Anda di halaman 1dari 9

ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK

SERTA STANDAR AUDIT INVESTIGATIF


&
PERNYATAAN PERANG TERHADAP KECURANGAN

Kelompok 1:
Achmad Zulfikar Fauzi (F1314124)
Agus Reza Pahlevi (F1314126)

ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR


AUDIT INVESTIGATIF

Atribut Akuntan
Howard R. Davia mengatakan bahwa dalam melaksanakan investigasi terhadap fraud,
auditor sebaiknya:
-

Menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur.


Mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan.
Kreatif dan berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah ditebak dalam hal

arah pemeriksaan, penyelidikan, atau investigasi yang dilakukan.


Tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan.
Dalam menyusun strategi, perlu mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan
di dalam pembukuan atau di luar pembukuan

Dari nasihat tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.


-

Dari awal upayakan menduga siapa pelaku fraud.


Fokus pada pengambilan bukti dan barang bukti untuk pengadilan.
Kreatif, jangan mudah ditebak.
Investigator harus memiliki intuisi yang tajam untuk merumuskan teori mengenai

persekongkolan.
Kenali pola fraud.

Karakteristik Pemeriksa Fraud Berdasarkan Association of Certified Fraud Examine:


-

Memiliki kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair,

tidak memihak, sahih dan akurat, serta pelaporan secara lengkap dan akurat.
Mempunyai kepribadian yang menarik dan mampu memotivasi orang lain untuk

membantunya.
Mampu berkomunikasi dalam bahasa mereka.
Memiliki kemampuan teknis untuk mengerti konsep-konsep keuangan dan
mampu untuk menarik kesimpulan.

Kualitas Akuntan Forensik menurut Robert J. Lindquist


-

Kreatif;
Rasa ingin tahu;
Tak mudah menyerah;

Memiliki akal sehat


Business sense; dan
Percaya diri.

Kode Etik
Kode etik berisi nilai-nilai luhur yang amat penting bagi eksistensi profesi. Profesi
bisa eksis karena ada integritas (sikap jujur walaupun tidak diketahui orang lain), rasa
hormat dan kehormatan, dan nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya dari
pengguna dan stakeholders lainnya.
Standar adalah ukuran mutu, dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak
yang memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja si auditor.
K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk
melakukan investigasi terhadap fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui (accepted best practices)
Dalam hal ini tersirat dua hal, yang pertama adanya upaya membandingkan antara
praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik saat itu (Benchmarking),
yang kedua upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik.
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi
dapat diterima di pengadilan.
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia.
Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari
untuk memastikan bahwa investigasi telah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga
membantu perusahaan dalam upaya perbaikan sehingga accepted best practise dapat
dilaksanakan.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya.
Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai, yang
bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
5. Beban pembuktian pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan, dan pada
penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum
administratif maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau

dari segi waktu.


Dalam melakukan investigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Dalam menghormati
asas praduga tak bersalah, hak dan kebebasan seseorang harus dihormati. Sehingga
membuka peluang untuk menghancurkan dan menghilangkan barang bukti.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan,
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol,
dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, melibatkan dan/atau melapor ke polisi,
kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

PERNYATAAN PERANG TERHADAP KECURANGAN


Akuntansi

forensik

pada

dasarnya

menangani

fraud

(kecurangan).

Fraud

(kecurangan) sangat merugikan berbagai pihak karena dapat menghancurkan pemerintahan


maupun bisnis. Association of Certified Fraud Examiners mengelompokkan fraud dalam
tiga kelompok yaitu corruption (korupsi), asset misappropriation (penjarahan aset), dan
fraudulent financial statement (laporan keuangan yang dengan sengaja dibuat menyesatkan).
Dalam hal ini, akuntan forensik menjadi spesialis yang lebih khusus lagi daripada akutan
pada umumnya yang berspesialisasi dalam auditing. Ia menjadi fraud auditor atau fraud
examiner yang memiliki spesialisasi dalam bidang fraud.
Fraud Triangle
1. Pressure
Cressey menemukan bahwa non-shareable problems yang dihadapi orang yang
diwawancarainya timbul dari situasi yang dapat dibagi enam kelompok, yaitu:
Violation of Ascribed Obligation; Problems Resulting from Personal Failure;
Business Reversals; Physical Isolation; Status Gaining; dan Employer- employee
Relations.
2. Perceived Opportunity
Adanya non-shareable financial problem saja, tidaklah akan menyebabkan orang
melakukan fraud. Persepsi ini, perceived opportunity, merupakan sudut kedua dari
fraud triangle. Ada dua komponen persepsi tentang peluang ini yaitu general
information dan technical skill atau keahlian.
3. Rationalization
Sudut ketiga fraud triangle adalah rationalization atau mencari pembenaran
sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Rationalization diperlukan agar si
pelaku

dapat

mencerna

perilakunya

yang

melawan

hukum

untuk

tetap

mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya.


Kecurangan sangat merugikan berbagai pihak karena dapat membawa kerugian yang
tidak sedikit bagi suatu organisasi. Untuk itu, perusahaan harus mengupayakan suatu tindakan
untuk mencegah terjadinya tindak kecurangan. Ada 4 tindakan yang bisa dilakukan oleh
perusahaan yaitu :
- Pencegahan kecurangan
- Pendeteksian kecurangan

- Investigasi kecurangan
- Tindak lanjut secara hukum dan upaya penyelesaiannya
Investigasi kecurangan dan tindak lanjut secara hukum merupakan tindakan yang
memerlukan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan pencegahan dan pendeteksian
kecurangan.
1) Pencegahan Kecurangan
Merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi kerugian akibat kecurangan.
Organisasi harus bertindak tegas terhadap para pelaku kecurangan sehingga orang lain
tidak akan berani untuk melakukan kecurangan lagi. Usaha pencegahan selain
mengurangi tindak kecurangan juga memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan
itu sendiri.
Faktor-faktor yang ada dalam segitiga kecurangan terkadang sangat kuat untuk
memotivasi seseorang melakukan kecurangan, bahkan tindakan pencegahan yang
dilakukan perusahaan terlihat seperti tidak bermanfaat.
Menciptakan budaya jujur dan beretika. Mengandung 5 elemen penting.
-

Keteladanan perilaku manajemen puncak. Manajemen harus memperkuat pegawainya


melalui sanksi tegas ketika perilaku yang tidak etis terjadi dalam organisasi dan tidak
lagi bisa ditoleransi.
Penelitian menyatakan bahwa orang yang berbohong memiliki 4 alasan yang
mendasari, karena takut terhadap sanksi yang buruk, ketakutan tersebut kemudian
menyebabkan seseorang untuk terus berbohong, karena melihat contoh-contoh yang
tidak baik mengenai kebohongan karena mereka berpikir bahwa dengan kejujuran
mereka tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Mempekerjakan pegawai yang tepat. Tidak semua orang berbuat jujur atau memiliki
kode etik yang baik. Menurut hasil pnelitian, mayoritas orang memilih untuk
berbohong supaya tidak mendapatkan hasil yang buruk.
Prosedur untuk melakukan seleksi pegawai bisa dimulai dari investigasi latar
belakang calon pegawai, cek referensi yang ditunjukkan oleh calon pegawai, menguji
kejujuran pegawai, dan lain-lain.

Mengomunikasikan ekspektasi dari kejujuran dan integritas meliputi identifikasi dan


kodifikasi nilai dan etika yang sesuai, pelatihan kesadaran kecurangan yang
membantu pegawai memahami permasalahan yang berpotensi menimbulkan

kecurangan dan bagaimana melaporkan atau menyelesaikannya, mengkomunikasikan


ekspektasi yang konsisten mengenai adanya sanksi atas pelanggaran yang terjadi.
Kode etik yang efektif adalah berupa suatu yang tertulis, kemudian dikomunikasikan
ke pelanggan, pegawai, dan pemasok, dan harus dikembangkan untuk mendorong
manajemen dan pegawai agar bertindak etis.
-

Menciptakan lingkungan kerja yang positif.

Penanganan atas kecurangan yang terjadi. Kebijakan yang efektif untuk menangani
kecurangan adalah harus memastikan bahwa fakta diinvestigasi secara mendalam,
kemudian dilakukan tindakan yang tegas dan konsisten terhadap para pelaku, terdapat
penilaian dan peningkatan atas risiko dan pengendalian, serta komunikasi dan
pelatihan kepada seluruh anggota perusahaan secara terus-menerus.

Para

ahli memperkirakan bahwa fraud yang terungkap merupakan bagian kecil dari

seluruh fraud yang terjadi. Oleh karena itu, upaya utama seharusnya adalah pada
pencegahannya. Ada ungkapan yang secara mudah ingin menjelaskan penyebab atau akar
permasalahan dari fraud. Ungkapan itu adalah: fraud by need, fraud by greed, and fraud
by opportunity. Kata fraud dalam ungkapan tersebut bisa diganti dengan corruption,
financial crime, dan lain-lain.
Menghilangkan atau menekan need dan greed yang mengawali terjadinya fraud dilakukan
sejak menerima seseorang (recruitment process), meskipun kita tahu bahwa proses itu
bukan jaminan penuh. Ini terus ditanamkan melalui fraud awareness dan contoh-contoh
yang diberikan pemimpin perusahaan atau lembaga. Contoh yang diberikan atasan telah
terbukti merupakan unsur pencegah yang penting. Unsur by opportunity dalam ungkapan
di atas biasanya ditekan oleh pengendalian intern.
Di samping pengendalian interal, dua konsep penting lainnya dalam pencegahan
fraud, yakni menanamkan kesadaran tentang adanya fraud (fraud awareness) dan upaya
menilai risiko terjadinya fraud (fraud risk assessment).
Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di
Indonesia, sulit untuk menyebutkan suatu angka yang andal. Akan tetapi, penelitian yang
dilakukan di luar negeri (dengan sampling)

mengindikasikan bahwa fraud yang

terungkap, sekalipun secara absolut besar, namun dibandingkan dengan seluruh fraud
yang sebenarnya terjadi, relatif kecil.

2) Pendeteksian Kecurangan
Sebagian kecurangan dimulai dari jumlah kecil yang tidak signifikan, dan jika tidak
ketahuan maka akan terus berlanjut ke jumlah yang lebih besar. Kejadian yang membuat
pelaku merasa ketakutan atau terancam akan membuatnya menghentikan kecurangan, tapi
nantinya kecurangan akan berlanjut lagi jika pelaku merasa keadaan sudah kembali aman.
Apabila dalam suatu kasus kecurangan melibatkan manajemen puncak atau owner,
pencegahan akan sulit dilakukan sehingga harus dilakukan pendeteksian kecurangan sejak
dini.
Tidak semua kecurangan dapat dicegah. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya
menerapkan pengendalian preventif untuk mencegah terjadinya kecurangan, maupun
pengendalian detektif untuk menghentikan kecurangan yang telah terjadi sebelum
berkembang menjadi lebih parah.
Cara yang umumnya digunakan untuk mendeteksi kecurangan adalah secara tidak
sengaja, menyediakan beberapa alternatif untuk orang yang ingin melaporkan bahwa
tindakan kecurangan telah terjadi, dan memeriksa catatan dan dokumen transaksi untuk
menentukan apakah ada kejanggalan yang merujuk pada terjadinya kecurangan.
3) Investigasi Kecurangan
Tujuan investigasi ini adalah untuk mengetahui kebenaran apakah indicator yang diamati
menunjukkan tindak kecurangan atau hanya kesalahan yang tidak disengaja. Akan ada
suatu dugaan sebelum seseorang benar-benar tahu apakah kecurangan benar terjadi atau
tidak. Dugaan mengacu pada keseluruhan situasi yang akan membuat pegawai meyakini
bahwa kecurangan tengah terjadi.
Jika investigasi tidak dilakukan dengan benar, amka akan merusak reputasi seseorang dan
pelaku sebenarnya tetap bebas melakukan kecurangan. Ada 4 bukti yang bisa diakumulasi
dalam investigasi kecurangan, yaitu :
-

Bukti testimonial

Bukti dokumentasi

Bukti fisik

Pengamatan pribadi

Investigasi dilakukan dengan melakukan penyelidikan terhadap elemen-elemen yang ada


di segitiga kecurangan. Peneliti akan menemukan adanya tekanan yang dirasakan pelaku,
peluang yang dimiliki, dan rasionalisasi bahwa orang lain telah mendengarnya.

4) Tindak Lanjut secara Hukum


Ada tanda tanya besar ketika terjadi suatu tindakan kecurangan, yaitu mengenai tindakan
apa yang seharusnya diambil oleh perusahaan. Ada 3 alternatif tindakan yang biasanya
diambil perusahaan dan korban kecurangan.
-

Tidak mengambil tindakan hukum

Tindakan secara Pidana. Perusahaan harus bekerjasama dengan lembaga penegakan


hukum agar pegawai yang melakukan kecurangan bisa dikenai sanksi hukum. Namun,
untuk mendapatkan putusan pidana lebih sulit karena bukti yang diperlukan haruslah
bukti di luar keragu-raguan yang beralasan bahwa pelaku sengaja mencuri.

Tindakan secara Perdata. Jarang ditemui pada kasus nyata, karena uang yang dicuri
pelaku biasanya sudah habis dipakai. Namun, tindakan perdata ini lebih umum
dilakukan ketika kecurangan melibatkan organisasi lain.

Anda mungkin juga menyukai