Anda di halaman 1dari 17

RESUME

AKUNTANSI FORENSIK
FRAUD KORUPSI SUAP DAN PENCUCIAN UANG

OLEH

ARINI SITI CHOLBIYAH 12030118420044

AMALIA RAHMA LISNANTYAS 12030118420042

SEPTHEA DWI PRATIWI 12030118420048

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO

2019

1
1. Kebijakan Fraud
Pada fraud, cara terbaik untuk menilai dan mengembangkan respons yang efektif
dalam fraud adalah mengembangkan kebijakan fraud yang tepat. Ada beberapa masalah
yang perlu dikembangkan ketika menyusun kebijakan fraud misalnya karyawan
perusahaan yang “meminjam” alat kendaraan motor perusahaan yang dipakai untuk
mengantar anak sekolah yang dimana tempat sekolah anak karyawan perusahaan tersebut
sejalan dengan tempat kerja karyawan perusahaan, hal tersebut apakah merupakan
sebuah kecurangan (fraud). Namun jika perusahaan menggunakan definisi Association of
Certified Fraud Examiners (ACFE), membangunnya ke dalam kebijakan penipuan, dan
memiliki karyawan untuk menandatangani salinan yang menunjukkan persetujuan
mereka untuk mematuhi kebijakan bahwa kasus “meminjam” tersebut merupakan hal
kecurangan (fraud), akan ada lebih sedikit keraguan di ruang persidangan tentang definisi
penipuan dalam kasus tersebut. Sehingga masalah yang perlu dipertimbangkan dalam
mendefinisikan kecurangan (fraud) yaitu :
- Melakukan tindakan tidak jujur atau curang dalam bentuk apa pun.
- Pelanggaran tanggungjawab Fidusia.
- Penyalahgunaan dana, sekuritas, persediaan, atau aset entitas lainnya.
- Penggunaan aset entitas secara tidak sah; seperti pelaratan untuk keperluan
pribadi, atau komputer yang digunakan untuk keuntungan pribadi.
- Ketidakpatuhan dalam penanganan atau pelaporan transaksu uang atau
keuangan.
- Menggungkapkan informasi rahasia dan ekslusif kepada pihak luar.
- Menerima atau mencari sesuatu yang bernilai material dari kontraktor, vendor,
atau orang yang memberikan layanan atau materi kepada entitas kecuali hadiah
dibawah dari $50.
- Aktivitas berbahaya yang diarahkan pada komputer, sistem, atau teknologi
entitas.
- Setiap pelanggaran atas tindakan ilegal yang relevan.

2
Oleh karna itu manajemen harus memasukkan dalam kebijakan entitas bagaimana
penyimpangan yang terdeteksi atau dicurigai akan ditangani. Kebijakan harus
menetapkan siapa, apa, di mana, ketika terkait dengan tips, keluhan, atau whistleblowing,
terutama di mana laporan kecurigaan tersebut harus dilaporkan. Kebijakan tersebut juga
harus membahas bagaimana mempertahankan anonimitas tipsters. Harus ada struktur
formal yang dibentuk untuk menangani laporan tersebut dan untuk membuat keputusan
tentang apa yang harus diselidiki, dan bagaimana penyelidikan akan ditangani. Kebijakan
tersebut harus membahas bagaimana entitas akan berhati-hati untuk menghindari
tuduhan yang salah, tuduhan palsu, atau memperingatkan tersangka bahwa penyelidikan
telah dilakukan. Tidak ada informasi tentang sifat penyelidikan atau status penyelidikan
yang diperbolehkan kecuali diizinkan oleh manajemen atau diperlukan untuk alasan
hukum.
Kebijakan tersebut harus mengidentifikasi unit mana yang akan memiliki tanggung
jawab utama untuk melakukan investigasi penipuan atas dugaan tindakan curang
sebagaimana ditentukan oleh kebijakan tersebut. Unit itu bisa dimulai dengan audit
internal, unit etika, unit khusus, konsultan eksternal, perusahaan akuntansi forensik, atau
perusahaan hukum. Semua investigasi harus diotorisasi dengan benar dan kebijakan
harus mengidentifikasi siapa itu dan bagaimana yang akan dilakukan.
Kebijakan harus menyampaikan kebutuhan untuk mempertahankan tingkat
kerahasiaan yang sesuai, terutama perlindungan hak-hak karyawan yang tidak bersalah
yang mungkin secara tidak sengaja tersapu ke dalam penyelidikan, termasuk pelapor dan
tipsters. Selanjutnya manajemen harus mempertimbangkan untuk menanggapi atau
merespons dampak yang akan dihadapi seseorang jika terbukti bersalah melanggar
kebijakan penipuan. Misalnya, entitas harus memiliki beberapa pedoman mengenai
kapan akan mengejar tuntutan pidana, berdasarkan jumlah kerugian, posisi karyawan,
atau faktor apa pun yang diyakini oleh entitas sebagai faktor utama dalam mengejar
penuntutan.
Isu-isu investigasi serupa lainnya yang harus ditangani oleh kebijakan penipuan akan
mencakup keadaan apa di mana manajemen akan melibatkan ahli-ahli pokok akuntansi
forensik (SMEs) sebagai konsultan, atau digital / cyber forensic SMEs. Terkadang bukti
digital terbaik, atau intechnology “tersembunyi”. Atau volume data yang harus diperiksa
adalah sedemikian rupa sehingga alat dan ahli penambangan data diperlukan untuk
mengembangkan bukti yang kompeten dan mencukupi bahwa kecurangan telah, atau
belum, sudah terjadi.

3
Sehingga kebijakan tersebut harus dikomunikasikan kepada semua karyawan seperti
kebijakan etika, harus ditandatangani oleh setiap karyawan untuk menunjukkan
perjanjian sukarela untuk mematuhinya. Tak perlu dikatakan, kebijakan penipuan harus
dikomunikasikan dan dipromosikan. Misalnya, diskusi tentang kebijakan penipuan harus
menjadi bagian dari orientasi karyawan pada awal pekerjaan. Ini harus dipromosikan dan
dikomunikasikan dalam literatur entitas seperti buletin.
2. Fraud Response Team
Pada saat manajemen telah mengembangkan struktur formal untuk menangani
penipuan (fraud) di atas kertas (perjanjian), selanjutnya manajemen perlu
mengidentifikasi orang, posisi, atau unit yang bertanggungjawab atas prosedur yang telah
ditetapkan dalam kebijakan penipuan (fraud). ACFE telah menyediakan alat untk
membantu bagian dari respons tersebut dalam apa yang disebut sebagai “keputusan
kebijkan fraud”.

Legal/Litigation: Penuntutan, Pengetahuan tentang potensi Jaksa yang efektif, dan


Litigasi Perdata.
Legal/HR: Penghentian Hukum Pelaku, Masalah Hukum dalam Menginvestigasian
seorang Karyawan.
Forensic Accounting/CFE: Fraud Investigasi, Fraud/Bukti Hukum, dan Wawancara
yang Tepat.
Digital Forensik: Penemuan Bukti dalam Data.
Forensik Cyber: Bukti yang terdapat dalam IT, dam Sumber Bukti Cyber yang
Potensial.
Internal Audit: Mendukung Penyelidikan, Pengumpulan Bukti, Mengontrol Remediasi.
Hubungan Masyarakat: Menghindari publisitas, Mengkelola Publisitas, Rangkaian
Tanggapan Publik terhadap Fraud.
Manajemen Eksekutif: Mengelola semua keputusan kunci dari semua proses dan
followup.

Salah satu fungsi kunci dari tim respons penipuan adalah pengawasan hukum.
Penasihat hukum dibutuhkan untuk mengindentifikasi, menginvestigasi dan mendeteksi
jika seseorang pelaku fraud. Sehingga setiap anggota tim atau anggota harus menjadi
saksi ahli SMEs di masalah kriminal yang mungkin terjadi bahwa fraud yang terdeteksi
dapat menyebabkan penyeledikan kriminal.
Pada saat sebuah kasus diserahkan kepada lembaga penegak hukum, kasus tersebut
tidak lagi dibawah kendali entitas sebagai korban, dan apa pun bisa terjadi. Oleh karna
itu, jika entitas korban menginginkan penuntutan yang berhasil, entitas harus dengan
hati-hati memilih dari antara lembaga penuntut potensial, dan hal itu membutuhkan

4
penasihat ahli. Orang tersebut akan menjadi saksi ahli SMEs yang sesuai seperti
pengacara, pensiunan pejabat pemerintah, dan seterusnya. Sehingga kebutuhan tersebut
ada untuk menglitigasi perdata. Satu-satunya jalan hukum untuk beberapa fraud akan
menjadi penilaian dari persidangan perdata. Dengan demikian keahlian itu harus diwakili
pada tim respons fraud.
Tim pasti membutuhkan SMEs dalam akuntansi forensik dan investigasi fraud.
Beberapa orang membuat kesalahan dengan berpikir audit fraud adalah hal yang sama
dengan audit keuangan, dan bahwa auditor keuangan ahli atau auditor internal akan dapat
berhasil mengaudit bukti dan / atau melakukan investigasi fraud. Pendekatan terhadap
audit kecurangan secara drastis berbeda dari audit keuangan, dan CPA yang tidak terlatih
atau tidak berpengalaman dalam menginvestigasi fraud sehingga akan terganggu dalam
kemampuannya untuk berhasil menyimpulkan audit atau investigasi fraud. Faktanya,
pencelupan ganda yang digambarkan sering terjadi karena entitas memilih untuk
menggunakan seorang ahli selain akuntan forensik yang memenuhi syarat dalam
menuntut fraudster yang hanya akan berdampak pada kehilangan kasus fraud di
pengadilan.
Pendidikan akuntansi, dan pengalaman akuntansi dan audit tradisional umumnya
tidak memberikan latar belakang yang cukup, pengetahuan, atau pengalaman untuk
mengidentifikasi semua masalah penting yang dapat timbul selama investigasi penipuan
seperti menangani bukti-bukti untuk litigasi/penuntutan, teknik wawancara yang tepat,
metode yang tidak semestinya dan semua dasar-dasar hukum. Jadi entitas harus berhati-
hati untuk memasukan SMEs yang sesuai pada tim respon dalam hal menginvestigasi
fraud, yang mungkin akan menjadi Certified Fraud Examiner (CFE) atau SMEs yang
sebanding, dan bukan hanya CPA tradisional.
Fungsi lain yang harus dimasukkan dalam tim respons penipuan adalah forensik
digital. Alat dan teknik forensik digital memungkinkan ahli untuk mencari data yang
sangat banyak dalam bukti fraud. Misalnya saksi ahli digital forensik dipanggil kedalam
persidangan untuk memberikan keterangan bahwa skema vendor shell sedang dilakukan
dalam perusahaan, sehingga saksi ahli digital forensik mampu memberikan keterangan
ahli yang terkandung didalamnya untuk memberikan kesimpulan yang dalam
penyelidikan. Saksi ahli digital forensik mampu mengetahui teknik yang digunakan
secara efisien dan efektif dalam mengekstrak bukti fraud dari file data. Jadi SMEs yang
tepat tidak hanya mengetahui cara menggunakan alat tetapi memahami teknik audit fraud
– red flags, skema fraud, dan karakteristik data apa yang dicari. Oleh karna itu saksi ahli
pada pencarian data digital harus ada dalam tim respon.

5
Aspek investigasi forensik cyber merupakan aspek yang berbeda dari pencarian data.
SMEs ini dapat menemukan data laten ('‘tersembunyi’) pada berbagai sumber termasuk
hard drive, telepon seluler, thumb drive, dan perangkat penyimpanan lainnya seperti
kartu kamera. Data laten juga ditemukan dalam dokumen elektronik dan file sistem.
Bahkan, manfaat memiliki SMEs di tim adalah bahwa ia akan tahu sumber mana yang
harus dipertimbangkan ketika mencari bukti digital, dan akan memiliki kemampuan
untuk mengekstrak data tersebut, termasuk data yang biasanya “tersembunyi”. Alat-alat
spesialis forensik cyber adalah hal yang unik untuk profesi dan tidak diketahui oleh
masyarakat umum atau bahkan profesi fraud dan audit secara umum. Jadi SMEs pada
forensik maya akan bermanfaat dalam membuat kemampuan dan yang lebih penting,
karena mampu secara efektif dan efisien mengekstraksi bukti. Salah satu cara untuk
menentukan kualifikasi seseorang sebagai SMEs di bidang ini adalah untuk menemukan
seseorang yang merupakan Profesional Keamanan Sistem Informasi Tersertifikasi
(CISSP).
Aspek audit internal merupakan respon terhadap fraud yang terdeteksi akan
melibatkan fungsi audit internal (IA). Dengan demikian tim harus memasukkan
seseorang untuk mewakili fungsi audit internal. Audit internal kemungkinan keterlibatan
dalam mengumpulkan bukti audit dalam hal dokumen dan data, dan memulihkan internal
kontrol di sekitar fraud yang terdeteksi untuk mencegah fraud seperti itu terjadi lagi.
Aspek publisitas dan hubungan masyarakat dalam banyak kasus, manajemen akan
percaya bahwa adalah demi kepentingan entitas untuk menghindari publisitas apa pun.
Misalnya, badan amal yang mendeteksi penipuan mungkin percaya bahwa jika fakta itu
menjadi publik, donor akan menjauh. Tetapi penipuan dapat menjadi publik karena
alasan tertentu dan kemudian entitas harus mengelola citra entitas. Entitas tersebut
berisiko kehilangan pelanggan, kehilangan calon pelanggan, kehilangan pangsa pasar,
atau menodai citra publiknya. Jadi SMEs dalam hubungan masyarakat (PR) dan
publisitas perlu berada di tim respon jika kebutuhan ini muncul, baik untuk menghindari
publisitas atau untuk mengelola penipuan publik.

Aspek manajemen eksekutif sudah seharusnya menjadi bagian dari tim respon.
Manajemen senior perlu dilibatkan dengan keputusan-keputusan kunci dari penyelidikan,
dan pasti ingin menindaklanjuti dengan beberapa kegiatan remediasi untuk mencegah
fraud tersebut terjadi pada entitas lagi. Salah satu tugas utama manajemen adalah
menyediakan sarana strategis untuk memulihkan kerugian moneter dan menetapkan
tanggung jawab dari proses itu. Namun, dalam membuat keputusan siapa yang mewakili

6
manajemen eksekutif, entitas harus mempertimbangkan kenyataan bahwa penipuan,
seperti mengubah buku dalam penipuan laporan keuangan, dapat dilakukan oleh anggota
manajemen eksekutif.
Pada beberapa fungsi tersebut dapat diciutkan kembali menjadi satu orang yang
dapat melakukan banyak fungsi, seperti penasihan hukum internal dapat menangani
masalah hukum litigasi, forensik cyber dengan forensik digital, dan audit internal dengan
forensik digital.
a. Skema Suap Dan Korupsi
Penyuapan dan korupsi merupakan tindak pidana fraud yang dapat terjadi pada
semua entitas baik sektor swasta maupun sektor publik. Skema penyuapan merupakan
suatu hal persembahan, menerima atau memberikan baik berupa uang dan sejenisnya
yang dapat merubah atau mempengaruhi kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan
peraturan yang telah ada. Skema korupsi di tandai dengan adanya seseorang di dalam
entitas (karyawan atau manajer) yang bekerja sama kepada pihak di luar perusahaan
dalam konflik kepentingan yang menguntungkan pelaku dan merugikan perusahaan atau
lainnya. Kecurangan pengadaan adalah bagian dari skema penyuapan dan korupsi yang
pada dasarnya memanipulasi proses suatu kontrak dalam pengadaan barang dan jasa
tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Namun terkadang dalam berbagai kasus skema
suap dan korupsi sulit mendeteksi ketika skema tersebut dilakukan secara bersama-sama
atau berjamaah tetapi kecurangan (fraud) pengadaan barang dan jasa dapat terbagi
menjadi tiga kategori yaitu:
1. Kolusi antara karyawan dan vendor, hal yang demikian misalnya hadiah, penawaran
kecurangan.
2. Vendor fraud terhadap perusahaan, hal yang demikian misalnya kecurangan terhadap
perusahaan dengan mengganti barang dengan kualitas rendah.
3. Kolusi antara beberapa vendor, hal demikian misalnya vendor berkolusi untuk
menaikkan harga barang dan jasa secara artifisial dalam tawaran atau proposal.

b. Pendeteksian Suap Dan Korupsi


Kasus suap dan korupsi terkadang sulit untuk didetekti ketika fraud tersebut
dilakukan secara bersama-sama atau berjamaah, namun kerugiaan atau kegagalan dalam
pengadaan barang dan jasa yang timbul akibat dari suap dan korupsi tidak dapat
dipungkiri. Sehingga pihak yang dirugikan akibat dari suap dan korupsi tersebut harus
membayar harga yang lebih tinggi atau mahal ketika pengadaan barang dan jasa tersebut
tidak sesuai dengan harapan dan perencanaan yang telah ditetapkan oleh entitas.
Kasus suap dan korupsi merupakan kasus yang tidak dapat dilakukan dengan cara
individu tunggal melainkan dilakukan secara teroganisir, bersama-sama, berjamaah atau

7
kelompok. Sehingga fakta sederhana tersebut mengidentifikasikan semakin banyak
mulut yang harus diam, semakin besar kemungkinan auditor forensik diberi petunjuk
ketika salah satu pelaku fraud telah terjerat tindak pidana suap dan korupsi yang akan
membongkar atau mendeteksi pihak-pihak siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.
Selain mendapatkan keterangan dari pelaku yang telah terjerat dalam kasus tindak
pidana suap dan korupsi, auditor forensik dapat mendeteksi dengan cara mencari red
flags yang terjadi pada pelaku fraud seperti:
- Dokumentasi yaitu penyidik dapat menginvestigasi dan memeriksa dokumen-
dokumen yang terkait seperti suatu kontrak perjanjian dan transaksi faktur yang
sudah sesuai dengan prosedur atau peraturan yang telah ditetapkan.
- Hubungan antara bidder dan vendor yaitu dalam perjanjian antara bidder dan
vendor tidak memiliki hubungan relasi yang dapat merubah suatu kebijakan
dengan adanya konflik kepentingan dalam kontrak yang telah disetuji seperti
hubungan suami istri, anak, saudara, dan keluarga antara bidder dan vendor
yang dapat merekayasa suatu kemenangan dalam pemilihan tender vendor.
- Pihak terkait yaitu pada kontrak antara bidder dan vendor penyidik harus
mengetahui secara pasti dalam suatu kontrak siapa-siapa saja yang terlibat.
Pihak-pihak yang terlibat tersebut merupakan pihak yang sudah seharusnya
terlibat dalam pengadaan barang dan jasa, sehingga pengadaan barang dan jasa
tersebut terbebas dari konflik kepentingan yang mengambil kesempatan atau
celah dari pengadaan barang dan jasa tersebut.
- Persyaratan yaitu penyidik harus mengetahui dan memahami kontrak pengadaan
barang dan jasa antara bidder dan vendor sudah sesuai dengan prosedur, syarat
dan ketentuan yang telah diatur.

c. Pencegahan Penyuapan Dan Korupsi


Pada dasarnya pencegahan penyuapan dan korupsi dapat dilakukan dengan baik jika
entitas menerapkan kebijakan sebagai berikut:
- Pada pencegahan penyuapan dan korupsi dapat dilakukan dengan pengawasan yang
tepat atas fungsi suatu kontrak pengadaan barang dan jasa. Jika sebuah entitas
beringinan mencoba mencegah penyuapan dan korupsi, kegiataan pencegahaan
harus mencakup pemeriksaan dokumentasi kontrak pengadaan barang dan jasa baik
secara teratur dalam bentuk kertas dan elektronik. Kontrak pengadaan barang dan
jasa sudah sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan dan tidak ada pelanggaran
tindak pidana yang dilakukan dapat dilihat dari pemeriksaan secara rutin terhadap
dokumentasi kontrak pengadaan barang dan jasa.

8
- Mencegah atau menolak seorang karyawan untuk menerima hadiah dari seseorang
yang memiliki suatu kepentingan seringkali sulit terjadi dan apalagi
menghentikannya. Sehingga cara terbaik untuk mencegah aktivitas penyuapan dan
korupsi adalah dengan melakukan rotasi karyawan, khususnya karyawan yang
bertugas dalam kerjasama dengan vendor lain.
- Kebijakan etika dan moralitas dapat membantu mencegah perilaku dalam melakukan
penyuapan dan korupsi. Etika yang baik seperti kejujuran dalam diri seseorang akan
dapat mencegah suatu penyuapan dan korupsi pada entitas tersebut.
- Budaya organisasi yang baik akan kejujuran dan pemahaman tentang bahayanya
penyuapan dan korupsi yang berdampak bukan hanya pada perusahaan melainkan
kepada pelaku yang berangkutan. Oleh karna itu, entias harus meciptakan budaya
organisasi sedemikian rupa yang anti terhadap penyuapan dan korupsi sehingga
berdampak pada mencegah seseorang ketika dihadapkan untuk melakukan
penyuapan dan korupsi.
d. Hubungan Antara Fraud Dan Pencucian Uang
Kecurangan (fraud) dan pencucian uang adalah kejahatan
berdasarkan tipuan dan walaupun pergerakan dana yang diperoleh
melalui kecurangan adalah jenis pencucian uang, kecurangan (fraud)
dan pencucian uang berbeda secara jelas dan tidak boleh disatukan.
Pencucian uang telah didefinisikan dalam beberapa cara, namun pada
intinya, ini adalah proses yang dilakukan oleh atau atas nama penjahat
dengan tujuan menyembunyikan atau menyembunyikan aktivitas
kriminal mereka dan asal usul hasil terlarang mereka.
Namun, menurut mantan Kepala Pusat dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK),
Yunus Hussein (31/1) kasus tindak pidana korupsi sangat erat kaitannya dengan dugaan
pelanggaran pasal pencucian uang. Hal tersebut terlihat dari keuangan atau hasil dalam
sebuah tindak pidana korupsi yang digunakan untuk kepentingan pribadi, misalnya kasus
yang menjerat mantan Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Wa Ode Nurhayati.
Biasanya, keuntungan tersebut digunakan untuk membeli rumah atau aset sejenis
ataupun disamarkan dari sebuah rekening ke rekening yang lain dan pelaku yang
membantu penyamaran tersebut dapat dijerat dalam pasal tindak pidana pencucian uang.
e. Dampak Pencucian Uang Pada Perusahaan
Tindak Pidana Pencucian Uang dianggap sebagai suatu kejahatan luar biasa yang
dilakukan oleh organisasi kejahatan atau para penjahat yang sangat merugikan
masyarakat. Antara lain merongrong sektor swasta dengan danpak yang sangat besar,
merongrong integritas pasar keuangan, dan mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah

9
terhadap kebijakan ekonominya. Selain itu TPPU juga dinilai akan menimbulkan
ketidakstabilan ekonomi, mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak,
membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahan negara yang dilakukan oleh
pemerintah dan mengakibatkan rusaknya reputasi negara dan menyebabkan biaya sosial
yang tinggi.
Ada tiga alasan pokok praktek pencucian uang diperangi dan dinyatakan sebagai
tindak pidana, menurut mantan kuasa hukum Presiden yang diwakili Mualimin Abdi:
1. Pengaruh praktek pencucian uang terhadap sistem keuangan dan ekonomi diyakini
berdampak negatif terhadap perekonomian dunia. Misalnya, dampak negatif
terhadap efektivitas penggunaan sumber daya dan dana.
2. Dengan ditetapkannya praktek pencucian uang sebagai tindak pidana akan
memudahkan para penegak hukum untuk menyita hasil praktek pencucian uang
yang sebelumnya sulit disita. Antara lain karena aset susah dilacak atau sudah
dipindah-tangankan kepada pihak ketiga.
3. Dengan ditetapkannya praktek pencucian uang sebagai tindak pidana dan
kewajiban pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan bagi penyedia jasa
keuangan, maka akan memudahkan penegak hukum menyelidiki kasus pencucian
uang hingga ke pokok-pokok yang ada dibelakangnya.

10
f. Latar Belakang Kasus Proyek Simulator SIM
Kasus proyek simulator SIM merupakan kasus proyek tindak pidana korupsi yang
merugikan negara sebesar Rp 121 Miliar dengan pelaku yang telah ditetapkan yaitu Irjen
(Pol) Djoko Susilo sebagai Kepala Korps Lalu Lintas, Brigjen Didik Purnomo sebagai
pejabat pembuat komitmen, Direktur PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) Budi
Susanto, dan Sukotjo S. Bambang Direktur PT ITI (Inovasi Teknologi Indonesia) sebagai
subkontraktor PT CMMA dalam kasus simulator SIM. Pada tahun 2011 Korlantas POLRI
mengadakan proyek pengadaan simulator SIM, tender proyek dilakukan pada Februari 2011
yang dimenangkan oleh PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi). Berdasarkan
kesepakatan PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) memenangkan tender namun PT
ITI (Inovasi Teknologi Indonesia) dipilih sebagai subkontraktor, disebabkan karena proyek
PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) tersebut tidak mempunyai pengalaman dalam
pembuatan Riding Simulator dan Driving Simulator.
Kasus simulator SIM berawal dari pemberitaan di Majalah Tempo tanggal 29 April
2012 yang berjudul “SIMSALABIM SIMULATOR SIM”. Menurut Sukotjo S. Bambang
“kemenangan tender PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) tersebut telah diatur
sedemikian rupa oleh Direktur PT CMMA yaitu Budi Susanto dengan menyuap Irjen (Pol)
Djoko Susilo sebesar Rp 2 Miliar melalui dirinya (Sukotjo S. Bambang)”. Menurut
pengakuan Sukotjo S. Bambang, ia menerima telpon “kongsi dagang” dari Budi Susanto
untuk bertemu di dekat pintu tol Pondok Gede Timur, Bekasi yang pada akhirnya pertemuan
pun terjadi. Selanjutnya, Sukotjo S. Bambang ditemani dua ajudannya memindahkan kardus
demi kardus yang berisi uang ke bagasi mobilnya dan Budi Sunsanto menyuruh Sukotjo S.
Bambang untuk mengantarkan satu kardus yang berisi uang sebesar Rp 2 Miliar tersebut ke
kantor Djoko Susilo yang pada saat itu masih menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas.
Bambang menambahkan bahwa melalui kedekatan Budi Susanto dengan Djoko Susilo, Budi
Susanto berhasil mengatur kemenangkan tender simulator SIM tersebut dengan menyiapkan
empat dokumen perusahaan pesaing PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) agar
seolah-olah tender tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

11
Berdasarkan Majalah Tempo tersebut Kabareskrim kemudian memerintahkan
penyelidikan terhadap informasi yang dimuat dalam berita Majalah Tempo tanggal 29 April
2012 hal 35 sampai dengan hal 38 tentang “SIMSALABIM SIMULATOR SIM”. Dalam
penyelidikan Polri sesuai Sprinlid/55/V/2012/Tipidkor tanggal 21 Mei 2012 telah melakukan
interogasi dan pengambilan keterangan terhadap 33 orang yang dinilai mengetahui tentang
pengadaan simulator peraga SIM kendaraan roda 2 maupun roda 4 tersebut. Dalam
menginterogasi Sukotjo S. Bambang penyidik POLRI memperoleh informasi, ada sejumlah
data informasi yang telah diberikan ke KPK pada Januari 2012 oleh Sukotjo S. Bambang.
Pemberian sejumlah data informasi oleh Sukotjo S. Bambang kepada KPK dikarenakan
Sukotjo S. Bambang merasa ditipu dan dimanfaatkan untuk kemenangan tender PT CMMA
(Citra Mandiri Metalindo Abadi) tersebut. Sehingga dalam perkembangan selanjutnya, kasus
simulator SIM ini juga diwarnai perselisihan mengenai kewenangan penyidikan antara KPK
dan POLRI. Menyikapi persoalan tersebut, Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menyampaikan konferensi pers di Istana Negara Jakarta pada hari Senin tanggal 8 Oktober
2012. Pada kesempatan tersebut Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan
bahwa penanganan kasus simulator SIM di Korlantas Mabes Polri, sepenuhnya ditangani
KPK.
Pada akhirnya tanggal 1 Agustuas 2012 KPK menetapkan Irjen (Pol) Djoko Susilo,
Brigjen Didik Purnomo, Budi Susanto, dan Sukotjo S. Bambang sebagai tersangka untuk
kasus simulator SIM. Irjen (Pol) Djoko Susilo terbukti menerima suap dari Direktur PT
CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) yaitu Budi Susanto, serta menyalahgunakan
kewenangannya selaku Kepala Korlantas Polri 2011 yang menyebabkan kerugian negara dan
di vonis kurungan penjara selama 18 tahun dengan membayar denda sebesar Rp 1 Miliar;
Brigjen Didik Purnomo selaku pejabat pembuat komitmen terbukti sah dan meyakinkan telah
melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan di vonis kurungan penjara selama
5 tahun kurungan penjara dengan membayar denda sebesar Rp 250 Juta; Budi Susanto selaku
Direktur PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) terbukti menyuap Irjen (Pol) Djoko
Susilo untuk kemenangan tender pada pengadaan simulator SIM dan di vonis 8 tahun
kurungan penjara dengan denda sebesar Rp 500 Juta serta membayar uang pengganti senilai
Rp 17,3 Miliar; dan yang terakhir Sukotjo S. Bambang terbukti membantu Budi Susanto
untuk menyuap Irjen (Pol) Djoko Susilo dalam rangka kemenangan tender simulator SIM
untuk PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) dan di vonis 4 tahun kurungan penjara
dengan denda sebesar Rp 200 Juta.

g. Analisis Kasus Proyek Simulator SIM

12
1. Fraud Triangle
OPPORTUNITY

PRESSURE RATIONALIZATION
Fraud Triangle
A. Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan (Oppertunity) merupakan suatu celah seseorang (pelaku) dalam
melakukan fraud. Faktor utama dalam Kesempatan (Oppertunity) adalah kontrol
internal. Kelemahan atau tidak adanya kontrol internal yang baik memberikan
kesempatam bagi seseorang (pelaku) untuk melakukan kejahatan fraud.
Pada kasus simulator SIM tersangka yang terlibat adalah Irjen (Pol) Djoko
Susilo sebagai Kepala Korps Lalu Lintas serta Direktur PT CMMA (Citra Mandiri
Metalindo Abadi) Budi Susanto, berdasarkan majalah tempo “SIMSALABIM
SIMULATOR SIM” menurut pengakuan Sukotjo S. Bambang melalui kedekatan
Budi Susano dengan Djoko Susilo yang menyebabkan tender tersebut dapat diatur
sedemikian rupa untuk kemenangan PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi).
Sehingga melalui kedekatan tersebut Budi Susanto mengambil kesempatan
(opportunity) menyuap Djoko Susilo untuk kemengan tender diberikan kepada PT
CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) dan tingginya jabatan yang dimiliki oleh
Djoko Susilo sebagai Kepala Korps Lalu Lintas menyebabkan peluang yang sangat
besar untuk pengadaan simulator SIM diberikan kepada PT CMMA (Citra Mandiri
Metalindo Abadi).
B. Tekanan (Pressure)
Tekanan (Pressure) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan seseorang
(pelaku) melakukan fraud. Pada kasus simulator SIM tekan akan keserakahan Budi
Susanto sebagai Direktur PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) untuk
memenangankan tender pengadaan simulator SIM yang nyatanya adalah perusahaan
PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) tidak memiliki kemampuan untuk
dalam pembuatan Riding Simulator dan Driving Simulator. Sehingga pada akhirnya
pengadaan barang diberikan kepada PT ITI (Inovasi Teknologi Indonesia) yang
dipilih sebagai subkontraktor dan Direktur PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo
Abadi) yaitu Budi Susanto mengambil keuantungan akan kemenangan tender
tersebut.

13
C. Rasionalisasi
Rasionalisasi (Rationalization) merupakan suatu keadaan mencari pembenaran
sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran sebenarnya
merupakan bagian yang harus ada dari kejahatan itu sendiri, bahkan merupakan
bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan.
Pada kasus simulator SIM yang terlibat dalam pengadaan barang simulator
SIM tersebut yaitu Irjen (Pol) Djoko Susilo sebagai Kepala Korps Lalu Lintas,
keterlibatan tersebut membuat para pelaku seperti Budi Susanto berfikir rasional
bahwa proyek simulator SIM akan berjalan dengan baik ketika tender diatur
sedemikian rupa untuk kemengan PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) dan
pada saat dilakukan penyuapan kepada Djoko Susilo, hal itu merupakan biasa karena
sebagai tanda terimakasih atas kemenangan tender untuk PT CMMA (Citra Mandiri
Metalindo Abadi).
2. Skema Fraud
Berdasarkan latar belakang kasus simulator SIM yang dikaitkan dengan tiga
komponen utama dalam katogori Skema Fraud (Fraud Tree) yaitu Korupsi,
Penyalahgunaan Aset, dan Laporan Keuangan dapat ditarik kesimpulan bahwa kasus
simulator SIM tersebut tergolong dalam komponen Korupsi.

 Konflik Kepentingan
Pada kasus simulator SIM, berdasarkan majalah tempo yang berjudul
“SIMSALABIM SIMULATOR SIM” menurut pengakuan Sukotjo S. Bambang,
Direktur PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi) yaitu Budi Susanto melakukan
lobi-lobi (konflik kepentingan) untuk kemenangan tender perusahaanya, yang telah
diatur sedemikian rupa dengan cara menyiapkan empat dokumen pesaing sebagai
syarat prosedur yang telah ditetapkan.

 Penyuapan (Bribery)
Pada kasus simulator SIM, berdasarkan majalah tempo yang berjudul
“SIMSALABIM SIMULATOR SIM” menurut pengakuan Sukotjo S. Bambang
dalam kemenangan tender untuk PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi)
Direktur perusahaan yaitu Budi Susanto menyuap Irjen (Pol) Djoko Susilo yang
pada saat itu masih sebagai Kepala Korps Lalu Lintas dengan cara memasukan uang
sebesar Rp 2 Miliar ke dalam kardus yang telah disiapkan dan menyuruh Sukotjo S.
Bambang untuk mengantarkannya langsung ke kantor Korps Lalu Lintas.

3. Red Flags

14
Red flags merupakan suatu indikasi atau tanda-tanda seseorang melakukan
fraud. Pada dasarnya ketika fraud terjadi, ada jejak-jejak kriminal dan sisa-sisa
kejahatan yang ditinggal oleh pelaku fraud.
 Red Flags Skema Konflik Kepentingan
Pada kasus simulator SIM. Berdasarkan majalah tempo yang berjudul
“SIMSALABIM SIMULATOR SIM” menurut pengakuan Sukotjo S. Bambang,
melalui kedekatan antara Budi Susanto sebagai Direktur PT CMMA (Citra Mandiri
Metalindo Abadi) dengan Irjen (Pol) Djoko Susilo sebagai Kepala Korps Lalu Lintas
untuk tender pengadaan barang simulasi SIM akhirnya diberikan Djoko Susilo
kepada Budi Susanto. Oleh karna itu, red flags skema konflik kepentingan dalam
kasus simulator SIM yaitu hubungan yang baik antara Budi Susanto dengan Djoko
Susilo.

4. Penilaian Resiko Fraud


Suatu proses indetifikasi, analiysis, dan evaluasi atas kerentanan suatu
organisasi dalam menghadapi resiko kecurangan sebelum terjadinya fraud.
 Penilaian Faktor Internal
Kasus proyek pengadaan barang simulator SIM merupakan kegagalan faktor
internal instansi pemerintahan khususnya POLRI dalam menciptakan budaya jujur
dan orientasi yang tidak memadai untuk memahami isu-isu tentang hukum, etika,
penipuan serta keamanaan. Kegagalan faktor internal pemerintahan khususnya
POLRI dalam pengambilan keputusan pada permasalahan pengadaan barang
simulator SIM serta melobi suatu kepentingan untuk kemenangan tender,
menyebabkan pelaku koruptor mengambil jalan tercepat dengan menyuap (bribery).
Sehingga hal tersebut, menyebabkan kegagalan dalam menciptakan budaya jujur
dengan baik pada internal instanasi pemerintahan.

5. Pencegahan Fraud (Fraud Prevention)


Berdasarkan kasus proyek simulator SIM, salah cara terbaik untuk pencegahan
fraud tindak pidana kriminal korupsi sehingga tidak terjadi hal yang serupa
dikemudian hari yaitu meningkatkan persepsi deteksi atau “takut ketahuan”.
 Pengawasan (Surveillance)
Pada kasus proyek pengadaan barang simulator SIM tahapan korupsi
dilakukan sejak dalam melobi-lobi kepentingan untuk kemenangan tender PT
CMMA (Citra Mandiri Metalindo Abadi). Hal tersebut, mengindentifikasikan
kurangnya pengawasan yang baik dalam kasus proyek pengadaan barang simulator
SIM. Dalam pengawasan birokrasi terdiri dari 2 bentuk pengawasan, yaitu pengawas
internal dan pengawasan eksternal. Pengawas internal yaitu teridiri dari Badan
15
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Kementerian Pemberdayaan
Aparatur Negara (MENPAN), selanjutnya pengawas eksternal yaitu terdiri dari
Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Oleh karna itu, badan pengawas tersebut harus lebih
baik lagi memberikan jaminan keyakinan terhadap publik untuk kasus simulator
SIM melalui sebuah pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor eksternal birokerasi,
dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sehingga kasus simulator SIM tidak terulang kembali.
 Anonymous Tips
Anonymous tips merupakan kegiatan pencegahan yang ketika siapa pun
melihat seseuatu yang mencurgikan atau terindikasi dalam melakukan fraud dapat
melaporkannya. Pada kasus proyek pengadaan barang simulator SIM untuk
anonymous tips telah diterapkan dengan baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), ketua umum KPK Abraham Samad menerima informasi terkait kasus proyek
pengadaan barang simulator SIM pada Januari 2012 oleh Sukotjo S. Bambang yang
langsung dilakukan menyidikan secara mendalam. Begitu halnya dengan
Kabareskrim POLRI pada saat publik dikejutkan dengan berita Majalah Tempo
tanggal 29 April 2012 hal 35 sampai dengan hal 38 tentang “SIMSALABIM
SIMULATOR SIM” memerintahkan untuk langsung melakukan penyelidikan
terhadap informasi yang dimuat dalam berita Majalah Tempo tersebut dan
memanggil 33 orang yang dinilai mengetahui tentang pengadaan simulator peraga
SIM kendaraan roda 2 maupun roda 4 tersebut.

6. Penuntutan
Penuntutan merupakan sesuatu kegiatan ketika seseorang telah ditetapkan
sebagai tersangka harus di tuntut seadil-adilnya dan dijatuhkan hukuman yang
sangat berat sehingga tidak terjadi kasus proyek simulator SIM terulang kembali
dikemudian hari. Hukuman Irjen (Pol) Djoko Susilo terbukti di vonis kurungan
penjara selama 18 tahun dengan membayar denda sebesar Rp 1 Miliar, namun vonis
didapatkan oleh Irjen (Pol) Djoko Susilo tersebut tidak diikuti dengan Budi Susanto
yang hanya di vonis 8 tahun kurungan penjara dengan denda sebesar Rp 500 Juta
serta membayar uang pengganti senilai Rp 17,3 Miliar, Brigjen Didik Purnomo di
vonis kurungan penjara selama 5 tahun kurungan penjara dengan membayar denda
sebesar Rp 250 Juta, dan Sukotjo S. Bambang di vonis 4 tahun kurungan penjara
dengan denda sebesar Rp 200 Juta.

16
7. Medeteksi Fraud
Medeteksi fraud merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi suatu
kecurangan (fraud) yang telah melanggar tindak pidana peraturan perundang-
undangan yang ada. Pada kasus simulator SIM dalam medeteksi suatu kecurangan
(fraud) dalam pelanggaran tindak pidana peraturan perundang-undangan penyidik
ahli seperti akuntansi forensik, penyidik POLRI dan atau penyidik KPK dapat
melakukan yaitu:
- Menginvestigasi hubungan istimewa diluar pekerjaan antara Irjen (Pol) Djoko
Susilo sebagai Kepala Korps Lalu Lintas, Brigjen Didik Purnomo sebagai
pejabat pembuat komitmen, Direktur PT CMMA (Citra Mandiri Metalindo
Abadi) Budi Susanto, dan Sukotjo S. Bambang Direktur PT ITI (Inovasi
Teknologi Indonesia) sebagai subkontraktor PT CMMA dalam pengadaan barang
simulator SIM.
- Menginvestigasi suatu kontrak dan persetujuan antara PT CMMA (Citra Mandiri
Metalindo Abadi) sebagai penyedia pengadaan barang simulator SIM dengan
pihak POLRI sebagai pemberi kontrak pengadaan barang simulator SIM.
- Mengivestigasi transaksi pihak-pihak terkait dan meninjau tidak adanya
hubungan dalam transaksi yang di sembunyikan seperti transaksi dalam
pengadaan barang simulator SIM antara Direktur PT CMMA (Citra Mandiri
Metalindo Abadi) Budi Susanto dengan Sukotjo S. Bambang Direktur PT ITI
(Inovasi Teknologi Indonesia) sebagai subkontraktor PT CMMA.

17

Anda mungkin juga menyukai