oleh:
Kezia Nuansa Aprilia
18/432430/pek/23075
Fahmia
B. Fraud Prevention
Pencegahan fraud merupakan solusi yang paling efektif dari segi biaya, terutama untuk
mengurangi dampak kerugian akibat terjadinya fraud. Pelaku fraud akan kewalahan
menghadapi akibat dari melakukan fraud, mulai dari mendapat penghinaan dan rasa malu dari
lingkungannya. Selain itu, pelaku fraud akan berhadapan dengan konsekuensi legal, seperti
membayar restitusi dan mendapat pinalti dari tempatnya bekerja maupun konsekuensi legal
lain yang dapat memberi efek jera pada si pelaku. Upaya-upaya pencegahan fraud apabila
dilakukan secara proaktif dalam organisasi, akan membuat pelaku fraud berpikir ulang untuk
melakukan tindakannya.
Upaya pencegahan fraud yang efektif meliputi:
1. Menciptakan budaya jujur dan beretika tinggi
a) Tone at the Top (Proper Modeling)
Nilai kejujuran seseorang dapat diperkuat dengan contoh yang tepat.
Manajemen perlu mempelajari perilaku yang menyebabkan seseorang menjadi
tidak jujur. Selain itu, manajemen patut memberikan contoh etika yang baik
agar ditiru oleh bawahannya.
b) Mempekerjakan karyawan yang tepat
Tidak semua individu memiliki sifat jujur dan etika yang baik. Oleh
karena itu, organisasi perlu membuat prosedur perekrutan yang proaktif. Hal ini
guna menghindari fraud yang mungkin akan dilakukan si calon karyawan.
Dalam mencegah fraud harus diimbangi dengan kebijakan perekrutan karyawan
yang efektif terutama untuk posisi yang berisiko tinggi.
Penelitian terkini memberikan pandangan pada organisasi untuk
melakukan analisis yang menyebabkan orang tidak beretika dengan Ethical
Maturity Model, sebagai berikut:
Level 1 (fondasi) Personal Ethical Understanding: merupakan batasan-
batasan etika dasar yang harus dimiliki oleh seseorang seperti
kemampuan membedakan benar dan salah, dapat berlaku adil, memiliki
integritas, dan sifat jujur.
Level 2 Application of Ethics to Business Situations: dalam situasi bisnis
tertentu seseorang akan mendapat tawaran untuk mengubah angka
dalam laporan keuangan untuk mencuri kas perusahaan maupun
mengungkapkan perilaku yang tidak pantas untuk diamati.
Level 3 Ethical Courage: merupakan kemampuan seseorang untuk
memiliki kekuatan dan keyakinan untuk bertindak tepat dalam situasi
maupun kondisi yang sulit.
Level 4 Ethical Leadership: pada level ini seseorang berusaha untuk
menanamkan keinginan mengembangkan kesadaran dan keberanian etis
orang lain.
Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja dan akan sulit dicegah apabila fraud dilakukan
oleh pucuk pimpinan maupun pemilik perusahaan. Kondisi ini perlu dipertimbangkan
organisasi untuk melakukan pencegahan dan pengendalian detektif. Tujuan pengendalian
adalah untuk mencegah fraud terjadi sedangkan pengendalian detektif untuk menangkap fraud
secara dini sebelum fraud menjadi lebih besar.
Upaya pendeteksian fraud berfungsi untuk menangkap fraud yang telah maupun sedang
terjadi. Deteksi fraud tidak melibatkan upaya prosedur investigasi untuk menentukan motivasi,
metode penggelapan, elemen lain yang menunjukkan perilaku tidak jujur. Deteksi fraud
seringkali dimulai dengan identifikasi gejala, indikator, atau red flag yang menunjukkan
terjadinya fraud. Terdapat tiga upaya utama untuk mendeteksi fraud, yaitu 1) ada kesempatan,
2) menyediakan cara agar orang dapat melaporkan kecurigaan akan terjadinya fraud, 3)
memeriksa catatan transaksi dan dokumen untuk menemukan adanya anomali akuntansi.
Saat ini, organisasi menerapkan inisiatif karyawan, rekan kerja, maupun umum untuk
mendeteksi fraud secara proaktif yang disebut dengan whistle blowing systems. Cara proaktif
lainnya ditempuh dengan menganalisis data dan transaksi mencurigakan. Beberapa organisasi
bahkan telah mengidentifikasi berbagai modus fraud dan melacaknya melalui sistem
terkomputerisasi.
C. Fraud Investigation
Terdapat beberapa alasan auditor harus melakukan investigasi terhadap fraud, yaitu
1) pemegang saham perusahaan dapat mengalami kerugian, 2) auditor gagal menemukan
overstatement dalam laporan keuangan yang dapat menggiring mereka ke tindakan hukum,
3) overstatement atas pendapatan perusahaan akan membawa masalah serius bagi integritas
manajemen yang dapat membuat perusahaan tidak dapat diaudit.
Situasi-situasu di atas mengarahkan akuntan forensik menyusun predication.
Predication mengacu pada keadaan yang mengarahkan professional secara masuk akal
bahwa fraud telah, sedang, atau akan terjadi. Investigasi fraud tidak dapat dilakukan tanpa
adanya predication karena membantu untuk menentukan apakah fraud benar-benar terjadi
serta siapa, mengapa, bagaimana, kapan, dan dimana penipuan terjadi. Tujuan dari
investigasi untuk menemukan kebenaran dengan menentukan gejala adanya fraud maupun
kesalahan yang tidak disengaja atau faktor-faktor lain.
Pendekatan pertama dalam investigasi fraud diklasifikasikan sesuai dengan jenis
bukti yang dihasilkan atau sesuai dengan unsur-unsur fraud:
1. Bukti kesaksian: bukti ini dikumpulkan dari individu-individu dengan cara wawancara,
interogasi, dan tes kejujuran.
2. Bukti dokumentasi: dikumpulkan melalui komputer maupun sumber tertulis lainnya
dengan data mining, audit, pencarian menggunakan komputer, analisis laporan
keuangan, catatan publik.
3. Bukti fisik: bukti ini meliputi jejak sidik jari, properti yang dicuri, dan bukti-bukti yang
nampak lainnya. Untuk mengumpulkan bukti fisik ini dibutuhkan analisis forensik yang
dilakukan oleh ahli forensik.
4. Pengamatan pribadi: melibatkan panca indra dari investigator.
Pendekatan kedua untuk investigasi fraud adalah fokus kepada dua segitiga fraud
yang berbeda. Berfokus pada motivasi, investigator akan memfokuskan pada segitiga
motivasi fraud sedangkan untuk segitiga elemen fraud sedikit lebih rumit.
Theft Act: metode investigasi yang melibatkan usaha untuk menangkap pelaku
penggelapan atau dengan mengumpulkan informasi terkait aksi-aksi pencurian.
Concealment: metode investigasi yang berfokus pada catatan, dokumen, program
komputer, server, dan tempat lainnya yang memungkinkan pelaku menutupi atau
menyembunyikan tindakannya.
Conversion: metode investigasi yang melibatkan pencarian cara pelaku mengubah hasil
curiannya ke dalam bentuk aset.