkan penyelidikannya,
sampai akhirnya menemukan pembunuh yang sebenarnya.
Inilah cara kerja yang benar dan sepantasnya untuk diteruskan. Demi perbaikan kinerja dan citra
polisi, sepantasnya apabila sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment)
diterapkan. Mereka yang bertindak benar mendapatkan penghargaan, sebaliknya yang keliru
dikenal hukuman Sepantasnya pula polisi untuk berbesar hati menyampaikan permohonan maaf
kepada Budi yang telah menerima perlakuan yang sangat buruk dari aparat. Tidak akan
berkurang kebesaran kepolisian dengan meminta maaf kepada mereka yang telah dirugikan.
"Masih untung" majelis hakim yang mengadili perkara ini akhirnya membebaskan terdakwa.
Kompas memberitakan perasaan salah seorang hakimnya
(Kotak 19.2).
Kotak 19.2
Hakim Lega
Pudjiastuti, salah seorang mantan majelis hakim yang menyidangkan kasus pembunuhan
itu, mengaku lega karena putusan mereka membebaskan Budi dati semua dakwaan pada sidang
tiga tahun silam ternyata tepat.
Pudjiastuti mengungkapkan, majelis hakim saat itu berkeyakinan Budi bukan pembunuh ayah
kandungnya. Keyakinan itu juga didasari pada pengakuan para saksi dan bukti-bukti di
persidangan Ternyata keyakinan kami untuk membebaskan terdakwa dalam putusan tingkat
pertama itu kini didukung bukti baru, kata Pudjiastuti. "Bagi saya pribadi, ada perasaan lega,"
ujarnya menambahkan
Pada tanggal 25 Juni 2009, Jaringan Anti-Penyiksaan Indonesia (JAPI) bersama Jaringan
Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi damai di depan Istana Merdeka
Jakarta untuk meminta pemerintah menghapuskan budaya penyiksaan dan menyemai penegakan
hak asasi manusia. Koordinator aksi GAPI, Putri Kanesia, mengatakan aksi tersebut sekaligus
menyambut Hari Anti-Penyiksaan Internasional yang jatuh pada 26 Juni. "Kami ingin
mendorong pemerintah membentuk kebijakan baru terkait penyiksaan, katanya
Sebelumnya, Kapolri mengeluarkan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 8/tahun 2009 tanggal
22 Juni 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam
Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia. Lihat Perkap ini di Lampiran A bab Ini.
Apakah Perkap tersebut dimengerti oleh seluruh anggota Polri? "Perkap ini jangan hanya
diimplementasi, tetapi harus disosialisasikan kepada anggota kepolisian hingga ke tingkat daerah
agar kepolisian tidak menggunakan cara penyiksaan dalam pelaksanaan penyelidikan, terutama
saat penyusunan Berita Acara Pemeriksaan," kata Putri Kanesia. Pemahaman mengenai Perkap
itu, kata Putri, juga harus didasari oleh instrumen HAM nasional dan internasional.
Pemeriksa fraud atau investigator harus mengerti sepenuhnya wewenang atau mandat
yang dipunyai lembaganya. Investigator di suatu lembaga tertentu mungkin hanya bisa
melakukan wawancara, tetapi tidak berwenang melaksanakan interogasi. Sementara itu,
investigator di lembaga lain boleh melakukan keduanya. Ini merupakan alasan lain investigator
perlu memahami perbedaan makna wawancara dan interogasi.
2.2 PERBEDAAN ANTARA WAWANCARA DAN INTEROGASI
Kedua istilah ini, wawancara dan interogasi, sering digunakan sebagai sinonim. Hal ini
umumnya karena ketidaktahuan. Ada juga penyidik yang mengerti makna kedua istilah ini, tetapi
sengaja menggunakannya secara "keliru". Misalnya, untuk memberi kesan kepada majelis hakim
bahwa ia tidak menggunakan kekerasan, maka ia menggunakan istilah wawancara padahal istilah
interogasi lebih tepat menggambarkan tindak pemeriksaan atau investigasinya.
dengan orang tertentu yang dicurigai merupakan otak dari perbuatan tindak pidana yang
diperiksa. Contoh lain: kapan orang yang diwawancarai kenal dengan orang tertentu yang
dicurigai. Contoh behavioral information: keterangan mengenai perilaku orang yang
diwawancarai ketika ia menjawab pertanyaan bagaimana ia duduk, kontak mata dengan yang
mewawancarainya, ekspresi wajahnya, caranya memberi tanggapan atau jawaban, pilihan kata
atau kalimat; semua ini dapat memberi petunjuk apakah ia berkata jujur atau berbohong. Pada
akhirnya, pewawancara harus menilai kredibilitas dari tanggapan yang diberikan oleh orang yang
diwawancarai. Hal ini utamanya dilakukan melalui evaluasi atas sikap (behavioral responses)
selama wawancara, seiring dengan penilaian atas substansi informasi yang diberikan.
Wawancara dapat dilakukan pada awal investigasi. Karena tujuan wawancara adalah
mengumpulkan informasi, tentunya semakin banyak informasi yang diketahui pemeriksa
sebelum wawancara dimulai, semakin baik. Wawancara terkadang terpaksa dilakukan meskipun
pemeriksa baru mempunyai gambaran kasar tentang bagaimana kemungkinan fraud
dilaksanakan, atau bahkan sebelum pemeriksa dapat mengidentifikasi bukti yang harus
diperolehnya.
Wawancara dapat dilakukan dalam berbagai lingkungan atau suasana. Pemeriksa terkadang
mempunyai peluang menemui orang itu di kantornya, atau dalam pejalanan (jalan kaki) dari
tempatnya makan siang, di sudut jalan, dalam mobil, dan lain-lain. Memang, idealnya,
wawancara dilakukan dalam suatu ruangan khusus.
Wawancara seharusnya bersifat cair, tidak terstruktur, dan bisa melompat dari satu pokok ke
pokok pembicaraan lain. Sebelum wawancara dimulai pemeriksa mempunyai gambaran
mengenai informasi apa yang ingin dikumpulkannya. Namun, ia juga tidak boleh kaku. Secara
kreatif, ia harus mengembangkan pertanyaan atas informasi yang diterimanya selama wawancara
berlangsung. Informasi baru mungkin tidak diduga atau diharapkannya. Pemeriksa juga harus
pandai membaca suasana, misalnya untuk memutuskan menghentikan wawancara meskipun
semua informasi belum diperolehnya.
Investigator harus membuat catatan mengenai wawancara formal (formal interview) yang
dilakukannya. Wawancara formal adalah wawancara yang dilakukan dalam lingkungan
terkendali (controlled information). Mencatat mempunyai beberapa kegunaan. Bukan saja ada
pendokumentasian, tetapi mencatat juga menyebabkan investigator memperlambat proses
bertanya. Ini memungkinkan investigator mengamati perilaku dari orang yang diwawancarainya.
Pemeriksa perlu mengetahui bahwa seseorang lebih mudah berbohong ketika pertanyaan
diajukan dengan kecepatan tinggi, seperti tembakan yang dilepas dari senapan otomatis.
Mengatur tanya-jawab yang diselingi masa hening yang panjang memberi peluang bagi yang
diwawancarai untuk berfikir mengenai tanggapan yang bersifat menyesatkan (deceptive
response). Pada gilirannya, ini akan menyebabkan kecemasan yang terlihat dalam gejala tingkah
laku menipu (behavior symptoms of deception). Juga, kalau yang diwawancarai adalah orang
yang tidak bersalah, ia bisa bingung menghadapi pertanyaan yang diajukan dengan kecepatan
tinggi.
Catat hasil wawancara dari awal sampai akhir jangan sporadis (kadang-kadang dicatat,
kadang-kadang tidak). Mencatat secara sporadis memberi kesan kepada yang diwawancarai
Bahwa jawaban tertentu penting sehingga dicatat oleh investigator. Ketika ditanyakan
pertanyaan lain yang terkait dengan jawaban yang dicatat, ia menjadi ekstra hati-hati Mencatat
secara sporadis akan menghambat arus informasi selama wawancara
Tujuan interogasi adalah mengetahui yang sebenarnya, artinya apa yang sebenarnya terjadi,
siapa yang sebenarnya melakukan berapa jumlah atau nilai fraud sebenarnya, dan seterusnya.
The purpose of an interrogation is to learn the truth. Ada persepsi bahwa tujuan interogasi adalah
mendapatkan pengakuan bersalah (confession); ini keliru.
Contoh: seseorang sedang sial. la dikira berbohong dalam wawancara sebelumnya Karena
itu, selanjutnya, ia diinterogasi. Setelah diinterogasi baru ketahuan ia tidak bersalah Dalam hal
ini, investigator seolah-olah gagal mendapat pengakuan bahwa orang itu bersalah. Namun, ia
sebenarnya berhasil. Interogasinya mengungkapkan kebenaran bahwa orang yang dicurigai
ternyata tidak bersalah.
Interogasi juga sering berakhir dengan pengakuan bersalah oleh pelaku. Pada contoh ini,
keberhasilan interogasi bukan diwujudkan dalam pengakuan bersalah, melainkan dalam
mengetahui siapa yang sebenarnya bersalah.
Investigator tidak boleh membuat catatan sampai sesudah tertuduh menceritakan yang
sebenarnya dan berketetapan hati (committed) untuk tidak beringsut dari posisi itu. Membuat
catatan terlalu dini akan mengingatkan tertuduh bahwa keterangannya akan merugikan dirinya.
Bahkan, para pakar menyarankan bahwa bukan saja catatan dibuat sesudah tertuduh sepenuhnya
mengakui apa yang sebenarnya terjadi, pengakuan itu juga harus disaksikan investigator lain.
Barulah, setelah ada pengakuan yang disaksikan investigator lain, investigator
mendokumentasikan pengakuan tersebut dan segala perincian dari pengakuannya.
Investigator sering kali melakukan interogasi meskipun ia tidak punya bukti atau
petunjuk untuk menuduh seseorang, dan keputusan untuk menginterogasi orang itu didorong
oleh keinginan untuk mencari bukti. Umumnya, interogasi semacam ini dilakukan sekadar
karena investigator mempunyai persepsi bahwa orang itu mempunyai perilaku aneh. Padahal,
untuk menentukan seseorang berperilaku aneh, wawancara yang bersifat tidak menuduh
merupakan sarana yang lebih baik dari interogasi.
Selain nilai behavioral information dari suatu wawancara, juga ada investigative
information yang sudah dibahas di atas. Investigative information ini sangat diperlukan ketika
wawancara akan ditingkatkan menjadi interogasi. Namun, investigator sering tergoda untuk
mengambil jalan pintas, mengabaikan wawancara, dan langsung melakukan interogasi.
Tentu ada perkecualian terhadap saran di atas. Misalnya, dalam kasus penyuapan yang
"tertangkap tangan atau fraud yang terungkap dalam suatu covert operation (lihat Bab 20).
interogasi sebaiknya langsung dilakukan tanpa didahului dengan wawancara.
2.4 WAWANCARA
Bab 12 menjelaskan tentang predication. Melalui analisis dan pengamatan yang tajam,
beberapa fakta memungkinkan pemeriksa membuat sketsa awal dari fraud yang diduga terjadi.
Sketsa awal ini dikembangkan, didalami, dan diperluas dengan wawancara. Sebelum melakukan
wawancara, bahkan sebelum ada kontak dengan orang yang dicurigai atau diduga melakukan
fraud, investigator harus menguasai semua fakta yang terkumpul dengan baik. Investigasi
umumnya dilakukan oleh suatu tim yang terdiri atas beberapa investigator Mereka bersama-sama
menganalisis dan mendebatkan fakta-fakta yang terkumpul, membuat rekaan atau dugaan
sementara. Investigator yang akan melakukan wawancara harus menguasai fakta dan
memanfaatkan sepenuhnya fakta-fakta ini. la harus memisahkan fakta dari apa yang masih
bersifat dugaannya atau dugaan rekan-rekannya. Kalau tidak, dalam wawancara, pelaku akan
cepat mengetahui fakta-fakta yang belum diketahui investigator.
Wawancara harus dimulai dengan orang-orang yang diduga paling kecil menjadi pelaku
atau ikut serta dalam melakukan fraud, dilanjutkan dengan orang-orang yang karena alasan
pribadi ingin menjadi whistleblower, dan diakhiri dengan mereka yang diduga menjadi
perencana atau otak dari tindak pidananya. Urut-urutan ini penting karena beberapa penyebab
berikut.
1. Pada tahap awal. belum banyak fakta yang terkumpul. Jadi, kalau wawancara dimulai
dengan orang yang diduga menjadi pelaku atau perencana, maka ia cepat mengetahui
fakta yang belum diketahui investigator. Sebaliknya, orang yang tidak bersalah akan
mengisi investigator dengan fakta-fakta penting secara terbuka, termasuk motive dan
peluang untuk terjadinya fraud (lihat penjelasan tentang fraud triangle di Bab 6).
Mengetahui bahwa banyak orang sudah diwawancarai sebelumnya, pelaku tidak bisa
mengendalikan apa yang bisa dan apa yang sebaiknya tidak diungkapkan kepada investigator
dalam wawancara. Lebih sulit mengatur persesuaian atau konsistensi dalam kebohongan,
sekalipun melalui persekongkolan. Ini memudahkan investigator mendapatkan informasi penting
yang selanjutnya dikembangkan dalam interogasi.
Penjelasan di atas kelihatannya sangat sederhana dan sepele, Namun, penulis masih sering
menemukan investigator yang mengabaikan urutan ini dan langsung ingin mewawancara tokoh
pelaku sejak dini.
Dalam kasus korupsi, negara yang dirugikan atau menjadi korban (victim). Dalam fraud
tertentu, misalnya Ponzi scheme (lihat penjelasan di Bab 10), korbannya bisa banyak orang atau
perusahaan. Dalam kasus di mana korbannya banyak, lakukan wawancara dengan para korban
ini terlebih dahulu. Para korban merupakan sumber informasi yang sangat penting Juga,
persesuaian di antara keterangan mereka (yang saling tidak mengenal) mengindikasikan
keandalan informasi itu.
Sering kali, ketika tidak ada bukti "kuat" mengenai pelaku, bukti petunjuk (dalam bahasa
Inggrisnya disebut circumstantial evidence) janganlah diabaikan. Contoh: suatu fraud terjadi di
bank, di mana rekening koran nasabah-nasabah tertentu didebet, padahal mereka tidak
melakukan pengeluaran apa pun. Dari segi pemrosesan cek di bank itu, ada petunjuk bahwa teller
tertentu yang melakukan. Namun, secara kebetulan, teller itu adalah istri seorang kaya. la sendiri
mempunyai tabungan dengan saldo yang lebih besar dari jumlah fraud.
Investigator mendalami bukti petunjuk melalui wawancara. Beberapa sampel dari cek
yang diproses teller itu ditanyakan secara saksama. Teller itu akhirnya mengakui perbuatannya.
yang katanya didorong oleh keinginan membantu biaya pengobatan ibunya yang menderita
kanker. Ia menambahkan bahwa suami yang kaya sangat membenci ibu mertuanya. [Detektif
Sherlock Holmes dalam berbagai cerita dan novel karangan Sir Arthur Conan Doyle, berulang-
ulang mengingatkan rekannya, dokter John Watson: "... when you have eliminated the
impossible whatever remain, however improbable, must be the truth..."1*
Seorang investigator mungkin saja menjadi begitu yakin dengan fakta yang diterimanya
dari seseorang. Dalam wawancaranya, ia menggunakan bahasa yang kasar dan nada yang tinggi
menyalahkan orang yang diwawancarai. Investigator lain dalam timnya terpaksa "mengoreksinya
dengan wawancara susulan. Tim ini belum mempunyai bukti yang cukup untuk meningkatkan
wawancara ke interogasi. Dalam kasus seperti ini, investigator kedua harus berupaya
menenangkan orang yang diwawancarai; kalau perlu, berempati dengannya atas kekasaran
investigator pertama.
Pertimbangkan juga keletihan fisik dan psikologis dari investigator yang bekerja berhari hari,
bahkan mungkin berbulan-bulan mewawancarai berpuluh-puluh orang dengan berbagai
temperamen dan kepribadian. Keletihan ini bisa mendorongnya memusatkan tuduhan pada
seseorang atau orang-orang tertentu dengan mengabaikan bukti lain.
Mereka bisa merupakan pengamat yang baik atau yang bias. Keterangan yang diberikan
dalam wawancara menceritakan tentang orang lain, tetapi juga mencerminkan orang yang
memberikan keterangan. "Obrolan kecil (tidbits) sering kali bermanfaat bagi investigator dalam
merencanakan strategi untuk interogasinya.
Wawancara secara formal dan interogasi dilakukan dalam suasana yang menjamin
privacy seseorang yang ada dalam ruang wawancara hanyalah investigator dan yang
diwawancarai. Ini sifat alamiah manusia. Ketika mempunyai masalah pribadi yang ingin kita
bagi dengan orang lain, kita berusaha mencari tempat yang aman", tidak diganggu, atau
terganggu oleh orang lain.
Sifat alamiah manusia ini terkadang terlupakan oleh investigator. Sifat alamiah ini semakin
menonjol apabila kita menduga seseorang melakukan suatu perbuatan pidana. Pertimbangan ini
semakin mendorong perlunya ruang-ruang khusus untuk wawancara.
1) Ciptakan suasana privacy. Ruang ini harus tenang, tidak diganggu suara pembicaraan
orang lain, atau bentuk kebisingan lain (seperti suara pemanggil mobil di lapangan parkir,
pengeras suara di pintu tol, dan lain-lain), dan tidak ada pemandangan orang lalu lalang
2) Pintu ruang harusnya tidak berkunci dan tidak boleh ada penghalang apapun sehingga
orang yang diwawancarai dengan bebas meninggalkan tempat. Jangan memberi kesan
bahwa ia berada di tempat tahanan. Yang bersangkutan bisa menuntut investigator yang
tidak mempunyai wewenang atau alasan untuk menahannya.
3) Hilangkan segala sesuatu yang bisa mengganggu, seperti dinding dengan warna warni
yang menyolok, lukisan, hiasan ruang dan lain-lain. Barang-barang kecil seperti kunci,
klips, stapler dan lain-lain, harus jauh dari jangkauan orang yang diwawancarai, sehingga
tidak menjadi "mainannya" sewaktu wawancara berlangsung, Kalau harus ada lukisan
atau tulisan yang diletakkan di dinding, tempatkanlah di belakang orang yang
diwawancarai sehingga tidak dapat dilihatnya. Kalau dapat ruang ini tidak berjendela,
tetapi kalau hal ini tidak dapat dihindari, tempatkanlah diwawancarai.di belakang orang
yang
4) Penerangan ruang harus cukup, tetapi tidak menyilaukan mata investigator maupun yang
diwawancarai. Lampu yang menyorot ke muka investigator akan menghalangi
pengamatan wajah dan perilaku orang yang diwawancarai.
5) Minimalkan kebisingan apapun, jangan ada telepon dalam ruangan, telepon selular kedua
belah pihak sebaiknya dimatikan atau dibuat tanpa nada panggil. 6. Kursi antara
investigator dan orang yang diwawancarai berjarak sekitar satu setengah meter. Kedua
orang bertatap muka secara langsung dan tidak terhalang oleh meja atau perabot kantor
apapun. Kursi hendaknya tidak beroda. Untuk wawancara dengan tersangka yang tidak
dikenakan tahanan, kursi tersangka ditempatkan dekat pintu atau dengan akses yang
mudah ke pintu (lihat Denah 19.1). Kursi untuk kedua orang harus dengan sandaran tegak
sehingga mereka tidak bersantai-santai. Posisi santai dari orang yang diwawancarai akan
menghalangi pengamatan mengenai perilakunya selama wawancara. Investigator juga
harus dalam posisi duduk yang memungkinkan ia alert, terbangun, dan siaga. Sedapat
mungkin, ketinggian mata kedua belah pihak adalah setara (same eye level). 7. Denah
ruang wawancara yang berbeda untuk keperluan yang berbeda. Hal ini dijelaskan di
bawah.
Di bawah ini disajikan denah ruang wawancara atau ruang interogasi sebagaimana diusulkan
Inbau et al. Ruang ini berukuran 3 x 3 meter. Denah denah di bawah menggambarkan:
19.1 Tersangka
19.1 menggambarkan ruang wawancara yang standar. Ini sudah dibahas di atas Apabila
memungkinkan, perlu ada ruang yang bersebelahan dengan ruang wawancara.
Denah 19.1
3 meter
MEJA
TERSANGKA
3 meter
INVESTIGATOR
Ruang yang bersebelahan ini lebih kecil dari ruang wawancara dan berfungsi sebagai
ruang pengamatan (observation room). Di dinding ruang wawancara ditempatkan cermin satu
arah. Orang yang duduk dalam ruang pengamatan dapat melihat ke dalam ruang wawancara
tetapi orang dalam ruang wawancara tidak dapat melihat ke dalam ruang pengamatan. Mikrofon
tersembunyi dipasang dalam ruang wawancara sehingga pengamat di ruang sebelahnya dapat
mengikuti percakapan sambil menyaksikan apa yang sedang berlangsung. Lihat Denah 19.2.
Berikut manfaat dari ruang wawancara yang dilengkapi dengan ruang pengamatan (interview-
observation room).
Wawancara dan diamati dari ruang sebelahnya, seorang di antara mereka memberi isyarat
kepada temannya untuk tidak membuka mulut. Tersangka tersebut dikeluarkan dari ruang itu dan
diberi tahu dalam interogasi bahwa investigator mengetahui bahwa ia telah memberi isyarat
untuk tidak membuka mulut. Akhirnya. kedua tersangka itu memberi pengakuan yang mereka
tidak mau berikan dalam wawancara secara perorangan.
Apabila undang-undang memperkenankan rekaman gambar dan suara (videotaping) atas
wawancara, maka rekaman ini:
Dalam tindak pidana yang menggunakan kekerasan di mana anak-anak di bawah umur
menjadi korban, anak ini harus ditemani orang tuanya atau orang lain. Hal ini hampir tidak
pernah terjadi dalam kasus-kasus fraud. Namun, seandainya harus ada orang ketiga semacam ini,
pengaturan tempat duduknya adalah seperti digambarkan pada Denah 19.3.
Denah 19.3
3 meter
Meja Tersangka
Orang ketiga
3 meter Investigator
2.5 BEHAVIOR SYMPTOM ANALYSIS (BSA) DAN SALURAN KOMUNIKASI
Secara harfiah, behavior symptom analysis dapat diterjemahkan sebagai analisis gejala
perilaku. Para dokter, psikolog, dan psikiater mengakui pentingnya mengevaluasi perilaku pasien
atau klien mereka untuk membantu mendiagnosis penyakit. Ada beberapa tingkat (level) atau
saluran (channels) komunikasi. Makna sebenarnya dari ucapan-ucapan seseorang diperkuat
(amplified) atau diubah (modified) oleh berbagai saluran tadi, seperti kegagapan (speech
hesitancy), sikap tubuh (body posture), gerak tangan (hand gestures), mimik wajah (facial
expression), atau nada suara (tone of voice).
Dalam tahun 1990-an, Reid meraih dua hadiah pemerintah federal untuk meneliti secara
khusus perbedaan antara perilaku terangka yang menceritakan kebenaran (truthful suspects) dan
kebohongan (deceptive suspects) di luar lingkup pemakaian polygraph. Penelitian ini dibiayai
oleh the National Security Agency sehingga sebagai the NSA study.
Penelitian ini menunjukkan adanya tiga tingkat atau saluran yang kita gunakan untuk
berkomunikasi.
1) Verbal channel, adalah ucapan yang keluar dari mulut seseorang. pilihan kata dan
susunan kata-kata yang digunakannya untuk mengirimkan pesan.
2) . Paralinguistic channel, adalah ciri-ciri percakapan (characteristics of speech) di
luarucapan.
3) Nonverbal channel, adalah sikap tubuh (body posture), gerak tangan (hand gestures), dan
mimik wajah (facial expression).
Ketiga saluran ini akan dibahas di bawah. Untuk memudahkan pembahasan, penulis akan
menggunakan beberapa istilah berikut.
Subjek yang jiwanya sehat dan berinteraksi sosial secara normal akan mengalami
kecemasan (anxiety) ketika ia berbohong. Kecemasan bisa timbul dari dalam karena ia tahu
perkataannya tidak benar. Karena ketakutan, ia khawatir kebohongannya akan terungkap Apa
pun penyebabnya, ketika subjek berbohong dalam wawancara, gejala-gejala perilak
mencerminkan kesadarannya untuk menekan atau menghilangkan kecemasannya B. dasarnya,
pikiran dan tubuh kita bekerja sama untuk mengurangi atau menghilangkan kecemasan tadi.
Inilah konsep dasar dari evaluasi atas verbal behavior, paralinguistic behavior dan nonverbal
behavior untuk mendeteksi kebenaran atau kebohongan dalam wawancara atau interogasi.
Berikut ini contoh dari pengalaman sehari-hari. Ketika masuk kantor, seorang atasan
berpesan kepada sekretarisnya, "Aku tidak mau diganggu pagi ini." Tidak lama telepon
berdering, ada yang ingin bicara dengan atasan tersebut. Sekretaris tidak dapat menceritakan
yang sebenarnya bahwa "Bapak tidak mau diganggu pagi ini. Ia dapat menceritakan bermacam-
macam kebohongan; mulai dari "Bapak masuk rumah sakit." atau "Bapak tidak bekerja di sini
lagi." atau "Bapak sedang ke luar kota." Namun, ini adalah kebohongan yang teramat besar dan
hanya akan menimbulkan kecemasan yang tidak perlu. Apalagi jika jawabannya disusul dengan
pertanyaan seperti: "Rumah sakit mana?" atau "Berhenti bekerja di situ sejak kapan, sekarang
kerja di mana?" atau "Ke kota mana?" Kemungkinan besar, sekretaris akan memilih jawaban
yang menimbulkan kecemasan kecil, seperti "Bapak sedang menerima telepon lain." atau lebih
baik lagi, "Bapak sedang tidak available (istilah Inggris yang disukai sekretaris) sekarang."
Kebohongan sekecil apa pun yang diucapkan sekretaris tadi menimbulkan kecemasan yang
"terbaca" dari tanda-tanda perilaku paralinguistic atau tell-tale paralinguistic behavior seperti ada
periode hening sebelum ia memberi jawaban, atau ada gerak tubuh tertentu (nonverbal behavior)
seperti tangan menyentuh muka. Paralinguistic behavior dan nonverbal behavior tadi membantu
mengurangi kecemasan yang dialami sekretaris.
Ketika harus menjawab pertanyaan dalam suatu wawancara, subjek mempunyai empat
pilihan: berbohong (deception), mengelak atau menghindar (evasion), mengakui secara tersamar
(omission), atau menceritakan apa adanya (truth). Keempat pilihan ini dibahas di bawah. Untuk
pembahasan ini, subjek yang berbuat salah ditanya: "Apakah Anda menggelapkan uang
perusahaan?"
Kalau mengakui yang sebenarnya terjadi ("Ya, saya menggelapkan uang perusahaan. . ia
mengatakan the truth dan ini tidak menimbulkan kecemasan. Menjauh dari the truth adalah
"pengakuan" yang dibungkus dalam ketidaksengajaan atau kekhilafan. Jawabannya bisa
dibarengi dengan nonverbal behavior, seperti menggelengkan kepala, atau dengan paralinguistic
behavior dengan ucapan berbisik yang nyaris tidak terdengar: "Saya khilaf Pak." Tingkat
kecemasan mulai ada, tetapi rendah. Pilihan berikutnya makin menjauh dari the truth meskipun
belum terlalu jauh dari omission; pilihan ini adalah evasion. Dalam evasion, tersirat ungkapan
tidak bersalah. ta menyatakan secara tegas. Jawabannya adalah: "Kenapa aku harus berbuat hal-
hal semacam.
itul" atau "Emangnya, kau kira aku ini siapa?" Bagi subjek itu, ia tidak berbohong. Tingkat
kecemasannya lebih tinggi dari omission. Pilihan keempat, berbohong habis-habisan. "Tidak,
aku tidak perusahaan." jawab si subjek. Tingkat kecemasannya paling tinggi. menggelapkan
uang Keempat pilihan dalam menjawab pertanyaan dan tingkat kecemasan untuk tiap-tiap
Subjek yang jujur akan memberi jawaban langsung. Subjek yang berbohong berusaha
menghindari memberi jawaban. Lihat jawaban di bawah ini atas pertanyaan investigator
berkenaan dengan menghilangnya Mandika: "Kapan Anda terakhir bertemu dengan Mandika?"
Jawab 1: "Hari Jumat, 14 Juli, sepulang kantor pukul 17.00, ia mengantarkan saya pulang. Kami
tiba dirumahku sekitar pukul 18.00. Itulah pertemuan kami
Jawab 2: yang terakhir." "Mandika dan saya bergantian membawa mobil. Hari Jumat itu adalah
giliran dia. Kami tiba di rumahku pukul 18.00
Sepintas lalu, jawaban 1 dan 2 kelihatannya sama, Namun, investigator yang berpengalaman
dapat membaca bahwa subjek pada jawaban 2 menghindar menjawab pertanyaan. Secara tegas,
jawaban I mengungkap "Jumat, 14 Juli, sekitar pukul 18.00, itulah saat terakhir kami bertemu"
Pada jawaban 2. "Kami tiba di rumahku pukul 18.00, tersirat (seolah-olah) itulah saat pertemuan
terakhir. Namun, jawaban itu bisa juga berarti mereka masih makan malam bersama sampai
pukul 21.00. Bahkan, mereka masih bertemu seminggu kemudian. Investigator yang kurang jeli
menyimpulkan jawaban 1 dan 2 sama; itu yang dia kira, itu asumsi dia, dan subjek
memanfaatkan kelengahan investigator tanpa kecemasan yang berarti.
Taktik menghindar juga dilakukan dengan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan yang
sesungguhnya tidak relevan. "Kenapa Anda pikir saya akan melakukan hal semacam itu?"
"Memangnya saya sebodoh itu?"
Cara lain adalah "berbohong dengan menunjuk pada sesuatu" (lying by referral).
Perhatikan wawancara berikut.
S: Rekanmu sudah menanyakan hal itu. Sudah kujawab pertanyaannya, aku tidak tahu apa-apa
tentang hal itu.
Subjek yang jujur akan membuat bantahan secara luas, sedangkan subjek yang berbohong
akan "menyempitkan" bantahannya. Subjek yang jujur mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.
Subjek yang berbohong mencari-cari celah "kebenaran" di antara kebohongan yang besar.
Karena itu, subjek yang jujur akan membuat pernyataan berikut tanpa ragu-ragu
I Apakah Anda mencuri kiriman uang untuk pengisian ATM St Saya tidak mencuri kantong
kantong uang untuk ATM.
1 Apakah Anda mencuri uang dari pengunjung PRJ (Pekan Raya jakarta)? S: Saya tidak
mempunyai uang orang itu.
1: Apakah Anda mengancam teller di bank itu dengan pistol? S: Aku tak punya pistol
Dalam wawancara pertama, subjek tidak membantah mencuri uang untuk pengisian ATM. Yang
dibantahnya adalah mencuri kantong kantong uang untuk ATM.
Dalam wawancara kedua, subjek tidak membantah mencuri uang dari pengunjung PRJ.
Yang dibantahnya adalah ia (masih) mempunyai uang orang itu (korbannya)". Dalam wawancara
subjek tidak membantah mengancam teller di bank itu dengan pistol. Yang dibantahnya adalah in
mempunyai pistol (karena pistol itu milik "bos" pelindungnya). Perhatikan, investigator harus
jeli melihat celah-celah yang dibantahnya untuk mengetahui apa yang sesungguhnya tidak
dibantahnya. Subjek yang jujur menyampaikan jawaban dengan penuh percaya diri. Subjek yang
berbohong mengimbuhi keterangannya dengan "catatan-catatan" tertentu. Lihat contoh di atas
pernyataan pers yang dibuat pejabat. Ia berlindung di balik imbuhan catatan pejabat negara yang
setia mengabdi kepada bangsa ini",
Tanggapan dengan catatan (qualified response) sering kita dengar dari pejabat sipil dan
militer kita ketika terjadi korupsi atau kejahatan lain. Salah satu bentuknya adalah menjawab
pertanyaan dengan mengutip undang-undang, aturan internal lembaga, aturan good corporate
governance, kode etik, dan ajaran agama. Ini semua adalah yang seharusnya (das Sollen) padahal
pertanyaannya mengenai apa yang sesungguhnya terjadi (das Sein).
Dalam kosakata Inggris, hal di atas disebut generalization statement. Pernyataan yang
dibuat oleh subjek yang berbohong untuk membuat penjelasannya kelihatan atau kedengaran
credible, seperti:
1. as a rule,
2. generally,
3. typically,
4. as a matter of habit,
5. 1 like to,
6. the policy states.
Pertanyaan investigator: "Apakah Anda berada di kantor pada hari Sabtu, 15 Juli, sekitar
pukul 18.00?" Jawab subjek yang berbohong: "Pada hari Sabtu, saya biasanya (usually atau
generally) tidak bekerja, atau pada hari Sabtu sors saya biasanya pergi dengan keluarga." Yang
tidak dibantahnya adalah di mana ia berada pada hari Sabtu yang spesifik itu, yakni tanggal 15
Juli.
Investigator perlu menilai qualified response yang "menyalahkan ingatan Kalau pertanyaannya
berkenaan dengan sesuatu yang memang mengharuskan subjek mengingat masa lalu yang sudah
lama atau mengenai peristiwa yang terjadi setiap harinya, maka penggunaan qualified response
yang menyalahkan ingatan memang wajar. Namun, kalau pertanyaannya sangat spesifik, subjek
tidak perlu menggunakan qualification atau imbuhan catatan terhadap jawaban yang jujur.
Contoh:
Apakah Anda menghapus data keuangan dari komputer perusahaan? S Sepanjang yang bisa saya
ingat tidak
Bentuk qualified response yang lain adalah mision qualifier. Ada fraseologi yang
mengindikasikan bahwa subjek menghilangkan sebagian jawabannya. Contoh fraseologi ini:
L. hampir tidak pernah,
2. tidak sering
3. Repuk juga sih,
4. kebanyakannya (sih),
5. jarang atau jarang-jarang. 6. nggak ada yang penting (istimewa)
7. nggak banyak
Apakah Anda berbeda pendapat dengan atasan Anda tentang pembukuan biaya
1: pemasaran?
Subjek tidak membantah bahwa dia berbeda pendapat dengan atasannya tentang pembukuan
biaya pemasaran.
Jenis qualified response lainnya adalah estimation phrases. Contoh: "Jawaban saya mengenai hal
itu adalah tidak" Dalam bahasa Inggris, fraseologi yang digunakan adalah:
Estimation phrases dapat digunakan oleh subjek yang berbohong dan yang jujur, Karena itu,
Investigator harus mengevaluasi secara cermat tanggapan subjek dalam konteks pertanyaannya.
Misalnya, pertanyaannya: "Pukul berapa Anda tiba di pabrik malam itu?" Jawaban subjek "Harus
kukatakan, sekitar pukul 22.00 Jawaban ini tidak mencerminkan kebohongan karena
pertanyaannya memang memerlukan atau memungkinkan esitmation phrase.
Bandingkan kalau pertanyaannya: "Apakah Anda di dalam truk di depan pabrik pada malam
itu?" Pertanyaan tidak memerlukan estimation phrase. Karena itu, kalau subjek menjawab:
"Harus kukatakan, tidak" Jawaban ini perlu dicurigal.
1. Demi Allah
2. Aku bersumpah.
3. Kukatakan sejujurnya.
Strategi lain untuk menekan perasaan cemas adalah memberikan pernyataan yang kelihatannya
mengingkari kepentingan pribadi, sebelum memulai dengan kalimat yang berisi kebohongan.
Berikut contoh-contoh pernyataan ini dalam bahasa Indonesia dan Inggris
2. Bukan aku tak mau menjawab pertanyaanmu, namun... la memang tidak menjawab
pertanyaanmu) 3. Gue bukan ngomongin si Mandera. [Du memang mau mulai membicarakan si
Mandera)
4. Gue nggak bilang Maisaroh yang salah, Kalimat berikutnya berisi tuduhan terhadap Maisaroh
5. Gue sih nggak punye bukti, tapi [Kalau tidak mempunyai bukti, kenapa menuduh.)
6. Gue nggak nyalahin siape-siape, tapi - (Tetapi akhirnya menyalahkan orang lain bukan?]
7. As crary as it sounds
Pernyataan yang kelihatannya "menyalahkan diri sendiri bagi si pembohong terasa mengurangi
kecemasannya.
Subjek yang jujur akan memberikan tanggapan yang spontan. Subjek yang berbohong
memberikan jawaban yang sudah dihafalkannya atau dilatihnya berulang-ulang. Dalam
menghadapi wawancara, subjek yang jujur dan yang berbohong mempunyai proses berfikir yang
berbeda. Subjek yang jujur peduli dengan siapa pelaku, apa motivasinya, kenapa. bagaimana
perbuatan itu dilakukan Subjek yang berbohong (dan mengetahui cerita sebenarnya) lebih peduli
dengan apa bukti yang tercecer, ada orang lain yang tahu. apa ada yang sudah membocorkan
rahasianya, dan apakah dia mampu berbohong secara meyakinkan
Untuk bisa berbohong secara meyakinkan ta menghafalkan jawabannya secara berulang ulang,
tidak ubahnya dengan pemain sandiwara yang berlatih sebelum panggung. Ada dua whal
behavior yang mencerminkan latihan yang diulang ulang Yang pertama adalah penggunaan
noncontracted denial. Dalam bahasa Inggris, orang mengatakan I don't. I didn't, I wasnt dan lain
lain, untuk memotong kata kata I do not, I did not. I was not dan lain-lain. Bentuk pertama
disebut bentuk pendek atau terpotong (contracted), yang kedua disebut no contracted.
Nenantracted daniels digunakan oleh subjek
yang berbohong dan menghafal hafal jawabannya. Apalagi jika ia menggunakan noncontracied
S: Na I did not
S: Na I do not.
Verbal behavior kedua yang mencerminkan latihan yang diulang-ulang disebut listing
Subjek membuat daftar" kemungkinan, lengkap dengan penomoran (Pertama, Kedua, Ketiga
atau 1, 2, 3 atau a, b, c, dan seterusnya). Lihat contoh berikut.
S: Pertama, ini tempat saya mencari nafkah lebih dari 10 tahun. Kedua, pada saat terjadinya, saya
berada di luar kota. Ketiga, pemilik perusahaan ini sudah seperti ayah sendir
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar ucapan yang makna sesungguhnya berbeda
dari apa yang keluar dari mulut pembicara. Contoh, suami mengatakan kepada istrinya.
"Masakanmu sangat lezat. Namun, ciri-ciri tertentu dari percakapannya (speech characteristica)
suami mengubah 180 derajat makna ucapannya, menjadi "Masakanmu tidak enak" atau bahkan
mungkin lebih sarkastik lagi, seperti "Bah, memuakkan kali.
Ciri-ciri percakapan tertentu ini atau paralinguistic behavior inilah yang harus diamati
investigator. Kalau saluran verbal dapat lebih dikendalikan, maka saluran paralinguistic agak
lebih "lepas kendall. Saluran ini juga lebih sedikit terkontaminasi oleh faktor-faktor eksternal
dibandingkan dengan saluran verbal. Karena itu, paralinguistic behavior merupakan sumber
terbaik untuk mendeteksi kebohongan.
Response latency menunjukkan rentang waktu antara kata terakhir dari pertanyaan
investigator dengan kata pertama dari jawaban subjek. Dalam NSA study, response latency rata-
rata untuk subjek yang jujur adalah 0,5 detik. Sementara itu, untuk subjek yang berbohong
adalah 1.5 detik
Jelas bahwa tanggapan "tertunda" untuk pertanyaan yang sederhana, patut dicurigal. Response
latency tentunya berbeda antara satu subjek dan subjek lainnya. Karena itu, dalam mengamati
paralinguistic behavior, kita perlu mengetahui response latency dari subjek yang bersangkutan
untuk pertanyaan sederhana yang netral. Contoh: "Di mana Anda tinggal
Response latency ini dijadikan patokan untuk mengukur responu latency terhadap pertanyan
yang juga sederhana, tetapi bagi subjek mengandung "bahaya seperti Siapa yang mengantar uang
suap ke rumah Anda?
Subjek sering kali menyadari bahwa ia memberikan jawaban tunda. Hal ini diatasinya dengan
taktik ulur waktu berikut.
Contoh 1:
1: Apakah Anda pernah menggelapkan harta perusahaan sebelumnya? S: Apakah saya pernah
menggelapkan harta perusahaan sebelumnya?
Contoh 2:
1: Apakah auditor intern pernah memeriksa Anda dalam kasus L/C Rp I triliun? S: Hmm......
Apakah Anda bisa mengklarifikasi (atau mengulang) pertanyaan itu?
Dalam kedua contoh di atas, subjek mengulur waktu untuk merumuskan bagaimana sebaiknya
menjawab pertanyaan investigator secara "aman". Pada Contoh 1, subjek mengulang pertanyaan
investigator. Pada Contoh 2, subjek meminta investigator mengklarifikasi atau mengulangi
pertanyaannya.
Early Responses (Jawaban Lebih Awal)
Kategori lain dari paralinguistic behavior yang berkaitan dengan ukuran waktu dari suatu
jawaban (response time) adalah early responses atau jawaban lebih awal. Umumnya, jawaban
lebih awal merupakan reaksi dari subjek yang jujur dan telanjur gugup pada awal wawancara.
Subjek yang jujur akan mengulangi jawaban yang lebih awal tadi saat investigator
menyelesaikan pertanyaannya.
Itulah perbedaannya dengan early response yang diberikan subjek yang berbohong Ketika
memberikan early response, subjek yang berbohong tidak mengulangi jawaban itu saat
investigator menyelesaikan pertanyaannya. Mengapa? Subjek yang berbohong sangat segan
menjawab pertanyaan yang memojokkannya. Sekali memberikan jawaban yang terlalu awal, ia
merasa sudah menjawab dan tidak perlu mengulangi jawabannya. Jawaban awalnya sebenarnya
merupakan respons untuk membantah (denial response).
Tanda-tanda berbohong sangat perlu diperhatikan ketika early responses terjadi pada
pertengahan dan/atau akhir wawancara. Pada saat-saat ini, kegugupan subjek jujur sudah mereda
tia hanya gugup pada awal wawancara). Namun sebaliknya, subjek yang berbohong merasa
semakin terpojok saat saat ini.
Secara statistik, penelitian menunjukkan bahwa subjek yang jujur memberikan jawaban
yang lebih panjang dari subjek yang berbohong. Subjek yang jujur ingin memberikan jawaban
yang selengkap mungkin dan sering kali menawarkan informasi tambahan yang tidak diminta
investigator. Isi jawaban dari subjek yang jujur juga masih dalam konteks yang ditanyakan. la
tidak mengalihkan topik bahasan Sebaliknya, subjek yang berbohong memberikan jawaban
singkat, sekadar memenuhi syarat sudah menjawab. la khawatir memberi jawaban jawaban
panjang yang akhirnya justru saling bertentangan. Jawaban panjang dari subjek yang berbohong
cenderung bersifat mengalihkan topik pembicaraan, dan di luar konteks pertanyaan.
Di bawah ini diberi contoh jawaban dari subjek yang jujur dan yang berbohong
Pertanyaan yang diajukan investigator sama: Anda tahu mengapa saya mewawancarai Anda?
Jawaban subjek yang jujur:
Pada tanggal 15 yang lalu, saya melakukan las opname. Saya terkejut karena uang kas berselisih
kurang Rp10 juta. Saya hitung kembali, hasilnya tidak berubah. Karena itu, saya langsung
melaporkannya kepada supervisor saya. Kita bersama-sama menghitung kembali uang kas Saya
bahkan membeli dan petika, kalau-kalau uangnya terselip. Ketika kami tetap menemukaan
selisih itu saya mulai curiga bahwa ada orang yang mencuri uang kas yang menjadi tanggung
jawab saya. Saya pikir. itulah maksud dari wawancara kita ini dan saya senang sekali bahwa
pemeriksaan ini bisa berlangsung Saya mengharapkan pemeriksaan ini bisa mengungkapkan
pelakunya sehingga membebaskan saya dari sangkaan bahwa saya pelakunya
Uang kas yang dipegang si Anang hilang Sekarang, kita semua diwawancara
Perhatikan, subjek yang berbohong hanya menjawab dengan 11 patah kata. Padahal, percakapan
adalah perilaku alamiah untuk melepaskan ketegangan sehari-hari.
Penyampaian jawaban terlihat dari kecepatan (rate), tinggi-rendahnya nada (pitch), dan
kejelasan (clarity). Hal-hal ini bisa sejalan (konsisten, bersesuaian) dengan apa yang dikatakan
tetapi bisa juga bertentangan. Ketika subjek mengungkapkan emosinya secara jujur, rate dan
pitch umumnya meningkat. Misalnya, lihat bagaimana seorang ibu menceritakan kecelakaan atau
kematian anaknya
Tanggapan yang jujur, tetapi dalam luapan kemarahan sering disampaikan dalam
penggalan kata-kata (clipped words) yang jelas, tegas, dan mantap, seperti HEI DENGARKAN.
AKU TIDAK MENCURI UANG ITU
Subjek yang jujur ingin investigator memahami jawabannya sehingga ia akan berbicara dengan
jelas dan dengan volume yang pas. Subjek yang berbohong cenderung menjawah dengan suara
pelan, tidak jelas, dan menggumam (mumhle).
Continuity of the Response (Kelanjutan dari Jawaban)
Jawaban yang jujur mengalir dengan bebas merupakan tanggapan yang spontan dan apa
adanya. Jawabannya mengalir sebagai satu alur pikir. Satu kalimat disusul dengan kalimat yang
lain, sambung-menyambung, dan tidak meloncat-loncat dari satu alur ke alur yang lain.
Sebaliknya, dalam jawaban dari subjek yang bohong ada perilaku berhenti-kemudian-jalan
("stop-and-start behavior).
I: Apa betul Anda dan Mandika membawa amplop berisi uang suap ke rumah Pak Gunadi
(pejabat)?
S: Mereka (penyidik) mengatakan seandainya saya dan Mandika bersama-sama melakukan hal
itu, tetapi hal itu tidak benar. Saya bahkan tidak pernah hening sejenak). Saya tidak bertemu
dengan Mandika pada hari Sabtu malam
Selaku investigator, kita tidak bisa menebak apa yang ingin dikatakannya. Mungkin, la
mau mengatakan. Saya tidak pernah ke rumah Pak Gunadi" atau "Saya tidak pernah bertemu
Mandika" Yang kita ketahui, subjek merasa tidak nyaman menyelesaikan jawabannya. Untuk
mengatasi kecemasannya, ia berhenti (ditandai periode keheningan) dan mengubah
pernyataannya dengan bantahan yang sangat spesifik. Saya tidak bertemu dengan Mandika hari
Sabtu malam. Ternyata, jawabannya yang spesifik merupakan jawaban jujur. la dan Mandika ke
rumah Pak Gunadi pada hari Minggunya
S:Tidak(tertawa)
I.Apakah anda berpikir pegawai bank yang mencuri uan tunai itu?
S.aku harap investigasi ini berakhir dengan… baik karena saya tidak mencuri uang itu.(tertawa)
Juga seperti halnya berolahraga,fight dan flight mengatasi kecemasan melalui kegiata
fisik.ia menurunkan tingkat stress. Kalau kita freeze seakan akan dihipnotis sang kobra kita
merasa stress yang tinggi,ada rasa kesemutan, dan ada rasa melayang layang.seperti tombol yang
menyalakan tubuh kita “turned off” seperti pesawat radio atau TV yang dimatikan.dalam hal ini
orang berkomunikasi melalui verbal saja.
Makna ucapan kita seperti dijelaskan sebelumnya, diperkuat dan dimodifikasi oleh
bahasa tubuh oleh nonverbal behavior atau isyarat isyarat nonverbal.dalam bahasa sehari-hari
kita sering mendengar ungkapan"tatap mataku biar aku tahu apakah Anda menceritakan
kebenaran"banyak penelitian sosial menunjukkan bahwa 70% dari pesan pesan yang dikirimkan
dalam komunikasi antar manusia terjadi pada tingkat nonverbal.
Statistik itu tentunya tidak berarti bahwa interpretasi perilaku nonverbal lebih akurat dari kedua
perilaku lainnya.statistik itu hanya mencerminkan beberapa besarnya pesan yang disampaikan
melalui gerak tubuh.hal ini ini diketahui dan dimanfaatkan para pelawak yang menggunakan
bahasa tubuh mereka untuk mengundang gelak ketawa penonton. Di sisi lain perilaku nonverbal
cukup rumit untuk dievaluasi,sering menimbulkan interpretasi yang keliru dan evaluasinya harus
dilakukan dalam konteks isi atau substansi verbal yang disampaikan pembicara atau subjek.
1) Postur
2) gerak tangan
3) gerak kaki
4) mimik muka dan mata.
Kita mulai dengan mengawali sikap atau postur. Postur atau sikap di wawancara
mengukapkan keterlibatan emosionalnya, rasa percaya diri, minat (apakah ada minat, pikiran
melayang ntah kemana atau cuek habis-habisan) subjek yang jujur mempertahankan keterlibatan
emosional, minat dan percaya diri, yang tinggi dalam menyampaikan pernyataan. Postur
tubuhnya tegak, searah dengan investigator sehingga ia siap berdialog secara langsung. Ketika
membuat pernyataan-pernyataan penting, ia mencondongkan tubuhnya ke arah investigator,
seperti ia ingin menggarisbawahi apa yang ingin dikatakannya. Kalaupun ia menyilangkan kaki
dan meletakkan satu tungkai diatas tungkainya yang dilain (figur 19.1), hal ini dilakukannya
dengan santai dan nyaman.
( gambar 19.1)
Mempelajari nonverbal behavior sebaiknya melakukan rekaman gambar dan suara dari
wawancara sesungguhnya . Cara ini tidak dapat disajikan dalam buku. Buku figur 19.2 sampai
19.4 berupaya menjelaskan perilaku nonverbal dari subjek yang jujur tanpa gerak dan suara.
4) menentang,menghindar,condong ke depan
5) slouching posture
6) memasang pembatas atau barrier posture.
1. GERAK TANGAN(GESTURE)
sebagai tanggapan atas pertanyaan investigator, subjek dapat melakukan tiga jenis gerak
tangan. pertama subjek tetap tidak melibatkan dirinya tidak ada gerak tangan sama sekali. ini
merupakan tanda bahwa ia tidak mempunyai percaya diri terhadap jawaban yang sudah atau
akan diberikannya, atau ia memandang pertanyaan-pertanyaan itu tidak penting. kedua tangan
menjauh dari tubuh seperti orang berpidato atau guru yang sedang mengajar gerak tangan seperti
ini disebut perilaku menjelaskan (illustration behavior) . Ketiga tangan mengarah pada bagian
tubuh gerak tangan ini disebut perilaku menyelesaikan (adaptor behavior)
ilustrasi behavior:
lebih sering ditunjukkan oleh subjek yang jujur. Ketika subjek jujur menceritakan
pengalamannya yang berhubungan dengan kegiatan fisik, investigator akan melihat dalam
kurung atau tidak atau bisa memperkirakan akan adanya gerak tangan ini. Gerak tangan ini
kita saksikan ketika seseorang menceritakan bagaimana pelaku menyodorkan amplop berisi
uang sogokan, dan ia menolaknya. Selain itu seorang wanita yang menceritakan bagaimana
ia diperkosa, atau sopir taksi yang menceritakan bagaimana ia menyerahkan uangnya di
bawah todongan. ada lagi, gerak tangan yang dalam bahasa Inggris disebut hands shrug
dengan gerakan tangan ini, subjek ini mengatakan, aku tidak tahu atau aku tak peduli ( figur
19.9.2) ini bisa dibarengi dengan mengangkat bahu. hand shrug ini bisa memperkuat apa
yang diucapkan subjek, sebaliknya, hand shrug bisa merupakan kontradiksi atau berlawanan
dengan ucapan subjek.
2. GERAK KAKI
Gerak kaki juga bisa mengubah postur duduk si subjek.dengan menapakkan kaki dan
mendorong punggung kesandaran kursi,bias juga disertai kursi berpijak pada dua kaki
bealkangnya.ini adaah sikap yang menunjjukkan subjek berbohong .sikap yang dilakukannya
sesaat sesaat sebelum atau selama menjawab suatu pertanyaan.
Berbagai ekpresi atau mimik muka yang disebabkan oleh subjek yang khawatir bahwa
kebohongannya terungkap, ketidakpastian apakah ia akan berhasil menutup-nutupi
kebohongannya, atau mungkin kesadarannya bahwa kebohongannya sudah terungkap sehingga
ia siap mengakui kesalahannya. Kenyataannya bahwa ekspresi mukanya berubah sebenarnya
sudah merupakan indikasi bahwa subjek berbohong. Sebaliknya tidak adanya perubahan
mengindikasikan subjek itu jujur.
Dari semua perubahan mimik atau ekspresi wajah, yang paling sulit dievaluasi adalah
kemarahan.
Kontak mata antara subjek dan investigator merupakan salah satu perilaku nonverbal
yang sangat penting untuk dievaluasi. Dalam budaya barat, kontak mata secara timbal balik,
menandakan keterbukaan , jujur apa adanya ( candor), dan trust. Subjek yang pembohong tidak
berani dan enggan menatap mata investigator. Ia akan menundukkan kepala melihat lantai,
mengalihkan matanya kesamping (seperti melirik), atau ke langit-langit ruangan. Subjek
berkurang kecemasan jika tidak memandang investigator. Subjek bahkan menantang
investigator, seperti menantap lama ( manusia bermasyarakat mempunyai ukuran tatap mata
lama atau sekilas).
Subjek yang jujur tidak khawatir memandang investigator, seperti anak-anak manis di Taman
Kanak-Kanak ketika menyimak pelajaran gurunya, polos sekali, memandang mata gurunya tanpa
rasa khawatir, dan mata berseri-seri secara spontan ketika guru mengatakan sesuatu yang
menyenangkan. Bandingkan dengan kontak mata siswa SMU yang ketahuan sedang mencotek.
Berikut ini lima pedoman yang harus diperhatikan ketika menilai kontak untuk menentukan
apakah subjek membohong atau jujur.
1) Umumnya, subjek yang tidak melakukan kontak mata dengan investigatornya sedang
mengrahasia sesuatu. Namun, investigator juga perlu mempertimbangkan "kerusakan"
mata (misalnya tatapan mata orang jetreng, seolah-olah melihat kesisi lawan bicaranya),
rasa rendah diri (bawahan ketika berbicara dengan atasan), ganguan emosi. Atasan
budaya atau agama dimana menatap orang yang harus dihormati adalah tabu.
2) Untuk alasan apa pun, investigator tidak boleh menantang subjek untuk menatap
matanya. Tantangan yang sama sekali tidak bermanfaat. Subjek yang berbohong pun
akan menerima tantangan ini. Tantangan ini justru menghapuskan peluang untuk
mengamati perilaku nonverbal yang sangat penting.
3) Investigator cukup mengamati kontak mata secara casual saja sehingga tidak membuat
subjek menjadi tidak nyaman. Kontak mata secara casual yang sekali dibarengi tatapan
tajam sudah cukup untuk menarik kesimpulan apakah subjek menghidari tatap mata. Ini
juga menghilangkan kecurigaan subjek bahwa perilakunya sedang diamati.
4) Subjek tidak boleh diperkenakan memakai kacamata hitam, kecuali jika ia mempunyai
penyakit yang mengahruskannya memakai kacamata hitam didalam ruangan. Kacamata
hitam menyembunyikan kontak mata sehingga investigator, tidak dapat menilai perilaku
ini. Juga kebalikannya, investigator tidak boleh memakai kacamata hitam karena subjek
seharusnya boleh mengamati sikap jujur atau minatnya terhadap pembicaraan melalui
kontak mata, hal ini menjadi lebih penting saat melakukan interogasi.
5) Selaku investigator, jangan mengharapkan subjek terus menatapnya, ini tidak wajar,
kecuali jika ia seorang wanita cantik atau pria tampan yang mempunyai daya tarik luar
biasa bagi subjeknya.
Seperti dijelaskan diatas pembahasan mengenai, BSA diambil dari dari hasil penelitian
John Reid. Dengan sendirinya, contoh-contohnya dengan penggunaan bahasa Inggris tidak bisa
dihindari. Misalnya, ketika menjelaskan noncontracted denial dalam verbal behavior, padanan
bahasa indonesianya tidak bisa ditemukan. Dalam bahasa Indonesia, mungkin ada bentuk lain
dari indikasi berbohong dalam jawaban yang dihafalkan sebelum wawancara dimulai.
Itu penyebab penelitian seperti dilakukan John Reid jugak perlu dilakukan dalam konteks
Indonesia. Contoh: nonverbal behavior, dalam bentuk menyilangkan lengan didepan dada
menunjukan sikap subjek yang berbohong ( atau menutup diri) di Amerika Serikat. Sikap cuek
ini jugak ditunjukan Oom pasikom dalam kartum dibawah ini. Namun,di beberapa daerah di
Indonesia sebelah Timur, itulah bahasa tubuh yang menunjukkan subjek menghormati orang
yang mengajak berbicara.Menundukan kepala dibanyak bangsa Asia jugak menunjukkan rasa
hormat kita kepada seseorang, padahal ungkapan bahasa Inggris berkata sebaliknya " look me
straight in the eye if you're telling the truht."
Duduk dengan kaki diletakkan diatas meja mencerminkan sikap santai di Amerika.
Namun hal yang sama bisa berarti arogan bagi orang Indonesia bahkan penghinaan.
Apakah aktor dan aktris lebih mudah berbohong karena profesi mereka menuntut mereka
berakting? Jawabannya tidak. Wawancara yang dihadapi aktor dan aktris ketika menghadapi
tuntutan menimbulkan kecemasan. Tidak berarti bermain film tidak menimbulkan kecemasan
( misalnya untuk bintang pandangan), tetapi kecemasannya sangat berbeda ketika ia betul-betul
harus atau akan berbohong. Misalnya saat polisi memeriksanya untuk menentukan apakah ia
sedang menggunakan atau membawa narkoba.
Sangatlah penting, bahkan menentukan sekali lagi investigator yang mengevaluasi BSA
berpedoman pada hal-hal berikut:
1) Perhatikan penyimpangan dari BSA si subjek dalam keadaan normal. Ini bisa diketahui
dari evaluasi perilaku subjek sewaktu wawancara yang tidak bersifat menunduh, atau
darj informasi latar belakang lainnya ( misalnya keterangan atasannya bahwa ia mudah
gugup) keadaan normal juga bisa diamati saat subjek saat menjawab pertanyaan
sederhana mengenai dirinya, seperti nama, alamat, pendidikan terakhir, pekerjaan dan
lain lain nya.
2) Semua indikasi perilaku diamati kapan terjadinya ( sewaktu menjawab pertanyaan apa)
dan seberapa sering terjadi. Dalam bahasa Inggris,perhatikan timing dan consistency dari
perilaku yang memberi indikasi penting.
3) Untuk menjadi indikator yang andal, perubahan perilaku harus terjadi ketika subjek
mendengar pertanyaan atau akan memberikan jawaban dan perilaku ini berulang ketika
pertanyaan serupa diajukan. Karena itu kesimpulan mengenai BSA harus menyeluruh,
bukan untuk satu atau dua pertanyaan dalam wawancara.
2.8 INTEROGASI
Bagian awal bab ini telah menjelaskan perbedaan antara wawancara dan introgasi
introgasi bersifat accusatory menuduh.dari pandangan investigator, tersangka ini bersalah
meskipun seseorang dalam pengertian hukum dianggap bersalah kalau sudah ada ketetapan
hakim mengenai hal yang bersifat tetap itu. Jadi bersalah atau ( guilty) dan tidak bersalah atau
(innocent) Pada bab ini adalah semata-mata dari titik pandang investigator.
Sepanjang interogasi, perilakunya mudah dikenal ia mudahan secara emosional oleh ucapan
dan tindakan investigator. Postur tubuhnya tidak kaku, ia lebih terbuka, matanya basah atau
berkaca-kaca, iya tidak menyilangkan lengan atau tungkai nya. kontak matanya dengan mata
investigator mulai jarang, dan berakhir dengan tatapan kosong ke langit-langit atau dinding.
untuk subjek yang emosional, teknik dan teknik interogasi yang tepat harus didasarkan pada
pendekatan yang simpatik.investigator perlu menunjukkan sikap ikut prihatin dengan apa yang
dialami subjek sekarang akibat perbuatannya di masa lalu.
Subjek yang non emosional tidak merasa ada beban titik hati nuraninya tidak terusik dengan
kejahatan yang dilakukannya atau konsekuensi dari kejahatan yang dilakukannya ia berada dari
subjek yang emosional. Sikap emosional cuek merupakan hasil dari gangguan kepribadian
(personality disorder) diterimanya. Dari kejahatan kerah putih (white color crime) juga ada
subjek yang non emosional.
motifnya untuk melakukan kejahatan bisa bersifat emosional. Namun ketika ia menghadapi
introgasi sikapnya dingin tidak peduli tidak ada keterkaitan secara emosional. Baginya, introgasi
adalah sekedar permainan. selama introgasi ia bisa menawarkan pengakuan alakadarnya,
pengakuan samar-samar, asal bisa lolos. Objek yang non emosional membiarkan investigator nya
berbicara panjang lebar sampai berbuih ia sendiri tidak bergeming. Posturnya tertutup dan
defensif. Kata-kata yang keluar dari mulut investigator bagai angin lalu titik ciri yang menonjol
dari tersangka yang non emosional adalah ia cocomo tidak terbawa arus emosi tidak termakan
oleh kata atau tindak-tanduk investigator.
taktik dan teknik terbaik dalam menghadapi subjek yang non emosional adalah menyodorkan
fakta faktual analysis approach atau pendekatan analisis faktatergerak dengan common sense dan
reasoning.
tersangka dengan perbandingan 80:20 atau 20:80,dan kombinasi-kombinasi lain. Karena itulah
sympathetic approach harus dikombinasikan untuk subjek yang emosional dan factual analysis
approach untuk subjek yang emosional.
adegan tv atau film dan praktik-praktik tidak baik yang ditunjukkan penyidik adalah sangat
menyesatkan penonton dan orang awam dalam kurung bahkan investigator tidak bisa
membayangkan bahwa introgasi tidak lain dari upaya menyakinkan atau membujuk tersangka
menceritakan kebenaran.
Atau dalam bahas Inggrisnya:the truth,the whole truth and nothing but the truth.The truth
berarti kebenaran,the whole truth bermakna kebenaran seutuhnya jangan ada yang
disembunyikan.nothing but the truth berarti jangan memberikan informasi yang benar dan
bohong campuran informasi yang benar dan bohong akan menyesatkan.
Pionir dalam bidang introgasi juga pionir dalam behavior symptom analisis yaitu John E Reid.
Iya memperkenalkan 9 langkah introgasi yang dikenal sebagai the read the nine steps of
introgation.secara skematis langkah-langkah ini digambarkan dalam figur 19. 13. penelitian oleh
reid meliputi spektrum kejahatan yang luas termasuk pembunuhan pemerkosaan penyiksaan dan
berbagai kejahatan kekerasan. Figure 19. 13 disesuaikan dengan pokok bahasan dalam buku ini
yaitu tindak pidana berupa fraud.
figure 19.30 menunjukkan 3 lingkaran oval yaitu data awal dan lain-lain, predication, dan
wawancara. Pada bab 12 kita mempelajari predication of fraud dan fraud theory.
sebelum memasuki langkah 1 dari interogasi tersangka dipersilakan duduk dalam ruangan
interogasi sekitar 5 menit. Tersangka yang bersalah cepat mereka-reka apa yang akan ditanyakan
dan menjejal otaknya dengan jawaban-jawaban hal ini menimbulkan ketidaknyamanan. Semakin
lama ditinggal sendiri ia semakin ragu, bingung dan membuyarkan upayanya untuk berbohong.
beberapa tersangka berpikir begitu dalam dan khawatir dengan nasibnya sehingga mereka
terperangah ketika investigator memasukisehingga terlepas dari beban yang berat.
tersangka yang tidak bersalah umumnya melihat wajah investigator tanpa merasakan beban atau
tekanan batin, sekalipun ia jengkel karena harus diinterogasi. Ia jengkel, tetapi sorot matanya
cerah dan perilakunya umumnya sangat menguntungkannya. karena itu di mata investigator yang
terlatih perilaku-perilaku yang tidak bersalah.
Sebelum memasuki ruangan, investigator sudah mempunyai persiapan yang cukup ia harus
membawa map atau folder tebal yang berisi bukti-bukti mengenai kasus itu, atau simulasi
tentang suatu kasus.pada awal introgasi dan pada saat yang tepat selama interogasi, investigator
menatap halaman halaman tertentu dari folder tersebut ini membawa dampak psikologis pada
tersangka bahwa investigator mempunyai banyak bukti tentang perbuatannya, sekalipun
investigator sedang melihat halaman kosong. Folder semacam ini juga mempunyai dampak
positif baik bagi tersangka bersalah maupun tidak bersalah karena folder itu memberikan kesan
bahwa investigator sudah bersiap
selain order itu investigator bisa juga membawa berkas yang menunjukkan rekening koran bank,
Laporan atau proyeksi, foto-foto pelaku dan rekannya sedang ribut di cayman island Vanuatu
atau negara-negara tempat ia menyimpan harta karunnya namun jangan gunakan berkas atau
bukti palsu.
LANGKAH LANGKAH DALAM INTEROGASI:
3) Handling Denials
bagi investigator, tidak mudah mendapatkan pengakuan dari tersangka titik tersangka
yang bersalah dan yang tidak bersalah akan memberikan penyangkalan atau denial.
penyangkalan dapat dilakukan secara verbal, seperti tidak aku tidak melakukannya. atau
dalam bentuk nonverbal seperti menggelengkan kepala subjek menyangkal sebagai
tanggapan atas kedua titik penyangkalan pada dasarnya adalah pernyataan bahwa tuduhan
itu palsu tidak benar, keliru, salah alamat, dan seterusnya
tahap penyangkalan merupakan tahap yang sangat menentukan titik kalau penyangkalan
tidak ditangani dengan keahlian dan pengalaman, seluruh langkah berikutnya akan sia-sia
ketika dua anak memperebutkan mainan dan mainan itu rusak anak yang mempunyai
mainan mengatakan" kau merusak mainanku" kemudian dijawab" tidak kau yang
merusakkan nya sendiri". Perbantahan ini terus berlangsung tanpa perubahan susunan
kata sampai salah satu pihak berhenti karena letih atau sebab lain. serupa terjadi pada
kasus tindak pidana.
karena itu tujuan utama dalam langkah 3 adalah mencegah tersangka meluncurkan
penyangkalan yang tidak perlu dan sebenarnya harus akan mengganggu perhatian dari
tema introgasi dan upaya investigator selanjutnya untuk mengungkapkan kebenaran.
kemudian ada satu kenyataan hidup yang merupakan bagian alamiah manusia yaitu
semakin sering tersangka yang bersalah memberikan penyangkalan, semakin berkurang
kemungkinan nya ia akan menyatakan kebenaran. pernyataan ini sebenarnya bukan saja
penting untuk langkah 3 dan selanjutnya tetapi juga untuk langkah-langkah sebelumnya.
Seorang tersangka yang menyangkal berbuat kejahatan dan menceritakan penyangkalan
Nya kepada anak, istri,teman, saudara, guru spritual, dan lain-lain akan sulit untuk
menceritakan kebenaran, ketimbang tersangka yang belum pernah menyangkal
perbuatannya.
Investigator sudah bisa mengantisipasi tersangka akan menyangkal, setelah mendengar
direct positive confrontation pada langkah 1 titik ia sudah mendengar hal semacam itu
entah dari pengacaranya atau temannya.
Kalau tersangka mengajukan penyangkalan yang lebih tegas dan mantap investigator
harus menilai kembali apakah tersangka bersalah seperti pada penilaian di awal interogasi
atau masih ada kemungkinan tersangka tidak bersalah. Proses ini dijelaskan dalam
interogasi berikut.
I: boleh, semua berkas hasil investigasi ini ada dalam hal ini tidak ada keraguan bagi
kami bahwa andalah ia menghapus bukan piutang itu, kemudian menagih Jumlah piutang
kepada para debitur.
S: tidak, aku tidak melakukan hal itu!
I: seperti ikut kukatakan boleh penyelidikan kami menunjukkan bahwa anda pelakunya
titik yang penting adalah Anda Menjelaskan alasan anda melakukannya. Saya baru
berbicara dengan seseorang yang mengetahui tentang penghapusbukuan piutang ini...
Perhatikan ketika mendengar jawaban tegas dan tentunya respon nonverbal nya
investigator melakukan 3 Al. Ia menegaskan kembali ke tidak laguan bahwa si Tole yang
bersalah ia mengalihkan pembicaraan Transition statement ( hal yang penting adalah
Anda Menjelaskan alasan anda melakukannya.) Dan ia mengalihkan pokok-pokok
percakapannya dari Tole kepada orang lain ( seseorang yang mengetahui tentang
penghapusbukuan piutang.)
Kalau si Tole ternyata tidak bersalah, ia akan sangat motivasi untuk membuktikan
investigator keliru. Namun galau si Tole bersalah, ucapan ( verbal response) dan nada
( paralinguistic response) investigator memperkuat pandangannya mengenai Tole.
Ada banyak gejala perilaku yang ditunjukkan tersangka yang bersalah untuk meneruskan
permainan penanggalannya titik gejala-gejala perilaku ini tidak dibahas disini titik
pembaca dapat melihat pada tulisan-tulisan Jan rek titik yang penting adalah investigator
menghindari tersangka mengulang-ulang atau mengelaborasikan penyangkalan dengan
menggunakan behavior analysis symptom analysis, investigator harus mengantisipasi
dilanjutkannya permainan penyangkalannya.
Investigator dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Investigator dapat mengatakan
Tole! Dengarkan! Apa yang akan kukatakan sangat penting.... ( kemudian, investigator
menyampaikan interrogation theme). Sambil menggerakkan tangannya, menandakan
"stop" atau "Tunggu dulu bung!" Di pada pukul 19. 15
Tersangka yang bersalah ingin mengetahui apa saja yang diketahui investigator
tentang dirinya sehingga ia bisa membaca situasi titik karena itu tersangka yang bersalah
umumnya mulai mendengar informasi informasi yang merugikannya dengan cermat
ketika investigator membeberkannya. Saat ini ia tidak akan menginterupsi intruksinya
makin jarang investigator berhasil menangani penyangkalan menolak ikut dalam
permainan, seperti anak-anak yang memperebutkan suatu barang
4) Overcoming Objections
dalam langkah ini, investigator berupaya mengatasi benteng pertahanan kedua dari si
tersangka titik benteng pertahanan pertamanya adalah penyangkalan benteng pertahanan
keduanya adalah keberatan tersangka yang melihat kesiapsiagaan dalam upayanya
menyangkal akan mengubah taktiknya dengan mengajukan keberatan. dengan perubahan
taktik ini tersangka mengharapkan dapat mengambil alih kendali percakapan sehingga
melemahkan keyakinan investigator bahwa ia memang bersalah.
perubahan taktik ini umumnya berupa pengajuan alasan tuduhan yang dikemukakan
investigator itu salah. namun tersangka belum memberikan bukti-bukti bahwa ia tidak
bersalah titik tersangka tetap mengajukannya dengan harapan akan memperkuat
penyangkalan nya. Pernyataan-pernyataan tersangka seperti ini disebut objection atau
keberatan.
misalnya dalam pembobolan bank, tersangka akan mengatakan "tak mungkin aku
melakukannya, aku tak punya pistol" dengan mengajukan keberatan ini, tersangka
berharap investigator akan membahas masalah pistol sehingga ia dapat mengurangi
kecemasannya melalui debat verbal yang mungkin akan dimenangkannya.
Denial atau penyangkalan adalah strategi pertahanan (devensive strategi) yang alamiah,
dan digunakan oleh orang yang bersalah dan tidak bersalah. Sementara itu objection atau
keberatan adalah strategi menyerang (offensive strategy).strategi menyerang ini hampir
selalu hanya digunakan oleh tersangka yang bersalah.
proses interogasi pada langkah 4 memanfaatkan keberatan-keberatan yang diajukan
tersangka untuk meyakinkannya menceritakan yang sebenarnya.keberatan atau objection
yang diajukan tersangka dirumuskan dalam bentuk alasan ekonomi, agama, jabatan, atau
moral mengapa ia tidak akan melakukan apa yang disangkakan kepadanya.
ketika tersangka mengubah strateginya dari Daniel yang bersifat defensif ke objection
yang bersifat ofensif investigator memenangkan langkah 3. kemenangan ini janganlah
dijadikan bekal untuk meneruskan teknik langkah 3 investigator dalam langkah 3
berupaya mencegah tersangka melancarkan denial investigator dalam langkah 4 justru
memanfaatkan dan mendalami objection ini dalam dialognya.
Langkah 4 ini terdiri atas
1. Mengenali keberatan (recognizing the objection)
2. .menghargai keberatan (rewarding the objection)
3. membalikkan keberatan (tyrning the objection arround)
A. Mengenali keberatan
keberatan terkadang dapat dikenali dengan mudah titik misalnya dalam kasus yang
melibatkan petugas atau pejabat bank investigator akan sering mendengar simpanan saya
di bank banyak sekali, mengapa saya harus melakukan hal itu atau kalau mau saya
tinggal minta saja sama papi (seolah-olah orang miskin yang melakukan atau melakukan
fraud di bank)
Tersangka juga dapat menggunakan kalimat pengantar berikut:
1. Tidak mungkin aku melakukan hal itu
2. Aku tidak akan melakukan hal seperti itu
3. Gila apa
4. Bagaimana mungkin aku melakukan hal itu
investigator harus mendengarkan dengan cermat dan mengenali pernyataan-
pernyataan yang merupakan keberatan dengan tepat titik cara menanganinya juga seperti
dijelaskan di atas, berbeda dari cara menangani penyangkalan.
B. Menghargai keberatan
istilah menghargai keberatan bermakna investigator tidak menolak keberatan yang
diajukan tersangka. Ia bahkan menghargai tersangka yang justru menyampaikan
keberatan investigator tidak boleh membantahnya. Investigator harus bersikap seolah-
olah ia memang sedang menunggu-nunggu tersangka mengajukan keberatan. tidak boleh
ada kesan investigator terus atau tersinggung ketika tersangka menyampaikan
keberatan.lihat dialog di bawah ini investigator yang terjebak dan tidak menyadari bahwa
ia memberikan dampak pengendalian kepada tersangka.
I: tole kau katakan tak mungkin melakukan hal itu kenapa?
S: karena aku tidak memiliki pistol atau senjata apapun.
I: ah yang benar, kau punya dan kau gunakan pistol itu.
S: hei, sudah kukatakan, aku tak punya senjata.
I:tole dengarkan, kukatakan kau gunakan senjata itu untuk merampok. Sudahlah, jangan
berbohong pula.
S: aku tak punya,senjata pistol, atau apa kek.
C. Membalikkan keberatan
dialog diatas seharusnya tidak terjadi investigator harus memanfaatkan keberatan
yang diajukan tersangka kemudian membalikkan keberatan itu dan kembali ke tema
introgasi, itulah sebabnya istilah yang dipakai sebelumnya adalah rewarding the objection
investigator memberi hadiah atau reward kepada tersangka. Ia justru mendorong
tersangka mengemukakan keberatan itu merupakan pintu kembali ke tema.
Unsur unsur dalam dialog pada langkah 4
Tersangka sudah kehilangan percaya diri atau ketangguhannya untuk terus mengemukakan
ketidakbersalahnya sudah sampai disuatu titik dimana membiarkan investigator berbicara
apapun, ia berdiam diri, dan investigator menjadi pembicara tunggal. Dialog berubah menjadi
monolog. Pikirannya mungkin bergeser pada konsekuensi dari perbuatannya, bayang-bayang
bahwa ia dan keluarganya harus menanggung malu, ia diajukan ke mega hijau , siapa tau, ia
berapa kali harus mendekam diri dipenjara. Suara investigator seperti musik di latar belakang,
terdengar tetapi tidak di dengarkan.
Tidak ada kontak mata. Ia umumnya akan melihat keatas atau kesamping, tetapi tidak
kebawah. Tatapannya kosong, tidak berekspresi. Alis, kening, dan mulut seperti dalam rekaman
video yang terhenti, tidak ada perubahan. Postur tubuhnya kesamping, menjahui investigator.
Tangan menyentuh tangan yang lain, dan salah satu lengan menompang dagu. Ia tidak bergerak
secara verbal, nonverbal, dan mental.
Dalam tahap ini, kedekatan fisik, jarak kursi investigator dan tersangka, serta kontak mata
sangat penting. Perilaku verbal dari investigator juga sangat menentukan dalam mempertahankan
momentum ini. Kedekatan secara fisik akan mendekatkan tersangka secara psikologis dengan
investigatornya. Investigator harus mendekati tersangka secara hati-hati, dan bukan dengan
menarik kursi secara mendadak dan menimbulkan bunyi yang keras.
Investigator berupaya melibatkan kembali tersangka ke dalam percakapan. Salah satu caranya
adalah membuat pertanyaan yang bersifat hipotesis, dan membujuk tersangka untuk
menjawabnya. Perhatikan pertanyaan-petanyaan hipotesis yang diajukan investigator dalam
percakapannya.
Tole, saya mengerti, kadang-kadang sulit untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi,
tapi kita semua membuat salah, bukan? Saya percaya Anda belum pernah melakukan hal seperti
ini sebelumnya. Seperti kita sekolah di SD dulu, ketika baru belajar menulis. Anda mendapat
pinsil dengan karet penghapus di atasnya, bukan? Pinsil dengan penghapus di atasnya
memungkinkan murid-murid menghapus kesalahannya. Sebagai orang dewasa, kita juga
membuat kesalahan, bukan? Saya tahu, saya sendiri tidak sempurna, siapakah saya untuk
menyalahkan dan menghakimi orang lain selama ia sendiri berkeinginan memperbaiki
kesalahannya. Langkah pertama dalam memperbaiki kesalahan adalah mengakui kesalahan itu,
kau setuju Tole?
Dari contoh ini, jelas sekali, investigator tidak mencari jawaban atau pengakuan ketika ia
menggunakan pertanyaan-pertanyaan hipotetis. Pertanyaan-pertanyaan ini lebih bersifat
renungan, food for thought.
Seorang wanita dengan keadaan ekonomi yang jauh dari mapan diduga menggelapkan uang
perusahaan. Hal yang sangat positif pada wanita itu adalah ia merupakan seorang ibu yang
mengurusi anak-anaknya dengan baik, mendidik mereka dengan penuh kasih sayang, dan selalu
memberi teladan yang baik. Gambaran mengenai ibunda yang penuh kasih sayang, diselang-
selingi pertanyaan-pertanyaan hipotetis mengenai keluarga akan sangat menyentuh hatinya.
Pertanyaan hipotetisnya antara lain: Dari percakapanmu dengan anak-anakmu, saya dapat
melihat Anda merupakan seorang ibu yang baik yang mendidik anak-anak dengan penuh kasih
sayang. Saya yakin Anda bukan tipe ibu yang mengatakan kepada anak-anak, silakan ambil apa
saja yang kalian suka, mumpung ada kesempatan untuk menghabisi, padahal Anda tahu itu
bukan milik Anda. Tidak, saya percaya Anda tidak akan mendidik mereka seperti itu. Ketika
mereka melakukan kesalahan, Anda akan meminta mereka menceritakan yang sebenarnya,
bukan?
Pertanyaan-pertanyaan hipotetis harus menyentuh aspek positif dari tersangka. Untuk alasan
psikologis, investigator tidak boleh menanyakan konsekuensi nyata (sebagai lawan dari
konsekuensi hipotetis) yang tersangka ingin menghindari atau melupakannya, contoh: “Kau
ingin punya catatan hitam sepanjang hidupmu?", "Bisa kaubayangkan bagaimana rasanya hidup
di Nusakambangan?" Pertanyaan semacam itu akan mengingatkan tersangka mengenai apa yang
akan dihadapinya kalau ia menceritakan kebenaran.
Pada akhir Langkah 5, investigator seharusnya berhasil menjalin hubungan yang baik dengan
tersangka. Hubungan yang baik dalam hal ini berarti tersangka percaya investigator jujur,
investigator berusaha keras mencari kebenaran, ia bersedia membantu tersangka untuk
mengungkapkan kebenaran. Dalam bahasa Inggris, hubungan ini dinamakan rapport. Pada tahap
ini, tersangka menyadari bahwa kebohonannya tidak menghasilkan keinginannya tadi. Karena
itu, sekarang ia lebih bersedia mendengarkan. Ia menunjukkan sikap kalah, kepala tertunduk,
bahu menurun, kaki lemas, mata berkaca-kaca. Mentalnya berada pada titik terendah.
Investigator mulai mengarah pada suatu pokok tertentu dari tema yang dikembangkan. Untuk
itu, ia menunjukkan empatinya terhadap tersangka dengan sikap siap membantu. Ketika
mengembangkan tema yang sudah dimulai dalam tahap-tahap sebelumnya, ia berusaha
menemukan motive. Investigator mengajukan berbagai alasan untuk menjelaskan motive dari
perbuatan tersangka sambil mengamati perilaku tersangka untuk menentukan alasan yang
diterima dan yang ditolak.
Investigator harus terus mengulangi prosedur di atas sampai ia melihat adanya tanda tanda
resignation. Perubahan mood dari withdrawal ke resignation merupakan indikasi yang sangat
penting. Perubahan ini mengisyaratkan adanya pergolakan di dalam batin tersangka untuk
menceritakan kebenaran. Apabila investigator tidak jeli menangkap tanda-tanda resignation ini,
ia kehilangan peluang untuk Langkah 7.
Ada empat tanda-tanda fisik yang menunjukkan resignation. Keempat tanda ini bisa terjadi
berbarengan atau terpisah-pisah. Tanda-tanda itu adalah perubahan dalam posisi lengan dan
tungkai, sikap nonverbal yang menandakan persetujuan, perubahan dalam postur dan perubahan
dalam kontak mata. Tanda-tanda resignation ini akan dijelaskan di bawah.
Pada dasarnya, ini adalah perubahan yang menunjukkan tersangka lebih terbuka, dan
membuka pertahanannya. Sikap bertahan ditunjukkan dengan menyilangkan tangan ke dada dan
menyilangkan satu ke tungkai yang lain. Dalam resignation, tersangka melepas silangan tangan
atau kakinya. Tangan dan lengan yang tadinya tersilang, sekarang berada di sisi tubuhnya.
Dalam posisi withdrawal, tersangka menggunakan lengan dan tangannya untuk menopang
dagunya. Dalam resignation, ada gerak tangan menjauhi muka atau kepala. Sikap ini juga
menandakan tersangka siap untuk membuka diri.
Mengubah postur, khususnya yang ke arah posisi investigator, mengarah ke depan atau
frontal alignment merupakan pertanda bahwa ia siap menceritakan kebenaran. Perubahan postur
dengan kepala tertunduk dan tubuh membungkuk juga menandakan kesiapan ini.
Tanda-tanda yang sangat bisa dipercaya bahwa tersangka sedang mempertimbangkan untuk
menceritakan kebenaran adalah ekspresi wajah, khususnya kontak mata. Kalau dalam kondisi
withdrawal ia melihat ke langit-langit atau ke samping, ketika memasuki resignation, matanya
menatap ke bawah, seiring dengan kepala yang tertunduk. Perubahan tatap mata menandakan
bahwa tersangka dalam feeling mode. Tersangka berada dalam suasana batin yang penuh
perasaan, ia mengalami emosi yang signifikan.
Tanda-tanda lain: mata yang basah dan tangan yang menghapus air mata, suara terisak
sesekali, sampai akan menangis. Ketika tersangka menangis, investigator jangan
meninggalkannya. Kalau investigator hilang dari pandangannya, tersangka akan menutup dirinya
dan kembali ke tahap penyangkalan (denial stage). Ketika tersangka menangis, investigator
berusaha menghilangkan rasa malu yang bisa dialami tersangka. Menangis adalah pelepasan
emosi yang menghilangkan tekanan batin. Ini juga tanda bahwa tersangka sudah menyerah dan
memilih untuk mengaku, terkadang berupa ledakan emosional atau emotional outburst yang
membuktikan penyesalan. Bagi tersangka sendiri, ledakan emosional ini mengesankan perasaan
bersalah yang dalam.
Tersangka wanita terkadang menangis sekadar sebagai "ulah” atau sandiwara belaka sebagai
upaya yang tidak tulus untuk mendapatkan simpati investigator. Tangisan "manipulatif" ini
umumnya terjadi pada awal interogasi dan umumnya di tahap penyangkalan (denial stage). Ini
tidak berbeda dengan "permohonan" untuk penyangkalan yang dibahas di atas.
Anda tahu Tole, masalah yang dihadapi laki-laki masa kini adalah mereka malu untuk
menangis dan mereka menyimpan segala penderitaan dalam-dalam. Mereka takut mengeluarkan
perasaan. Karena itulah, laki-laki lebih sering terkena serangan jantung daripada wanita. Saya
senang melihat Anda tidak segan menangis. Itu menandakan Anda peduli dan Anda ingin
meluruskan segala sesuatunya.
Apabila investigator mengkritik tersangka laki-laki yang menangis, ia tidak akan sukses dalam
interogasinya. Investigator yang melecehkan perilaku ini, misalnya dengan mengatakan "Laki-
laki apa kamu ini, masak menangis." atau "Tole, kamu kayak bayi aja sih" akan menjengkelkan
tersangka sedemikian rupa sehingga tersangka mengurungkan niatnya untuk menceritakan yang
sebenarnya.
Perhatikan pelayan di restoran yang menawarkan pencuci mulut di akhir santapan makan
siang atau makan malam. Pelayan yang kurang terlatih akan menanyakan, "Ingin dessert ? Atau
Bapak sudah kenyang?" Sebaliknya, pelayan yang terlatih akan mengajukan pertanyaan yang
terarah, pertanyaan pilihan: “Bapak, kami ada apple pie atau cake untuk hidangan penutup. Apa
pilihan Bapak?"
Pola pertanyaan kedua yang digunakan pada Langkah 7. Investigator menanyakan, "Anat ini
pertama kalinya Anda melakukan hal tersebut, atau sudah ke sekian kalinya?" Pilihan- a pertama
kalinya ia melakukan hal tersebut") mungkin lebih bisa dimaafkan dari Pilihan-2 ("Sudah ke
sekian kalinya"): namun, keduanya merupakan pengakuan kesalahan.
Seorang yang tidak bersalah jangan diharapkan akan memberi pengakuan sekadar karena
investigator mengajukan pertanyaan pilihan. Tersangka mengaku karena keinginannya untuk
mengaku, apa pun alasannya. Tersangka yang tidak bersalah akan menolak pilihan apa pun
dalam pertanyaan pilihan, dan akan gigih mempertahankan ketidakbersalahannya.
Dalam langkah ini, tersangka diarahkan untuk menceritakan perincian dari perbuatannya yang
pada akhirnya akan dirumuskan menjadi pengakuan yang bisa diterima sebagai bukti hukum.
Perincian ini bisa berupa keterangan di mana uang disembunyikan, keterangan mengenai
rekening bank, siapa saja yang terlibat dalam kejahatan, motive tersangka, dan lain-lain.
Istilah "tersangka diarahkan untuk menceritakan perincian dari perbuatannya" tidak sah bahwa
investigator menyodorkan skenario dan tersangka tinggal mengiyakan. Melalui pertanyaan-
pertanyaan investigator, tersangka menjelaskan seluruh perbuatannya dengan perincian
mengenai apa, bagaimana, siapa, kapan dan lain-lain (lihat W H atau WH, yang dijelaskan di
Bab 12).
Pada awal Langkah 8, hanya seorang investigator berada dalam ruang interogasi. Kehadiran
orang lain akan membuat tersangka segan mengakui perbuatannya, apalagi memberikan
perinciannya. Ketika investigator ini puas dengan pengakuan lisan dan perincian dari pengakuan
lisan, investigator meminta investigator lain menyaksikan pengakuan lisan tersangka.
Kalau ada investigator kedua yang menyaksikan pengakuan lisan, maka tersangka umumnya
tidak akan menolak memberikan pengakuan tertulis dalam Langkah 9. la menyadari sudah
memberi pengakuan dihadapan dua orang, mengapa ia sekarang harus menolak memberi
pengakuan tertulis? Seandainya ia menolak memberi pengakuan tertulis, ada dua orang
investigator yang dapat memberi kesaksian.
Pada puncaknya, tersangka memberikan pengakuan secara tertulis. Padanannya untuk kita di
Indonesia adalah Berita Acara Pengakuan atau dokumen semacam itu. Di Indonesia, investigator
sering melakukan interogasi sambil mengetik jawaban tersangka menurut persepsi investigator.
Pada akhir interogasi, tersangka diminta menandatangani berita acara pemeriksaan.
Kelemahan dari cara ini adalah pengakuan tertulis ini tidak menggunakan atau tidak
sepenuhnya menggunakan kata-kata, kalimat atau bahasa tersangka. Kemudian hari, tersangka
menyangkal memberi pengakuan itu. Penyangkalannya lebih mudah diterima orang-orang yang
mendengarnya berbicara di pengadilan karena struktur kalimat dan ungkapan bahasanya berbeda
dengan apa yang tertulis dalam berita acara.
1) Tujuan interogasi bukanlah untuk mendapat pengakuan atau pengakuan bersalah, baik
lisan maupun tertulis. Interogasi bertujuan mencari kebenaran. Interogasi bahkan bisa
berakhir dengan dilepasnya tersangka dari sangkaan kalau ia memang tidak bersalah.
2) Sukses dari suatu interogasi bergantung pada kejelian investigator untuk mengenali
situasi sehingga ia menerapkan prosedur yang tepat untuk langkah yang sedang dijalani,
pertanyaannya tepat dan cerdas, serta momentum dan dinamika dapat dipertahankan.
3) Kesembilan langkah tadi mencerminkan progresi mental tersangka. Ini terlihat dari
berbagai foto yang disajikan di atas. Kalau behavior symptom analysis dilaksanakan.
dengan baik, langkah-langkah tadi seakan-akan seperti pesawat yang terbang secara
4) Tidak semua interogasi harus berjalan dari Langkah 1 dan berakhir pada Langkah
autopilot. 9. Tersangka mungkin masuk secara verbal ke Langkah 4 sejak dini, dan
investigator dapat memasuki Langkah 6 secara cepat.
Penjelasan mengenai The Raid Nine Steps of Interrogation di atas adalah versi ringkasnya.
Salah satu tulisan John Reid mengenai hal ini yang dijadikan acuan untuk versi ringkas di atas
mencapai 165 halaman. Subjek dalam wawancara dan interogasi adalah manusia. Pembahasan di
atas menyederhanakan manusia dari susunan psikologisnya, seolah-olah hanya ada dua Jenis,
yaitu emosional dan non-emosional, padahal setiap manusia itu unik,
Dalam tulisannya, Reid menguraikan kasus-kasus khusus secara panjang lebar, salah satu di
antaranya menyangkut seorang wanita muda. Dari perilaku verbal dan non-verbalnya pada
Langkah 1, investigator menilai ia bersalah meskipun ada juga tanggapan verbalnya yang secara
tegas mengatakan, "Saya tidak mencuri uang itu". Investigator menanyakan, "Apakah ada
sesuatu yang belum Andaceritakan?" Dengan keterampilan interogasi, investigator berhasil
meminta tersangka menceritakan yang sesungguhnya. Ternyata, perilaku verbal dan
nonverbalnya yang mengindikasikan ia bersalah berkenaan dengan masalah lain. Wanita itu
sedang hamil, dan orang tua pria (yang tidak mengetahui kehamilannya) merencanakan po
pernikahan yang spektakuler setahun kemudian. Latar belakang sosial wanita ini mn kelahiran di
luar pernikahan sebagai suatu aib. Dengan informasi ini, jelas bagi investigator mengapa perilaku
wanita itu meragukan.
Tidak semua organisasi dan lembaga yang melakukan investigasi ingin atau mempunyai
mandat untuk melakukan interogasi. Bagi mereka, versi ringkas sudah memadai untuk
mempersiapkan wawancara yang hasilnya akan dipakai oleh lembaga lain (misalnya penyidik).
Teknik investigasi ini belum lazim dilakukan di Indonesia, antara lain karena pengakuan
bersalah (confession atau confession of guilt) dari pelaku sering kali tidak dianggap bukti yang
penting.
1. Bab ini disadur dari beberapa bab dalam buku: Fred E. Inbau, John E. Reid, Joseph P.
Buckley, dan Brian C. Jayne, Criminal Interrogation and Confessions, Edisi Keempat.
7. Lihat konsep rationalization yang dikembangkan Donald R. Cressey dalam pembahasan pada
Bab 6.
(548)
Lampiran A
TENTANG
Peraturan Kapolri (disingkap "Perkap") ini berisi 64 pasal. Hanya beberapa pasal dan ayat yang
dikutip dalam Lampiran ini. Praktisi akuntansi forensik perlu membaca seluruh Perkap untuk
memahami maksud dan tujuan, serta referensi ke peraturan perundang-undangan lainnya dan
prinsip HAM secara global.
Banyak pasal dan ayat dalam Perkap ini yang sama dengan ketentuan dalam KUHAP.
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
10. Kekerasan adalah segala tindakan atau ancaman yang mengakibatkan hilangnya nyawa,
cedera fisik, psikologis, seksual atau ekonomi.
11. Penggunaan Kekuatan adalah segala penggunaan/pengerahan daya, potensi atau kemampuan
anggota Polri dalam rangka melaksanakan tindakan kepolisian.
12. Upaya paksa adalah tindakan kepolisian yang bersifat memaksa atau membatasi HAM yang
diatur di dalam hukum acara pidana dalam rangka penyidikan perkara
13. Senjata adalah segala jenis peralatan standar kepolisian yang dapat digunakan oleh petugas
Polri untuk melaksanakan tugasnya guna melakukan upaya paksa melalui tindakan
melumpuhkan, menghentikan, menghambat tindakan seseorang/sekelompok orang.
14. Budaya Lokal adalah adat, tradisi, kebiasaan atau tata nilai yang masih kuat dianut oleh
masyarakat setempat dalam rangka memelihara keamanan, ketertiban dan ketenteraman di
lingkungan warga masyarakat setempat.
15. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
16. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan
atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.
17. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang
18. Ketertiban Masyarakat adalah suatu keadaan atau situasi yang terdapat keteraturan sesuai
dengan aturan yang berlaku, yang menimbulkan rasa aman dan bebas dari kecemasan terhadap
gangguan
19. Korban Langsung adalah orang yang menjadi objek suatu kejahatan karena diserang.
dirampok, diperkosa, dibunuh atau dengan tindakan lain.
20 Korban Tidak Langsung adalah anggota keluarga atau kerabat dekat korban yang menderita
akibat kejahatan yang terjadi.
21. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan
ia alami sendiri.
22. Penggeledahan Tempat/Rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat
tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan
dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
23. Penggeledahan Badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan
dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau
dibawanya untuk disita.
24. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan
di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan
Pasal 4
a. semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama,
mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam
persaudaraan
b. setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam instrumen
HAM internasional maupun nasional dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti
pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain,
asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain;
c. pembatasan terhadap hak-hak asasi manusia yang lainnya hanya dapat dibatasi
berdasarkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis
d. perlindungan (to protect), pemajuan (to promote), penghormatan (to respect), dan
pemenuhan (to fulfil) HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah
e. setiap orang berhak untuk mendapatkan pengakuan, perlindungan, penghormatan
pemenuhan HAM yang dimilikinya
f. HAM merupakan landasan prinsip keadilan sebagai jembatan menuju perilaku beradab
yang diciptakan dan diakui oleh masyarakat dunia:
g. HAM telah dikodifikasi dalam hukum internasional dan diakui oleh Pengadilan
Internasional dan menjadi bagian dari undang-undang dan kebijakan negara di dunia
h. HAM tidak membedakan ras, etnik, ideoloet, budavalayama/keyakinan, falsafah, status
sosial, dan jenis kelamindo amin/orientasi seksual, melainkan mengutamakan komitmen
untuk saling menghormati untuk menciptakan dunia yang beradab, dan
i. HAM untuk semua orang "di seluruh dunia, baik yang lemah maupun yang kuat, untuk
memberi pembenaran terhadap kebutuhan dan aspirasi manusia dan oleh karenanya
berada di atas kepentingan semua golongan
Pasal 10
Dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi
ketentuan berperilaku (Code of Conduct) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf h sebagai
berikut:
Pasal 11
Paragraf 1 Penyelidikan
Pasal 12
(1) Untuk kepentingan tugas kepolisian, setiap anggota Polri dapat melakukan tindakan
penyelidikan menurut peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan tugas penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi
dengan Surat perintah yang sah, terkecuali dalam keadaan yang mendesak sesuai yang
diperintahkan oleh Pimpinan yang berwenang.
(3) Dalam melaksanakan tindakan penyelidikan setiap petugas wajib menghargai norma-norma
yang berlaku, bertindak manusiawi dan menjalankan tugasnya sesuai dengan etika kepolisian.
(4) Dalam melaksanakan investigasi setiap petugas dilarang melakukan tindakan yang berlebihan
sehingga merugikan pihak lain.
Pasal 13
a. melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan
informasi, keterangan atau pengakuan
b. menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses
hukum atau secara sewenang-wenang
c. memberitakan rahasia seseorang yang berperkara
d. memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laporan hasil
penyelidikan
e. merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran
f. melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara.
a. menolak laporan atau pengaduan dari masyarakat tanpa alasan yang sah
b. menolak permintaan bantuan dari seseorang yang membutuhkan
c. pertolongan atau mencari keadilan tanpa alasan sah.
Paragraf 2
Tindakan Pemanggilan
Pasal 14
a. memberi waktu yang cukup bagi yang dipanggil untuk mempersiapkan kehadirannya.
paling sedikit dua hari sebelum waktu yang ditentukan untuk hadir, surat panggilan
sudah diterima oleh yang dipanggil
b. surat panggilan berisi identitas yang dipanggil, pokok perkara yang menjadi dasar
pemanggilan; status yang dipanggil; keperluan pemanggilan; hari, tanggal dan waktu
pemanggilan; alamat tempat pemanggilan; tanggal, nama dan tanda tangan pejabat yang
memanggil; dan nama, status dan tanda tangan penerima surat panggilan
c. pemanggilan hanya dilakukan untuk kepentingan tugas kepolisian dan sesuai dengan
batas kewenangannya
d. segera melayani orang yang telah hadir atas pemanggilan
e. memperhatikan dan menghargai hak dan kepentingan orang yang dipanggil; dan
f. mempertimbangkan alasan penundaan dengan bijaksana, dalam hal orang yang
dipanggil tidak dapat hadir pada waktunya karena alasan yang sah.
g.
(2) Dalam melakukan tindakan pemanggilan dilarang:
Paragraf 3
Tindakan Penangkapan
Pasal 15
(1) Tindakan penangkapan yang pada dasarnya merampas kemerdekaan seseorang hanya dapat
dilakukan dengan cara yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
(2) Tindakan penangkapan hanya dapat dilakukan dalam pelaksanaan tugas kepolisian dengan
alasan sebagai berikut:
(3) Tujuan utama melakukan penangkapan yang berkaitan dengan tindak kejahatan adalah untuk
membawa tersangka ke hadapan pengadilan guna menentukan tuduhan terhadapnya.
(4) Selain tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tindakan penangkapan dapat dilakukan
oleh petugas Polri dalam rangka untuk memberikan perlindungan pihak yang menurut peraturan
perundang-undangan perlu dilindungi (UU Perlindungan Saksi Korban).
Pasal 16
(2) Tersangka yang telah tertangkap tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah
sampai terbukti bersalah di pengadilan (asas praduga tak bersalah).
Pasal 17
Pasal 18
(1) Dalam hal orang yang ditangkap tidak paham atau tidak mengerti bahasa yang dipergunakan
oleh petugas, maka orang tersebut berhak mendapatkan seorang penerjemah tanpa dipungut
biaya.
(2) Dalam hal yang ditangkap adalah orang asing, maka penangkapan tersebut harus segera
diberitahukan kepada kedutaan, konsulat, atau misi diplomatik negaranya, atau ke perwakilan
organisasi internasional yang kompeten jika yang bersangkutan merupakan seorang pengungsi
atau dalam lindungan organisasi antar pemerintah.
Pasal 19
Dalam hal yang ditangkap adalah anak-anak, maka wajib diperhatikan hak tambahan bagi anak
yang ditangkap sebagai berikut:
Dalam hal yang ditangkap adalah seorang perempuan, maka wajib diperhatikan perlakuan
khusus antara lain:
a. sedapat mungkin diperiksa oleh petugas perempuan atau petugas yang berperspektif
gender
b. diperiksa di ruang pelayanan khusus
c. perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan
d. hal mendapat perlakuan khusus
e. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka laki-laki dan
f. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan.
Pasal 21
Paragraf 4
Tindakan Penahanan
Pasal 22
(1) Dalam rangka menghormati HAM, tindakan penahanan harus memperhatikan standar sebagai
berikut:
(2) Tindakan penahanan hanya dapat dilakukan berdasarkan hukum dan menurut tata cara yang
diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Tahanan yang pada dasarnya telah dirampas kemerdekaannya, harus tetap diperlakukan
sebagai orang yang tidak bersalah bersalah sebelum ada keputusan hukum yang berkekuatan
tetap
Pasal 23
a. semua orang yang kebebasannya dicabut harus tetap diperlakukan secara manusiawi dan
penuh hormat karena martabatnya yang melekat sebagai manusia
b. setiap orang yang dituduh telah melakukan tindak pidana harus dikenakan asas praduga
tak bersalah sebelum terbukti bersalah oleh suatu keputusan peradilan
c. tersangka/tahanan berhak mendapat penjelasan mengenai alasan penahanan dan
mengenai tuduhan yang dikenakan kepadanya
d. sebelum persidangan dilaksanakan, seorang tersangka dimungkinkan untuk tidak ditahan
dengan jaminan dan alasan tertentu seperti:
1. tidak akan mengulang kejahatan lagi
2. tidak merusak atau menghilangkan barang bukti; dan
3. tidak melarikan diri.
e. tahanan tidak boleh disiksa, diperlakukan dengan keji dan tidak manusiawi, mendapat
perlakuan dan hukuman yang merendahkan martabat, atau diberi ancaman-ancaman
lainnya
f. tahanan hanya boleh ditahan di tempat penahanan resmi, keluarga serta penasihat hukum
harus diberikan informasi tentang tempat dan status penahanan
g. tahanan berhak untuk mendapatkan bantuan hokum
h. tahanan berhak untuk berkomunikasi dan mendapatkan akses untuk berhubungan dengan
keluarga
i. tahanan berhak untuk memperoleh pelayanan medis yang memadai dengan catatan medis
yang harus disimpan
j. tahanan harus mendapatkan hak untuk berkomunikasi dengan penasehat hokum
k. tahanan yang tidak begitu paham dengan bahasa yang digunakan oleh pihak berwenang
yang bertanggung jawab atas penahanannya, berhak untuk memperoleh informasi dalam
bahasa yang dia pahami. Jika mungkin disediakan penerjemah, tanpa dipungut biaya,
untuk proses pengadilan selanjutnya
l. tahanan anak-anak harus dipisahkan dari tahanan dewasa, perempuan dari laki-laki, dan
tersangka dari terpidana
m. lama penahanan serta sah atau tidaknya penahanan seseorang diputuskan oleh hakim
atau pejabat yang berwenang
n. para tersangka mempunyai hak untuk berhubungan dengan dunia luar, menerima
kunjungan keluarga dan berbicara secara pribadi dengan penasihat hukumnya
o. para tersangka harus ditempatkan pada fasilitas-fasilitas yang manusiawi, yang
dirancang dengan memenuhi persyaratan kesehatan yang tersedia seperti air, makanan,
pakaian, pelayanan kesehatan, fasilitas untuk berolahraga dan barangbarang untuk
keperluan kesehatan pribadi
p. tahanan berhak mendapatkan kesempatan menjalankan ibadah menurut
agama/kepercayaan atau keyakinannya; setiap tahanan berhak hadir dihadapan petugas
pengadilan untuk mengetahui keabsahan penahanannya
q. hak dan status khusus perempuan serta anak-anak harus dihormati
r. tahanan tidak dapat dipaksa untuk mengaku dan memberikan kesaksian yang
memberatkan dirinya atau orang lain
s. harus ada pengawasan terhadap pemenuhan hak-hak tahanan
t. tahanan tidak boleh dijadikan bahan percobaan medis atau ilmiah yang dapat
mengakibatkan penurunan kesehatannya meskipun atas kesediaan yang bersangkutan
u. situasi dan suasana interogasi harus dicatat secara rinci
v. tahanan harus diperlakukan dengan layak dan dipisahkan dari narapidana
w. wawancara antara seorang yang ditahan dan penasihat hukumnya boleh diawasi tetapi
tidak boleh didengar oleh petugas penegak hukum; dan
x. apabila seseorang yang ditahan atau dipenjara meminta, dapat ditempatkan di tahanan
atau penjara yang cukup dekat dengan daerah tempat tinggalnya, jika memungkinkan.
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Paragraf 5
Tindakan Pemeriksaan
Pasal 27
(1) Setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau
terperiksa wajib:
Pasal 29
Paragraf 6
Pasal 30
a. melakukan tindakan yang dapat merusak keutuhan TKP dan merusak barang lainnya
b. melakukan tindakan penutupan TKP secara berlebihan (dalam konteks waktu dan batas-
batas TKP) dan/atau tindakan yang tidak relevan dengan kepentingan pengolahan TKP
c. melakukan tindakan yang arogan, membatasi hak-hak seseorang atau kelompok secara
berlebihan yang tidak relevan dengan tujuan pemeriksaan TKP
d. melakukan tindakan di TKP di luar batas kewenangannya
e. tidak memperhatikan/menghargai hak-hak orang yang berada di TKP; dan
f. sengaja memperlama waktu pemeriksaan TKP dan/atau tidak membuka kembali TKP
walaupun kepentingan pengolahan TKP telah selesai.
Pasal 31
Paragraf 7
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Bagian Kesatu
(1) Setiap orang yang diduga melakukan kejahatan memiliki hak untuk dianggap tidak bersalah
sampai terbukti bersalah sesuai dengan putusan pengadilan dan telah memperoleh semua
jaminan yang diperlukan untuk melakukan pembelaan.
(2) Setiap anggota Polri wajib menghargai prinsip penting dalam asas praduga tak bersalah
dengan pemahaman bahwa :
a. penilaian bersalah atau tidak bersalah, hanya dapat diputuskan oleh pengadilan yang
berwenang, melalui proses pengadilan yang dilakukan secara benar dan tersangka telah
mendapatkan seluruh jaminan pembelaannya; dan
b. hak praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah oleh pengadilan adalah hak mendasar,
untuk menjamin adanya pengadilan yang adil.
(3) Setiap anggota Polri wajib menerapkan asas praduga tak bersalah dalam proses investigasi
dengan memperlakukan setiap orang yang telah ditangkap atau ditahan, ataupun orang yang
tidak ditahan selama masa investigasi, sebagai orang yang tidak bersalah.
Bagian Kedua
Hak Tersangka
Pasal 36
a. segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada
penuntut umum
b. untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas
dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada
waktu pemeriksaan dimulai
c. dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak memberikan keterangan
secara bebas kepada penyidik
d. dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak untuk setiap waktu
mendapat bantuan juru bahasa, dalam hal tersangka bisu dan/atau tuli diberlakukan
ketentuan Pasal 178 KUHAP
e. guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari seorang
atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan,
menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang
f. untuk mendapatkan penasihat hukum tersangka berhak memilih sendiri penasehat
hukumnya
g. dalam hal tersangka disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak
mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasihat hukum yang ditunjuk sendiri, pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk
penasihat hukum bagi mereka dan setiap penasihat hukum yang ditunjuk tersebut
memberikan bantuannya dengan cuma-Cuma
h. tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai
dengan ketentuan undang-undang
i. tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi
dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya
j. tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan
dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan
proses perkara maupun tidak
k. tersangka yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas
dirinya oleh pejabat yang berwenang, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah
dengan tersangka ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk
mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya
l. tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai
hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan bagi
penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hokum
m. tersangka berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada
hubungannya dengan perkara tersangka untuk kepentingan pekerjaan atau untuk
kepentingan kekeluargaan
n. tersangka berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari
penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk
keperluan itu bagi tersangka disediakan alat tulis menulis
o. surat menyurat antara tersangka dengan penasehat hukumnya atau sanak keluarganya
tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara,
kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalahgunakan
p. dalam hal surat untuk tersangka itu ditilik atau diperiksa oleh penyidik hal itu
diberitahukan kepada tersangka dan surat tersebut dikirim kembali kepada pengirimnya
setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah ditilik"
q. tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan
r. tersangka berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang
memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi
dirinya
s. tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian; dan
t. tersangka berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wawancara dan interogasi sering di gunakan sebagai sinonim. Hal ini umumnya karena
ketidaktahuan. Ada juga penyidik yang mengerti maka kedua istilah tetapi sengaja
menggunakannya secara keliru. Misalnya untuk memberi kesan kepada majelis hakim bahwa
tidak menggunakan kekerasan,maka ia menggunakan istilah wawancara padahal istilah
interogasi lebih tepat menggambarkan tindak pemeriksaan atau investigasinya. Tujuan
wawancara adalah mengumpulkan keterangan, memahami obyek pemeriksaan, menguji
keterangan yang telah didapatkan sebelumnya, melengkapi keterangan dan yang lain sedangkan
tujuan interogasi adalah mencari keterangan.
Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Wawancara dan Interogasi :
a) Wawancara
Bersifat netral dan tidak menuduh
Bertujuan untuk mengumpulkan informasi
Wawancara biasanya di lakukan pada saat awal investigasi
Bisa di lakukan dalam berbagai lingkungan atau suasana
Bersifat cair, tidak terstruktur
Mencari hasil wawancara dari awal sampai akhir
b) Interogasi
Bersifat menuduh
Bertujuan untuk mengetahui yang sebenarnya, apa sebenarnya yang terjadi, siapa
yang melakukan, berapa jumlah atau nilai fraud
Taktik membuat pernyataan bukan pertanyaan
Dilakukan dilingkungan terkontrol bukan di sembarang tempat
Hanya dilakukan pada saat investigator mempunyai keyakinan memadai ketika
salahnya seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2, cetakan ke
empat. Jakarta: Salemba Empat.