Anda di halaman 1dari 7

Nama : Alinni

Nim : C0220021
Kelas : Akuntansi A 2020
Tugas 1 Merangkum Materi : Atribut dan Kode etik akuntan forensik serta
standar audit investigasif

1. ATRIBUT SEORANG AKUNTAN FORENSIK


Atribut seorang akuntan forensik dalam melakukan investigasi terhadap
Fraud:
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Dari
awal upayakan “menduga” siapakah pelaku kecurangan.
2. Fokus pada pengumpulan bukti dan barang bukti untuk proses pengadilan.
Auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan kecurangan”.
3. Kreatif dalam menerapkan teknik investigatif, berpikir seperti pelaku fraud,
jangan dapat ditebak.
4. Auditor fraud harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan
persekongkolan sehingga harus memiliki indra atau intuisi yang tajam
untuk merumuskan “teori mengenai persekongkolan”.
5. Mengenali pola fraud yang memungkinkan investigator menerapkan
teknik investigatif yang ampuh.

2. KARAKTERISTIK SEORANG PEMERIKSA FRAUD


Menurut ACFE (Association of Certified Fraud Examiners ), Pemeriksa Fraud
adalah profesi gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif
(investigator). Pemeriksa Fraud harus memiliki keahlian teknis, kemampuan
mengumpulkan fakta dari saksi secara fair, tidak memihak, sahih, dan akurat serta
mampu melaporkan fakta-fakta secara akurat dan lengkap.
Selain itu seorang investigator juga harus memiliki kualifikasi tertentu antara
lain: 
 Tidak gagabah atau sifat kehati-hatian; 
 Menjaga kerahasiaan pekerjaan; 
 Kreatif; 
 Pantang menyerah; 
 Berani; 
 Jujur; 
 Memiliki kemampuan pendekatan manusia; 
 Ketangguhan mencari informasi seluas-luasnya.

3. KUALITAS AKUNTAN FORENSIK


1. Kreatif
Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap
situasi normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak
perlu merupakan situasi bisnis yang normal.
2. Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apakah yang sesungguhnya terjadi
dalam rangkaian peristiwa dan situasi.
3. Tak pantang menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta tidak
mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4. Akal Sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.
5. Business Sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan
bukan sekedar bagaimana transaksi tersebut dicatat.
6. Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita dapat bertahan di
bawah tekanan cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut
umum dan pembela).

4. INDEPENDEN, OBJEKTIF, SKEPTIS


Independen adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Dalam SPAP (IAI, 2001:
220.1) auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi,
karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di
dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern).
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Skeptisme merupakan sikap/pikiran selalu mempertanyakan atau
mengasumsikan kerentanan terhadap suatu kecurangan tetapi juga tidak
membenarkan kejujuran yang absolut.
5. KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK
Kode etik berisi nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi.
Eksistensi profesi bisa terwujud apabila adanya:
- Integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain)
- Rasa hormat dan kehormatan (respect dan honor)
- Nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust) dari pengguna dan
stakeholder lainnya.
Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya,
dengan pemakai jasanya, stakeholder lainnya dan masyarakat.
Tiga wilayah tingkah manusia menurut Lord John Flecther Moulton
1. Wilayah hukum positif
Wilayah dimana seseorang patuh karena ada hukum dan adanya
hukuman bagi yang tidak patuh.
2. Wilayah kebebasaan (free choice)
Wilayah dimana seseorang mempunyai kebebasan penuh dalam menentukan
sikapnya.
3. Wilayah kesopan-santunan (manners) atau etik
Dalam wilayah ini tidak ada hukum yang memaksakan tindak tanduk kita,
namun kita merasakan bahwa kita tidak bebas memilih/melakukan apa yang
kita inginkan. Wilayah ini sering disebut wilayah kepatuhan yang tidak
dapat dipaksakan. Kepatuhan ini adalah kepatuhan seseorang terhadap hal-
hal yang tidak dipaksakan kepadanya untuk diikutinya.

6. STANDAR AUDIT INVESTIGATIF


Standar adalah ukuran mutu, dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee),
pihak yang memakai laporan audit, dan pihak- pihak lain dapat mengukur mutu kerja
si auditor. K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar
untuk melakukan investigasi terhadap fraud yang dilakukan oleh pegawai di
perusahaan.
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui (accepted best
practices) Dalam hal ini tersirat dua hal, yang pertama adanya upaya
membandingkan antara praktik-praktik yang ada dengan merujuk
kepada yang terbaik saat itu (Benchmarking), yang kedua upaya
benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik.
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga
bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan
diindeks dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi
apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa
investigasi telah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga membantu
perusahaan dalam upaya perbaikan sehingga accepted best practise dapat
dilaksanakan.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan
senantiasa menghormatinya. Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang
melanggar hak asasi pegawai, yang bersangkutan dapat menuntut
perusahaan dan investigatornya.
5. Beban pembuktian pada yang “menduga” pegawainya melakukan
kecurangan, dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik
dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat
kritis ditinjau dari segi waktu. Dalam melakukan invetigasi, kita menghadapi
keterbatasan waktu. Dalam menghormati asas praduga tak bersalah, hak dan
kebebasan seseorang harus dihormati. Sehingga membuka peluang
untuk menghancurkan dan menghilangkan barang bukti.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan,
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara
atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, melibatkan
dan/atau melapor ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai
pelaporan.

7. STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA


Badan Pemeriksa Keuangan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
mencantumkan beberapa standar yang berkenaan dengan penemuan fraud.
Pemeriksa harus merancang metodologi dan posedur pemeriksaan dengan
menentukan peraturan perundang-undangan yang mempunyai pengaruh signifikan
terhadap tujuan pemeriksaan, dan harus memperhitungkan risiko bahwa
penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan, dan kecurangan maupun
penyalahgunaan wewenang dapat terjadi. Guna menetapkan suatu
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh signifikan terhadap
tujuan pemeriksaan, pemeriksa dapat menggunkan pendekatan:
a. Ubah setiap tujuan pemeriksaan menjadi beberapa pertanyaan tentang aspek
tertentu dari program yang diperiksa (tujuan, pengendalian intern, kegiatan,
operasi, output, outcome).
b. Identifikasi ketentuan perundang-undangan yang terkait langsung dengan
aspek tertentu yang menjadi bahan pertanyaan tadi.
c. Tentukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang- undangan yang
secara signifikan dapat memengaruhi jawaban atas pertanyaan tadi.

Pemeriksa dapat mengandalkan pekerjaan penasihat hukum dalam hal:


a. Menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh
signifikan terhadap tujuan pemeriksaan.
b. Merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundang-
undangan
c. Mengevaluasi hasil pengujian tersebut, pemeriksa juga dapat mengandalkan
hasil kerja penasihat hukum, apabila tujuan pemeriksa mensyaratkan
adanya pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundang-
undangan.

Dalam merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan


perundang-undangan pemeriksa harus menilai risiko kemungkinan terjadinya
penyimpangan, mencakup pertimbangan apakan entitas mempunyai sistem
pengendalian yang efektif untuk mencegah atau mendeteksi teradinya
penyimpangan dari peraturan perundang-undangan, apabila diperoleh bukti yang
cukup mengenai efektivitas pengendalian maka luas pengujian akan kepatuhan
dapat dikurangi.
Dalam merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus menggunkan
skeptisme profesional dalam menilai risiko-risiko yang secara signifikan dapat
mempengaruhi tujuan pemeriksa misalnya dengan memperhatikan faktor-faktor
terjadinya kecurangan seperti keinginan atau tekanan ynag dialami seseorang untuk
melakukan kecurangan, kesempatan yang memungkinkan terjadinya kecurangan,
serta alasan atau sifat seseorang tersebut. Ketika pemeriksa mengidentifiksi faktor-
faktor atau risiko-risiko kecurangan secara signifikan dapat mempengaruhi tujuan
atau hasil pemeriksaan, pemerika harus merespon masalah tersebut dengan
merancang prosedur untuk bisa memberikan keyakinan memadai bahwa kecurngan
tersebut dapat dideteksi.
Apabila terdapat informasi yang menjadi perhatian pemeriksa dalam
mengidentifikasi bahwa kecurangan telah terjadi, maka pemeriksa harus
mempertimbangkan apakah kecurangan tersebut secara signifikan mempengaruhi
tujuan pemeriksaan, apabila ternyata mempengaruhi, maka pemeriksa harus
memperluas seperlunya langkah-langkah prosedur pemeriksaan untuk: (1)
menentukan apakah kecurangan mungkin terjadi dan (2) apabila memang telah
terjadi apakah hal tersebut mempengaruhi tujuan pemeriksaan.
Kondisi-kondisi berikut dapat mengindikasikan risiko terjadinya kecurangan:
a. Lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern
yang ada atau tidak bisa mengawasi proses pengendalian
b. Pemisahan tugas yang tidak jelas
c. Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan
d. Kasus di mana pegawai cenderung menolak liburanatau menolak
promosi
e. Dokumen-dokumennya hilangatau tidak jelas, atau manajemen selalu
menunda memberikan informasi tanpa alasan yang jelas
f. Informasi yang salah atau membingungkan
g. Pengalaman pemeriksaan atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai
kegiatan-kegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal.
Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari
ketentuan peraturan perundang-undangan, maka mungkin saja tidak ada hukum,
atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar.
Apabila indikasi terjadinya ketidakpatutan memang ada dan akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan secara signifikan, pemeriksa harus memperluas
langkah dan prosedur pemeriksaan, untuk:
(1) Menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-benar terjadi, dan
(2) Apabila memang benar-benar terjadi, maka pemeriksa harus menentukan
pengaruhnya terhadap hasil pemeriksaan karena penentuan bahwa telah terjadinya
ketidakpatutan itu bersifat subjektif, pemeriksa tidak diharapkan untuk
memberikan keyakinan yang memadai dalam mendeteksi adanya ketidakpatutan.

Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam


menelusuri indikasi adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundangan-undangan atau ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses
investigasi atau proses hukum selanjutnya, atau kedua-duanya.
Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai standar Pemeriksaan ini akan
memberikan keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi atas
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan atau kecurangan yang
secara signifikan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
8. STANDAR AKUNTANSI FORENSIK
1. Independensi
Akuntan Forensik harus independen dalam melaksanakan tugas dan
bertanggung jawab langsung kepada siapa penugasan tersebut diterima
(dewan komisaris/lembaga penegak hukum/pengadilan), pihak yang
menerima laporannya atau counterpart-nya harus ditegaskan dalam kontrak.
2. Objektivitas
Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan
telaah akuntansi forensiknya.
3. Kemahiran Profesional
Akuntansi Forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati-hatian
profesional:
a. Sumber daya manuasi yang ada harus memiliki keahlian
teknis, pendidikan dan pengalaman yang sesuai dengan penugasan.
b. Pengetahuan, pengalaman, keahlian dan disiplin.
c. Supervisi. Dalam hal lebih dari satu akuntan forensik dalam penugasan,
seseorang harus bertindak sebagai “ in charge” y a n g bertanggung
jawab mengarahkan penugasan dan memastikan bahwa rencana kerja
dilaksanakan sebagaimana seharusnya dan didokumentasikan dengan baik.
d. Kepatuhan terhadap standar perilaku
e. Hubungan manusia Seorang akuntan forensik harus mempunyai
interpersonal skills dalam hubungan keseharian maupun dalam melakukan
wawancara dan interogasi.
f. Komunikasi Akuntan forensik harus mempunyai kemampuan yang baik
dalam mengkomunikasikan temuannya secara lisan maupun tertulis.
g. Pendidikan berkelanjutan
h. Kehati-hatian profesional
Lingkup Penugasan
Akuntan forensik harus mengkaji dan memahami apakah dia mempunyai keahlian
profesional dalam pelaksanaan tugasnya, lingkup penugasan ini dicantuman
dalam kontrak.
4. Pelaksanaan Tugas Telaahan, meliputi :
- Perumusan permasalahan dan evaluasinya
- Perencanaan - Pengumpulan bukti
- Evaluasi bukti
- Komunikasi hasil penugasan

Anda mungkin juga menyukai