Anda di halaman 1dari 107

MAKALAH AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT

INVESTIGATIF
“ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA
STANDAR AUDIT INVESTIGATIF”

DOSEN PENGAMPU :
HARISWANTO SE., M.Si, Ak, CA, CPA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
AULIA SEPTIANI : 185310519
ISMAYANTI ANANDA PUTRI : 185310752
NIRMALA SARI : 185310524

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Akuntansi
Forensik Dan Audit Investigatif dengan judul “Atribut Dan Kode Etik Akuntan
Forensik Serta Standar Audit Investigatif”. Shalawat beserta salam senantiasa
kita hadiahkan buat junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, mudah-
mudahan kita semua mendapat syafa’atnya kelak. Penulisan makalah ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Forensik Dan Audit
Investigatif semester 6, Program Studi Akuntansi S1, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Islam Riau, Pekanbaru.
Dalam menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila
tanpa dukungan serta bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pertama
kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Hariswanto selaku dosen mata kuliah
Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi
pembacanya. Adapun penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini, kami juga sangat membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Pekanbaru, 4 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................iv

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................iv

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................iv

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Atribut seorang akuntan...................................................................1

2.2 Karakteristik seorang pemeriksa fraud............................................1

2.3 Kualitas akuntan forensik................................................................2

2.4 Independen, objektif, skeptis...........................................................2

2.5 Kode etik akuntan forensik..............................................................3

2.6 Standar audit investigatif.................................................................4

2.7 Standar pemeriksaan keuangan negara............................................5

2.8 Standar akuntansi forensik...............................................................8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan....................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah
Peran akuntansi forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari
waktu ke waktu semakin terus meningkat. Akuntansi forensik banyak diterapkan
ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum
yang diperlukan untuk menangani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada
instansi tersebut. Akuntansi forensik juga digunakan oleh Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), serta Inspektorat Jendral Kementrian untuk menggali informasi selama
proses pelaksanaan audit investigasi.
Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
mengemukakan bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang
spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit
investigasi. Selain itu dalam melaksanakan pekerjaannya seorang akuntansi
forensik harus memenuhi atribut dan kode etika serta standar pekerjaan.
Dalam tugas profesionalnya, akuntan wajib mematuhi aturan etika yang
tertuang dalam kode etik akuntan titik kode etik akuntan sebagai suatu prinsip
moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya akuntan sehingga apa
yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan
meningkatkan martabat serta kehormatan profesi. Dengan adanya kode etik ini
maka para akuntan diharapkan memahami dan menerapkan nya sebagai tanggung
jawab dalam penugasan profesionalnya.

iv
I.II Rumusan Masalah
1. Apa saja atribut seorang akuntan?
2. Apa saja karakteristik seorang pemeriksa fraud?
3. Apa saja kualitas akuntan forensik?
4. Apa itu independen, objektif, skeptis?
5. Apa saja kode etik akuntan forensik?
6. Apa saja standar audit investigatif?
7. Apa saja standar pemeriksaan keuangan Negara?
8. Apa saja standar akuntansi forensik?

I.III Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa saja atribut seorang akuntan
2. Untuk mengetahui apa saja karakteristik seorang pemeriksa fraud
3. Untuk mengetahui apa saja kualitas akuntan forensik
4. Untuk mengetahui apa itu independen, objektif, skeptis
5. Untuk mengetahui apa saja kode etik akuntan forensik
6. Untuk mengetahui apa saja standar audit investigatif
7. Untuk mengetahui apa saja standar pemeriksaan keuangan negara
8. Untuk mengetahui apa saja standar akuntansi forensik

v
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Atribut Seorang Akuntan
Atribut seorang akuntan forensik dalam melakukan investigasi terhadap Fraud:
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Dari awal
upayakan “menduga” siapakah pelaku kecurangan.
2. Fokus pada pengumpulan bukti dan barang bukti untuk proses pengadilan. Auditor
harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan kecurangan”.
3. Kreatif dalam menerapkan teknik investigatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan
dapat ditebak.
4. Auditor fraud harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan
sehingga harus memiliki indra atau intuisi yang tajam untuk merumuskan “teori
mengenai persekongkolan”.
5. Mengenali pola fraud yang memungkinkan investigator menerapkan teknik investigatif
yang ampuh.

II.2 Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud


Menurut ACFE (Association of Certified Fraud Examiners), Pemeriksa Fraud adalah
profesi gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif (investigator). Pemeriksa
Fraud harus memiliki keahlian teknis, kemampuan mengumpulkan fakta dari saksi secara fair,
tidak memihak, sahih, dan akurat serta mampu melaporkan fakta-fakta secara akurat dan
lengkap.
Selain itu seorang investigator juga harus memiliki kualifikasi tertentu antara lain:
 Tidak gagabah atau sifat kehati-hatian;
 Menjaga kerahasiaan pekerjaan;
 Kreatif;
 Pantang menyerah;
 Berani;
 Jujur;
 Memiliki kemampuan pendekatan manusia;
 Ketangguhan mencari informasi seluas-luasnya.
II.3 Kualitas Akuntan Forensik
1. Kreatif
Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi normal dan
mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan situasi
bisnis yang normal.
2. Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apakah yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian
peristiwa dan situasi.
3. Tak pantang menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta tidak mendukung, dan
ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4. Akal Sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.
5. Business Sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan bukan
sekedar bagaimana transaksi tersebut dicatat.
6. Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita dapat bertahan di bawah tekanan
cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela).

II.4 Independen, Objektif, Skeptis


Independen adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain,
tidak tergantung pada orang lain. Dalam SPAP (IAI, 2001: 220.1) auditor diharuskan bersikap
independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern).
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah
pengaruh  pihak lain.
Skeptisme merupakan sikap/pikiran selalu mempertanyakan atau mengasumsikan
kerentanan terhadap suatu kecurangan tetapi juga tidak membenarkan kejujuran yang absolut.

II.5 Kode Etik Akuntan Forensik


Kode etik berisi nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi. Eksistensi
profesi bisa terwujud apabila adanya:
- Integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain)
- Rasa hormat dan kehormatan (respect dan honor)
- Nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust) dari pengguna dan
stakeholder lainnya.

Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan
pemakai jasanya, stakeholder lainnya dan masyarakat.
Tiga wilayah tingkah manusia menurut Lord John Flecther Moulton
1. Wilayah hukum positif
Wilayah dimana seseorang patuh karena ada hukum dan adanya hukuman bagi yang tidak
patuh.
2. Wilayah kebebasaan (free choice)
Wilayah dimana seseorang mempunyai kebebasan penuh dalam menentukan sikapnya.
3. Wilayah kesopan-santunan (manners) atau etik
Dalam wilayah ini tidak ada hukum yang memaksakan tindak tanduk kita, namun kita
merasakan bahwa kita tidak bebas memilih/melakukan apa yang kita inginkan. Wilayah ini
sering disebut wilayah kepatuhan yang tidak dapat dipaksakan. Kepatuhan ini adalah
kepatuhan seseorang terhadap hal-hal yang tidak dipaksakan kepadanya untuk diikutinya.
II.6 Standar Audit Investigatif
Standar adalah ukuran mutu, dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak yang
memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja si auditor.
K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk melakukan
investigasi terhadap fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui (accepted best practices)
Dalam hal ini tersirat dua hal, yang pertama adanya upaya membandingkan antara
praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik saat itu (Benchmarking), yang
kedua upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik.
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi
dapat diterima di pengadilan.
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia.
Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari
untuk memastikan bahwa investigasi telah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga
membantu perusahaan dalam upaya perbaikan sehingga accepted best practise dapat
dilaksanakan.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya.
Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai, yang
bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
5. Beban pembuktian pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan, dan pada
penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif
maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari
segi waktu.
Dalam melakukan invetigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Dalam menghormati
asas praduga tak bersalah, hak dan kebebasan seseorang harus dihormati. Sehingga
membuka peluang untuk menghancurkan dan menghilangkan barang bukti.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan
bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-
hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan
catatan, melibatkan dan/atau melapor ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai
pelaporan.

II.7 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara


Badan Pemeriksa Keuangan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
mencantumkan beberapa standar yang berkenaan dengan penemuan fraud. Pemeriksa harus
merancang metodologi dan posedur pemeriksaan dengan menentukan peraturan perundang-
undangan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tujuan pemeriksaan, dan harus
memperhitungkan risiko bahwa penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan, dan
kecurangan maupun penyalahgunaan wewenang dapat terjadi.
Guna menetapkan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh
signifikan terhadap tujuan pemeriksaan, pemeriksa dapat menggunkan pendekatan:
a) Ubah setiap tujuan pemeriksaan menjadi beberapa pertanyaan tentang aspek tertentu dari
program yang diperiksa (tujuan, pengendalian intern, kegiatan, operasi, output, outcome).
b) Identifikasi ketentuan perundang-undangan yang terkait langsung dengan aspek tertentu
yang menjadi bahan pertanyaan tadi.
c) Tentukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara
signifikan dapat memengaruhi jawaban atas pertanyaan tadi.

Pemeriksa dapat mengandalkan pekerjaan penasihat hukum dalam hal:


a) Menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh signifikan
terhadap tujuan pemeriksaan.
b) Merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan
c) Mengevaluasi hasil pengujian tersebut, pemeriksa juga dapat mengandalkan hasil kerja
penasihat hukum, apabila tujuan pemeriksa mensyaratkan adanya pengujian untuk menilai
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

Dalam merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-


undangan pemeriksa harus menilai risiko kemungkinan terjadinya penyimpangan, mencakup
pertimbangan apakah entitas mempunyai sistem pengendalian yang efektif untuk mencegah atau
mendeteksi teradinya penyimpangan dari peraturan perundang-undangan, apabila diperoleh bukti
yang cukup mengenai efektivitas pengendalian maka luas pengujian akan kepatuhan dapat
dikurangi.
Dalam merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus menggunkan skeptisme profesional
dalam menilai risiko-risiko yang secara signifikan dapat mempengaruhi tujuan pemeriksa
misalnya dengan memperhatikan faktor-faktor terjadinya kecurangan seperti keinginan atau
tekanan ynag dialami seseorang untuk melakukan kecurangan, kesempatan yang memungkinkan
terjadinya kecurangan, serta alasan atau sifat seseorang tersebut. Ketika pemeriksa
mengidentifiksi faktor-faktor atau risiko-risiko kecurangan secara signifikan dapat
mempengaruhi tujuan atau hasil pemeriksaan, pemerika harus merespon masalah tersebut dengan
merancang prosedur untuk rof memberikan keyakinan memadai bahwa kecurngan tersebut
dapat dideteksi.
Apabila terdapat informasi yang menjadi perhatian pemeriksa dalam mengidentifikasi
bahwa kecurangan telah terjadi, maka pemeriksa harus mempertimbangkan apakah kecurangan
tersebut secara signifikan mempengaruhi tujuan pemeriksaan, apabila ternyata mempengaruhi,
maka pemeriksa harus memperluas seperlunya langkah-langkah prosedur pemeriksaan untuk: (1)
menentukan apakah kecurangan mungkin terjadi dan (2) apabila memang telah terjadi apakah hal
tersebut mempengaruhi tujuan pemeriksaan.

Kondisi-kondisi berikut dapat mengindikasikan risiko terjadinya kecurangan:


a) Lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada atau tidak
bisa mengawasi proses pengendalian
b) Pemisahan tugas yang tidak jelas
c) Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan
d) Kasus di mana pegawai cenderung menolak liburanatau menolak promosi
e) Dokumen-dokumennya hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda memberikan
informasi tanpa alasan yang jelas
f) Informasi yang salah atau membingungkan
g) Pengalaman pemeriksaan atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai kegiatan-
kegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal.

Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan


perundang-undangan, maka mungkin saja tidak ada hukum, atau ketentuan peraturan perundang-
undangan yang dilanggar.
Apabila indikasi terjadinya ketidakpatutan memang ada dan akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan secara signifikan, pemeriksa harus memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan,
untuk:
(1) Menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-benar terjadi, dan
(2) Apabila memang benar-benar terjadi, maka pemeriksa harus menentukan pengaruhnya
terhadap hasil pemeriksaan karena penentuan bahwa telah terjadinya ketidakpatutan itu bersifat
subjektif, pemeriksa tidak diharapkan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam
mendeteksi adanya ketidakpatutan.

Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menelusuri indikasi


adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundangan-undangan atau
ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi atau proses hukum selanjutnya, atau kedua-
duanya.

Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai standar Pemeriksaan ini akan memberikan
keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi atas penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan atau kecurangan yang secara signifikan dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan.

II.8 Standar Akuntansi Forensik


1) Independensi
Akuntan Forensik harus independen dalam melaksanakan tugas dan bertanggung
jawab langsung kepada siapa penugasan tersebut diterima (dewan komisaris/lembaga
penegak hukum/pengadilan), pihak yang menerima laporannya atau counterpart-nya
harus ditegaskan dalam kontrak.
2) Objektivitas
Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan telaah
akuntansi forensiknya.
3) Kemahiran Profesional
Akuntansi Forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati-hatian professional:
a. Sumber daya manuasi yang ada harus memiliki keahlian teknis, pendidikan dan
pengalaman yang sesuai dengan penugasan.
b. Pengetahuan, pengalaman, keahlian dan disiplin.
c. Supervisi.
Dalam hal lebih dari satu akuntan rofessi dalam penugasan, seseorang harus bertindak
sebagai “in charge” yang bertanggung jawab mengarahkan penugasan dan memastikan
bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagaimana seharusnya dan didokumentasikan
dengan baik.
d. Kepatuhan terhadap standar perilaku
e. Hubungan manusia
Seorang akuntan rofessi harus mempunyai interpersonal skills dalam hubungan
keseharian maupun dalam melakukan wawancara dan interogasi.
f. Komunikasi
Akuntan forensik harus mempunyai kemampuan yang baik dalam mengkomunikasikan
temuannya secara lisan maupun tertulis.
g. Pendidikan berkelanjutan
h. Kehati-hatian professional
i. Lingkup Penugasan
Akuntan forensik harus mengkaji dan memahami apakah dia mempunyai keahlian
professional dalam pelaksanaan tugasnya, lingkup penugasan ini dicantuman dalam
kontrak.

4) Pelaksanaan Tugas Telaahan, meliputi :


- Perumusan permasalahan dan evaluasinya
- Perencanaan
- Pengumpulan bukti
- Evaluasi bukti
- Komunikasi hasil penugasan
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Akuntansi forensik adalah akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan,
dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun demikian akuntan
forensik juga mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan,
metode-metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum, penelitian dan keterampilan
investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis dan mengevaluasi materi bukti dan
menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut. Dalam menjalankan
hal tersebut tentunya seorang akuntan forensik memiliki atribut, standar dan kode etik
tertentu. memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), dan juga bisa berperan
dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation). misalnya dalam membantu
merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti
rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan atau pelanggaran kontrak. Namun, akuntan
forensik tentunya harus mempunyai kuatilitas tertentu seperti yang diterangkan di bagian
pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2, cetakan ke
empat. Jakarta: Salemba Empat.

MAKALAH AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF


“WAWANCARA DAN INTEROGASI”

DOSEN PENGAMPU :
HARISWANTO SE., M.Si, Ak, CA, CPA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
AULIA SEPTIANI : 185310519
ISMAYANTI ANANDA PUTRI : 185310752
NIRMALA SARI : 185310524

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif
dengan judul “Wawancara dan Interogasi”. Shalawat beserta salam senantiasa kita hadiahkan
buat junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua mendapat
syafa’atnya kelak. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif semester 6, Program Studi Akuntansi S1, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Riau, Pekanbaru.
Dalam menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila tanpa dukungan
serta bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pertama kami ucapkan terima kasih
kepada Bapak Hariswanto selaku dosen mata kuliah Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembacanya.
Adapun penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini, kami juga sangat membutuhkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Pekanbaru, 4 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah................................................................................5

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengantar.............................................................................................6

2.2 Perbedaan Antara Wawancara dan Interogasi.....................................7

2.3 Manfaat Melakukan Wawancara Sebelum Interogasi.........................8

2.4 Wawancara…………………………………………………………..9

2.5 Behavior Symptom Analysis dan Saluran Komunikasi ……………10

2.6 Verbal Behavior……………………………………………………..11

2.7 Paralinguistic Behavior……………………………………………...12

2.8 NonVerbal Behavior..……………………………………………….13

2.9 Catatan Akhir……………………………………………………….14

2.10 Interogasi…………………………………………………………..15

2.11 Catatan Akhir………………………………………………………16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.........................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18
BAB 1
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Wawancara dan interogasi merupakan suatu teknik atu alat investigasi yang sangat
penting. Banyak orang termasuk profesional dalam bidang penyidikan, mengacaukan istilah
wawancara atau interview dengan istilah interogasi ata interrogation. Keduanyanya berbeda baik
tujuan maupun cara.
Apabila waktu memungkinkan maka proses wawancara secara lisan, dilanjukan
pemberian pernyataan tertulis oleh yang dimintai keterangan dan ditutup dengan interogasi
dalam bentuk pembuatan BAP. alasannya sederhana, yang pertama untuk melihat konsistensi
dari keterangan yang diberikan, dan yang kedua terdapat informasi yang kadang tidak
tersampaikan pada setiap sesi tersebut, sehingga informasi yang diberikan bisa saling melengkapi
satu sama lain. Wawancara dan interogasi sering di gunakan sebagai sinonim. Hal ini umumnya
karena ketidaktahuan. Ada juga penyidik yang mengerti maka kedua istilah tetapi sengaja
menggunakannya secara keliru. Misalnya untuk memberi kesan kepada majelis hakim bahwa
tidak menggunakan kekerasan,maka ia menggunakan istilah wawancara padahal istilah
interogasi lebih tepat menggambarkan tindak pemeriksaan atau investigasinya.

I.II Rumusan Masalah


1) Apa pengertian dari wawancara dan cara penerapannya?
2) Apa perbedaan antara wawancara dan interogasi?
3) Apa manfaat melakukan wawancara sebelum interogasi?
4) Apa pengertian interogasi dan cara penerapannya?
5) Bagaimana langkah-langkah saat interogasi ?

I.III Tujuan dan Manfaat


1) Mengetahui perbedaan antara wawancara dan interogasi.
2) Mengetahui manfaat melakukan wawancara sebelum interogasi.
3) Mengetahui interogasi dan cara penerapannya.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 PENGANTAR

Wawancara dan interogasi merupakan suatu teknik atau alat investigasi yang sangat
penting. Banyak orang, termasuk profesional dalam bidang penyidikan, mengacaukan istilah
wawancara atau interview dengan istilah interogasi atau interrogation. Keduanya berbeda, baik
tujuan maupun cara. Kedua istilah itu akan dibahas pada bab ini.

Kekeliruan lain yang sering dijumpai di Indonesia adalah penggunaan kekerasan dan
intimidasi dalam melakukan wawancara dan interogasi. Penyidik menggunakan taktik ini untuk
memaksa pengakuan dari pelaku. Hal ini keliru. 1 Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa pengakuan terdakwa dapat diperoleh tanpa kekerasan. Penjelasan pada bab ini antara lain
menggunakan

Penelitian Inbau et al. Kita menyaksikan banyaknya pengakuan tersangka dalam Berita
Acara Pemeriksaan yang kemudian dibantahnya dalam persidangan pengadilan Seperti
dijelaskan pada Bab 12 pengakuan terdakwa hanyalah salah satu alat bukti, itu pun harus ada
persesuaian dengan unsur pembuktian yang ada pada alar bukti lain Penggunaan kekerasan
masih terjadi (umumnya dalam kejahatan dengan kekerasan dan kasus perkosaan) karena
penyidik mempunyai pengalaman bahwa pengakuan terdakwa membawa sukses dalam
penuntutan dan tahap-tahap selanjutnya.

Bagian III-Teknik-teknik Audit Investigatif

Penggunaan kekerasan untuk memaksa "terdakwa" mengakui "kesalahannya" terkadang


terungkap. Kasus terkenal semacam ini di Indonesia adalah kasus Sengkon dan Karta (lihat
Lampiran 1 bab ini).

Peristiwa serupa dengan pemberitaan luas di media massa terjadi lagi dalam kasus
pembunuhan Ali Harta Winata dengan penyidik dari Polsek Pondok Gede dan Polres
Metropolitan Bekasi. Kompas meliput berita ini berturut-turut tanggal 5 dan 6 Juli 2006, dan
menurunkan Tajuk Rencana mengenai topik ini pada tanggal 7 Juli 2006 (Kotak 19.1).
Kotak 19.1

Terulangnya Kasus Sengkon-Karta

Tragedi kehidupan yang dialami Sengkon dan Karta pada tahun 1974 begitu menyentuh
hati. Siapa nyana 32 tahun kemudian persitiwa serupa terulang lagi. Pada tahun 2002 Budi
Harjono dipaksa aparat Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi untuk mengaku bahwa dirinyalah
yang membunuh ayahnya, Ali Harta Winata, menyusul adanya kasus pembunuhan terhadap
pemilik Toko Material Trubus itu. Ibunya, Sri Eni, dan pembantu rumah tangga, Ningsih,
dipaksa juga untuk membenarkan skenario yang dibuat polisi.

Enam bulan Budi harus mendekam di dalam penjara dengan segala perlakuan buruk yang harus
ia terima. Beruntung kebenaran akhirnya tiba juga. Pembunuh yang sebenarnya tertangkap oleh
polisi sehingga berakhirlah penderitaan Budi. Kisah yang dialami Budi sungguh merupakan kado
buruk bagi kepolisian yang baru merayakan HUT-nya yang ke-60. Hanya demi sebuah prestasi
diri ada aparat yang tega merekayasa pengungkapan kasus. Polisi juga memang manusia, yang
bisa saja keliru. Namun, kekeliruan yang begitu fatal bisa merusak citra polisi yang dengan susah
payah berupaya dibangun. Sebuah skenario yang terlalu vulgar membuat skenario itu mudah
dipatahkan di meja hijau.

Pelajaran terpenting yang bisa kita petik dari kasus tersebut, tidak bisa kita bersikap taken
for granted, ya sudah semestinya begitu, dalam bekerja. Apalagi yang berkaitan dengan masa
depan seseorang, tidak bisa kita terlalu mudah untuk menerima sebuah fakta. Sejauh mungkin
harus didapatkan fakta pembanding.

Beruntung kita, polisi juga melakukan hal itu. Mereka tidak hanya berhenti pada apa
yang dilakukan Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi, apalagi setelah di pengadilan tidak
terbukti secara hukum bahwa Budi membunuh ayahnya. Polisi melanjutkan penyelidikannya,
sampai akhirnya menemukan pembunuh yang sebenarnya.

Inilah cara kerja yang benar dan sepantasnya untuk diteruskan. Demi perbaikan kinerja dan citra
polisi, sepantasnya apabila sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment)
diterapkan. Mereka yang bertindak benar mendapatkan penghargaan, sebaliknya yang keliru
dikenal hukuman Sepantasnya pula polisi untuk berbesar hati menyampaikan permohonan maaf
kepada Budi yang telah menerima perlakuan yang sangat buruk dari aparat. Tidak akan
berkurang kebesaran kepolisian dengan meminta maaf kepada mereka yang telah dirugikan.

Hukum tidak bisa semata-mata diartikan sebagai peraturan-peraturan belaka, tetapi


sebagai peraturan yang mengandung nilai tilai yang sesuai dan selaras dengan nilai-nilai keadilan
yang hidup di masyarakat. Sekarang bukan zamannya untuk mentang-mentang tetapi justru
zamannya bertindak tenang dan benar.

Sumber: Kompas, 7 Juli 2006.

"Masih untung" majelis hakim yang mengadili perkara ini akhirnya membebaskan terdakwa.
Kompas memberitakan perasaan salah seorang hakimnya

(Kotak 19.2).

Kotak 19.2

Hakim Lega

Pudjiastuti, salah seorang mantan majelis hakim yang menyidangkan kasus pembunuhan
itu, mengaku lega karena putusan mereka membebaskan Budi dati semua dakwaan pada sidang
tiga tahun silam ternyata tepat.

Pudjiastuti mengungkapkan, majelis hakim saat itu berkeyakinan Budi bukan pembunuh ayah
kandungnya. Keyakinan itu juga didasari pada pengakuan para saksi dan bukti-bukti di
persidangan Ternyata keyakinan kami untuk membebaskan terdakwa dalam putusan tingkat
pertama itu kini didukung bukti baru, kata Pudjiastuti. "Bagi saya pribadi, ada perasaan lega,"
ujarnya menambahkan

Sumber: Kompas, 6 Juli 2006.


Penggunaan kekerasan fisik dalam penyidikan kasus kejahatan kerah putih atau white
collar crime dan kasus-kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak terdengar. Perilaku
menyimpang dari penyidik dalam kasus kejahatan kerah putih lazimnya berupa pemerasan.

Pada tanggal 25 Juni 2009, Jaringan Anti-Penyiksaan Indonesia (JAPI) bersama Jaringan
Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi damai di depan Istana Merdeka
Jakarta untuk meminta pemerintah menghapuskan budaya penyiksaan dan menyemai penegakan
hak asasi manusia. Koordinator aksi GAPI, Putri Kanesia, mengatakan aksi tersebut sekaligus
menyambut Hari Anti-Penyiksaan Internasional yang jatuh pada 26 Juni. "Kami ingin
mendorong pemerintah membentuk kebijakan baru terkait penyiksaan, katanya

Sebelumnya, Kapolri mengeluarkan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 8/tahun 2009 tanggal
22 Juni 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam
Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia. Lihat Perkap ini di Lampiran A bab Ini.

Bagian III --Teknik-teknik Audit Investigatif

Apakah Perkap tersebut dimengerti oleh seluruh anggota Polri? "Perkap ini jangan hanya
diimplementasi, tetapi harus disosialisasikan kepada anggota kepolisian hingga ke tingkat daerah
agar kepolisian tidak menggunakan cara penyiksaan dalam pelaksanaan penyelidikan, terutama
saat penyusunan Berita Acara Pemeriksaan," kata Putri Kanesia. Pemahaman mengenai Perkap
itu, kata Putri, juga harus didasari oleh instrumen HAM nasional dan internasional.

Pemeriksa fraud atau investigator harus mengerti sepenuhnya wewenang atau mandat
yang dipunyai lembaganya. Investigator di suatu lembaga tertentu mungkin hanya bisa
melakukan wawancara, tetapi tidak berwenang melaksanakan interogasi. Sementara itu,
investigator di lembaga lain boleh melakukan keduanya. Ini merupakan alasan lain investigator
perlu memahami perbedaan makna wawancara dan interogasi.
2.2 PERBEDAAN ANTARA WAWANCARA DAN INTEROGASI

Kedua istilah ini, wawancara dan interogasi, sering digunakan sebagai sinonim. Hal ini
umumnya karena ketidaktahuan. Ada juga penyidik yang mengerti makna kedua istilah ini, tetapi
sengaja menggunakannya secara "keliru". Misalnya, untuk memberi kesan kepada majelis hakim
bahwa ia tidak menggunakan kekerasan, maka ia menggunakan istilah wawancara padahal istilah
interogasi lebih tepat menggambarkan tindak pemeriksaan atau investigasinya.

Dalam percakapan sehari-hari, seorang polisi lalu lintas menceritakan pengalamannya


kepada rekannya: "Mula-mula, pengemudi itu tidak mau mengaku bahwa dia terus melarikan
mobilnya ketika lampu merah menyala. Setelah aku interogasi sedikit, dia mengaku." Dalam
percakapan ini, yang dimaksud polisi itu adalah wawancara, bukan interogasi. Namun, dalam
bahasa sehari-hari, sangat janggal kedengarannya kalau polisi mewawancarai pengemudi. Juga,
penggunaan istilah "interogasi" dan "pengakuan" dianggap menaikkan gengsi. Padahal, sang
pengemudi bukan mengakui kesalahannya, tetapi sekadar tidak mau berurusan lama lama dengan
polisi.

A. Ciri-ciri Suatu Wawancara

Wawancara bersifat netral, tidak menuduh. An interview is nonaccusatory. Ini perbedaan


utama antara wawancara dengan interogasi. Sekalipun investigator mempunyai alasan untuk
percaya bahwa yang bersangkutan terlibat dalam kejahatan atau ia telah berbohong, substansi
dan caranya bersifat nonaccusatory ketika melakukan wawancara. Dengan cara dan nada yang
tidak bersifat menuduh, investigator dapat mengembangkan hubungan yang menimbulkan rasa
percaya dan hormat dengan orang yang diwawancarainya.

Tujuan wawancara adalah mengumpulkan informasi. Selama melakukan wawancara,


investigator harus mengumpulkan informasi yang penting bagi investigasinya (investigative
information) dan informasi mengenai perilaku dari orang yang diwawancarainya (behavioral
information). Contoh investigative information: apa hubungan antara orang yang diwawancarai.

dengan orang tertentu yang dicurigai merupakan otak dari perbuatan tindak pidana yang
diperiksa. Contoh lain: kapan orang yang diwawancarai kenal dengan orang tertentu yang
dicurigai. Contoh behavioral information: keterangan mengenai perilaku orang yang
diwawancarai ketika ia menjawab pertanyaan bagaimana ia duduk, kontak mata dengan yang
mewawancarainya, ekspresi wajahnya, caranya memberi tanggapan atau jawaban, pilihan kata
atau kalimat; semua ini dapat memberi petunjuk apakah ia berkata jujur atau berbohong. Pada
akhirnya, pewawancara harus menilai kredibilitas dari tanggapan yang diberikan oleh orang yang
diwawancarai. Hal ini utamanya dilakukan melalui evaluasi atas sikap (behavioral responses)
selama wawancara, seiring dengan penilaian atas substansi informasi yang diberikan.

Wawancara dapat dilakukan pada awal investigasi. Karena tujuan wawancara adalah
mengumpulkan informasi, tentunya semakin banyak informasi yang diketahui pemeriksa
sebelum wawancara dimulai, semakin baik. Wawancara terkadang terpaksa dilakukan meskipun
pemeriksa baru mempunyai gambaran kasar tentang bagaimana kemungkinan fraud
dilaksanakan, atau bahkan sebelum pemeriksa dapat mengidentifikasi bukti yang harus
diperolehnya.

Wawancara dapat dilakukan dalam berbagai lingkungan atau suasana. Pemeriksa terkadang
mempunyai peluang menemui orang itu di kantornya, atau dalam pejalanan (jalan kaki) dari
tempatnya makan siang, di sudut jalan, dalam mobil, dan lain-lain. Memang, idealnya,
wawancara dilakukan dalam suatu ruangan khusus.

Wawancara seharusnya bersifat cair, tidak terstruktur, dan bisa melompat dari satu pokok ke
pokok pembicaraan lain. Sebelum wawancara dimulai pemeriksa mempunyai gambaran
mengenai informasi apa yang ingin dikumpulkannya. Namun, ia juga tidak boleh kaku. Secara
kreatif, ia harus mengembangkan pertanyaan atas informasi yang diterimanya selama wawancara
berlangsung. Informasi baru mungkin tidak diduga atau diharapkannya. Pemeriksa juga harus
pandai membaca suasana, misalnya untuk memutuskan menghentikan wawancara meskipun
semua informasi belum diperolehnya.

Investigator harus membuat catatan mengenai wawancara formal (formal interview) yang
dilakukannya. Wawancara formal adalah wawancara yang dilakukan dalam lingkungan
terkendali (controlled information). Mencatat mempunyai beberapa kegunaan. Bukan saja ada
pendokumentasian, tetapi mencatat juga menyebabkan investigator memperlambat proses
bertanya. Ini memungkinkan investigator mengamati perilaku dari orang yang diwawancarainya.
Pemeriksa perlu mengetahui bahwa seseorang lebih mudah berbohong ketika pertanyaan
diajukan dengan kecepatan tinggi, seperti tembakan yang dilepas dari senapan otomatis.
Mengatur tanya-jawab yang diselingi masa hening yang panjang memberi peluang bagi yang
diwawancarai untuk berfikir mengenai tanggapan yang bersifat menyesatkan (deceptive
response). Pada gilirannya, ini akan menyebabkan kecemasan yang terlihat dalam gejala tingkah
laku menipu (behavior symptoms of deception). Juga, kalau yang diwawancarai adalah orang
yang tidak bersalah, ia bisa bingung menghadapi pertanyaan yang diajukan dengan kecepatan
tinggi.

Catat hasil wawancara dari awal sampai akhir jangan sporadis (kadang-kadang dicatat,
kadang-kadang tidak). Mencatat secara sporadis memberi kesan kepada yang diwawancarai

Bagian III-Teknik-teknik Audit investigative

Bahwa jawaban tertentu penting sehingga dicatat oleh investigator. Ketika ditanyakan
pertanyaan lain yang terkait dengan jawaban yang dicatat, ia menjadi ekstra hati-hati Mencatat
secara sporadis akan menghambat arus informasi selama wawancara

B. Ciri-ciri Suatu Interogasi

Interogasi bersifat menuduh. An interrogation is accusatory. Seseorang yang bersalah tidak


akan memberi keterangan yang bertentangan dengan kepentingan pribadinya secara sukarela.
kecuali apabila ia yakin bahwa investigator juga mempunyai keyakinan tentang kesalahannya.
Karena itu, pernyataan yang bersifat menuduh seperti: "Anang, saya tidak punya keraguan
sedikit pun bahwa Anda yang merencanakan tindak pidana korupsi ini.", sangat diperlukan untuk
memperlihatkan keyakinan investigator. Bandingkan jika pertanyaannya berbunyi: "Anang, saya
pikir Anda mungkin terlibat dalam merencanakan tindak pidana korupsi ini." Dengan pertanyaan
terakhir ini yang diinterogasi dengan cepat membaca bahwa ada ketidakpastian di benak si
investigator mengenai keterlibatannya dalam merencanakan tindak pidana korupsi. Selanjutnya,
yang diinterogasi ini semakin yakin bahwa sikap yang harus diambilnya adalah membantah
keterlibatannya.
Interogasi dilakukan dengan persuasi yang aktif. An interrogation involves active persuasion.
Interogasi dilakukan karena investigator percaya bahwa dalam wawancara sebelumnya (yang
bersifat nonaccusatory), orang itu telah berbohong. Kalau interogasi dilakukan dengan cara
bertanya dan bertanya terus, sangat tidak mungkin investigator akan mendapat keterangan yang
berisi kebenaran. Untuk membujuknya menceritakan kebenaran, investigator menggunakan
taktik membuat pernyataan dan bukan mengajukan pertanyaan Taktik ini akan mendominasi
seluruh interogasi. Sebelum seseorang mengaku bersalah, pertama, ia harus bersedia mendengar
pernyataan-pernyataan yang dibuat investigator.

Tujuan interogasi adalah mengetahui yang sebenarnya, artinya apa yang sebenarnya terjadi,
siapa yang sebenarnya melakukan berapa jumlah atau nilai fraud sebenarnya, dan seterusnya.
The purpose of an interrogation is to learn the truth. Ada persepsi bahwa tujuan interogasi adalah
mendapatkan pengakuan bersalah (confession); ini keliru.

Contoh: seseorang sedang sial. la dikira berbohong dalam wawancara sebelumnya Karena
itu, selanjutnya, ia diinterogasi. Setelah diinterogasi baru ketahuan ia tidak bersalah Dalam hal
ini, investigator seolah-olah gagal mendapat pengakuan bahwa orang itu bersalah. Namun, ia
sebenarnya berhasil. Interogasinya mengungkapkan kebenaran bahwa orang yang dicurigai
ternyata tidak bersalah.

Interogasi juga sering berakhir dengan pengakuan bersalah oleh pelaku. Pada contoh ini,
keberhasilan interogasi bukan diwujudkan dalam pengakuan bersalah, melainkan dalam
mengetahui siapa yang sebenarnya bersalah.

Interogasi dilakukan dalam lingkungan yang terkontrol atau terkendali (controlled


environment), bukan di sembarang tempat. Taktik persuasi yang digunakan (seperti dijelaskan di
atas) memerlukan lingkungan yang ada privacy, tidak terganggu orang yang lalu lalang dan
bebas dari halangan lain (seperti suara bising di tempat umum).

Interogasi hanya dilakukan sesudah investigator mempunyai keyakinan yang memadai


mengenai salahnya seseorang. An interrogation is conducted only when the investigator is
reasonably certain of the suspect's guilt. Investigator harus mempunyai alasan untuk percaya
bahwa seseorang telah berbohong. Alasan ini mungkin berupa perilakunya selama wawancara,
keterangan yang berubah-ubah sebagai tanggapan atas pertanyaan yang sama, adanya petunjuk
bahwa ia berbohong, dan lain-lain. Interogasi tidak boleh digunakan sebagai alat atau cara utama
untuk menilai jujur tidaknya seseorang penilaian ini seharusnya dapat dicapai dalam wawancara
yang bersifat tidak menuduh.

Investigator tidak boleh membuat catatan sampai sesudah tertuduh menceritakan yang
sebenarnya dan berketetapan hati (committed) untuk tidak beringsut dari posisi itu. Membuat
catatan terlalu dini akan mengingatkan tertuduh bahwa keterangannya akan merugikan dirinya.
Bahkan, para pakar menyarankan bahwa bukan saja catatan dibuat sesudah tertuduh sepenuhnya
mengakui apa yang sebenarnya terjadi, pengakuan itu juga harus disaksikan investigator lain.
Barulah, setelah ada pengakuan yang disaksikan investigator lain, investigator
mendokumentasikan pengakuan tersebut dan segala perincian dari pengakuannya.

2.3 MANFAAT MELAKUKAN WAWANCARA SEBELUM INTEROGASI

Investigator sering kali melakukan interogasi meskipun ia tidak punya bukti atau
petunjuk untuk menuduh seseorang, dan keputusan untuk menginterogasi orang itu didorong
oleh keinginan untuk mencari bukti. Umumnya, interogasi semacam ini dilakukan sekadar
karena investigator mempunyai persepsi bahwa orang itu mempunyai perilaku aneh. Padahal,
untuk menentukan seseorang berperilaku aneh, wawancara yang bersifat tidak menuduh
merupakan sarana yang lebih baik dari interogasi.

Selain nilai behavioral information dari suatu wawancara, juga ada investigative
information yang sudah dibahas di atas. Investigative information ini sangat diperlukan ketika
wawancara akan ditingkatkan menjadi interogasi. Namun, investigator sering tergoda untuk
mengambil jalan pintas, mengabaikan wawancara, dan langsung melakukan interogasi.

Pendekatan ini sangat tidak disarankan karena:

1. sifat tidak menuduh dalam wawancara memungkinkan investigator membangun


hubungan saling memercayai dan menghormati yang tidak mungkin dibangun dalam
suasana dan sifat menuduh yang melekat pada interogasi:
2. selama wawancara, investigator sering kali mengorek keterangan penting mengenai
tertuduh yang sangat berharga sewaktu melaksanakan interogasi:
3. tidak ada jaminan tertuduh akan mengaku bersalah dalam proses interogasi. Padahal,
kalau ia diwawancarai terlebih dulu dan memberikan keterangan palsu selama
wawancara, investigator dapat menggunakan keterangan dari hasil interogasi yang
mengungkapkan kebohongannya. Hal ini membawanya lebih dekat ke arah putusan
pengadilan yang menyatakan ia bersalah
4. ada keuntungan psikologis bagi investigator ketika ia melaksanakan wawancara sebelum
interogasi. Agar interogasi berhasil, tertuduh harus memercayai investigator bahwa ia
objektif (tidak memihak) dan jujur. Ini akan lebih mudah dicapai apabila investigator
menawarkan kesempatan kepada tertuduh untuk menceritakan yang sebenarnya melalui
wawancara.

Tentu ada perkecualian terhadap saran di atas. Misalnya, dalam kasus penyuapan yang
"tertangkap tangan atau fraud yang terungkap dalam suatu covert operation (lihat Bab 20).
interogasi sebaiknya langsung dilakukan tanpa didahului dengan wawancara.

2.4 WAWANCARA

Bab 12 menjelaskan tentang predication. Melalui analisis dan pengamatan yang tajam,
beberapa fakta memungkinkan pemeriksa membuat sketsa awal dari fraud yang diduga terjadi.
Sketsa awal ini dikembangkan, didalami, dan diperluas dengan wawancara. Sebelum melakukan
wawancara, bahkan sebelum ada kontak dengan orang yang dicurigai atau diduga melakukan
fraud, investigator harus menguasai semua fakta yang terkumpul dengan baik. Investigasi
umumnya dilakukan oleh suatu tim yang terdiri atas beberapa investigator Mereka bersama-sama
menganalisis dan mendebatkan fakta-fakta yang terkumpul, membuat rekaan atau dugaan
sementara. Investigator yang akan melakukan wawancara harus menguasai fakta dan
memanfaatkan sepenuhnya fakta-fakta ini. la harus memisahkan fakta dari apa yang masih
bersifat dugaannya atau dugaan rekan-rekannya. Kalau tidak, dalam wawancara, pelaku akan
cepat mengetahui fakta-fakta yang belum diketahui investigator.

Wawancara harus dimulai dengan orang-orang yang diduga paling kecil menjadi pelaku
atau ikut serta dalam melakukan fraud, dilanjutkan dengan orang-orang yang karena alasan
pribadi ingin menjadi whistleblower, dan diakhiri dengan mereka yang diduga menjadi
perencana atau otak dari tindak pidananya. Urut-urutan ini penting karena beberapa penyebab
berikut.

1. Pada tahap awal. belum banyak fakta yang terkumpul. Jadi, kalau wawancara dimulai
dengan orang yang diduga menjadi pelaku atau perencana, maka ia cepat mengetahui
fakta yang belum diketahui investigator. Sebaliknya, orang yang tidak bersalah akan
mengisi investigator dengan fakta-fakta penting secara terbuka, termasuk motive dan
peluang untuk terjadinya fraud (lihat penjelasan tentang fraud triangle di Bab 6).

Mengetahui bahwa banyak orang sudah diwawancarai sebelumnya, pelaku tidak bisa
mengendalikan apa yang bisa dan apa yang sebaiknya tidak diungkapkan kepada investigator
dalam wawancara. Lebih sulit mengatur persesuaian atau konsistensi dalam kebohongan,
sekalipun melalui persekongkolan. Ini memudahkan investigator mendapatkan informasi penting
yang selanjutnya dikembangkan dalam interogasi.

Penjelasan di atas kelihatannya sangat sederhana dan sepele, Namun, penulis masih sering
menemukan investigator yang mengabaikan urutan ini dan langsung ingin mewawancara tokoh
pelaku sejak dini.

Dalam kasus korupsi, negara yang dirugikan atau menjadi korban (victim). Dalam fraud
tertentu, misalnya Ponzi scheme (lihat penjelasan di Bab 10), korbannya bisa banyak orang atau
perusahaan. Dalam kasus di mana korbannya banyak, lakukan wawancara dengan para korban
ini terlebih dahulu. Para korban merupakan sumber informasi yang sangat penting Juga,
persesuaian di antara keterangan mereka (yang saling tidak mengenal) mengindikasikan
keandalan informasi itu.

Sering kali, ketika tidak ada bukti "kuat" mengenai pelaku, bukti petunjuk (dalam bahasa
Inggrisnya disebut circumstantial evidence) janganlah diabaikan. Contoh: suatu fraud terjadi di
bank, di mana rekening koran nasabah-nasabah tertentu didebet, padahal mereka tidak
melakukan pengeluaran apa pun. Dari segi pemrosesan cek di bank itu, ada petunjuk bahwa teller
tertentu yang melakukan. Namun, secara kebetulan, teller itu adalah istri seorang kaya. la sendiri
mempunyai tabungan dengan saldo yang lebih besar dari jumlah fraud.
Investigator mendalami bukti petunjuk melalui wawancara. Beberapa sampel dari cek
yang diproses teller itu ditanyakan secara saksama. Teller itu akhirnya mengakui perbuatannya.
yang katanya didorong oleh keinginan membantu biaya pengobatan ibunya yang menderita
kanker. Ia menambahkan bahwa suami yang kaya sangat membenci ibu mertuanya. [Detektif
Sherlock Holmes dalam berbagai cerita dan novel karangan Sir Arthur Conan Doyle, berulang-
ulang mengingatkan rekannya, dokter John Watson: "... when you have eliminated the
impossible whatever remain, however improbable, must be the truth..."1*

Seorang investigator mungkin saja menjadi begitu yakin dengan fakta yang diterimanya
dari seseorang. Dalam wawancaranya, ia menggunakan bahasa yang kasar dan nada yang tinggi
menyalahkan orang yang diwawancarai. Investigator lain dalam timnya terpaksa "mengoreksinya
dengan wawancara susulan. Tim ini belum mempunyai bukti yang cukup untuk meningkatkan
wawancara ke interogasi. Dalam kasus seperti ini, investigator kedua harus berupaya
menenangkan orang yang diwawancarai; kalau perlu, berempati dengannya atas kekasaran
investigator pertama.

Pertimbangkan juga keletihan fisik dan psikologis dari investigator yang bekerja berhari hari,
bahkan mungkin berbulan-bulan mewawancarai berpuluh-puluh orang dengan berbagai
temperamen dan kepribadian. Keletihan ini bisa mendorongnya memusatkan tuduhan pada
seseorang atau orang-orang tertentu dengan mengabaikan bukti lain.

Sewaktu mewawancarai seseorang, catat detail yang diberikannya tanpa menginterupsinya.


Kalau ada yang perlu ditanyakan, tanyakanlah setelah ia selesai menjawab. Contoh, yang
diwawancarai mungkin menyebut suatu nama "baru, dan investigator menginterupsi dengan
pertanyaan "siapa dia". Jawabannya sederhana: "Inul itu adalah nama kelakarnya (nickname) Siti
Nurhalizah yang dikenal oleh si investigator sebagai manajer akuntansi. Namun, pertanyaan
sederhana ini merupakan interupsi yang mengganggu proses berfikir dan berkomunikasi dari
orang yang diwawancarai sehingga mungkin ada hal-hal penting yang terlewatkan.

Beri kesempatan seluas-luasnya kepada orang yang diwawancarai untuk memberikan


detail dari keterangan yang diberikannya dengan caranya. Misalnya, orang itu ingin membuat
sketsa dari ruangan kerja atasannya, di mana meja kerjanya, di mana lemari besi tempat
menyimpan uang dan dokumen berharga, di mana komputer, ciri-ciri istmewa dari yang
dipergunakannya, dan lain-lain Sketsa-sketsa ini mungkin penting sewaktu pemeriksa
mencocokkannya dengan pengamatan fisik atau sewaktu melakukan penggeledahan. Ketika
wawancara tentang fakta-fakta sekitar kasus itu, tanyakan apa yang menurut dia terjadi atau
mungkin terjadi, siapa pelakunya, mengapa? Teman-teman sekerja sangat mengenal satu sama
lain. Mereka menghadapi masalah yang sama atau diketahui di antara mereka. Mereka
mempunyai konflik, pertemanan, atau sebaliknya, intrik dan dendam.

Mereka bisa merupakan pengamat yang baik atau yang bias. Keterangan yang diberikan
dalam wawancara menceritakan tentang orang lain, tetapi juga mencerminkan orang yang
memberikan keterangan. "Obrolan kecil (tidbits) sering kali bermanfaat bagi investigator dalam
merencanakan strategi untuk interogasinya.

Wawancara secara formal dan interogasi dilakukan dalam suasana yang menjamin
privacy seseorang yang ada dalam ruang wawancara hanyalah investigator dan yang
diwawancarai. Ini sifat alamiah manusia. Ketika mempunyai masalah pribadi yang ingin kita
bagi dengan orang lain, kita berusaha mencari tempat yang aman", tidak diganggu, atau
terganggu oleh orang lain.

Sifat alamiah manusia ini terkadang terlupakan oleh investigator. Sifat alamiah ini semakin
menonjol apabila kita menduga seseorang melakukan suatu perbuatan pidana. Pertimbangan ini
semakin mendorong perlunya ruang-ruang khusus untuk wawancara.

Berikut saran-saran untuk pengadaan ruang wawancara.

1) Ciptakan suasana privacy. Ruang ini harus tenang, tidak diganggu suara pembicaraan
orang lain, atau bentuk kebisingan lain (seperti suara pemanggil mobil di lapangan parkir,
pengeras suara di pintu tol, dan lain-lain), dan tidak ada pemandangan orang lalu lalang
2) Pintu ruang harusnya tidak berkunci dan tidak boleh ada penghalang apapun sehingga
orang yang diwawancarai dengan bebas meninggalkan tempat. Jangan memberi kesan
bahwa ia berada di tempat tahanan. Yang bersangkutan bisa menuntut investigator yang
tidak mempunyai wewenang atau alasan untuk menahannya.
3) Hilangkan segala sesuatu yang bisa mengganggu, seperti dinding dengan warna warni
yang menyolok, lukisan, hiasan ruang dan lain-lain. Barang-barang kecil seperti kunci,
klips, stapler dan lain-lain, harus jauh dari jangkauan orang yang diwawancarai, sehingga
tidak menjadi "mainannya" sewaktu wawancara berlangsung, Kalau harus ada lukisan
atau tulisan yang diletakkan di dinding, tempatkanlah di belakang orang yang
diwawancarai sehingga tidak dapat dilihatnya. Kalau dapat ruang ini tidak berjendela,
tetapi kalau hal ini tidak dapat dihindari, tempatkanlah diwawancarai.di belakang orang
yang
4) Penerangan ruang harus cukup, tetapi tidak menyilaukan mata investigator maupun yang
diwawancarai. Lampu yang menyorot ke muka investigator akan menghalangi
pengamatan wajah dan perilaku orang yang diwawancarai.
5) Minimalkan kebisingan apapun, jangan ada telepon dalam ruangan, telepon selular kedua
belah pihak sebaiknya dimatikan atau dibuat tanpa nada panggil. 6. Kursi antara
investigator dan orang yang diwawancarai berjarak sekitar satu setengah meter. Kedua
orang bertatap muka secara langsung dan tidak terhalang oleh meja atau perabot kantor
apapun. Kursi hendaknya tidak beroda. Untuk wawancara dengan tersangka yang tidak
dikenakan tahanan, kursi tersangka ditempatkan dekat pintu atau dengan akses yang
mudah ke pintu (lihat Denah 19.1). Kursi untuk kedua orang harus dengan sandaran tegak
sehingga mereka tidak bersantai-santai. Posisi santai dari orang yang diwawancarai akan
menghalangi pengamatan mengenai perilakunya selama wawancara. Investigator juga
harus dalam posisi duduk yang memungkinkan ia alert, terbangun, dan siaga. Sedapat
mungkin, ketinggian mata kedua belah pihak adalah setara (same eye level). 7. Denah
ruang wawancara yang berbeda untuk keperluan yang berbeda. Hal ini dijelaskan di
bawah.

Di bawah ini disajikan denah ruang wawancara atau ruang interogasi sebagaimana diusulkan
Inbau et al. Ruang ini berukuran 3 x 3 meter. Denah denah di bawah menggambarkan:

Denah Ruang untuk Wawancara/Interogasi

19.1 Tersangka

19.2 Dengan cermin pengamat


19.3 19.4 Dengan orang ketiga dalam ruang wawancara Dengan penerjemah atau interpreter
Denah

19.1 menggambarkan ruang wawancara yang standar. Ini sudah dibahas di atas Apabila
memungkinkan, perlu ada ruang yang bersebelahan dengan ruang wawancara.

Denah 19.1

3 meter

MEJA

TERSANGKA

3 meter

INVESTIGATOR
Ruang yang bersebelahan ini lebih kecil dari ruang wawancara dan berfungsi sebagai
ruang pengamatan (observation room). Di dinding ruang wawancara ditempatkan cermin satu
arah. Orang yang duduk dalam ruang pengamatan dapat melihat ke dalam ruang wawancara
tetapi orang dalam ruang wawancara tidak dapat melihat ke dalam ruang pengamatan. Mikrofon
tersembunyi dipasang dalam ruang wawancara sehingga pengamat di ruang sebelahnya dapat
mengikuti percakapan sambil menyaksikan apa yang sedang berlangsung. Lihat Denah 19.2.

Berikut manfaat dari ruang wawancara yang dilengkapi dengan ruang pengamatan (interview-
observation room).

1) Pengamat dapat menyaksikan sepenuhnya proses wawancara, tanpa mengganggu privasi


yang harus ada dalam ruang wawancara.
2) Pengamat dapat mempelajari gejala perilaku (behaviour symptoms) si tersangka.
Mengamati gejala perilaku ini sangat penting untuk menyiapkan pengamat yang nantinya
akan melakukan interogasi. Hal ini akan dibahas di bawah.
3) Pengamat di ruang lain merupakan saksi ketika wanita yang diwawancarai, misalnya
menuduh pewawancara melakukan pelecehan seksual dalam ruang wawancara.Juga
saksi, pria atau wanita, sangat penting sebagai penangkal terhadap tuduhan penyiksaan,
ancaman, atau bujukan terhadap orang yang diwawancarai.
4) Apabila tersangka harus ditinggal sendirian dalam ruang wawancara, pengamat di ruang
sebelahnya dapat melihat kemungkinan ia melarikan diri (atau bunuh diri), atau bersiap-
siap menyerang pewawancara yang akan memasuki ruang.
5) Dalam tindak pidana yang melibatkan beberapa tersangka, ruang ini berguna untuk
mengamati perilaku yang tidak tampak ketika wawancara dilakukan perorangan. Inbau et
al. memberi contoh: ketika dua orang tersangka dibiarkan dalam ruang Investigator

Wawancara dan diamati dari ruang sebelahnya, seorang di antara mereka memberi isyarat
kepada temannya untuk tidak membuka mulut. Tersangka tersebut dikeluarkan dari ruang itu dan
diberi tahu dalam interogasi bahwa investigator mengetahui bahwa ia telah memberi isyarat
untuk tidak membuka mulut. Akhirnya. kedua tersangka itu memberi pengakuan yang mereka
tidak mau berikan dalam wawancara secara perorangan.
Apabila undang-undang memperkenankan rekaman gambar dan suara (videotaping) atas
wawancara, maka rekaman ini:

1. memungkinkan investigator melakukan pengamatan selama berlangsungnya wawancara


dan juga sesudahnya
2. dapat mengganti Berita Acara Wawancara atau memudahkan pembuatan berita acara itu,
atau sebagai pendukung berita acara yang ringkas
3. dapat menjadi bukti ketika tersangka mengklaim bahwa wawancara atau interogasi
dilakukan di bawah tekanan
4. dapat menjadi alat pelatihan bagi para investigator. Mereka dapat belajar sikap, ucapan,
dan perilaku yang boleh dan tidak boleh ditampilkan selama wawancara atau interogasi.

Dalam tindak pidana yang menggunakan kekerasan di mana anak-anak di bawah umur
menjadi korban, anak ini harus ditemani orang tuanya atau orang lain. Hal ini hampir tidak
pernah terjadi dalam kasus-kasus fraud. Namun, seandainya harus ada orang ketiga semacam ini,
pengaturan tempat duduknya adalah seperti digambarkan pada Denah 19.3.

Denah 19.3

3 meter

Meja Tersangka

Orang ketiga

3 meter Investigator
2.5 BEHAVIOR SYMPTOM ANALYSIS (BSA) DAN SALURAN KOMUNIKASI

Secara harfiah, behavior symptom analysis dapat diterjemahkan sebagai analisis gejala
perilaku. Para dokter, psikolog, dan psikiater mengakui pentingnya mengevaluasi perilaku pasien
atau klien mereka untuk membantu mendiagnosis penyakit. Ada beberapa tingkat (level) atau
saluran (channels) komunikasi. Makna sebenarnya dari ucapan-ucapan seseorang diperkuat
(amplified) atau diubah (modified) oleh berbagai saluran tadi, seperti kegagapan (speech
hesitancy), sikap tubuh (body posture), gerak tangan (hand gestures), mimik wajah (facial
expression), atau nada suara (tone of voice).

Pengetahuan membaca atau menganalisis gejala-gejala perilaku ini dimanfaatkan oleh


John Reid yang merupakan pionir dalam BSA. Sejak tahun 1942, Reid merekam secara
sistematis gejala perilaku dari semua tersangka yang diperiksa dengan alat untuk mendeteksi
kebohongan (lie detector atau polygraph) di Laboratorium Ilmiah untuk Mendeteksi Kejahatan
dari Kepolisian Chicago (Chicago Police Scientific Crime Detection Laboratory). Ia
membandingkan BSA dengan hasil polygraph.

Dalam tahun 1990-an, Reid meraih dua hadiah pemerintah federal untuk meneliti secara
khusus perbedaan antara perilaku terangka yang menceritakan kebenaran (truthful suspects) dan
kebohongan (deceptive suspects) di luar lingkup pemakaian polygraph. Penelitian ini dibiayai
oleh the National Security Agency sehingga sebagai the NSA study.

Penelitian ini menunjukkan adanya tiga tingkat atau saluran yang kita gunakan untuk
berkomunikasi.

1) Verbal channel, adalah ucapan yang keluar dari mulut seseorang. pilihan kata dan
susunan kata-kata yang digunakannya untuk mengirimkan pesan.
2) . Paralinguistic channel, adalah ciri-ciri percakapan (characteristics of speech) di
luarucapan.
3) Nonverbal channel, adalah sikap tubuh (body posture), gerak tangan (hand gestures), dan
mimik wajah (facial expression).
Ketiga saluran ini akan dibahas di bawah. Untuk memudahkan pembahasan, penulis akan
menggunakan beberapa istilah berikut.

1) Investigator adalah orang yang mewawancarai atau menginterogasi subjek. Dalam


contoh percakapan, Investigator disingkat I
2) Subjek adalah orang yang diwawancarai. Dalam contoh percakapan. Subjek disingkat S.
3) Subjek yang jujur adalah terjemahan dari truthful subject.
4) Subjek yang berbohong adalah terjemahan dari deceptive subject.

2.5 VERBAL BEHAVIOR

Subjek yang jiwanya sehat dan berinteraksi sosial secara normal akan mengalami
kecemasan (anxiety) ketika ia berbohong. Kecemasan bisa timbul dari dalam karena ia tahu
perkataannya tidak benar. Karena ketakutan, ia khawatir kebohongannya akan terungkap Apa
pun penyebabnya, ketika subjek berbohong dalam wawancara, gejala-gejala perilak
mencerminkan kesadarannya untuk menekan atau menghilangkan kecemasannya B. dasarnya,
pikiran dan tubuh kita bekerja sama untuk mengurangi atau menghilangkan kecemasan tadi.
Inilah konsep dasar dari evaluasi atas verbal behavior, paralinguistic behavior dan nonverbal
behavior untuk mendeteksi kebenaran atau kebohongan dalam wawancara atau interogasi.

Berikut ini contoh dari pengalaman sehari-hari. Ketika masuk kantor, seorang atasan
berpesan kepada sekretarisnya, "Aku tidak mau diganggu pagi ini." Tidak lama telepon
berdering, ada yang ingin bicara dengan atasan tersebut. Sekretaris tidak dapat menceritakan
yang sebenarnya bahwa "Bapak tidak mau diganggu pagi ini. Ia dapat menceritakan bermacam-
macam kebohongan; mulai dari "Bapak masuk rumah sakit." atau "Bapak tidak bekerja di sini
lagi." atau "Bapak sedang ke luar kota." Namun, ini adalah kebohongan yang teramat besar dan
hanya akan menimbulkan kecemasan yang tidak perlu. Apalagi jika jawabannya disusul dengan
pertanyaan seperti: "Rumah sakit mana?" atau "Berhenti bekerja di situ sejak kapan, sekarang
kerja di mana?" atau "Ke kota mana?" Kemungkinan besar, sekretaris akan memilih jawaban
yang menimbulkan kecemasan kecil, seperti "Bapak sedang menerima telepon lain." atau lebih
baik lagi, "Bapak sedang tidak available (istilah Inggris yang disukai sekretaris) sekarang."
Kebohongan sekecil apa pun yang diucapkan sekretaris tadi menimbulkan kecemasan yang
"terbaca" dari tanda-tanda perilaku paralinguistic atau tell-tale paralinguistic behavior seperti ada
periode hening sebelum ia memberi jawaban, atau ada gerak tubuh tertentu (nonverbal behavior)
seperti tangan menyentuh muka. Paralinguistic behavior dan nonverbal behavior tadi membantu
mengurangi kecemasan yang dialami sekretaris.

Ketika harus menjawab pertanyaan dalam suatu wawancara, subjek mempunyai empat
pilihan: berbohong (deception), mengelak atau menghindar (evasion), mengakui secara tersamar
(omission), atau menceritakan apa adanya (truth). Keempat pilihan ini dibahas di bawah. Untuk
pembahasan ini, subjek yang berbuat salah ditanya: "Apakah Anda menggelapkan uang
perusahaan?"

Kalau mengakui yang sebenarnya terjadi ("Ya, saya menggelapkan uang perusahaan. . ia
mengatakan the truth dan ini tidak menimbulkan kecemasan. Menjauh dari the truth adalah
"pengakuan" yang dibungkus dalam ketidaksengajaan atau kekhilafan. Jawabannya bisa
dibarengi dengan nonverbal behavior, seperti menggelengkan kepala, atau dengan paralinguistic
behavior dengan ucapan berbisik yang nyaris tidak terdengar: "Saya khilaf Pak." Tingkat
kecemasan mulai ada, tetapi rendah. Pilihan berikutnya makin menjauh dari the truth meskipun
belum terlalu jauh dari omission; pilihan ini adalah evasion. Dalam evasion, tersirat ungkapan
tidak bersalah. ta menyatakan secara tegas. Jawabannya adalah: "Kenapa aku harus berbuat hal-
hal semacam.

itul" atau "Emangnya, kau kira aku ini siapa?" Bagi subjek itu, ia tidak berbohong. Tingkat
kecemasannya lebih tinggi dari omission. Pilihan keempat, berbohong habis-habisan. "Tidak,
aku tidak perusahaan." jawab si subjek. Tingkat kecemasannya paling tinggi. menggelapkan
uang Keempat pilihan dalam menjawab pertanyaan dan tingkat kecemasan untuk tiap-tiap

pilihan dapat digambarkan sebagai berikut.

OPTION TRUTH OMISSION EVASION DECEPTION


ANXIETY NONE LOW LOW…”….” HIGH
HIGH
Sifat manusia adalah menghindari kecemasan. Kecemasan tidak dapat diterima dan tidak
dikehendaki. Kalau harus berbohong, subjek akan memilih omission atau paling tinggi evasion.
Kalau "terpaksa", ia "memilih" deception. Semua ini menimbulkan kecemasan dengan derajat
kecemasan yang meningkat. Hanya dengan menceritakan the truth, tidak ada kecemasan. Seperti
dijelaskan di atas, upaya menekan kecemasan ini terungkap dalam paralinguistic behavior dan
nonverbal behavior. Perilaku inilah yang diamati investigator yang berpengalaman.

Subjek yang jujur akan memberi jawaban langsung. Subjek yang berbohong berusaha
menghindari memberi jawaban. Lihat jawaban di bawah ini atas pertanyaan investigator
berkenaan dengan menghilangnya Mandika: "Kapan Anda terakhir bertemu dengan Mandika?"

Jawab 1: "Hari Jumat, 14 Juli, sepulang kantor pukul 17.00, ia mengantarkan saya pulang. Kami
tiba dirumahku sekitar pukul 18.00. Itulah pertemuan kami

Jawab 2: yang terakhir." "Mandika dan saya bergantian membawa mobil. Hari Jumat itu adalah
giliran dia. Kami tiba di rumahku pukul 18.00

Sepintas lalu, jawaban 1 dan 2 kelihatannya sama, Namun, investigator yang berpengalaman
dapat membaca bahwa subjek pada jawaban 2 menghindar menjawab pertanyaan. Secara tegas,
jawaban I mengungkap "Jumat, 14 Juli, sekitar pukul 18.00, itulah saat terakhir kami bertemu"
Pada jawaban 2. "Kami tiba di rumahku pukul 18.00, tersirat (seolah-olah) itulah saat pertemuan
terakhir. Namun, jawaban itu bisa juga berarti mereka masih makan malam bersama sampai
pukul 21.00. Bahkan, mereka masih bertemu seminggu kemudian. Investigator yang kurang jeli
menyimpulkan jawaban 1 dan 2 sama; itu yang dia kira, itu asumsi dia, dan subjek
memanfaatkan kelengahan investigator tanpa kecemasan yang berarti.

Taktik menghindar juga dilakukan dengan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan yang
sesungguhnya tidak relevan. "Kenapa Anda pikir saya akan melakukan hal semacam itu?"
"Memangnya saya sebodoh itu?"

Cara lain adalah "berbohong dengan menunjuk pada sesuatu" (lying by referral).
Perhatikan wawancara berikut.

1: Apakah Anda mengambil berkas akuntansi bulan Agustus 2006?

S: Rekanmu sudah menanyakan hal itu. Sudah kujawab pertanyaannya, aku tidak tahu apa-apa
tentang hal itu.

Dalam wawancara di atas, subjek tidak berbohong. Ia berbohong kepada investigator


sebelumnya yang menanyakan hal yang sama. Dalam wawancara sebelumnya, ia berbohong
dengan mengatakan, "Aku tak tahu apa-apa tentang hal itu." Dalam wawancara kedua, ia "tidak
berbohong". Dalam artian, itulah yang memang dikatakannya dalam wawancara pertama. Dalam
wawancara kedua, ia berbohong dengan merujuk ke wawancara pertama. Itulah lying by referral

Subjek yang jujur akan membuat bantahan secara luas, sedangkan subjek yang berbohong
akan "menyempitkan" bantahannya. Subjek yang jujur mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.
Subjek yang berbohong mencari-cari celah "kebenaran" di antara kebohongan yang besar.

Karena itu, subjek yang jujur akan membuat pernyataan berikut tanpa ragu-ragu

2.Saya hakul yakin Aku tidak mencuri apa pun.


3. Saya tahu dengan pasti.
4. Tidak ada urusanku dengan korupsi yang sedang diusut.
Kita harus berhati-hati dalam menerapkan pengamatan ini, misalnya dalam penyampaian
keterangan pers yang sudah disiapkan. Contoh keterangan pers yang berbunyi: "Sebagai pejabat
negara yang setia mengabdi kepada bangsa ini, saya ingin menandaskan bahwa saya sama sekali
tidak terlibat dengan penggelembungan nilai dalam pengadaan barang Keterangan semacam ini
tidak berbeda dengan adegan pemain sinetron yang menghafalkan naskah, dan melatihnya
berulang-ulang, sampai ia mampu menjiwai adegan tadi
Dalam wawancara dadakan (wawancara yang tidak disiapkan lebih dulu). subjek yang
berbohong akan membantah celah-celah tertentu dalam pertanyaan investigator (atau wartawan).
Ja yang mengetahui informasi tentang perbuatannya, mana yang benar dan mana yang bohong.
Perhatikan wawancara berikut.

I Apakah Anda mencuri kiriman uang untuk pengisian ATM St Saya tidak mencuri kantong
kantong uang untuk ATM.

1 Apakah Anda mencuri uang dari pengunjung PRJ (Pekan Raya jakarta)? S: Saya tidak
mempunyai uang orang itu.

1: Apakah Anda mengancam teller di bank itu dengan pistol? S: Aku tak punya pistol

Dalam wawancara pertama, subjek tidak membantah mencuri uang untuk pengisian ATM. Yang
dibantahnya adalah mencuri kantong kantong uang untuk ATM.

Dalam wawancara kedua, subjek tidak membantah mencuri uang dari pengunjung PRJ.
Yang dibantahnya adalah ia (masih) mempunyai uang orang itu (korbannya)". Dalam wawancara
subjek tidak membantah mengancam teller di bank itu dengan pistol. Yang dibantahnya adalah in
mempunyai pistol (karena pistol itu milik "bos" pelindungnya). Perhatikan, investigator harus
jeli melihat celah-celah yang dibantahnya untuk mengetahui apa yang sesungguhnya tidak
dibantahnya. Subjek yang jujur menyampaikan jawaban dengan penuh percaya diri. Subjek yang
berbohong mengimbuhi keterangannya dengan "catatan-catatan" tertentu. Lihat contoh di atas
pernyataan pers yang dibuat pejabat. Ia berlindung di balik imbuhan catatan pejabat negara yang
setia mengabdi kepada bangsa ini",

Tanggapan dengan catatan (qualified response) sering kita dengar dari pejabat sipil dan
militer kita ketika terjadi korupsi atau kejahatan lain. Salah satu bentuknya adalah menjawab
pertanyaan dengan mengutip undang-undang, aturan internal lembaga, aturan good corporate
governance, kode etik, dan ajaran agama. Ini semua adalah yang seharusnya (das Sollen) padahal
pertanyaannya mengenai apa yang sesungguhnya terjadi (das Sein).

Dalam kosakata Inggris, hal di atas disebut generalization statement. Pernyataan yang
dibuat oleh subjek yang berbohong untuk membuat penjelasannya kelihatan atau kedengaran
credible, seperti:
1. as a rule,
2. generally,
3. typically,
4. as a matter of habit,
5. 1 like to,
6. the policy states.

Pertanyaan investigator: "Apakah Anda berada di kantor pada hari Sabtu, 15 Juli, sekitar
pukul 18.00?" Jawab subjek yang berbohong: "Pada hari Sabtu, saya biasanya (usually atau
generally) tidak bekerja, atau pada hari Sabtu sors saya biasanya pergi dengan keluarga." Yang
tidak dibantahnya adalah di mana ia berada pada hari Sabtu yang spesifik itu, yakni tanggal 15
Juli.

Bentuk qualified response lainnya adalah "menyalahkan ingatan" sendiri, seperti Ya


maklumlah, Bapak ini sudah sepuh (atau sudah pikun), atau istilah seperti:

Sepanjang ingatan saya 2 Yang saya ketahui...

3. Sepanjang pengetahuan saya

4. Kalau tidak salah (ingat) 5. Saya tidak ingat apakah .

Investigator perlu menilai qualified response yang "menyalahkan ingatan Kalau pertanyaannya
berkenaan dengan sesuatu yang memang mengharuskan subjek mengingat masa lalu yang sudah
lama atau mengenai peristiwa yang terjadi setiap harinya, maka penggunaan qualified response
yang menyalahkan ingatan memang wajar. Namun, kalau pertanyaannya sangat spesifik, subjek
tidak perlu menggunakan qualification atau imbuhan catatan terhadap jawaban yang jujur.
Contoh:

Apakah Anda menghapus data keuangan dari komputer perusahaan? S Sepanjang yang bisa saya
ingat tidak

Bentuk qualified response yang lain adalah mision qualifier. Ada fraseologi yang
mengindikasikan bahwa subjek menghilangkan sebagian jawabannya. Contoh fraseologi ini:
L. hampir tidak pernah,
2. tidak sering
3. Repuk juga sih,
4. kebanyakannya (sih),
5. jarang atau jarang-jarang. 6. nggak ada yang penting (istimewa)
7. nggak banyak

Perhatikan wawancara berikut.

Apakah Anda berbeda pendapat dengan atasan Anda tentang pembukuan biaya

1: pemasaran?

S: Kami jarang berbeda pendapat

Subjek tidak membantah bahwa dia berbeda pendapat dengan atasannya tentang pembukuan
biaya pemasaran.

Jenis qualified response lainnya adalah estimation phrases. Contoh: "Jawaban saya mengenai hal
itu adalah tidak" Dalam bahasa Inggris, fraseologi yang digunakan adalah:

1. I would have to say no


2. My answer would be that I did not

Estimation phrases dapat digunakan oleh subjek yang berbohong dan yang jujur, Karena itu,
Investigator harus mengevaluasi secara cermat tanggapan subjek dalam konteks pertanyaannya.
Misalnya, pertanyaannya: "Pukul berapa Anda tiba di pabrik malam itu?" Jawaban subjek "Harus
kukatakan, sekitar pukul 22.00 Jawaban ini tidak mencerminkan kebohongan karena
pertanyaannya memang memerlukan atau memungkinkan esitmation phrase.
Bandingkan kalau pertanyaannya: "Apakah Anda di dalam truk di depan pabrik pada malam
itu?" Pertanyaan tidak memerlukan estimation phrase. Karena itu, kalau subjek menjawab:
"Harus kukatakan, tidak" Jawaban ini perlu dicurigal.

Jawaban yang mengandung kebohongan sering kali diembel-embell dengan fraseologi


tertentu untuk meningkatkan kredibilitas seperti sih.

Bab 19 - Wawancara detergent

1. Demi Allah
2. Aku bersumpah.
3. Kukatakan sejujurnya.

Strategi lain untuk menekan perasaan cemas adalah memberikan pernyataan yang kelihatannya
mengingkari kepentingan pribadi, sebelum memulai dengan kalimat yang berisi kebohongan.
Berikut contoh-contoh pernyataan ini dalam bahasa Indonesia dan Inggris

1. Aku tak bermaksud menginterupsi Anda, namun (ia sudah menginterupsi]

2. Bukan aku tak mau menjawab pertanyaanmu, namun... la memang tidak menjawab
pertanyaanmu) 3. Gue bukan ngomongin si Mandera. [Du memang mau mulai membicarakan si
Mandera)

4. Gue nggak bilang Maisaroh yang salah, Kalimat berikutnya berisi tuduhan terhadap Maisaroh

5. Gue sih nggak punye bukti, tapi [Kalau tidak mempunyai bukti, kenapa menuduh.)

6. Gue nggak nyalahin siape-siape, tapi - (Tetapi akhirnya menyalahkan orang lain bukan?]

7. As crary as it sounds

8. Not to evade your question, but

9. I don't know if this is true, but

10. I don't want to implicate anyone, but


11. You may not believe this, but .

Pernyataan yang kelihatannya "menyalahkan diri sendiri bagi si pembohong terasa mengurangi
kecemasannya.

Subjek yang jujur akan memberikan tanggapan yang spontan. Subjek yang berbohong
memberikan jawaban yang sudah dihafalkannya atau dilatihnya berulang-ulang. Dalam
menghadapi wawancara, subjek yang jujur dan yang berbohong mempunyai proses berfikir yang
berbeda. Subjek yang jujur peduli dengan siapa pelaku, apa motivasinya, kenapa. bagaimana
perbuatan itu dilakukan Subjek yang berbohong (dan mengetahui cerita sebenarnya) lebih peduli
dengan apa bukti yang tercecer, ada orang lain yang tahu. apa ada yang sudah membocorkan
rahasianya, dan apakah dia mampu berbohong secara meyakinkan

Untuk bisa berbohong secara meyakinkan ta menghafalkan jawabannya secara berulang ulang,
tidak ubahnya dengan pemain sandiwara yang berlatih sebelum panggung. Ada dua whal
behavior yang mencerminkan latihan yang diulang ulang Yang pertama adalah penggunaan
noncontracted denial. Dalam bahasa Inggris, orang mengatakan I don't. I didn't, I wasnt dan lain
lain, untuk memotong kata kata I do not, I did not. I was not dan lain-lain. Bentuk pertama
disebut bentuk pendek atau terpotong (contracted), yang kedua disebut no contracted.
Nenantracted daniels digunakan oleh subjek

Bagian I-Teknik-teknik Audit vestigati

yang berbohong dan menghafal hafal jawabannya. Apalagi jika ia menggunakan noncontracied

dentals secara berturut-turut seperti pada contoh berikut.

I: I Did you falsify the records!

S: Na I did not

I: Do you know who did it?

S: Na I do not.

I: Were you aware of the fraud?


S: Na I was not.

Verbal behavior kedua yang mencerminkan latihan yang diulang-ulang disebut listing
Subjek membuat daftar" kemungkinan, lengkap dengan penomoran (Pertama, Kedua, Ketiga
atau 1, 2, 3 atau a, b, c, dan seterusnya). Lihat contoh berikut.

1 Kenapa Anda tidak mungkin menjadi pelakunya?

S: Pertama, ini tempat saya mencari nafkah lebih dari 10 tahun. Kedua, pada saat terjadinya, saya
berada di luar kota. Ketiga, pemilik perusahaan ini sudah seperti ayah sendir

2.6 PARALINGUISTIC BEHAVIOR

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar ucapan yang makna sesungguhnya berbeda
dari apa yang keluar dari mulut pembicara. Contoh, suami mengatakan kepada istrinya.
"Masakanmu sangat lezat. Namun, ciri-ciri tertentu dari percakapannya (speech characteristica)
suami mengubah 180 derajat makna ucapannya, menjadi "Masakanmu tidak enak" atau bahkan
mungkin lebih sarkastik lagi, seperti "Bah, memuakkan kali.

Ciri-ciri percakapan tertentu ini atau paralinguistic behavior inilah yang harus diamati
investigator. Kalau saluran verbal dapat lebih dikendalikan, maka saluran paralinguistic agak
lebih "lepas kendall. Saluran ini juga lebih sedikit terkontaminasi oleh faktor-faktor eksternal
dibandingkan dengan saluran verbal. Karena itu, paralinguistic behavior merupakan sumber
terbaik untuk mendeteksi kebohongan.

Berikut adalah ciri-ciri percakapan tertentu yang perlu diketahui investigator.

Response Latency (Masa atau Periode Keheningan)

Response latency menunjukkan rentang waktu antara kata terakhir dari pertanyaan
investigator dengan kata pertama dari jawaban subjek. Dalam NSA study, response latency rata-
rata untuk subjek yang jujur adalah 0,5 detik. Sementara itu, untuk subjek yang berbohong
adalah 1.5 detik
Jelas bahwa tanggapan "tertunda" untuk pertanyaan yang sederhana, patut dicurigal. Response
latency tentunya berbeda antara satu subjek dan subjek lainnya. Karena itu, dalam mengamati
paralinguistic behavior, kita perlu mengetahui response latency dari subjek yang bersangkutan
untuk pertanyaan sederhana yang netral. Contoh: "Di mana Anda tinggal

Response latency ini dijadikan patokan untuk mengukur responu latency terhadap pertanyan
yang juga sederhana, tetapi bagi subjek mengandung "bahaya seperti Siapa yang mengantar uang
suap ke rumah Anda?

Subjek sering kali menyadari bahwa ia memberikan jawaban tunda. Hal ini diatasinya dengan
taktik ulur waktu berikut.

Contoh 1:

1: Apakah Anda pernah menggelapkan harta perusahaan sebelumnya? S: Apakah saya pernah
menggelapkan harta perusahaan sebelumnya?

Emmmm, belum pernah.

Contoh 2:

1: Apakah auditor intern pernah memeriksa Anda dalam kasus L/C Rp I triliun? S: Hmm......
Apakah Anda bisa mengklarifikasi (atau mengulang) pertanyaan itu?

Dalam kedua contoh di atas, subjek mengulur waktu untuk merumuskan bagaimana sebaiknya
menjawab pertanyaan investigator secara "aman". Pada Contoh 1, subjek mengulang pertanyaan
investigator. Pada Contoh 2, subjek meminta investigator mengklarifikasi atau mengulangi
pertanyaannya.
Early Responses (Jawaban Lebih Awal)

Kategori lain dari paralinguistic behavior yang berkaitan dengan ukuran waktu dari suatu
jawaban (response time) adalah early responses atau jawaban lebih awal. Umumnya, jawaban
lebih awal merupakan reaksi dari subjek yang jujur dan telanjur gugup pada awal wawancara.
Subjek yang jujur akan mengulangi jawaban yang lebih awal tadi saat investigator
menyelesaikan pertanyaannya.

Itulah perbedaannya dengan early response yang diberikan subjek yang berbohong Ketika
memberikan early response, subjek yang berbohong tidak mengulangi jawaban itu saat
investigator menyelesaikan pertanyaannya. Mengapa? Subjek yang berbohong sangat segan
menjawab pertanyaan yang memojokkannya. Sekali memberikan jawaban yang terlalu awal, ia
merasa sudah menjawab dan tidak perlu mengulangi jawabannya. Jawaban awalnya sebenarnya
merupakan respons untuk membantah (denial response).

Tanda-tanda berbohong sangat perlu diperhatikan ketika early responses terjadi pada
pertengahan dan/atau akhir wawancara. Pada saat-saat ini, kegugupan subjek jujur sudah mereda
tia hanya gugup pada awal wawancara). Namun sebaliknya, subjek yang berbohong merasa
semakin terpojok saat saat ini.

Response Length (Panjangnya Jawaban)

Secara statistik, penelitian menunjukkan bahwa subjek yang jujur memberikan jawaban
yang lebih panjang dari subjek yang berbohong. Subjek yang jujur ingin memberikan jawaban
yang selengkap mungkin dan sering kali menawarkan informasi tambahan yang tidak diminta
investigator. Isi jawaban dari subjek yang jujur juga masih dalam konteks yang ditanyakan. la
tidak mengalihkan topik bahasan Sebaliknya, subjek yang berbohong memberikan jawaban
singkat, sekadar memenuhi syarat sudah menjawab. la khawatir memberi jawaban jawaban
panjang yang akhirnya justru saling bertentangan. Jawaban panjang dari subjek yang berbohong
cenderung bersifat mengalihkan topik pembicaraan, dan di luar konteks pertanyaan.

Di bawah ini diberi contoh jawaban dari subjek yang jujur dan yang berbohong
Pertanyaan yang diajukan investigator sama: Anda tahu mengapa saya mewawancarai Anda?
Jawaban subjek yang jujur:

Pada tanggal 15 yang lalu, saya melakukan las opname. Saya terkejut karena uang kas berselisih
kurang Rp10 juta. Saya hitung kembali, hasilnya tidak berubah. Karena itu, saya langsung
melaporkannya kepada supervisor saya. Kita bersama-sama menghitung kembali uang kas Saya
bahkan membeli dan petika, kalau-kalau uangnya terselip. Ketika kami tetap menemukaan
selisih itu saya mulai curiga bahwa ada orang yang mencuri uang kas yang menjadi tanggung
jawab saya. Saya pikir. itulah maksud dari wawancara kita ini dan saya senang sekali bahwa
pemeriksaan ini bisa berlangsung Saya mengharapkan pemeriksaan ini bisa mengungkapkan
pelakunya sehingga membebaskan saya dari sangkaan bahwa saya pelakunya

Jawaban subjek yang berbohong

Uang kas yang dipegang si Anang hilang Sekarang, kita semua diwawancara

Perhatikan, subjek yang berbohong hanya menjawab dengan 11 patah kata. Padahal, percakapan
adalah perilaku alamiah untuk melepaskan ketegangan sehari-hari.

Response Delivery (Penyampaian Jawaban)

Penyampaian jawaban terlihat dari kecepatan (rate), tinggi-rendahnya nada (pitch), dan
kejelasan (clarity). Hal-hal ini bisa sejalan (konsisten, bersesuaian) dengan apa yang dikatakan
tetapi bisa juga bertentangan. Ketika subjek mengungkapkan emosinya secara jujur, rate dan
pitch umumnya meningkat. Misalnya, lihat bagaimana seorang ibu menceritakan kecelakaan atau
kematian anaknya

Tanggapan yang jujur, tetapi dalam luapan kemarahan sering disampaikan dalam
penggalan kata-kata (clipped words) yang jelas, tegas, dan mantap, seperti HEI DENGARKAN.
AKU TIDAK MENCURI UANG ITU

Subjek yang jujur ingin investigator memahami jawabannya sehingga ia akan berbicara dengan
jelas dan dengan volume yang pas. Subjek yang berbohong cenderung menjawah dengan suara
pelan, tidak jelas, dan menggumam (mumhle).
Continuity of the Response (Kelanjutan dari Jawaban)

Jawaban yang jujur mengalir dengan bebas merupakan tanggapan yang spontan dan apa
adanya. Jawabannya mengalir sebagai satu alur pikir. Satu kalimat disusul dengan kalimat yang
lain, sambung-menyambung, dan tidak meloncat-loncat dari satu alur ke alur yang lain.
Sebaliknya, dalam jawaban dari subjek yang bohong ada perilaku berhenti-kemudian-jalan
("stop-and-start behavior).

Di bawah ini contoh jawaban yang mencerminkan stop-and-start behavior.

I: Apa betul Anda dan Mandika membawa amplop berisi uang suap ke rumah Pak Gunadi
(pejabat)?

S: Mereka (penyidik) mengatakan seandainya saya dan Mandika bersama-sama melakukan hal
itu, tetapi hal itu tidak benar. Saya bahkan tidak pernah hening sejenak). Saya tidak bertemu
dengan Mandika pada hari Sabtu malam

Selaku investigator, kita tidak bisa menebak apa yang ingin dikatakannya. Mungkin, la
mau mengatakan. Saya tidak pernah ke rumah Pak Gunadi" atau "Saya tidak pernah bertemu
Mandika" Yang kita ketahui, subjek merasa tidak nyaman menyelesaikan jawabannya. Untuk
mengatasi kecemasannya, ia berhenti (ditandai periode keheningan) dan mengubah
pernyataannya dengan bantahan yang sangat spesifik. Saya tidak bertemu dengan Mandika hari
Sabtu malam. Ternyata, jawabannya yang spesifik merupakan jawaban jujur. la dan Mandika ke
rumah Pak Gunadi pada hari Minggunya

Erasure Behavior (Perilaku Penghapusan)

Dalam percakapan sehari hari, seseorang mengatakan sesuatu yang kedengarannya


mungkin tidak menyenangkan bagi lawan bicaranya. Kemudian, ia mengatakan "aman bercanda
kok düringi gerakan alis dan senyum. Gerakan alas dan senyum dalam percakapan mempunyai
dek "menghapus konotasi yang tersirat dalam ucapannya.
Dalam komunikasi panalinguistv. pada perilaku tertentu yang dampaknya seperti gerakan
chu dan senyum, seperti tertawa, batuk-batuk kecil atau mendelem, setelah mengucapkan satu
bantalan. Percakapan dalam wawancara berikut memberi contoh ramane behavioral Perilaku
menghapus apa yang dikatakannya.

I:Apakah anda menggelapkan uang rp 25 juta itu?

S:Tidak(tertawa)

I:Anda tahu siapa yang melakukannya?

S:Saya malah tidak tahu ada penggelapan(tertawa)

I.Apakah anda berpikir pegawai bank yang mencuri uan tunai itu?

S.sulit untuk mengatakannya.mungkin saja,pelanggan yang salah mengisi slip setoran.

I.menurut pendapat anda bagaimana hasil investigasi itu?

S.aku harap investigasi ini berakhir dengan… baik karena saya tidak mencuri uang itu.(tertawa)

2.7 Nonverbal Behavior


Seorang berhadapan dengan kobra yang sudah siap memangutnya.secara fisik ia
mempunyai tiga pilihan dalam menghadapi kobra ituLmelawan(fight),melarikan diri(flight)atau
berdiam diri(freeze). Dalam fight dan flight kita menyaksikan kegiatan fisik yang tinggi seperti
dalam berolahraga.

Juga seperti halnya berolahraga,fight dan flight mengatasi kecemasan melalui kegiata
fisik.ia menurunkan tingkat stress. Kalau kita freeze seakan akan dihipnotis sang kobra kita
merasa stress yang tinggi,ada rasa kesemutan, dan ada rasa melayang layang.seperti tombol yang
menyalakan tubuh kita “turned off” seperti pesawat radio atau TV yang dimatikan.dalam hal ini
orang berkomunikasi melalui verbal saja.

Makna ucapan kita seperti dijelaskan sebelumnya, diperkuat dan dimodifikasi oleh
bahasa tubuh oleh nonverbal behavior atau isyarat isyarat nonverbal.dalam bahasa sehari-hari
kita sering mendengar ungkapan"tatap mataku biar aku tahu apakah Anda menceritakan
kebenaran"banyak penelitian sosial menunjukkan bahwa 70% dari pesan pesan yang dikirimkan
dalam komunikasi antar manusia terjadi pada tingkat nonverbal.

Statistik itu tentunya tidak berarti bahwa interpretasi perilaku nonverbal lebih akurat dari kedua
perilaku lainnya.statistik itu hanya mencerminkan beberapa besarnya pesan yang disampaikan
melalui gerak tubuh.hal ini ini diketahui dan dimanfaatkan para pelawak yang menggunakan
bahasa tubuh mereka untuk mengundang gelak ketawa penonton. Di sisi lain perilaku nonverbal
cukup rumit untuk dievaluasi,sering menimbulkan interpretasi yang keliru dan evaluasinya harus
dilakukan dalam konteks isi atau substansi verbal yang disampaikan pembicara atau subjek.

Perilaku non verbal di sini adalah:

1) Postur
2) gerak tangan
3) gerak kaki
4) mimik muka dan mata.

Kita mulai dengan mengawali sikap atau postur. Postur atau sikap di wawancara
mengukapkan keterlibatan emosionalnya, rasa percaya diri, minat (apakah ada minat, pikiran
melayang ntah kemana atau cuek habis-habisan) subjek yang jujur mempertahankan keterlibatan
emosional, minat dan percaya diri, yang tinggi dalam menyampaikan pernyataan. Postur
tubuhnya tegak, searah dengan investigator sehingga ia siap berdialog secara langsung. Ketika
membuat pernyataan-pernyataan penting, ia mencondongkan tubuhnya ke arah investigator,
seperti ia ingin menggarisbawahi apa yang ingin dikatakannya. Kalaupun ia menyilangkan kaki
dan meletakkan satu tungkai diatas tungkainya yang dilain (figur 19.1), hal ini dilakukannya
dengan santai dan nyaman.

( gambar 19.1)

Dalam wawancara selama 45 menit, ia mengubah-ubah posisi dan perubahan postur


dilakukan nya secara casual. (Bayangkan perilaku anak-anak yang asyik menonton kartun
kesayangannya.)

Mempelajari nonverbal behavior sebaiknya melakukan rekaman gambar dan suara dari
wawancara sesungguhnya . Cara ini tidak dapat disajikan dalam buku. Buku figur 19.2 sampai
19.4 berupaya menjelaskan perilaku nonverbal dari subjek yang jujur tanpa gerak dan suara.

1) Jujur dengan postur kedepan


2) .jujur dengan postur sedikit condong ke depan
3) Jujur dengan postur santai dan nyaman
Subjek yang berbohong terlihat dari gerak-gerak lamban seakan tidak berjiwa terjerembab dalam
kursinya istilah bahasa Inggrisnya adalah slouch.investigator bentuk lain dari sikap menjauh
(retreating posture) dekapannya seolah-olah ada tembok penghalang (barrier) yang ingin
dipasangkan antara dia dan investigator perilaku nonverbal yang paling mengungkapkan subjek
berbohong adalah kemampuannya mempertahankan postur tadi selama wawancara berlangsung
statis tidak berubah

4) menentang,menghindar,condong ke depan
5) slouching posture
6) memasang pembatas atau barrier posture.

1. GERAK TANGAN(GESTURE)

sebagai tanggapan atas pertanyaan investigator, subjek dapat melakukan tiga jenis gerak
tangan. pertama subjek tetap tidak melibatkan dirinya tidak ada gerak tangan sama sekali. ini
merupakan tanda bahwa ia tidak mempunyai percaya diri terhadap jawaban yang sudah atau
akan diberikannya, atau ia memandang pertanyaan-pertanyaan itu tidak penting. kedua tangan
menjauh dari tubuh seperti orang berpidato atau guru yang sedang mengajar gerak tangan seperti
ini disebut perilaku menjelaskan (illustration behavior) . Ketiga tangan mengarah pada bagian
tubuh gerak tangan ini disebut perilaku menyelesaikan (adaptor behavior)

ilustrasi behavior:

1. menjelaskan apa adanya,

lebih sering ditunjukkan oleh subjek yang jujur. Ketika subjek jujur menceritakan
pengalamannya yang berhubungan dengan kegiatan fisik, investigator akan melihat dalam
kurung atau tidak atau bisa memperkirakan akan adanya gerak tangan ini. Gerak tangan ini
kita saksikan ketika seseorang menceritakan bagaimana pelaku menyodorkan amplop berisi
uang sogokan, dan ia menolaknya. Selain itu seorang wanita yang menceritakan bagaimana
ia diperkosa, atau sopir taksi yang menceritakan bagaimana ia menyerahkan uangnya di
bawah todongan. ada lagi, gerak tangan yang dalam bahasa Inggris disebut hands shrug
dengan gerakan tangan ini, subjek ini mengatakan, aku tidak tahu atau aku tak peduli ( figur
19.9.2) ini bisa dibarengi dengan mengangkat bahu. hand shrug ini bisa memperkuat apa
yang diucapkan subjek, sebaliknya, hand shrug bisa merupakan kontradiksi atau berlawanan
dengan ucapan subjek.

2. Hand strug(gerakan yang ingin menyatakan terserah)


adaptor behavior dapat dibagi dalam kategori grooming gestures gerak
memperoleh atau merapikan diri personal gestures gerak yang bersifat pribadi dan
protektif gestures gerak melindungi atau berlindung, atau support in gestures gerak yang
mendukung atau menumpang titik contoh grooming gestures menyisir atau membetulkan
letak rambut menggosok-gosok atau mengemas ngebahas baju atau celana seperti akan
membuang kotoran pasir, atau debu mengambil sesuatu dari lengan baju seolah-olah ada
lalat mati atau kumbang yang bertengkar memeriksa kuku merapikan dasi atau kaos kaki
dan lain-lain. Gerakan-gerakan ini sendiri tidak mempunyai makna atau relevansi
maknanya baru ada kalau dikaitkan dengan verbal responnya dengan apa yang
diucapkannya. Para pelawak memanfaatkan gerak ini ketika mereka mengucapkan
sesuatu sembari melintir kumis palsu membetulkan dasi dan gerak lain, kemudian gerak
dan ucapan menimbulkan gerak .... bayangan ada adegan lawak di mana karyawan
ketahuan menggosipkan atasannya kemudian ia membetulkan baju kaos kaki atau
celananya.
personal gestur disebut personal karena ia gerakan lazimnya berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan pribadi personal, seperti menggaruk tangan, daun telinga Komal
obat telinga, dan lain-lain. Namun, kali ini tanpa ada rasa gatal. Orang yang menggosok
gosok tangan biasanya karena ada rasa dingin tetapi kali ini tidak ada kebutuhan akan hal
itu. contoh lain, mengetok meja seolah-olah mengikuti irama lagu, gerakan membentuk
seperti sedang memetik gitar dan lain-lain titik timming dari gerakan ini menandakan
bahwa objek tidak nyaman dengan pertanyaan investigator.
3. Gerakan mengada ngada(deceptive adaptor behavior).dan dengan memainkan dan
melihat kuku.
dalam protective supporting gesture tangan mengarah atau membuat kontak
dengan muka titik misalnya tangan diletakkan di pipi untuk mendukung atau menolak
kepala titik gerak ini mencerminkan keterlepasan emosional emotional Batman subjek
dari apa yang sedang berlangsung titik bayangkan penonton TV mendengar komentar
sepak bola saat istirahat yang dianggapnya tidak bermutu padahal ia sudah tidak sabar
menantikan pertandingan babak keduanya gasturi ini wajar-wajar saja misalnya di
tengah-tengah wawancara ketika tingkat pembicaraannya sudah memasuki wilayah aman.
Namun ia adalah gesture yang mencurigakan atau patut dicurigai ketika tingkat
pembicaraannya adalah mengenai pokok kejahatan atau fraud subjek yang berbohong
menggunakan protek TV gesture seperti menutup mulut dan menjawab pertanyaan
melalui celah-celah jari jemarinya. Ia seolah-olah percaya bahwa jari-jarinya dapat
menyaring ucapan-ucapannya yang tidak benar. Subjek yang berbohong dari tatap mata
dalam protektif gesture ia berpura-pura atau menggosok-gosok matanya dan mengusap-
ngusap alisnya secara tidak sadar.
gerak kaki ketika subject menyilangkan 1 tungkainya pada yang lain ia mungkin
menghentakkan 1 kakinya ke tanah titik kalau hal ini sering dilakukannya ini tanda
kecemasan
ini tidak usah berarti bahwa subjek berbohong. Namun, perubahan dalam menekan kaki
misalnya dalam hal memulai atau mengakhiri gerakan secara mendadak seiring dengan
jawaban atas suatu pertanyaan bisa merupakan indikasi saat dia sedang berbohong. Ini
berlangsung satu atau dua detik kemudian ia kembali ke gerak kaki yang normal

2. GERAK KAKI

Ketika subject menyilangkan 1 tungkainya pada yang lain ia mungkin menghentakkan 1


kakinya ke tanah titik kalau hal ini sering dilakukannya ini tanda kecemasan. ini tidak usah
berarti bahwa subjek berbohong. Namun, perubahan dalam menekan kaki misalnya dalam hal
memulai atau mengakhiri gerakan secara mendadak seiring dengan jawaban atas suatu
pertanyaan bisa merupakan indikasi saat dia sedang berbohong. Ini berlangsung satu atau dua
detik kemudian ia kembali ke gerak kaki yang normal

Gerak kaki juga bisa mengubah postur duduk si subjek.dengan menapakkan kaki dan
mendorong punggung kesandaran kursi,bias juga disertai kursi berpijak pada dua kaki
bealkangnya.ini adaah sikap yang menunjjukkan subjek berbohong .sikap yang dilakukannya
sesaat sesaat sebelum atau selama menjawab suatu pertanyaan.

3. MIMIK MUKA dan KONTAK MATA

Berbagai ekpresi atau mimik muka yang disebabkan oleh subjek yang khawatir bahwa
kebohongannya terungkap, ketidakpastian apakah ia akan berhasil menutup-nutupi
kebohongannya, atau mungkin kesadarannya bahwa kebohongannya sudah terungkap sehingga
ia siap mengakui kesalahannya. Kenyataannya bahwa ekspresi mukanya berubah sebenarnya
sudah merupakan indikasi bahwa subjek berbohong. Sebaliknya tidak adanya perubahan
mengindikasikan subjek itu jujur.

Dari semua perubahan mimik atau ekspresi wajah, yang paling sulit dievaluasi adalah
kemarahan.

Kontak mata antara subjek dan investigator merupakan salah satu perilaku nonverbal
yang sangat penting untuk dievaluasi. Dalam budaya barat, kontak mata secara timbal balik,
menandakan keterbukaan , jujur apa adanya ( candor), dan trust. Subjek yang pembohong tidak
berani dan enggan menatap mata investigator. Ia akan menundukkan kepala melihat lantai,
mengalihkan matanya kesamping (seperti melirik), atau ke langit-langit ruangan. Subjek
berkurang kecemasan jika tidak memandang investigator. Subjek bahkan menantang
investigator, seperti menantap lama ( manusia bermasyarakat mempunyai ukuran tatap mata
lama atau sekilas).

Subjek yang jujur tidak khawatir memandang investigator, seperti anak-anak manis di Taman
Kanak-Kanak ketika menyimak pelajaran gurunya, polos sekali, memandang mata gurunya tanpa
rasa khawatir, dan mata berseri-seri secara spontan ketika guru mengatakan sesuatu yang
menyenangkan. Bandingkan dengan kontak mata siswa SMU yang ketahuan sedang mencotek.
Berikut ini lima pedoman yang harus diperhatikan ketika menilai kontak untuk menentukan
apakah subjek membohong atau jujur.

1) Umumnya, subjek yang tidak melakukan kontak mata dengan investigatornya sedang
mengrahasia sesuatu. Namun, investigator juga perlu mempertimbangkan "kerusakan"
mata (misalnya tatapan mata orang jetreng, seolah-olah melihat kesisi lawan bicaranya),
rasa rendah diri (bawahan ketika berbicara dengan atasan), ganguan emosi. Atasan
budaya atau agama dimana menatap orang yang harus dihormati adalah tabu.
2) Untuk alasan apa pun, investigator tidak boleh menantang subjek untuk menatap
matanya. Tantangan yang sama sekali tidak bermanfaat. Subjek yang berbohong pun
akan menerima tantangan ini. Tantangan ini justru menghapuskan peluang untuk
mengamati perilaku nonverbal yang sangat penting.
3) Investigator cukup mengamati kontak mata secara casual saja sehingga tidak membuat
subjek menjadi tidak nyaman. Kontak mata secara casual yang sekali dibarengi tatapan
tajam sudah cukup untuk menarik kesimpulan apakah subjek menghidari tatap mata. Ini
juga menghilangkan kecurigaan subjek bahwa perilakunya sedang diamati.
4) Subjek tidak boleh diperkenakan memakai kacamata hitam, kecuali jika ia mempunyai
penyakit yang mengahruskannya memakai kacamata hitam didalam ruangan. Kacamata
hitam menyembunyikan kontak mata sehingga investigator, tidak dapat menilai perilaku
ini. Juga kebalikannya, investigator tidak boleh memakai kacamata hitam karena subjek
seharusnya boleh mengamati sikap jujur atau minatnya terhadap pembicaraan melalui
kontak mata, hal ini menjadi lebih penting saat melakukan interogasi.
5) Selaku investigator, jangan mengharapkan subjek terus menatapnya, ini tidak wajar,
kecuali jika ia seorang wanita cantik atau pria tampan yang mempunyai daya tarik luar
biasa bagi subjeknya.

2.7 CATATAN AKHIR

Seperti dijelaskan diatas pembahasan mengenai, BSA diambil dari dari hasil penelitian
John Reid. Dengan sendirinya, contoh-contohnya dengan penggunaan bahasa Inggris tidak bisa
dihindari. Misalnya, ketika menjelaskan noncontracted denial dalam verbal behavior, padanan
bahasa indonesianya tidak bisa ditemukan. Dalam bahasa Indonesia, mungkin ada bentuk lain
dari indikasi berbohong dalam jawaban yang dihafalkan sebelum wawancara dimulai.

Itu penyebab penelitian seperti dilakukan John Reid jugak perlu dilakukan dalam konteks
Indonesia. Contoh: nonverbal behavior, dalam bentuk menyilangkan lengan didepan dada
menunjukan sikap subjek yang berbohong ( atau menutup diri) di Amerika Serikat. Sikap cuek
ini jugak ditunjukan Oom pasikom dalam kartum dibawah ini. Namun,di beberapa daerah di
Indonesia sebelah Timur, itulah bahasa tubuh yang menunjukkan subjek menghormati orang
yang mengajak berbicara.Menundukan kepala dibanyak bangsa Asia jugak menunjukkan rasa
hormat kita kepada seseorang, padahal ungkapan bahasa Inggris berkata sebaliknya " look me
straight in the eye if you're telling the truht."
Duduk dengan kaki diletakkan diatas meja mencerminkan sikap santai di Amerika.
Namun hal yang sama bisa berarti arogan bagi orang Indonesia bahkan penghinaan.

Apakah aktor dan aktris lebih mudah berbohong karena profesi mereka menuntut mereka
berakting? Jawabannya tidak. Wawancara yang dihadapi aktor dan aktris ketika menghadapi
tuntutan menimbulkan kecemasan. Tidak berarti bermain film tidak menimbulkan kecemasan
( misalnya untuk bintang pandangan), tetapi kecemasannya sangat berbeda ketika ia betul-betul
harus atau akan berbohong. Misalnya saat polisi memeriksanya untuk menentukan apakah ia
sedang menggunakan atau membawa narkoba.

Sangatlah penting, bahkan menentukan sekali lagi investigator yang mengevaluasi BSA
berpedoman pada hal-hal berikut:

1) Perhatikan penyimpangan dari BSA si subjek dalam keadaan normal. Ini bisa diketahui
dari evaluasi perilaku subjek sewaktu wawancara yang tidak bersifat menunduh, atau
darj informasi latar belakang lainnya ( misalnya keterangan atasannya bahwa ia mudah
gugup) keadaan normal juga bisa diamati saat subjek saat menjawab pertanyaan
sederhana mengenai dirinya, seperti nama, alamat, pendidikan terakhir, pekerjaan dan
lain lain nya.
2) Semua indikasi perilaku diamati kapan terjadinya ( sewaktu menjawab pertanyaan apa)
dan seberapa sering terjadi. Dalam bahasa Inggris,perhatikan timing dan consistency dari
perilaku yang memberi indikasi penting.
3) Untuk menjadi indikator yang andal, perubahan perilaku harus terjadi ketika subjek
mendengar pertanyaan atau akan memberikan jawaban dan perilaku ini berulang ketika
pertanyaan serupa diajukan. Karena itu kesimpulan mengenai BSA harus menyeluruh,
bukan untuk satu atau dua pertanyaan dalam wawancara.

2.8 INTEROGASI

Bagian awal bab ini telah menjelaskan perbedaan antara wawancara dan introgasi
introgasi bersifat accusatory menuduh.dari pandangan investigator, tersangka ini bersalah
meskipun seseorang dalam pengertian hukum dianggap bersalah kalau sudah ada ketetapan
hakim mengenai hal yang bersifat tetap itu. Jadi bersalah atau ( guilty) dan tidak bersalah atau
(innocent) Pada bab ini adalah semata-mata dari titik pandang investigator.

Sebelum melakukan interogasi investigator sudah harus mengetahui secara mendalam


semua investigative information yang relevan tentang ke sejahatan tersebut,termasuk informasi
dari saksi-saksi, informasi mengenai bagaimana kejahatan dan tersangkanya terungkap,
informasi latar belakang mengenai tersangka yang akan diinterogasi dan tersangka lainnya, dan
lain-lain.
investigator bisa berhadapan dengan tersangka yang emosional atau non emosional. Sebelum
melanjutkan pembahasan berikut ini pembaca sebaiknya sudah memahami uraian mengenai
behavior symptom analysis di atas subjek yang emosional akan mengalami:

1) perasaan bersalah dengan penyesalan yang mendalam atau (remorse)


2) Ketenangan batin yang sangat terganggu (mental anguish)
3) Hati nurani sangat terusik (troubled conscience)

Sepanjang interogasi, perilakunya mudah dikenal ia mudahan secara emosional oleh ucapan
dan tindakan investigator. Postur tubuhnya tidak kaku, ia lebih terbuka, matanya basah atau
berkaca-kaca, iya tidak menyilangkan lengan atau tungkai nya. kontak matanya dengan mata
investigator mulai jarang, dan berakhir dengan tatapan kosong ke langit-langit atau dinding.
untuk subjek yang emosional, teknik dan teknik interogasi yang tepat harus didasarkan pada
pendekatan yang simpatik.investigator perlu menunjukkan sikap ikut prihatin dengan apa yang
dialami subjek sekarang akibat perbuatannya di masa lalu.

Subjek yang non emosional tidak merasa ada beban titik hati nuraninya tidak terusik dengan
kejahatan yang dilakukannya atau konsekuensi dari kejahatan yang dilakukannya ia berada dari
subjek yang emosional. Sikap emosional cuek merupakan hasil dari gangguan kepribadian
(personality disorder) diterimanya. Dari kejahatan kerah putih (white color crime) juga ada
subjek yang non emosional.

motifnya untuk melakukan kejahatan bisa bersifat emosional. Namun ketika ia menghadapi
introgasi sikapnya dingin tidak peduli tidak ada keterkaitan secara emosional. Baginya, introgasi
adalah sekedar permainan. selama introgasi ia bisa menawarkan pengakuan alakadarnya,
pengakuan samar-samar, asal bisa lolos. Objek yang non emosional membiarkan investigator nya
berbicara panjang lebar sampai berbuih ia sendiri tidak bergeming. Posturnya tertutup dan
defensif. Kata-kata yang keluar dari mulut investigator bagai angin lalu titik ciri yang menonjol
dari tersangka yang non emosional adalah ia cocomo tidak terbawa arus emosi tidak termakan
oleh kata atau tindak-tanduk investigator.

taktik dan teknik terbaik dalam menghadapi subjek yang non emosional adalah menyodorkan
fakta faktual analysis approach atau pendekatan analisis faktatergerak dengan common sense dan
reasoning.

tersangka dengan perbandingan 80:20 atau 20:80,dan kombinasi-kombinasi lain. Karena itulah
sympathetic approach harus dikombinasikan untuk subjek yang emosional dan factual analysis
approach untuk subjek yang emosional.

adegan tv atau film dan praktik-praktik tidak baik yang ditunjukkan penyidik adalah sangat
menyesatkan penonton dan orang awam dalam kurung bahkan investigator tidak bisa
membayangkan bahwa introgasi tidak lain dari upaya menyakinkan atau membujuk tersangka
menceritakan kebenaran.
Atau dalam bahas Inggrisnya:the truth,the whole truth and nothing but the truth.The truth
berarti kebenaran,the whole truth bermakna kebenaran seutuhnya jangan ada yang
disembunyikan.nothing but the truth berarti jangan memberikan informasi yang benar dan
bohong campuran informasi yang benar dan bohong akan menyesatkan.

Pionir dalam bidang introgasi juga pionir dalam behavior symptom analisis yaitu John E Reid.
Iya memperkenalkan 9 langkah introgasi yang dikenal sebagai the read the nine steps of
introgation.secara skematis langkah-langkah ini digambarkan dalam figur 19. 13. penelitian oleh
reid meliputi spektrum kejahatan yang luas termasuk pembunuhan pemerkosaan penyiksaan dan
berbagai kejahatan kekerasan. Figure 19. 13 disesuaikan dengan pokok bahasan dalam buku ini
yaitu tindak pidana berupa fraud.

figure 19.30 menunjukkan 3 lingkaran oval yaitu data awal dan lain-lain, predication, dan
wawancara. Pada bab 12 kita mempelajari predication of fraud dan fraud theory.

sebelum memasuki langkah 1 dari interogasi tersangka dipersilakan duduk dalam ruangan
interogasi sekitar 5 menit. Tersangka yang bersalah cepat mereka-reka apa yang akan ditanyakan
dan menjejal otaknya dengan jawaban-jawaban hal ini menimbulkan ketidaknyamanan. Semakin
lama ditinggal sendiri ia semakin ragu, bingung dan membuyarkan upayanya untuk berbohong.
beberapa tersangka berpikir begitu dalam dan khawatir dengan nasibnya sehingga mereka
terperangah ketika investigator memasukisehingga terlepas dari beban yang berat.

tersangka yang tidak bersalah umumnya melihat wajah investigator tanpa merasakan beban atau
tekanan batin, sekalipun ia jengkel karena harus diinterogasi. Ia jengkel, tetapi sorot matanya
cerah dan perilakunya umumnya sangat menguntungkannya. karena itu di mata investigator yang
terlatih perilaku-perilaku yang tidak bersalah.

Sebelum memasuki ruangan, investigator sudah mempunyai persiapan yang cukup ia harus
membawa map atau folder tebal yang berisi bukti-bukti mengenai kasus itu, atau simulasi
tentang suatu kasus.pada awal introgasi dan pada saat yang tepat selama interogasi, investigator
menatap halaman halaman tertentu dari folder tersebut ini membawa dampak psikologis pada
tersangka bahwa investigator mempunyai banyak bukti tentang perbuatannya, sekalipun
investigator sedang melihat halaman kosong. Folder semacam ini juga mempunyai dampak
positif baik bagi tersangka bersalah maupun tidak bersalah karena folder itu memberikan kesan
bahwa investigator sudah bersiap

selain order itu investigator bisa juga membawa berkas yang menunjukkan rekening koran bank,
Laporan atau proyeksi, foto-foto pelaku dan rekannya sedang ribut di cayman island Vanuatu
atau negara-negara tempat ia menyimpan harta karunnya namun jangan gunakan berkas atau
bukti palsu.
LANGKAH LANGKAH DALAM INTEROGASI:

1) Direct, Positive Confrontation


pada awal interogasi tersangka mengamati investigator secara seksama ia menilai apakah
investigator yakin bahwa ia bersalah. Jika ia mendapat kesan sekecil apapun bahwa
investigator tidak yakin akan kesalahannya, ia tidak akan mengaku.
tanpa keraguan sedikitpun, investigator menembakkan sangkaannya secara langsung
dalam kurung (direct). Investigator mengkonfrontasi tersangka secara tegas (possitive
confortation), sebaiknya dalam posisi berdiri misalnya dengan pembukaan investigasi
kami menunjukkan bahwa andalah yang melakukan titik-titik lanjutkan dengan kalimat
yang singkat langsung dan tegas direct dan positive sambil membuka halaman tertentu
dalam folder yang berisi bukti.
investigator mengawali introgasi nya dengan pernyataan yang mengesankan ia yakin
seyakin-yakinnya bahwa tersangka bersalah titik setelah itu investigator berkata Saya
ingin duduk bersama anda untuk menyelesaikan masalah ini. Investigator berhenti
sejenak, menempatkan folder dan berkas lain jauh dari tersangka menarik kursinya
sekitar 1 m dari kursi tersangka, dan duduk titik kegiatan investigator ini akan
menciptakan suatu keheningan yang disengaja yang disebut behavioral atau penulis
menerjemahkannya menjadi jeda perilaku titik ini seharusnya hanya berlangsung sekitar
5 detik titik namun, bagi tersangka ini terasa lebih lama.tujuan jeda perilaku ini adalah
mengevaluasi tanggapan verbal dan nonverbal si tersangka terhadap direct possitive
confortation. Tanggapan verbal dan nonverbal dalam jeda perilaku ini memberi
1. Petunjuk kepada investigator apakah tersangka bersalah atau tidak.
2. Insight(kemampuan untuk melihat dan mengerti secara tajam) mengenai bagaimana
investigator harus melanjutkan investigasinya.
mendengar sangkaan yang dituduhkan kepadanya, tersangka bisa menanggapinya dengan
apa yang Anda maksudkan atau Anda bilang apa seolah-olah ia tidak mengerti atau tidak
mendengar. Ia sedang mengulur-ulur waktu titik dalam behavior symptom analisis ia
berbohong.direct possitive confortation dilakukan dalam kalimat singkat, langsung,
terarah, dan lugas. Tidak ada alasan bagi tersangka untuk tidak mengerti atau tidak
mendengarnya. Tersangka yang tidak bersalah akan langsung memperhatikan
kejengkelannya.
tersangka yang bersalah menghindari kontak mata dengan investigator. Ini
memungkinkannya menyiapkan jawaban verbal yang kemungkinan besar bukan jawaban
sama sekali titik pada tahun ini, tersangka menunjukkan tanda-tanda bersalah, seperti
mengubah postur, menyilangkan tungkai, menyikat baju atau celana dengan jari tangan
seolah-olah ingin membuang kotoran duduk terjerembab di kursi,atau bersandar jauh
kebelakang seolah-olah berusaha menjauhi investigator.
kekesalannya nya atas tuduhan yang didengarnya,ada tersangka yang sama sekali kaget
dan tidak bisa percaya tentang apa yang didengarnya, dan sejenak menggeleng-gelengkan
kepala menunjukkan ketidakpercayaan nya. Selanjutnya, ini diikuti dengan sanggahan
yang tulus, spontan, bahkan tegas dan bertubi-tubi tanpa melepas kontak mata titik
tersangka yang tidak bersalah akan tersinggung berat dengan tuduhan yang dialamatkan
kepadanya dan berupaya keras menghentikan tuduhan itu.tersangka yang bersalah
biasanya bersikap positif, tetapan matanya memelas, jawabannya nyaris tidak terdengar,
atau ia menanyakan sesuatu dengan penuh keraguan dan tidak jelas. untuk menghindari
terbongkarnya kedok, tersangka yang bersalaman dramatisasi gerak-gerik fisik,
menggerakkan kepala ke depan dan ke belakang, menyisir, atau bahkan mengacak
rambutnya untuk memberi kesan putus asa. Ini juga taktiknya untuk menghindari kontak
mata ia mungkin juga berbicara keras atau berteriak untuk mengintimidasi investigator
untuk mengakhiri introgasi investigator tidak boleh terkecoh dengan taktik ini.
perilaku tersangka dalam menanggapi transition statement memperkuat penilaian
investigator atas berlaku tersangka dalam menanggapi direct possitive confortation
diawal langkah 1.streaming yang tepat menghalangi tersangka untuk mengatur perilaku
verbal dan perilaku lainnya transition statement juga digunakan untuk memasuki langkah
berikutnya.
2) Interrogation Theme
1 perbedaan penting antara tersangka yang bersalah dan tidak bersalah adalah
pembenaran (justifacation) untuk melakukan kejahatan titik tersangka yang bersalah
melakukan pembenaran atau justification ketika atau sebelum melakukan kejahatan titik
melemparkan kesalahan menjauhi dirinya sendiri dan menginternalisasi pembenaran
untuk perilaku yang menyebabkan kecemasan adalah naluri alamiah manusia.
Interrogation theme pada langkah2 sebenarnya memperkuat kebenaran yang sudah dibuat
tersangka titik karena itu mudah sekali mengungkapkan denial atau penyangkalan dari
tersangka dalam introgasi titik tersangka menangkap theme titik dengan sendirinya ia
tidak menangkap theme yang dibicarakan investigator.
Contoh-contoh dibawah ini akan menjelaskan kaitan antara pembenaran dengan
introduction theme.
I:dalam hal apa anda bisa tergoda untuk mengambil uang perusahaan yang pemiliknya
anda kenal berpuluh-puluh tahun?
S:saya harus benar-benar kepepet atau putus asa (tema yang ditawarkan investigator
adalah tersangka mencuri uang karena kebutuhan akan uang yang sangat mendesak)
I:apakah ada orang yang pernah mengajak anda mengambil barang yang disimpan di
gudang?
S:penjaga gudang sering meninggalkan tempat (keamanan yang lemah. Intinya cari
kambing hitam)
I:menurut anda dalam hal apa orang menjadi penyebab kebakaran pabrik perlu mendapat
keringanan?
S: itu mungkin tergantung dari penyebab terjadinya kebakaran (tema yang ditawarkan
investigator adalah tersangka tidak bersalah karena kebakaran itu tidak disengaja)
I: apakah menerima suap itu merupakan kezhaliman di sini?
S:tentu saja, gaji orang-orang disini kecil, padahal masa kerja rata-rata di bagian ini lebih
dari 15 tahun tema yang ditawarkan investigator adalah semua orang di sini juga korupsi
sehingga tersangka tidak sendirian. Salakanegara, kenapa memberi gaji kecil, cari kambig
hitam.
Melalui pertanyaan yang diajukan investigator, ia sebenarnya menara menawarkan jalan
keluar bagi tersangka titik tersangka yang bersalah sudah membuat atau mencari
pembenaran sebelum atau ketika ia melakukan kejahatan titik pertanyaan investigator
yang berisi tema tertentu (interrogation theme) langsung ditangkap tersangka yang
bersalah titik tema-tema itu bisa berupa keadaan keuangan terdesak, manusia lain atau
keadaan sebagai kambing hitam semua orang juga berbuat begitu dan lain-lain.
kalau tidak bersalah tersangka tidak membuat justification atau pembenaran apapun titik
bagi dia, tema-tema yang ditawarkan investigator tidak merupakan umpan baginya
bayangkan kalau anda tidak bersalah dan interogator mengajukan pertanyaan-pertanyaan
di atas. Anda mungkin akan menggeleng-gelengkan kepala bertanya kepada diri sendiri
apa sih yang dia tanyakan seperti seorang yang semalam belajar matematika untuk
keesokan paginya dan ketika kertas ujian dibagikan ia menerima soal ujian akuntansi.
dari penjelasan diatas kita bisa membayangkan betapa berbedanya perilaku verbal
paralinguistik dan non nonverbal yang ditunjukkan oleh tersangka yang bersalah dan
tidak bersalah jika tersangka mendengarkan dengan penuh perhatian pertanyaan yang
berisi tema-tema yang merupakan moral excuse baginya nya,atau ia mulai
mempertimbangkan dan mendiskusikannya walaupun sesaat saja, reaksinya ini
mencerminkan ia bersalah. sebaliknya jika tersangka bengong dengan pertanyaan
investigator. Atau bahkan tersinggung berat itu indikasi bahwa ia tidak bersalah
Ketika investigator ini membahas interogation theme ,subjek yang bersalah maupun yang
tidak, dapat diharapkan mengemukakan penolakan atau sanggahan secara verbal atas
keterlibatannya dalam kejahatan yang disangkakan kepadanya investigator bersiap
melaksanakan langkah 3.
kalau tersangka menunjukkan tanda-tanda akan mengakui kesalahannya investigator
hendaknya tidak membuang-buang waktu dengan pertanyaan-pertanyaan yang berisi
interogation theme. Investigator sudah harus memasukkan angka 7.
kuat ia akan bersikap silakan" tuntutlah daku" kalau bukti-bukti itu sekadar petunjuk
tersangka menghitung-hitung kelemahan bukti itu titik kalau ia yakin investigator tidak
dapat memanfaatkan bukti petunjuk itu hilanglah rasa cemasnya. Pengungkapan bukti-
bukti yang terlalu dini juga mengurangi kemampuan investigator untuk mengembangkan
interogation theme.
penyebab lain tersangka berputar-putar dengan menyanggah segala tuduhan adalah
investigator menyampaikan tema yang salah tersangka memang berbuat salah tetapi
moral excuse yang ditawarkan investigator sebagai jalan keluar adalah tidak tepat contoh
karyawan memeras majikan yang sering menyelundup ajak. investigator dengan berbagai
pertanyaan menawarkan keadaan keuangan terdesak sebagai tema tersangka terus
melakukan sanggahan. "Setelah tema majikan itu kayak setan kelakuannya sepadan lah
pemerasan itu"tersangka merangkul moral excuses ini.
untuk budaya kita yang suka dengan pengungkapan tidak langsung dalam
mengemukakan hal-hal yang tidak menyenangkan, investigator sebaiknya mengganti
orang kedua tunggal (Anda kau sampeyan dan seterusnya) dengan orang ketiga tunggal
(seseorang, orang pada umumnya, orang lain, pelaku, dan lain-lain) jadi
pertanyaan:apakah ada orang yang pernah mengajak anda mengambil barang yang
disimpan di gudang? diganti dengan:apakah ada orang yang pernah mengajak orang lain
mengambil barang yang disimpan di gudang?

3) Handling Denials
bagi investigator, tidak mudah mendapatkan pengakuan dari tersangka titik tersangka
yang bersalah dan yang tidak bersalah akan memberikan penyangkalan atau denial.
penyangkalan dapat dilakukan secara verbal, seperti tidak aku tidak melakukannya. atau
dalam bentuk nonverbal seperti menggelengkan kepala subjek menyangkal sebagai
tanggapan atas kedua titik penyangkalan pada dasarnya adalah pernyataan bahwa tuduhan
itu palsu tidak benar, keliru, salah alamat, dan seterusnya
tahap penyangkalan merupakan tahap yang sangat menentukan titik kalau penyangkalan
tidak ditangani dengan keahlian dan pengalaman, seluruh langkah berikutnya akan sia-sia
ketika dua anak memperebutkan mainan dan mainan itu rusak anak yang mempunyai
mainan mengatakan" kau merusak mainanku" kemudian dijawab" tidak kau yang
merusakkan nya sendiri". Perbantahan ini terus berlangsung tanpa perubahan susunan
kata sampai salah satu pihak berhenti karena letih atau sebab lain. serupa terjadi pada
kasus tindak pidana.
karena itu tujuan utama dalam langkah 3 adalah mencegah tersangka meluncurkan
penyangkalan yang tidak perlu dan sebenarnya harus akan mengganggu perhatian dari
tema introgasi dan upaya investigator selanjutnya untuk mengungkapkan kebenaran.
kemudian ada satu kenyataan hidup yang merupakan bagian alamiah manusia yaitu
semakin sering tersangka yang bersalah memberikan penyangkalan, semakin berkurang
kemungkinan nya ia akan menyatakan kebenaran. pernyataan ini sebenarnya bukan saja
penting untuk langkah 3 dan selanjutnya tetapi juga untuk langkah-langkah sebelumnya.
Seorang tersangka yang menyangkal berbuat kejahatan dan menceritakan penyangkalan
Nya kepada anak, istri,teman, saudara, guru spritual, dan lain-lain akan sulit untuk
menceritakan kebenaran, ketimbang tersangka yang belum pernah menyangkal
perbuatannya.
Investigator sudah bisa mengantisipasi tersangka akan menyangkal, setelah mendengar
direct positive confrontation pada langkah 1 titik ia sudah mendengar hal semacam itu
entah dari pengacaranya atau temannya.

Tersangka yang memberikan penyangkalan yang lemah mengindikasikan ia bersalah. Ia


memberikan penyangkalan karena ingin invest investigator terlibat dalam game atau
permainan yang disiapkannya permainan ini adalah aku di tuduh aku menyangkal mau
tahu siapa yang kalah atau menang ini tidak berbeda dengan debat Kusir 2 anak pada
contoh diatas yang saling menyalakan dan tidak ada pemenangan pemenangnya nya.
Karena itu, investigator harus cekatan meluncurkan pernyataan transisi atau Transition
statement yang sudah dibahas di atas.

Kalau tersangka mengajukan penyangkalan yang lebih tegas dan mantap investigator
harus menilai kembali apakah tersangka bersalah seperti pada penilaian di awal interogasi
atau masih ada kemungkinan tersangka tidak bersalah. Proses ini dijelaskan dalam
interogasi berikut.
I: boleh, semua berkas hasil investigasi ini ada dalam hal ini tidak ada keraguan bagi
kami bahwa andalah ia menghapus bukan piutang itu, kemudian menagih Jumlah piutang
kepada para debitur.
S: tidak, aku tidak melakukan hal itu!
I: seperti ikut kukatakan boleh penyelidikan kami menunjukkan bahwa anda pelakunya
titik yang penting adalah Anda Menjelaskan alasan anda melakukannya. Saya baru
berbicara dengan seseorang yang mengetahui tentang penghapusbukuan piutang ini...

Perhatikan ketika mendengar jawaban tegas dan tentunya respon nonverbal nya
investigator melakukan 3 Al. Ia menegaskan kembali ke tidak laguan bahwa si Tole yang
bersalah ia mengalihkan pembicaraan Transition statement ( hal yang penting adalah
Anda Menjelaskan alasan anda melakukannya.) Dan ia mengalihkan pokok-pokok
percakapannya dari Tole kepada orang lain ( seseorang yang mengetahui tentang
penghapusbukuan piutang.)
Kalau si Tole ternyata tidak bersalah, ia akan sangat motivasi untuk membuktikan
investigator keliru. Namun galau si Tole bersalah, ucapan ( verbal response) dan nada
( paralinguistic response) investigator memperkuat pandangannya mengenai Tole.

Ada banyak gejala perilaku yang ditunjukkan tersangka yang bersalah untuk meneruskan
permainan penanggalannya titik gejala-gejala perilaku ini tidak dibahas disini titik
pembaca dapat melihat pada tulisan-tulisan Jan rek titik yang penting adalah investigator
menghindari tersangka mengulang-ulang atau mengelaborasikan penyangkalan dengan
menggunakan behavior analysis symptom analysis, investigator harus mengantisipasi
dilanjutkannya permainan penyangkalannya.

Investigator dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Investigator dapat mengatakan
Tole! Dengarkan! Apa yang akan kukatakan sangat penting.... ( kemudian, investigator
menyampaikan interrogation theme). Sambil menggerakkan tangannya, menandakan
"stop" atau "Tunggu dulu bung!" Di pada pukul 19. 15

Unsur unsur dalam dialog pada langkah 3


Dialog investigator dan tole Unsur unsur dalam dialog
Investigator:Tole, investigasi menunjukkan Positive confrontation statement
dengan jelas bahwa anda lah yang
menghapusbukukan piutang itu, kemudian
menagih nya dari para debitur.
Tole:(setelah menghela nafas sejenak) kau Penyangkalan awal sesudah menghela
kira saya melakukan hal itu nafas(berhenti sebentar) suatu repons
nonverbal yang mengindikasikan ia
bersalah.
Investigator:tole,tidak ada keraguan bagi Restatement of accusation atau mengulangi
kami mengenai hal itu titik yang ingin saya tuduhan dengan menyatakan kembali
lakukan sekarang adalah meluruskan duduk ketidakraguan investigator.
perkaranya
perhatikan tole yang penting bagi kami Theme development atau pengembangan
pada situasi seperti ini adalah memahami tema oleh investigator.
alasan anda sampai melakukan hal itu saya
mengerti betapa sulitnya Anda mengurus
sekolah anak-anak mu dengan biaya
pendidikan yang terus meningkat
Tole: boleh aku katakan sesuatu... Permission phrase for denial-ini adalah
bentuk verbal yang seolah-olah minta izin
dan maksud sesungguhnya adalah
mengemukakan penyangkalan atau denial
Investigator: dengan cekatan mengontruksi Investigator mencegah tole menyampaikan
si tole:tole dengarkan sebentar titik Saya penyangkalan
ingin menegaskan pentingnya percakapan
ini
tole dengan situasi krisis keuangan dan Investigator kembali kepada tema dan
ekonomi yang belum lagi membaik banyak mencegat oleh menyangkal
orang seperti anda dalam keadaan terjepit.
Saya tahu Anda tidak pernah akan
melakukan hal ini kalau tidak dalam
keadaan terdesak anda sedang menghadapi
jalan buntu
Tole mengenterupsi: apabila anda Kembali seperti diatas permission pharase
mengizinkan akan ku ceritakan apa yang for denial
terjadi
Investigator: boleh, biar saya
menyelesaikan penjelasanku titik Saya tahu
tekanan hidup yang kau hadapi titik tak
dapat dimungkiri kau harus mengalahkan 3
anak2 di perguruan tinggi 1 di titik belum
lagi kebutuhan sehari-hari istri dan anak-
anakmu
Tole menterupsi: Saya mengerti apa yang Ini juga permission pharase for denial
anda katakan tetapi
Investigator kembali mengenteeupsi si
tole:tole dengarkan sebentar saya ingin
menyelesaikan penjelasan mengenai
mengapa hal ini penting bagi anda
lanjutkan tema pembicaraan

Tersangka yang bersalah ingin mengetahui apa saja yang diketahui investigator
tentang dirinya sehingga ia bisa membaca situasi titik karena itu tersangka yang bersalah
umumnya mulai mendengar informasi informasi yang merugikannya dengan cermat
ketika investigator membeberkannya. Saat ini ia tidak akan menginterupsi intruksinya
makin jarang investigator berhasil menangani penyangkalan menolak ikut dalam
permainan, seperti anak-anak yang memperebutkan suatu barang

4) Overcoming Objections
dalam langkah ini, investigator berupaya mengatasi benteng pertahanan kedua dari si
tersangka titik benteng pertahanan pertamanya adalah penyangkalan benteng pertahanan
keduanya adalah keberatan tersangka yang melihat kesiapsiagaan dalam upayanya
menyangkal akan mengubah taktiknya dengan mengajukan keberatan. dengan perubahan
taktik ini tersangka mengharapkan dapat mengambil alih kendali percakapan sehingga
melemahkan keyakinan investigator bahwa ia memang bersalah.
perubahan taktik ini umumnya berupa pengajuan alasan tuduhan yang dikemukakan
investigator itu salah. namun tersangka belum memberikan bukti-bukti bahwa ia tidak
bersalah titik tersangka tetap mengajukannya dengan harapan akan memperkuat
penyangkalan nya. Pernyataan-pernyataan tersangka seperti ini disebut objection atau
keberatan.
misalnya dalam pembobolan bank, tersangka akan mengatakan "tak mungkin aku
melakukannya, aku tak punya pistol" dengan mengajukan keberatan ini, tersangka
berharap investigator akan membahas masalah pistol sehingga ia dapat mengurangi
kecemasannya melalui debat verbal yang mungkin akan dimenangkannya.
Denial atau penyangkalan adalah strategi pertahanan (devensive strategi) yang alamiah,
dan digunakan oleh orang yang bersalah dan tidak bersalah. Sementara itu objection atau
keberatan adalah strategi menyerang (offensive strategy).strategi menyerang ini hampir
selalu hanya digunakan oleh tersangka yang bersalah.
proses interogasi pada langkah 4 memanfaatkan keberatan-keberatan yang diajukan
tersangka untuk meyakinkannya menceritakan yang sebenarnya.keberatan atau objection
yang diajukan tersangka dirumuskan dalam bentuk alasan ekonomi, agama, jabatan, atau
moral mengapa ia tidak akan melakukan apa yang disangkakan kepadanya.
ketika tersangka mengubah strateginya dari Daniel yang bersifat defensif ke objection
yang bersifat ofensif investigator memenangkan langkah 3. kemenangan ini janganlah
dijadikan bekal untuk meneruskan teknik langkah 3 investigator dalam langkah 3
berupaya mencegah tersangka melancarkan denial investigator dalam langkah 4 justru
memanfaatkan dan mendalami objection ini dalam dialognya.
Langkah 4 ini terdiri atas
1. Mengenali keberatan (recognizing the objection)
2. .menghargai keberatan (rewarding the objection)
3. membalikkan keberatan (tyrning the objection arround)

A. Mengenali keberatan
keberatan terkadang dapat dikenali dengan mudah titik misalnya dalam kasus yang
melibatkan petugas atau pejabat bank investigator akan sering mendengar simpanan saya
di bank banyak sekali, mengapa saya harus melakukan hal itu atau kalau mau saya
tinggal minta saja sama papi (seolah-olah orang miskin yang melakukan atau melakukan
fraud di bank)
Tersangka juga dapat menggunakan kalimat pengantar berikut:
1. Tidak mungkin aku melakukan hal itu
2. Aku tidak akan melakukan hal seperti itu
3. Gila apa
4. Bagaimana mungkin aku melakukan hal itu
investigator harus mendengarkan dengan cermat dan mengenali pernyataan-
pernyataan yang merupakan keberatan dengan tepat titik cara menanganinya juga seperti
dijelaskan di atas, berbeda dari cara menangani penyangkalan.

B. Menghargai keberatan
istilah menghargai keberatan bermakna investigator tidak menolak keberatan yang
diajukan tersangka. Ia bahkan menghargai tersangka yang justru menyampaikan
keberatan investigator tidak boleh membantahnya. Investigator harus bersikap seolah-
olah ia memang sedang menunggu-nunggu tersangka mengajukan keberatan. tidak boleh
ada kesan investigator terus atau tersinggung ketika tersangka menyampaikan
keberatan.lihat dialog di bawah ini investigator yang terjebak dan tidak menyadari bahwa
ia memberikan dampak pengendalian kepada tersangka.
I: tole kau katakan tak mungkin melakukan hal itu kenapa?
S: karena aku tidak memiliki pistol atau senjata apapun.
I: ah yang benar, kau punya dan kau gunakan pistol itu.
S: hei, sudah kukatakan, aku tak punya senjata.
I:tole dengarkan, kukatakan kau gunakan senjata itu untuk merampok. Sudahlah, jangan
berbohong pula.
S: aku tak punya,senjata pistol, atau apa kek.

C. Membalikkan keberatan
dialog diatas seharusnya tidak terjadi investigator harus memanfaatkan keberatan
yang diajukan tersangka kemudian membalikkan keberatan itu dan kembali ke tema
introgasi, itulah sebabnya istilah yang dipakai sebelumnya adalah rewarding the objection
investigator memberi hadiah atau reward kepada tersangka. Ia justru mendorong
tersangka mengemukakan keberatan itu merupakan pintu kembali ke tema.
Unsur unsur dalam dialog pada langkah 4

Dialog antar investigator dengan tole Unsur unsur dalam dialog


Investigator: tole, kupikir ini bukan inisiatif Theme devolpment
MU atau semula kau hanya iseng-iseng
saja. Percakapan mu dengan teman-
temanmu rupanya berubah dari keisengan
menjadi kenyataan.satu-dua teman
membawa senjata, dan sebelum kusadari
kau telah memasuki bang dan
menodongkan pistol
Tole: tapi itu pikiran gila Pertanyaan tidak lanjut dari investigator
Investigator: mengapa itu gila Tole ajukan objection
Tole: karena aku tak punya pistol Investigator mengatasi objection itu degan
menunujukkan a memahami keberatan
itu,sekaligus menunujukkan sisi negatifnya
seandainya objection itu tidak benar.
Investigator:aku senang kau katakan hal itu Continuation of theme devolpment.
karena hal itu menunjukkan bukan kau
yang merencanakan atau menjadi otaknya.
Salah seorang temanmu membujukmu
melakukan perbuatan itu kemudian
menyelipkan pistol ke tanganmu, dan
segalanya terjadi titik kalau seandainya kau
yang memiliki pistol itu dan siap untuk
menembak siapa saja yang menghalang-
halangi mu itu satu masalah tapi kalau
kawanmu yang menyelipkan pistol itu ke
tanganmu itu hal lain investigator
melanjutkan dialog
dalam melanjutkan introgasi nya investigator memanfaatkan keberatan-keberatan yang
diajukan si tole untuk kembali ke tema introgasi dan mengupayakannya mau
menceritakan kebenaran.
5) Keeping the Suspect’s Attention.
Seperti dikatakan di atas tersangka umumnya tidak akan tinggal diam dan bersantai-santai
titik ia ingin mendominasi percakapan atau memegang kendali dan mengatur dialog
Ia menyangkal atau mengajukan keberatan. Apabila investigator berhasil menghentikan
penyangkalan-penyangkalannya dan membalikkan kebenaran-kebenaran tersangka, maka tinggal
satu strategi lagi yang bisa digunakan tersangka.
Tersangka dapat meninggalkan ruang introgasi atau secara psikologi menutup diri dan
mengabaikan semua tema yang diajukan investigator. Kita mungkin pernah mengalami situasi
seperti ini. Sebagai mahasiswa, kita bosan mendengar kuliah, atau sebagai peserta seminar, kita
lelah mendengar uraian pembicara, pikiran kita melayang-layang ntah kemana. Kita menarik diri
dari kuliah atau presentasi penceramah. Hal yang sama kita lakukan saat menghadap pejabat dan
ia menceramahi kita dengan retorika yang sudah kita dengarkan berulang kali. Kita withdraw.

Tersangka sudah kehilangan percaya diri atau ketangguhannya untuk terus mengemukakan
ketidakbersalahnya sudah sampai disuatu titik dimana membiarkan investigator berbicara
apapun, ia berdiam diri, dan investigator menjadi pembicara tunggal. Dialog berubah menjadi
monolog. Pikirannya mungkin bergeser pada konsekuensi dari perbuatannya, bayang-bayang
bahwa ia dan keluarganya harus menanggung malu, ia diajukan ke mega hijau , siapa tau, ia
berapa kali harus mendekam diri dipenjara. Suara investigator seperti musik di latar belakang,
terdengar tetapi tidak di dengarkan.

Tidak ada kontak mata. Ia umumnya akan melihat keatas atau kesamping, tetapi tidak
kebawah. Tatapannya kosong, tidak berekspresi. Alis, kening, dan mulut seperti dalam rekaman
video yang terhenti, tidak ada perubahan. Postur tubuhnya kesamping, menjahui investigator.
Tangan menyentuh tangan yang lain, dan salah satu lengan menompang dagu. Ia tidak bergerak
secara verbal, nonverbal, dan mental.

Dalam tahap ini, kedekatan fisik, jarak kursi investigator dan tersangka, serta kontak mata
sangat penting. Perilaku verbal dari investigator juga sangat menentukan dalam mempertahankan
momentum ini. Kedekatan secara fisik akan mendekatkan tersangka secara psikologis dengan
investigatornya. Investigator harus mendekati tersangka secara hati-hati, dan bukan dengan
menarik kursi secara mendadak dan menimbulkan bunyi yang keras.

Investigator berupaya melibatkan kembali tersangka ke dalam percakapan. Salah satu caranya
adalah membuat pertanyaan yang bersifat hipotesis, dan membujuk tersangka untuk
menjawabnya. Perhatikan pertanyaan-petanyaan hipotesis yang diajukan investigator dalam
percakapannya.
Tole, saya mengerti, kadang-kadang sulit untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi,
tapi kita semua membuat salah, bukan? Saya percaya Anda belum pernah melakukan hal seperti
ini sebelumnya. Seperti kita sekolah di SD dulu, ketika baru belajar menulis. Anda mendapat
pinsil dengan karet penghapus di atasnya, bukan? Pinsil dengan penghapus di atasnya
memungkinkan murid-murid menghapus kesalahannya. Sebagai orang dewasa, kita juga
membuat kesalahan, bukan? Saya tahu, saya sendiri tidak sempurna, siapakah saya untuk
menyalahkan dan menghakimi orang lain selama ia sendiri berkeinginan memperbaiki
kesalahannya. Langkah pertama dalam memperbaiki kesalahan adalah mengakui kesalahan itu,
kau setuju Tole?

Dari contoh ini, jelas sekali, investigator tidak mencari jawaban atau pengakuan ketika ia
menggunakan pertanyaan-pertanyaan hipotetis. Pertanyaan-pertanyaan ini lebih bersifat
renungan, food for thought.

Seorang wanita dengan keadaan ekonomi yang jauh dari mapan diduga menggelapkan uang
perusahaan. Hal yang sangat positif pada wanita itu adalah ia merupakan seorang ibu yang
mengurusi anak-anaknya dengan baik, mendidik mereka dengan penuh kasih sayang, dan selalu
memberi teladan yang baik. Gambaran mengenai ibunda yang penuh kasih sayang, diselang-
selingi pertanyaan-pertanyaan hipotetis mengenai keluarga akan sangat menyentuh hatinya.
Pertanyaan hipotetisnya antara lain: Dari percakapanmu dengan anak-anakmu, saya dapat
melihat Anda merupakan seorang ibu yang baik yang mendidik anak-anak dengan penuh kasih
sayang. Saya yakin Anda bukan tipe ibu yang mengatakan kepada anak-anak, silakan ambil apa
saja yang kalian suka, mumpung ada kesempatan untuk menghabisi, padahal Anda tahu itu
bukan milik Anda. Tidak, saya percaya Anda tidak akan mendidik mereka seperti itu. Ketika
mereka melakukan kesalahan, Anda akan meminta mereka menceritakan yang sebenarnya,
bukan?

Pertanyaan-pertanyaan hipotetis harus menyentuh aspek positif dari tersangka. Untuk alasan
psikologis, investigator tidak boleh menanyakan konsekuensi nyata (sebagai lawan dari
konsekuensi hipotetis) yang tersangka ingin menghindari atau melupakannya, contoh: “Kau
ingin punya catatan hitam sepanjang hidupmu?", "Bisa kaubayangkan bagaimana rasanya hidup
di Nusakambangan?" Pertanyaan semacam itu akan mengingatkan tersangka mengenai apa yang
akan dihadapinya kalau ia menceritakan kebenaran.

6) Handling the Suspect's Passive Mood

Pada akhir Langkah 5, investigator seharusnya berhasil menjalin hubungan yang baik dengan
tersangka. Hubungan yang baik dalam hal ini berarti tersangka percaya investigator jujur,
investigator berusaha keras mencari kebenaran, ia bersedia membantu tersangka untuk
mengungkapkan kebenaran. Dalam bahasa Inggris, hubungan ini dinamakan rapport. Pada tahap
ini, tersangka menyadari bahwa kebohonannya tidak menghasilkan keinginannya tadi. Karena
itu, sekarang ia lebih bersedia mendengarkan. Ia menunjukkan sikap kalah, kepala tertunduk,
bahu menurun, kaki lemas, mata berkaca-kaca. Mentalnya berada pada titik terendah.

Investigator mulai mengarah pada suatu pokok tertentu dari tema yang dikembangkan. Untuk
itu, ia menunjukkan empatinya terhadap tersangka dengan sikap siap membantu. Ketika
mengembangkan tema yang sudah dimulai dalam tahap-tahap sebelumnya, ia berusaha
menemukan motive. Investigator mengajukan berbagai alasan untuk menjelaskan motive dari
perbuatan tersangka sambil mengamati perilaku tersangka untuk menentukan alasan yang
diterima dan yang ditolak.

Ketika tersangka menunjukkan tanda-tanda memasuki passive mood, investigator berusaha


mendekatkan kursinya dan melanjutkan dengan mencari motive. Sekaligus, investigator
menyiapkan tersangka untuk alternative questions di Langkah 7.

Ketika mengulang-ulang kemungkinan penyebab tersangka melakukan perbuatannya, secara


simpatik, investigator mengajukan pertanyaan. Investigator dapat mengandaikan dirinya itu ayah
atau kakak (atau peran lain yang cocok dengan umur atau situasi tersangka), tetapi tetap dalam
jalur mencari kebenaran. Investigator dapat menganjurkan tersangka untuk menceritakan
kebenaran demi alasan hati nuraninya, untuk meringankan beban perasaan suami istri atau
keluarganya, atau alasan psikologis, spiritual, atau norma sosial lainnya.

Investigator harus terus mengulangi prosedur di atas sampai ia melihat adanya tanda tanda
resignation. Perubahan mood dari withdrawal ke resignation merupakan indikasi yang sangat
penting. Perubahan ini mengisyaratkan adanya pergolakan di dalam batin tersangka untuk
menceritakan kebenaran. Apabila investigator tidak jeli menangkap tanda-tanda resignation ini,
ia kehilangan peluang untuk Langkah 7.

Ada empat tanda-tanda fisik yang menunjukkan resignation. Keempat tanda ini bisa terjadi
berbarengan atau terpisah-pisah. Tanda-tanda itu adalah perubahan dalam posisi lengan dan
tungkai, sikap nonverbal yang menandakan persetujuan, perubahan dalam postur dan perubahan
dalam kontak mata. Tanda-tanda resignation ini akan dijelaskan di bawah.

 Perubahan dalam Posisi Lengan dan Tungkai

Pada dasarnya, ini adalah perubahan yang menunjukkan tersangka lebih terbuka, dan
membuka pertahanannya. Sikap bertahan ditunjukkan dengan menyilangkan tangan ke dada dan
menyilangkan satu ke tungkai yang lain. Dalam resignation, tersangka melepas silangan tangan
atau kakinya. Tangan dan lengan yang tadinya tersilang, sekarang berada di sisi tubuhnya.

Dalam posisi withdrawal, tersangka menggunakan lengan dan tangannya untuk menopang
dagunya. Dalam resignation, ada gerak tangan menjauhi muka atau kepala. Sikap ini juga
menandakan tersangka siap untuk membuka diri.

 Sikap Nonverbal yang Menandakan Persetujuan

Kepala mengangguk-angguk mendengarkan pernyataan berisi tema-tema yang dibuat


investigator menunjukkan (secara diam-diam) ia setuju dengan perkataan investigator, ia telah
menghayati pesan-pesan itu, ia menginternalisasikan pesan-pesan itu ke dalam batinnya. Secara
psikologis, ia siap untuk Langkah 7.

 Perubahan dalam Postur

Mengubah postur, khususnya yang ke arah posisi investigator, mengarah ke depan atau
frontal alignment merupakan pertanda bahwa ia siap menceritakan kebenaran. Perubahan postur
dengan kepala tertunduk dan tubuh membungkuk juga menandakan kesiapan ini.

Perubahan dalam Kontak Mata

Tanda-tanda yang sangat bisa dipercaya bahwa tersangka sedang mempertimbangkan untuk
menceritakan kebenaran adalah ekspresi wajah, khususnya kontak mata. Kalau dalam kondisi
withdrawal ia melihat ke langit-langit atau ke samping, ketika memasuki resignation, matanya
menatap ke bawah, seiring dengan kepala yang tertunduk. Perubahan tatap mata menandakan
bahwa tersangka dalam feeling mode. Tersangka berada dalam suasana batin yang penuh
perasaan, ia mengalami emosi yang signifikan.

Tanda-tanda lain: mata yang basah dan tangan yang menghapus air mata, suara terisak
sesekali, sampai akan menangis. Ketika tersangka menangis, investigator jangan
meninggalkannya. Kalau investigator hilang dari pandangannya, tersangka akan menutup dirinya
dan kembali ke tahap penyangkalan (denial stage). Ketika tersangka menangis, investigator
berusaha menghilangkan rasa malu yang bisa dialami tersangka. Menangis adalah pelepasan
emosi yang menghilangkan tekanan batin. Ini juga tanda bahwa tersangka sudah menyerah dan
memilih untuk mengaku, terkadang berupa ledakan emosional atau emotional outburst yang
membuktikan penyesalan. Bagi tersangka sendiri, ledakan emosional ini mengesankan perasaan
bersalah yang dalam.
Tersangka wanita terkadang menangis sekadar sebagai "ulah” atau sandiwara belaka sebagai
upaya yang tidak tulus untuk mendapatkan simpati investigator. Tangisan "manipulatif" ini
umumnya terjadi pada awal interogasi dan umumnya di tahap penyangkalan (denial stage). Ini
tidak berbeda dengan "permohonan" untuk penyangkalan yang dibahas di atas.

Tangisan seorang tersangka laki-laki merupakan pengakuan. Investigator disarankan


melanjutkan dialog berikut.

Anda tahu Tole, masalah yang dihadapi laki-laki masa kini adalah mereka malu untuk
menangis dan mereka menyimpan segala penderitaan dalam-dalam. Mereka takut mengeluarkan
perasaan. Karena itulah, laki-laki lebih sering terkena serangan jantung daripada wanita. Saya
senang melihat Anda tidak segan menangis. Itu menandakan Anda peduli dan Anda ingin
meluruskan segala sesuatunya.

Apabila investigator mengkritik tersangka laki-laki yang menangis, ia tidak akan sukses dalam
interogasinya. Investigator yang melecehkan perilaku ini, misalnya dengan mengatakan "Laki-
laki apa kamu ini, masak menangis." atau "Tole, kamu kayak bayi aja sih" akan menjengkelkan
tersangka sedemikian rupa sehingga tersangka mengurungkan niatnya untuk menceritakan yang
sebenarnya.

7) Presenting the Alternative Question

Perhatikan pelayan di restoran yang menawarkan pencuci mulut di akhir santapan makan
siang atau makan malam. Pelayan yang kurang terlatih akan menanyakan, "Ingin dessert ? Atau
Bapak sudah kenyang?" Sebaliknya, pelayan yang terlatih akan mengajukan pertanyaan yang
terarah, pertanyaan pilihan: “Bapak, kami ada apple pie atau cake untuk hidangan penutup. Apa
pilihan Bapak?"

Pola pertanyaan kedua yang digunakan pada Langkah 7. Investigator menanyakan, "Anat ini
pertama kalinya Anda melakukan hal tersebut, atau sudah ke sekian kalinya?" Pilihan- a pertama
kalinya ia melakukan hal tersebut") mungkin lebih bisa dimaafkan dari Pilihan-2 ("Sudah ke
sekian kalinya"): namun, keduanya merupakan pengakuan kesalahan.

Investigator tidak boleh mengajukan pertanyaan alternatif tertentu berikut.

1) Pertanyaan alternatif tidak boleh bersifat "memperdagangkan pasal-pasal d ketentuan


perundang-undangan" Contoh: Apakah Anda melakukan perbuatan ini yang diatur dalam
KUHP Pasal dengan hukuman 15 tahun atau perbuatan itu yang diatur dalam KUHP
Pasal dengan hukuman 20 tahun. Pertanyaan in mendorong tersangka memilih kesalahan
dengan hukuman yang lebih ringan meskipun bukan perbuatan yang dilakukannya.
2) Pertanyaan alternatif tidak boleh bersifat ancaman. Contoh: Apakah Anda Inet kooperatif
atau Anda memilih ditahan dalam sel polisi? Tersangka bebas memili apa yang
ditawarkan dalam pertanyaan investigator, tanpa mengkhawatirkan konsekuensi
pilihannya.
3) Pertanyaan alternatif tidak boleh menjanjikan keringanan hukuman. Contoh Apakah
Anda melakukan perbuatan A atau B, sebab kalau Anda melakukan A. saya bisa
meyakinkan penuntut umum untuk memberikan keringanan.

Pertanyaan alternatif pada Langkah 7 merupakan puncak atau kulminasi dari


pengembangan tema interogasi atau interrogation theme. Pada Langkah 6, investigator
mengulangi monolog yang simpatik untuk memberikan alasan moral mengapa tersangka
melakukan perbuatannya. Ketika tersangka menunjukkan resignation pada Langkah 6,
investigator mempersempit temanya ke unsur utamanya dan memasuki pertanyaan alternatif.

Investigator yang berpengalaman di Amerika Serikat rata-rata bisa memperoleh pengakuan


dari tersangka sebanyak 80%. Sebanyak 20% tetap tidak mengaku setelah investigator
memberikan pertanyaan-pertanyaan alternatif. Sebagian kecil di antara mereka mungkin tidak
bersalah. Namun, dari yang 20% ini, sebagian besar yang menunjukkan perilaku berbohong
sepanjang interogasi akhirnya memang terbukti bersalah.

Seorang yang tidak bersalah jangan diharapkan akan memberi pengakuan sekadar karena
investigator mengajukan pertanyaan pilihan. Tersangka mengaku karena keinginannya untuk
mengaku, apa pun alasannya. Tersangka yang tidak bersalah akan menolak pilihan apa pun
dalam pertanyaan pilihan, dan akan gigih mempertahankan ketidakbersalahannya.

8) Bringing the Suspect Into the Conversation

Ketika memilih suatu alternatif dalam pertanyaan alternatif di Langkah 7, tersangka


sesungguhnya telah mengakui bersalah.

Dalam langkah ini, tersangka diarahkan untuk menceritakan perincian dari perbuatannya yang
pada akhirnya akan dirumuskan menjadi pengakuan yang bisa diterima sebagai bukti hukum.
Perincian ini bisa berupa keterangan di mana uang disembunyikan, keterangan mengenai
rekening bank, siapa saja yang terlibat dalam kejahatan, motive tersangka, dan lain-lain.

Istilah "tersangka diarahkan untuk menceritakan perincian dari perbuatannya" tidak sah bahwa
investigator menyodorkan skenario dan tersangka tinggal mengiyakan. Melalui pertanyaan-
pertanyaan investigator, tersangka menjelaskan seluruh perbuatannya dengan perincian

mengenai apa, bagaimana, siapa, kapan dan lain-lain (lihat W H atau WH, yang dijelaskan di
Bab 12).

Pada awal Langkah 8, hanya seorang investigator berada dalam ruang interogasi. Kehadiran
orang lain akan membuat tersangka segan mengakui perbuatannya, apalagi memberikan
perinciannya. Ketika investigator ini puas dengan pengakuan lisan dan perincian dari pengakuan
lisan, investigator meminta investigator lain menyaksikan pengakuan lisan tersangka.

Kalau ada investigator kedua yang menyaksikan pengakuan lisan, maka tersangka umumnya
tidak akan menolak memberikan pengakuan tertulis dalam Langkah 9. la menyadari sudah
memberi pengakuan dihadapan dua orang, mengapa ia sekarang harus menolak memberi
pengakuan tertulis? Seandainya ia menolak memberi pengakuan tertulis, ada dua orang
investigator yang dapat memberi kesaksian.

9) The Written Confession

Pada puncaknya, tersangka memberikan pengakuan secara tertulis. Padanannya untuk kita di
Indonesia adalah Berita Acara Pengakuan atau dokumen semacam itu. Di Indonesia, investigator
sering melakukan interogasi sambil mengetik jawaban tersangka menurut persepsi investigator.
Pada akhir interogasi, tersangka diminta menandatangani berita acara pemeriksaan.

Kelemahan dari cara ini adalah pengakuan tertulis ini tidak menggunakan atau tidak
sepenuhnya menggunakan kata-kata, kalimat atau bahasa tersangka. Kemudian hari, tersangka
menyangkal memberi pengakuan itu. Penyangkalannya lebih mudah diterima orang-orang yang
mendengarnya berbicara di pengadilan karena struktur kalimat dan ungkapan bahasanya berbeda
dengan apa yang tertulis dalam berita acara.

 Penutup Pembahasan mengenai Interogasi

Banyak investigator menanyakan, apakah mungkin sembilan langkah sederhana bisa


menghasilkan pengakuan dari tersangka? Ingat:

1) Tujuan interogasi bukanlah untuk mendapat pengakuan atau pengakuan bersalah, baik
lisan maupun tertulis. Interogasi bertujuan mencari kebenaran. Interogasi bahkan bisa
berakhir dengan dilepasnya tersangka dari sangkaan kalau ia memang tidak bersalah.

2) Sukses dari suatu interogasi bergantung pada kejelian investigator untuk mengenali
situasi sehingga ia menerapkan prosedur yang tepat untuk langkah yang sedang dijalani,
pertanyaannya tepat dan cerdas, serta momentum dan dinamika dapat dipertahankan.

3) Kesembilan langkah tadi mencerminkan progresi mental tersangka. Ini terlihat dari
berbagai foto yang disajikan di atas. Kalau behavior symptom analysis dilaksanakan.
dengan baik, langkah-langkah tadi seakan-akan seperti pesawat yang terbang secara

4) Tidak semua interogasi harus berjalan dari Langkah 1 dan berakhir pada Langkah
autopilot. 9. Tersangka mungkin masuk secara verbal ke Langkah 4 sejak dini, dan
investigator dapat memasuki Langkah 6 secara cepat.

Penjelasan mengenai The Raid Nine Steps of Interrogation di atas adalah versi ringkasnya.
Salah satu tulisan John Reid mengenai hal ini yang dijadikan acuan untuk versi ringkas di atas
mencapai 165 halaman. Subjek dalam wawancara dan interogasi adalah manusia. Pembahasan di
atas menyederhanakan manusia dari susunan psikologisnya, seolah-olah hanya ada dua Jenis,
yaitu emosional dan non-emosional, padahal setiap manusia itu unik,

Dalam tulisannya, Reid menguraikan kasus-kasus khusus secara panjang lebar, salah satu di
antaranya menyangkut seorang wanita muda. Dari perilaku verbal dan non-verbalnya pada
Langkah 1, investigator menilai ia bersalah meskipun ada juga tanggapan verbalnya yang secara
tegas mengatakan, "Saya tidak mencuri uang itu". Investigator menanyakan, "Apakah ada
sesuatu yang belum Andaceritakan?" Dengan keterampilan interogasi, investigator berhasil
meminta tersangka menceritakan yang sesungguhnya. Ternyata, perilaku verbal dan
nonverbalnya yang mengindikasikan ia bersalah berkenaan dengan masalah lain. Wanita itu
sedang hamil, dan orang tua pria (yang tidak mengetahui kehamilannya) merencanakan po
pernikahan yang spektakuler setahun kemudian. Latar belakang sosial wanita ini mn kelahiran di
luar pernikahan sebagai suatu aib. Dengan informasi ini, jelas bagi investigator mengapa perilaku
wanita itu meragukan.

Tidak semua organisasi dan lembaga yang melakukan investigasi ingin atau mempunyai
mandat untuk melakukan interogasi. Bagi mereka, versi ringkas sudah memadai untuk
mempersiapkan wawancara yang hasilnya akan dipakai oleh lembaga lain (misalnya penyidik).
Teknik investigasi ini belum lazim dilakukan di Indonesia, antara lain karena pengakuan
bersalah (confession atau confession of guilt) dari pelaku sering kali tidak dianggap bukti yang
penting.

2.11 CATATAN KAKI

1. Bab ini disadur dari beberapa bab dalam buku: Fred E. Inbau, John E. Reid, Joseph P.
Buckley, dan Brian C. Jayne, Criminal Interrogation and Confessions, Edisi Keempat.
7. Lihat konsep rationalization yang dikembangkan Donald R. Cressey dalam pembahasan pada
Bab 6.

(548)

Lampiran A

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN

NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 8 TAHUN 2009

TENTANG

IMPLEMENTASI PRINSIP DAN

STANDAR HAK ASASI MANUSIA DALAM

PENYELENGGARAAN TUGAS KEPOLISIAN

NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kutipan beberapa pasal dan ayat penting

Peraturan Kapolri (disingkap "Perkap") ini berisi 64 pasal. Hanya beberapa pasal dan ayat yang
dikutip dalam Lampiran ini. Praktisi akuntansi forensik perlu membaca seluruh Perkap untuk
memahami maksud dan tujuan, serta referensi ke peraturan perundang-undangan lainnya dan
prinsip HAM secara global.

Banyak pasal dan ayat dalam Perkap ini yang sama dengan ketentuan dalam KUHAP.

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

10. Kekerasan adalah segala tindakan atau ancaman yang mengakibatkan hilangnya nyawa,
cedera fisik, psikologis, seksual atau ekonomi.

11. Penggunaan Kekuatan adalah segala penggunaan/pengerahan daya, potensi atau kemampuan
anggota Polri dalam rangka melaksanakan tindakan kepolisian.

12. Upaya paksa adalah tindakan kepolisian yang bersifat memaksa atau membatasi HAM yang
diatur di dalam hukum acara pidana dalam rangka penyidikan perkara

13. Senjata adalah segala jenis peralatan standar kepolisian yang dapat digunakan oleh petugas
Polri untuk melaksanakan tugasnya guna melakukan upaya paksa melalui tindakan
melumpuhkan, menghentikan, menghambat tindakan seseorang/sekelompok orang.

14. Budaya Lokal adalah adat, tradisi, kebiasaan atau tata nilai yang masih kuat dianut oleh
masyarakat setempat dalam rangka memelihara keamanan, ketertiban dan ketenteraman di
lingkungan warga masyarakat setempat.

15. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

16. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan
atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.

17. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang

18. Ketertiban Masyarakat adalah suatu keadaan atau situasi yang terdapat keteraturan sesuai
dengan aturan yang berlaku, yang menimbulkan rasa aman dan bebas dari kecemasan terhadap
gangguan

19. Korban Langsung adalah orang yang menjadi objek suatu kejahatan karena diserang.
dirampok, diperkosa, dibunuh atau dengan tindakan lain.

20 Korban Tidak Langsung adalah anggota keluarga atau kerabat dekat korban yang menderita
akibat kejahatan yang terjadi.
21. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan
ia alami sendiri.

22. Penggeledahan Tempat/Rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat
tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan
dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang

23. Penggeledahan Badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan
dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau
dibawanya untuk disita.

24. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan
di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan

Pasal 4

Konsep dasar perlindungan HAM, antara lain:

a. semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama,
mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam
persaudaraan
b. setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam instrumen
HAM internasional maupun nasional dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti
pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain,
asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain;
c. pembatasan terhadap hak-hak asasi manusia yang lainnya hanya dapat dibatasi
berdasarkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis
d. perlindungan (to protect), pemajuan (to promote), penghormatan (to respect), dan
pemenuhan (to fulfil) HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah
e. setiap orang berhak untuk mendapatkan pengakuan, perlindungan, penghormatan
pemenuhan HAM yang dimilikinya
f. HAM merupakan landasan prinsip keadilan sebagai jembatan menuju perilaku beradab
yang diciptakan dan diakui oleh masyarakat dunia:
g. HAM telah dikodifikasi dalam hukum internasional dan diakui oleh Pengadilan
Internasional dan menjadi bagian dari undang-undang dan kebijakan negara di dunia
h. HAM tidak membedakan ras, etnik, ideoloet, budavalayama/keyakinan, falsafah, status
sosial, dan jenis kelamindo amin/orientasi seksual, melainkan mengutamakan komitmen
untuk saling menghormati untuk menciptakan dunia yang beradab, dan
i. HAM untuk semua orang "di seluruh dunia, baik yang lemah maupun yang kuat, untuk
memberi pembenaran terhadap kebutuhan dan aspirasi manusia dan oleh karenanya
berada di atas kepentingan semua golongan

Standar Perilaku Secara Umum

Pasal 10

Dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi
ketentuan berperilaku (Code of Conduct) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf h sebagai
berikut:

a. senantiasa menjalankan tugas yang diamanatkan oleh undang-undang kepada mereka


b. menghormati dan melindungi martabat manusia dalam melaksanakan tugasnya
c. tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan
membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka sesuai
dengan peraturan penggunaan kekerasan
d. hal-hal yang bersifat rahasia yang berada dalam kewenangan harus tetap dijaga
kerahasiaannya, kecuali jika diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau untuk kepentingan
peradilan
e. tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain
yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, demikian pula
menjadikan perintah atasan atau keadaan luar biasa seperti ketika dalam keadaan perang
sebagai pembenaran untuk melakukan penyiksaan
f. menjamin perlindungan sepenuhnya terhadap kesehatan orang-orang yang berada dalam
tahanannya, lebih khusus lagi, harus segera mengambil langkah untuk memberikan
pelayanan medis bilamana diperlukan
g. tidak boleh melakukan korupsi dalam bentuk apapun, maupun penyalahgunaan
kekuasaan lainnya yang bertentangan dengan profesi penegak hokum
h. harus menghormati hukum, ketentuan berperilaku, dan kode etik yang ada.

Pasal 11

(1) Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:


a. penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hokum
b. penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan
c. pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang yang disangka
terlibat dalam kejahata
d. penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia
e. korupsi dan menerima suap
f. menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan
g. penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment)
h. perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan kasus pelanggaran
HAM oleh orang lain
i. melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan hokum
j. menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan.

Standar Perilaku Petugas/Anggota Polri dalam Tindakan Kepolisian

Paragraf 1 Penyelidikan

Pasal 12

(1) Untuk kepentingan tugas kepolisian, setiap anggota Polri dapat melakukan tindakan
penyelidikan menurut peraturan perundang-undangan.

(2) Pelaksanaan tugas penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi
dengan Surat perintah yang sah, terkecuali dalam keadaan yang mendesak sesuai yang
diperintahkan oleh Pimpinan yang berwenang.

(3) Dalam melaksanakan tindakan penyelidikan setiap petugas wajib menghargai norma-norma
yang berlaku, bertindak manusiawi dan menjalankan tugasnya sesuai dengan etika kepolisian.

(4) Dalam melaksanakan investigasi setiap petugas dilarang melakukan tindakan yang berlebihan
sehingga merugikan pihak lain.

Pasal 13

(1) Dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang:

a. melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan
informasi, keterangan atau pengakuan
b. menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses
hukum atau secara sewenang-wenang
c. memberitakan rahasia seseorang yang berperkara
d. memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laporan hasil
penyelidikan
e. merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran
f. melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara.

(2) anggota Polri dilarang:

a. menolak laporan atau pengaduan dari masyarakat tanpa alasan yang sah
b. menolak permintaan bantuan dari seseorang yang membutuhkan
c. pertolongan atau mencari keadilan tanpa alasan sah.

Paragraf 2

Tindakan Pemanggilan

Pasal 14

(1) Dalam melakukan tindakan pemanggilan setiap petugas wajib:

a. memberi waktu yang cukup bagi yang dipanggil untuk mempersiapkan kehadirannya.
paling sedikit dua hari sebelum waktu yang ditentukan untuk hadir, surat panggilan
sudah diterima oleh yang dipanggil
b. surat panggilan berisi identitas yang dipanggil, pokok perkara yang menjadi dasar
pemanggilan; status yang dipanggil; keperluan pemanggilan; hari, tanggal dan waktu
pemanggilan; alamat tempat pemanggilan; tanggal, nama dan tanda tangan pejabat yang
memanggil; dan nama, status dan tanda tangan penerima surat panggilan
c. pemanggilan hanya dilakukan untuk kepentingan tugas kepolisian dan sesuai dengan
batas kewenangannya
d. segera melayani orang yang telah hadir atas pemanggilan
e. memperhatikan dan menghargai hak dan kepentingan orang yang dipanggil; dan
f. mempertimbangkan alasan penundaan dengan bijaksana, dalam hal orang yang
dipanggil tidak dapat hadir pada waktunya karena alasan yang sah.
g.
(2) Dalam melakukan tindakan pemanggilan dilarang:

a. melakukan pemanggilan secara semena-mena/sewenang-wenang dengan cara yang


melanggar peraturan yang berlaku
b. tidak memberi waktu yang cukup bagi yang dipanggil untuk mempersiapkan
c. kehadirannya
d. membuat surat panggilan yang salah isi dan/atau formatnya, sehingga menimbulkan
kerancuan bagi yang dipanggil
e. melakukan pemanggilan dengan tujuan untuk menakut-nakuti yang dipanggil atau untuk
kepentingan pribadi yang melanggar kewenangannya
f. menelantarkan atau tidak segera melayani orang yang telah hadir atas pemanggilan
g. melecehkan atau tidak menghargai hak dan kepentingan orang yang dipanggil.

Paragraf 3

Tindakan Penangkapan

Pasal 15

(1) Tindakan penangkapan yang pada dasarnya merampas kemerdekaan seseorang hanya dapat
dilakukan dengan cara yang diatur dalam peraturan perundangundangan.

(2) Tindakan penangkapan hanya dapat dilakukan dalam pelaksanaan tugas kepolisian dengan
alasan sebagai berikut:

a. terdapat dugaan kuat bahwa seseorang telah melakukan kejahatan


b. untuk mencegah seseorang melakukan kejahatan; dan
c. untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat.

(3) Tujuan utama melakukan penangkapan yang berkaitan dengan tindak kejahatan adalah untuk
membawa tersangka ke hadapan pengadilan guna menentukan tuduhan terhadapnya.
(4) Selain tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tindakan penangkapan dapat dilakukan
oleh petugas Polri dalam rangka untuk memberikan perlindungan pihak yang menurut peraturan
perundang-undangan perlu dilindungi (UU Perlindungan Saksi Korban).

Pasal 16

(1) Dalam melaksanakan penangkapan wajib dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. keseimbangan antara tindakan yang dlakukan dengan bobot ancaman


b. senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap; dan
c. tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka.

(2) Tersangka yang telah tertangkap tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah
sampai terbukti bersalah di pengadilan (asas praduga tak bersalah).

Pasal 17

(1) Dalam melakukan penangkapan setiap petugas wajib untuk:

a. memberitahu/menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas Polri


b. menunjukkan surat perintah penangkapan kecuali dalam keadaan tertangkap tangan
c. memberitahukan alasan penangkapan
d. menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman hukuman kepada
tersangka pada saat penangkapan
e. menghormati status hukum anak yang melakukan tindak pidana dan memberitahu orang
tua atau wali anak yang ditangkap segera setelah penangkapan
f. senantiasa melindungi hak privasi tersangka yang ditangkap; dan
g. memberitahu hak-hak tersangka dan cara menggunakan hak-hak tersebut. berupa hak
untuk diam, mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi oleh penasihat hukum,
serta hak-hak lainnya sesuai KUHAP.
(2) Setelah melakukan penangkapan, setiap petugas wajib untuk membuat berita

a. acara penangkapan yang berisi


b. nama dan identitas petugas yang melakukan penangkapan
c. nama identitas yang ditangkap
d. tempat, tanggal dan waktu penangkapan
e. alasan penangkapan dan/atau pasal yang dipersangkakan
f. tempat penahanan sementara selama dalam masa penangkapan
g. keadaan kesehatan orang yang ditangkap.

Pasal 18

(1) Dalam hal orang yang ditangkap tidak paham atau tidak mengerti bahasa yang dipergunakan
oleh petugas, maka orang tersebut berhak mendapatkan seorang penerjemah tanpa dipungut
biaya.

(2) Dalam hal yang ditangkap adalah orang asing, maka penangkapan tersebut harus segera
diberitahukan kepada kedutaan, konsulat, atau misi diplomatik negaranya, atau ke perwakilan
organisasi internasional yang kompeten jika yang bersangkutan merupakan seorang pengungsi
atau dalam lindungan organisasi antar pemerintah.

Pasal 19

Dalam hal yang ditangkap adalah anak-anak, maka wajib diperhatikan hak tambahan bagi anak
yang ditangkap sebagai berikut:

a. hak untuk didampingi oleh orang tua atau wali


b. hak privasi untuk tidak dipublikasikan identitasnya agar anak tidak menderita disakiti
akibat publikasi tersebut
c. hak untuk mendapatkan petugas pendamping khusus untuk anak
d. diperiksa di ruang pelayanan khusus
e. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka dewasa; dan
f. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak.
Pasal 20

Dalam hal yang ditangkap adalah seorang perempuan, maka wajib diperhatikan perlakuan
khusus antara lain:

a. sedapat mungkin diperiksa oleh petugas perempuan atau petugas yang berperspektif
gender
b. diperiksa di ruang pelayanan khusus
c. perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan
d. hal mendapat perlakuan khusus
e. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka laki-laki dan
f. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan.

Pasal 21

Dalam melaksanakan tindakan penangkapan setiap anggota Polri wajib:

a. memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan cara


untuk melakukan penangkapan serta batasan-batasan kewenangan tersebut
b. memiliki kemampuan teknis penangkapan yang sesuai hokum
c. menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan,
pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan: dan
d. bersikap profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak
manusiawi, menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, caracara
penangkapan terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak, orang
dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum rentan.

Paragraf 4

Tindakan Penahanan

Pasal 22
(1) Dalam rangka menghormati HAM, tindakan penahanan harus memperhatikan standar sebagai
berikut:

a. setiap orang mempunyai hak kemerdekaan dan keamanan pribadi


b. tidak seorangpun dapat ditangkap ataupun ditahan dengan sewenangwenang; dan
c. tidak seorangpun boleh dirampas kemerdekaannya kecuali dengan alasanalasan tertentu
dan sesuai dengan prosedur seperti yang telah ditentukan oleh hukum.

(2) Tindakan penahanan hanya dapat dilakukan berdasarkan hukum dan menurut tata cara yang
diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Tahanan yang pada dasarnya telah dirampas kemerdekaannya, harus tetap diperlakukan
sebagai orang yang tidak bersalah bersalah sebelum ada keputusan hukum yang berkekuatan
tetap

Pasal 23

Tindakan penahanan harus senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip dan standar Internasional


HAM dalam penahanan sebagai berikut:

a. semua orang yang kebebasannya dicabut harus tetap diperlakukan secara manusiawi dan
penuh hormat karena martabatnya yang melekat sebagai manusia
b. setiap orang yang dituduh telah melakukan tindak pidana harus dikenakan asas praduga
tak bersalah sebelum terbukti bersalah oleh suatu keputusan peradilan
c. tersangka/tahanan berhak mendapat penjelasan mengenai alasan penahanan dan
mengenai tuduhan yang dikenakan kepadanya
d. sebelum persidangan dilaksanakan, seorang tersangka dimungkinkan untuk tidak ditahan
dengan jaminan dan alasan tertentu seperti:
1. tidak akan mengulang kejahatan lagi
2. tidak merusak atau menghilangkan barang bukti; dan
3. tidak melarikan diri.
e. tahanan tidak boleh disiksa, diperlakukan dengan keji dan tidak manusiawi, mendapat
perlakuan dan hukuman yang merendahkan martabat, atau diberi ancaman-ancaman
lainnya
f. tahanan hanya boleh ditahan di tempat penahanan resmi, keluarga serta penasihat hukum
harus diberikan informasi tentang tempat dan status penahanan
g. tahanan berhak untuk mendapatkan bantuan hokum
h. tahanan berhak untuk berkomunikasi dan mendapatkan akses untuk berhubungan dengan
keluarga
i. tahanan berhak untuk memperoleh pelayanan medis yang memadai dengan catatan medis
yang harus disimpan
j. tahanan harus mendapatkan hak untuk berkomunikasi dengan penasehat hokum
k. tahanan yang tidak begitu paham dengan bahasa yang digunakan oleh pihak berwenang
yang bertanggung jawab atas penahanannya, berhak untuk memperoleh informasi dalam
bahasa yang dia pahami. Jika mungkin disediakan penerjemah, tanpa dipungut biaya,
untuk proses pengadilan selanjutnya
l. tahanan anak-anak harus dipisahkan dari tahanan dewasa, perempuan dari laki-laki, dan
tersangka dari terpidana
m. lama penahanan serta sah atau tidaknya penahanan seseorang diputuskan oleh hakim
atau pejabat yang berwenang
n. para tersangka mempunyai hak untuk berhubungan dengan dunia luar, menerima
kunjungan keluarga dan berbicara secara pribadi dengan penasihat hukumnya
o. para tersangka harus ditempatkan pada fasilitas-fasilitas yang manusiawi, yang
dirancang dengan memenuhi persyaratan kesehatan yang tersedia seperti air, makanan,
pakaian, pelayanan kesehatan, fasilitas untuk berolahraga dan barangbarang untuk
keperluan kesehatan pribadi
p. tahanan berhak mendapatkan kesempatan menjalankan ibadah menurut
agama/kepercayaan atau keyakinannya; setiap tahanan berhak hadir dihadapan petugas
pengadilan untuk mengetahui keabsahan penahanannya
q. hak dan status khusus perempuan serta anak-anak harus dihormati
r. tahanan tidak dapat dipaksa untuk mengaku dan memberikan kesaksian yang
memberatkan dirinya atau orang lain
s. harus ada pengawasan terhadap pemenuhan hak-hak tahanan
t. tahanan tidak boleh dijadikan bahan percobaan medis atau ilmiah yang dapat
mengakibatkan penurunan kesehatannya meskipun atas kesediaan yang bersangkutan
u. situasi dan suasana interogasi harus dicatat secara rinci
v. tahanan harus diperlakukan dengan layak dan dipisahkan dari narapidana
w. wawancara antara seorang yang ditahan dan penasihat hukumnya boleh diawasi tetapi
tidak boleh didengar oleh petugas penegak hukum; dan
x. apabila seseorang yang ditahan atau dipenjara meminta, dapat ditempatkan di tahanan
atau penjara yang cukup dekat dengan daerah tempat tinggalnya, jika memungkinkan.
Pasal 24

Dalam melaksanakan tindakan penahanan petugas dilarang:

a. menyalahgunakan kewenangan investigasi untuk melakukan tindakan siksaan badan


terhadap seseorang
b. melakukan ancaman atau tindakan kekerasan fisik, psikis dan/atau seksual terhadap
tersangka untuk mendapatkan keterangan, pengakuan
c. melakukan tindakan pelecehan, penghinaan atau tindakan lain yang dapat merendahkan
martabat manusia, dan
d. meminta sesuatu atau melakukan pemerasan terhadap tahanan.

Pasal 25

a. Dalam melaksanakan tindakan penahanan terhadap anak, petugas wajib


mempertimbangkan
b. tindakan penahanan hanya dilakukan sebagai tindakan yang sangat terpaksa dan
merupakan upaya yang paling akhir
c. hak anak untuk tetap mendapatkan kesempatan pendidikan dan tumbuhkembang selama
dalam penahanan
d. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka dewasa; dan
e. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak.

Pasal 26

Dalam melaksanakan tindakan penahanan terhadap perempuan, petugas wajib


mempertimbangkan:

a. ditahan di ruang tahanan khusus perempuan


b. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka laki-laki
c. perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan
d. hak mendapatkan perlindungan dan fasilitas berkenaan dengan hak reproduksi
perempuan; dan
e. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan.

Paragraf 5

Tindakan Pemeriksaan

Pasal 27

(1) Setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau
terperiksa wajib:

a. memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa untuk menghubungi


dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai.
b. segera melakukan pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
c. memulai pemeriksaan dengan menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang akan
diperiksa
d. menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan
e. mengajukan pertanyaan secara jelas, sopan dan mudah dipahami oleh terperiksa
f. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan pemeriksaan
g. memperhatikan dan menghargai hak terperiksa/saksi untuk memberikan keterangan
secara bebas
h. menghormati hak saksi/terperiksa untuk menolak memberikan informasi mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan rahasia jabatannya
i. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dengan memperhatikan
kondisi dan kesediaan yang diperiksa
j. memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat, melaksanakan ibadah, makan,
dan keperluan pribadi lainnya sesuai peraturan yang berlaku
k. membuat berita acara pemeriksaan semua keterangan yang diberikan oleh saksi
terperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan
l. membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa dengan bahasa yang
dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri
m. membubuhkan tanda tangan pemeriksa, terperiksa/saksi dan/atau orang yang
menyaksikan jalannya pemeriksaan; dan
n. memberikan kesempatan saksi atau tersangka untuk memberikan keterangan tambahan
sekalipun pemeriksaan sudah selesai.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa, petugas dilarang:

a. memeriksa saksi, tersangka atau terperiksa sebelum didampingi oleh penasihat


hukumnya, kecuali atas persetujuan yang diperiksa
b. menunda-nunda waktu pemeriksaan tanpa alasan yang sah, sehingga merugikan pihak
terperiksa
c. tidak menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang diperiksa pada awal
pemeriksaan
d. tidak menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan
e. mengajukan pertanyaan yang sulit dipahami terperiksa, atau dengan cara membentak-
bentak, menakuti atau mengancam terperiksa
f. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan tujuan pemeriksaan
g. melecehkan, merendahkan martabat dan/atau tidak menghargai hak terperiksa
h. melakukan kekerasan atau ancaman kekerasanan baik bersifat fisik atau psikis dengan
maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi atau pengakuan
i. memaksa saksi, tersangka/terperiksa untuk memberikan informasi mengenai hal hal yang
berkaitan dengan rahasia jabatannya
j. membujuk, mempengaruhi atau memperdaya pihak yang diperiksa untuk melakukan
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan hak hak yang diperiksa:
k. melakukan pemeriksaan pada malam hari tanpa didampingi oleh penasihat hukum dan
tanpa alasan yang sah, tidak memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat,
melaksanakan ibadah, makan dan keperluan pribadi lainnya tanpa alasan yang sah;
l. memanipulasi hasil pemeriksaan dengan cara tidak mencatat sebagian keterangan atau
mengubah keterangan yang diberikan terperiksa yang menyimpang dari tujuan
pemeriksaan
m. menolak saksi atau tersangka untuk mengajukan saksi yang meringankan untuk diperiksa
n. menghalangi-halangi penasehat hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada saksi
tersangka yang diperiksa
o. melakukan pemeriksaan ditempat yang melanggar ketentuan hokum
p. tidak membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa dengan yang
dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri; dan
q. melalaikan kewajiban tanda tangan pemeriksa, terperiksa dan/atau orang yang
menyaksikan jalannya pemeriksaan.
Pasal 28

Dalam melaksanakan tindakan pemeriksaan terhadap anak, petugas wajib mempertimbangkan:

a. hak untuk mendapatkan petugas pendamping khusus untuk anak


b. hak untuk didampingi oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas)
c. hak untuk didampingi oleh orang tua atau wali; dan
d. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak.

Pasal 29

Dalam melaksanakan tindakan pemeriksaan terhadap perempuan, petugas wajib


mempertimbangkan:

a. diperiksa di ruang khusus perempuan


b. perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan
c. hak didampingi oleh pekerja sosial atau ahli selain penasehat hukum; dan
d. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan.

Paragraf 6

Tindakan Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Pasal 30

(1) Dalam melakukan tindakan pemeriksaan TKP, petugas wajib:

a. melaksanakan tindakan pemeriksaan TKP sesuai peraturan perundangundangan


b. melakukan pemeriksaan dengan teliti untuk mencari keterangan, mengumpulkan bukti,
menjaga keutuhan TKP dan memeriksa semua objek yang relevan dengan tujuan
pemeriksaan pengolahan TKP
c. menutup TKP dan melarang orang lain yang tidak berkepentingan memasuki TKP.
dengan cara yang wajar, tegas tetapi sopa
d. mencari informasi yang penting untuk pengungkapan perkara kepada orang yang ada di
TKP dengan sopan
e. melakukan tindakan di TKP hanya untuk kepentingan tugas yang di dalam batas
kewenangannya
f. memperhatikan dan menghargai hak-hak orang untuk memberikan keterangan secara
bebas
g. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dan membuka kembali TKP
setelah kepentingan pengolahan TKP selesai
h. mencatat semua keterangan dan informasi yang diperoleh di TKP dan membuat berita
acara pemeriksaan TKP; dan
i. membubuhkan tanda tangan pemeriksa, terperiksa/saksi dan/atau orang yang
menyaksikan pemeriksaan TKP.

(2) Dalam melakukan pemeriksaan TKP, petugas dilarang:

a. melakukan tindakan yang dapat merusak keutuhan TKP dan merusak barang lainnya
b. melakukan tindakan penutupan TKP secara berlebihan (dalam konteks waktu dan batas-
batas TKP) dan/atau tindakan yang tidak relevan dengan kepentingan pengolahan TKP
c. melakukan tindakan yang arogan, membatasi hak-hak seseorang atau kelompok secara
berlebihan yang tidak relevan dengan tujuan pemeriksaan TKP
d. melakukan tindakan di TKP di luar batas kewenangannya
e. tidak memperhatikan/menghargai hak-hak orang yang berada di TKP; dan
f. sengaja memperlama waktu pemeriksaan TKP dan/atau tidak membuka kembali TKP
walaupun kepentingan pengolahan TKP telah selesai.

Pasal 31

(1) Dalam melakukan tindakan pemeriksaan kendaraan, petugas wajib:

a. memberitahukan kepentingan pemeriksaan kendaraan kepada pemiliknya secara jelas


dan sopan
b. menyampaikan permintaan maaf dan meminta kesediaan pemilik/pengemudi/
penumpang atas terganggunya kebebasan akibat dilakukannya pemeriksaan
c. melakukan pemeriksaan dengan teliti untuk mencari sasaran pemeriksaan yang
diperlukan dengan cara yang simpatik; dan
d. melakukan tindakan pemeriksaan sesuai dengan teknik dan taktik pemeriksaan untuk
kepentingan tugas yang di dalam batas kewenangannya
e. memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang berkaitan dengan kendaraan,
pemilik penumpang, pengemudi
f. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dan mempersilahkan
kendaraan berlalu setelah pemeriksaan selesai
g. menyampaikan terima kasih atas terlaksananya pemeriksaan; dan
h. mencatat semua keterangan dan informasi termasuk barang bukti yang diperoleh ke
dalam berita acara;

(2) Dalam melakukan pemeriksaan kendaraan, petugas dilarang

a. melakukan pemeriksaan tanpa memberitahukan kepentingan pemeriksaan kendaraan


kepada pemilik/pengemudi
b. bersikap arogan pada waktu melaksanakan pemeriksaan
c. melakukan pemeriksaan dengan bertindak sewenang-wenang dengan alasan untuk
mencari sasaran pemeriksaan sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak yang diperiksa
d. melakukan tindakan pemeriksaan yang menyimpang dari teknik dan taktik pemeriksaan
dan atau di luar batas kewenangannya
e. melecehkan atau tidak menghormati/menghargai hak-hak orang yang berkaitan dengan
kendaraan: pemilik, penumpang dan pengemudi dan
f. sengaja memperlama waktu pemeriksaan sehingga mengganggu atau merugikan pihak
yang diperiksa dan atau merampas kebebasannya;

Paragraf 7

Tindakan Penggeledahan Orang dan Tempat/Rumah

Pasal 32

(1) Dalam melakukan tindakan penggeledahan orang, petugas wajib:

a. memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan secara jelas dan sopan


b. meminta maaf dan meminta kesediaan orang yang digeledah atas terganggunya hak
privasi karena harus dilakukannya pemeriksaan
c. menunjukkan surat perintah tugas dan/atau identitas petugas
d. melakukan pemeriksaan untuk mencari sasaran pemeriksaan yang diperlukan dengan
cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik
e. melakukan tindakan penggeledahan sesuai dengan teknik dan taktik pemeriksaan untuk
kepentingan tugas yang di dalam batas kewenangannya
f. memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang digeledah
g. melaksanakan penggeledahan terhadap perempuan oleh petugas perempuan
h. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya, dan
i. menyampaikan terima kasih atas terlaksananya penggeledahan.

(2) Dalam melakukan penggeledahan orang. petugas dilarang

a. melakukan penggeledahan tanpa memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan


secara jelas
b. melakukan tindakan penggeledahan secara berlebihan dan mengakibatkan terganggunya
hak privasi yang digeledah
c. melakukan penggeledahan dengan cara yang tidak sopan dan melanggar etika
d. melakukan tindakan penggeledahan yang menyimpang dari teknik dan taktik
pemeriksaan, dan/atau tindakan yang di luar batas kewenangannya
e. melecehkan dan/atau tidak menghargai hak-hak orang yang digeledah.
f. memperlama pelaksanakan penggeledahan, sehingga merugikan yang digeledah; dan
g. melakukan penggeledahan orang perempuan oleh petugas laki-laki ditempat terbuka dan
melanggar etika.

Pasal 33

(1) Dalam melakukan tindakan penggeledahan tempat/rumah, petugas wajib:

a. melengkapi administrasi penyidikan


b. memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan sasaran
penggeledahan
c. memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan
d. menunjukkan surat perintah tugas dan/atau kartu identitas petugas;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang atau orang dengan cara yang teliti,
sopan, etis dan simpatik dan harus didampingi oleh penghuni
f. melakukan tindakan penggeledahan sesuai dengan teknik dan taktik pemeriksaan untuk
kepentingan tugas sesuai dengan batas kewenangannya
g. taktik penggeledahan untuk mendapatkan hasil seoptimal mungkin, dengan cara yang
sedikit mungkin menimbulkan kerugian atau gangguan terhadap pihak yang digeledah
atau pihak lain
h. dalam hal petugas mendapatkan benda atau orang yan dicari, tindakan untuk
mengamankan barang bukti wajib disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi dari
ketua lingkungan
i. menyampaikan terima kasih atas terlaksananya penggeledahan; dan
j. membuat berita acara penggeledahan yang ditandatangani oleh petugas, pihak yang
digeledah dan para saksi.

(2) Dalam melakukan penggeledahan tempat/rumah, petugas dilarang:

a. tanpa dilengkapi administrasi penyidikan; tidak memberitahukan ketua lingkungan


b. setempat tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan; tanpa memberitahukan
penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan, tanpa alasan yang sah
c. melakukan penggeledahan dengan cara yang sewenang-wenang, sehingga merusakkan
barang atau merugikan pihak yang digeledah
d. melakukan tindakan penggeledahan yang menyimpang dari kepentingan tugas yang di
luar batas kewenangannya
e. melakukan penggeledahan dengan cara berlebihan sehingga menimbulkan kerugian atau
gangguan terhadap hak-hak pihak yang digeledah
f. melakukan pengambilan benda tanpa disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi
dari ketua lingkungan
g. melakukan pengambilan benda yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang
terjadi
h. bertindak arogan atau tidak menghargai harkat dan martabat orang yang digeledah
i. melakukan tindakan menjebak korban/tersangka untuk mendapatkan barang yang
direkayasa menjadi barang bukti: dan
j. tidak membuat berita acara penggeledahan setelah melakukan penggeledahan.
Paragraf 8

Tindakan Penyitaan Barang Bukti

Pasal 34

(1) Dalam melakukan tindakan penyitaan barang bukti, petugas wajib:

a. melengkapi administrasi penyidikan


b. melakukan penyitaan hanya terhadap benda yang ada hubungannya dengan penyidikan
c. . memberitahu tujuan penyitaan kepada pemilik
d. menerapkan teknik dan taktik penyitaan sesuai dengan peraturan perundang undangan
e. merawat barang bukti yang disita sesuai dengan peraturan perundangundangan
f. menyimpan barang sitaan di rumah penyimpanan benda sitaan negara; dan
g. membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada
yang menyerahkan barang yang disita.

(2) Dalam melakukan penyitaan barang bukti, petugas dilarang:

a. melakukan penyitaan tanpa dilengkapi administrasi penyidikan


b. tidak memberitahu tujuan penyitaan
c. melakukan penyitaan benda yang tidak ada hubungannya dengan penyidikan
d. melakukan penyitaan dengan cara yang bertentangan dengan hokum
e. tidak menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada yang berhak
f. tidak membuat berita acara penyitaan setelah selesai melaksanakan penyitaan
g. menelantarkan barang bukti yang disita atau tidak melakukan perawatan barang bukti
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
h. mengambil, memiliki, menggunakan, dan menjual barang bukti secara melawan hak.

PERLINDUNGAN HAM BAGI TERSANGKA

Bagian Kesatu

Prinsip Praduga Tak Bersalah


Pasal 35

(1) Setiap orang yang diduga melakukan kejahatan memiliki hak untuk dianggap tidak bersalah
sampai terbukti bersalah sesuai dengan putusan pengadilan dan telah memperoleh semua
jaminan yang diperlukan untuk melakukan pembelaan.

(2) Setiap anggota Polri wajib menghargai prinsip penting dalam asas praduga tak bersalah
dengan pemahaman bahwa :

a. penilaian bersalah atau tidak bersalah, hanya dapat diputuskan oleh pengadilan yang
berwenang, melalui proses pengadilan yang dilakukan secara benar dan tersangka telah
mendapatkan seluruh jaminan pembelaannya; dan
b. hak praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah oleh pengadilan adalah hak mendasar,
untuk menjamin adanya pengadilan yang adil.

(3) Setiap anggota Polri wajib menerapkan asas praduga tak bersalah dalam proses investigasi
dengan memperlakukan setiap orang yang telah ditangkap atau ditahan, ataupun orang yang
tidak ditahan selama masa investigasi, sebagai orang yang tidak bersalah.

Bagian Kedua

Hak Tersangka

Pasal 36

Tersangka mempunyai hak-hak sebagai berikut:

a. segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada
penuntut umum
b. untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas
dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada
waktu pemeriksaan dimulai
c. dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak memberikan keterangan
secara bebas kepada penyidik
d. dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak untuk setiap waktu
mendapat bantuan juru bahasa, dalam hal tersangka bisu dan/atau tuli diberlakukan
ketentuan Pasal 178 KUHAP
e. guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari seorang
atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan,
menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang
f. untuk mendapatkan penasihat hukum tersangka berhak memilih sendiri penasehat
hukumnya
g. dalam hal tersangka disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak
mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasihat hukum yang ditunjuk sendiri, pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk
penasihat hukum bagi mereka dan setiap penasihat hukum yang ditunjuk tersebut
memberikan bantuannya dengan cuma-Cuma
h. tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai
dengan ketentuan undang-undang
i. tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi
dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya
j. tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan
dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan
proses perkara maupun tidak
k. tersangka yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas
dirinya oleh pejabat yang berwenang, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah
dengan tersangka ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk
mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya
l. tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai
hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan bagi
penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hokum
m. tersangka berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada
hubungannya dengan perkara tersangka untuk kepentingan pekerjaan atau untuk
kepentingan kekeluargaan
n. tersangka berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari
penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk
keperluan itu bagi tersangka disediakan alat tulis menulis
o. surat menyurat antara tersangka dengan penasehat hukumnya atau sanak keluarganya
tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara,
kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalahgunakan
p. dalam hal surat untuk tersangka itu ditilik atau diperiksa oleh penyidik hal itu
diberitahukan kepada tersangka dan surat tersebut dikirim kembali kepada pengirimnya
setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah ditilik"
q. tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan
r. tersangka berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang
memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi
dirinya
s. tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian; dan
t. tersangka berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wawancara dan interogasi sering di gunakan sebagai sinonim. Hal ini umumnya karena
ketidaktahuan. Ada juga penyidik yang mengerti maka kedua istilah tetapi sengaja
menggunakannya secara keliru. Misalnya untuk memberi kesan kepada majelis hakim bahwa
tidak menggunakan kekerasan,maka ia menggunakan istilah wawancara padahal istilah
interogasi lebih tepat menggambarkan tindak pemeriksaan atau investigasinya. Tujuan
wawancara adalah mengumpulkan keterangan, memahami obyek   pemeriksaan, menguji
keterangan yang telah didapatkan sebelumnya, melengkapi keterangan dan yang lain sedangkan
tujuan interogasi adalah mencari keterangan.
Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Wawancara dan Interogasi :
a) Wawancara
 Bersifat netral dan tidak menuduh
 Bertujuan untuk mengumpulkan informasi
 Wawancara biasanya di lakukan pada saat awal investigasi
 Bisa di lakukan dalam berbagai lingkungan atau suasana
 Bersifat cair, tidak terstruktur
 Mencari hasil wawancara dari awal sampai akhir
b) Interogasi
 Bersifat menuduh
 Bertujuan untuk mengetahui yang sebenarnya, apa sebenarnya yang terjadi, siapa
yang melakukan, berapa jumlah atau nilai fraud
 Taktik membuat pernyataan bukan pertanyaan
 Dilakukan dilingkungan terkontrol bukan di sembarang tempat
 Hanya dilakukan pada saat investigator mempunyai keyakinan memadai ketika
salahnya seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2, cetakan ke
empat. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai