Anda di halaman 1dari 8

RESUME

AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGASI

CHAPTER 3 FIGHTING FRAUD: AN OVERVIEW


CHAPTER 4 PREVENTING FRAUD

oleh:
Kezia Nuansa Aprilia
18/432430/pek/23075

Fahmia

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
Chapter 3 Fighting Fraud: An Overview
A. Cara Organisasi Melawan Tindakan Fraud
Dalam melawan fraud, terdapat empat (4) aktivitas yang dapat dilakukan untuk mencegah
atau memitigasi risiko akibat fraud, antara lain:
1. Fraud Prevention
2. Fraud Detection
3. Fraud Investigation
4. Follow-up with Legal Action

B. Fraud Prevention
Pencegahan fraud merupakan solusi yang paling efektif dari segi biaya, terutama untuk
mengurangi dampak kerugian akibat terjadinya fraud. Pelaku fraud akan kewalahan
menghadapi akibat dari melakukan fraud, mulai dari mendapat penghinaan dan rasa malu dari
lingkungannya. Selain itu, pelaku fraud akan berhadapan dengan konsekuensi legal, seperti
membayar restitusi dan mendapat pinalti dari tempatnya bekerja maupun konsekuensi legal
lain yang dapat memberi efek jera pada si pelaku. Upaya-upaya pencegahan fraud apabila
dilakukan secara proaktif dalam organisasi, akan membuat pelaku fraud berpikir ulang untuk
melakukan tindakannya.
Upaya pencegahan fraud yang efektif meliputi:
1. Menciptakan budaya jujur dan beretika tinggi
a) Tone at the Top (Proper Modeling)
Nilai kejujuran seseorang dapat diperkuat dengan contoh yang tepat.
Manajemen perlu mempelajari perilaku yang menyebabkan seseorang menjadi
tidak jujur. Selain itu, manajemen patut memberikan contoh etika yang baik
agar ditiru oleh bawahannya.
b) Mempekerjakan karyawan yang tepat
Tidak semua individu memiliki sifat jujur dan etika yang baik. Oleh
karena itu, organisasi perlu membuat prosedur perekrutan yang proaktif. Hal ini
guna menghindari fraud yang mungkin akan dilakukan si calon karyawan.
Dalam mencegah fraud harus diimbangi dengan kebijakan perekrutan karyawan
yang efektif terutama untuk posisi yang berisiko tinggi.
Penelitian terkini memberikan pandangan pada organisasi untuk
melakukan analisis yang menyebabkan orang tidak beretika dengan Ethical
Maturity Model, sebagai berikut:
 Level 1 (fondasi) Personal Ethical Understanding: merupakan batasan-
batasan etika dasar yang harus dimiliki oleh seseorang seperti
kemampuan membedakan benar dan salah, dapat berlaku adil, memiliki
integritas, dan sifat jujur.
 Level 2 Application of Ethics to Business Situations: dalam situasi bisnis
tertentu seseorang akan mendapat tawaran untuk mengubah angka
dalam laporan keuangan untuk mencuri kas perusahaan maupun
mengungkapkan perilaku yang tidak pantas untuk diamati.
 Level 3 Ethical Courage: merupakan kemampuan seseorang untuk
memiliki kekuatan dan keyakinan untuk bertindak tepat dalam situasi
maupun kondisi yang sulit.
 Level 4 Ethical Leadership: pada level ini seseorang berusaha untuk
menanamkan keinginan mengembangkan kesadaran dan keberanian etis
orang lain.

c) Mengkomunikasikan harapan akan kejujuran dan integritas


Elemen ketiga ini dapat dilakukan dengan cara mengidendifikasi dan
mengkodifikasi sesuai nilai-nilai dan etika, pelatihan kesadaran tentang fraud
yang membantu karyawan memahami potensi masalah fraud,
mengkomunikasian harapan perusahaan secara konsisten dan hukuman yang
akan diterima apabila melanggar.
Perusahaan perlu memiiki kode etik yang berfungsi sebagai panduan
agar setiap individu yang berhubunga dengan perusahaan bertindak secara etis
saat melakukan pekerjaan. Agar kode etik ini dipatuhi dan efektif, perlu
dikomunikasikan kepada karyawan, vendor, maupun konsumen. Kode etik
tersebut juga perlu dikembangkan dengan melibatkan manajemen dan karyawan
agar mereka dapat mengkonfirmasi bahwa mereka mengerti ekspektasi
perusahaan.
d) Menciptakan lingkungan kerja yang positif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraud jarng terjadi apabila
karyawan memiliki perasaan positif tentang organisasi dan rasa memiliki
organisasi, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan lingkungan kerja
tidak positif, yaitu:
 Manajemen puncak yang tidak peduli atau terlalu memperhatikan
perilaku karyawan
 Respon negatif atau kurangnya pengakuan akan kinerja atas pekerjaan
 Persepsi mengenai ketidakadilan yang dirasakan dalam organisasi
 Manajemen yang otokratis dan tidak partisipatif
 Loyalitas organisasi yang rendah
 Ekspektasi anggaran yang tidak masuk aka;
 Upag gaji rendah yang tidak realistis
 Pelatihan yang buruk dan peluang promosi
 Omset tinggi atau absensi
 Kurangnya tanggung jawab organisasi yang jelas
 Komunikasi yang buruk dalam organisasi
e) Menangani fraud dan pelaku fraud secara tepat
Fraud tetap dapat terjadi meskipun organisasi sudah menerapkan upaya
pencegahan fraud dengan baik. Cara organisasi bereaksi terhadap fraud
menunjukkan bagaimana organisasi menyikapi permasalahan di kemudian hari.
Setiap organisasi harus memiliki kebijakan yang berkaitan dengan fraud untuk
menentukan pencegahan, deteksi, investigasi, bagaimana fraud ditangani secara
hukum, dan edukasi penting terkait fraud.
2. Menilai dan memitigasi risiko fraud
Organisasi dapat mengeliminasi kesempatan untuk melakukan fraud dengan
cara:
 Mengidentifikasi, sumber, dan mengukur risiko fraud yang berarti organisasi
harus memiliki proses untuk menentukan risiko fraud, mengevaluasi, dan
menguji alat yang digunakan untuk mengendalikan risiko tersebut.
 Mengimplementasikan upaya pencegahan yang tepat dan pengendalian detektif
untuk memitigasi risiko
 Menciptakan pemantauan karyawan secara luas
 Memiliki internal dan eksternal auditor untuk menjalankan fungsi pemeriksaan
independen
Ketika organisasi sudah melakukan penilaian risiko fraud, organisasi akan
lebih mudah untuk mengidentifikasi proses, pengendalian, dan prosedur lainnya yang
dibutuhkan untuk memitigasi risiko yang berhasil diidentifikasi.
Beberapa riset terdahulu menunjukkan bahwa fraud justru lebih sering
dideteksi oleh manajer dan karyawan, bukan oleh auditor. Manajemen dan karyawan
merupakan individu yang langsung berinteraksi dengan pelaku fraud sehingga dapat
dengan muda mengamati perubahan gaya hidup, perilaku, catatan keuangan, dan
sebagainya yang dapat mengindikasikan bahwa fraud mungkin sedang terjadi. Oleh
karena itu, manajer dan karyawan perlu mendapatkan pelatihan untuk mengenali gejala
fraud. Organisasi dapat melibatkan karyawan dalam aktivitas monitoring agar
karyawan dapat melaporkan orang yang dicurigai tengah melakukan fraud. Keberanian
karyawan tersebut perlu diapresiasi perusahaan dengan memberikan penghargaan dan
perlindungan.
B. Fraud Detection
Fraud dimulai dengan mengambil aset perusahaan dalam jumlah kecil kemudian
pelaku fraud mulai mengambil aset dalam jumlah yang lebih besar dan terus berlanjut apabila
tidak ketahuan. Faktor tidak ketahuan ini menyebabkan pelaku fraud semakin serakah mencuri
aset perusahaan. Namun, ketika perusahaan tengah diaudit, pelaku fraud akan menghentikan
aktivitas mencurinya selama beberapa saat. Sesaat setelah auditor menyelesaikan tugas
auditnya, pelaku fraud akan menguji sistem untuk memastikan bahwa aksinya tidak dapat
dideteksi oleh auditor. Pelaku fraud juga akan memanipulasi proses dalam sistem yang
sekiranya dapat mengungkapkan aksinya. Setelah memastikan bahwa sistem aman, pelaku
fraud akan kembali mencuri aset perusahaan dalam jumlah besar. Hal ini ditunjukkan pada
tabel berikut:

Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja dan akan sulit dicegah apabila fraud dilakukan
oleh pucuk pimpinan maupun pemilik perusahaan. Kondisi ini perlu dipertimbangkan
organisasi untuk melakukan pencegahan dan pengendalian detektif. Tujuan pengendalian
adalah untuk mencegah fraud terjadi sedangkan pengendalian detektif untuk menangkap fraud
secara dini sebelum fraud menjadi lebih besar.
Upaya pendeteksian fraud berfungsi untuk menangkap fraud yang telah maupun sedang
terjadi. Deteksi fraud tidak melibatkan upaya prosedur investigasi untuk menentukan motivasi,
metode penggelapan, elemen lain yang menunjukkan perilaku tidak jujur. Deteksi fraud
seringkali dimulai dengan identifikasi gejala, indikator, atau red flag yang menunjukkan
terjadinya fraud. Terdapat tiga upaya utama untuk mendeteksi fraud, yaitu 1) ada kesempatan,
2) menyediakan cara agar orang dapat melaporkan kecurigaan akan terjadinya fraud, 3)
memeriksa catatan transaksi dan dokumen untuk menemukan adanya anomali akuntansi.
Saat ini, organisasi menerapkan inisiatif karyawan, rekan kerja, maupun umum untuk
mendeteksi fraud secara proaktif yang disebut dengan whistle blowing systems. Cara proaktif
lainnya ditempuh dengan menganalisis data dan transaksi mencurigakan. Beberapa organisasi
bahkan telah mengidentifikasi berbagai modus fraud dan melacaknya melalui sistem
terkomputerisasi.
C. Fraud Investigation
Terdapat beberapa alasan auditor harus melakukan investigasi terhadap fraud, yaitu
1) pemegang saham perusahaan dapat mengalami kerugian, 2) auditor gagal menemukan
overstatement dalam laporan keuangan yang dapat menggiring mereka ke tindakan hukum,
3) overstatement atas pendapatan perusahaan akan membawa masalah serius bagi integritas
manajemen yang dapat membuat perusahaan tidak dapat diaudit.
Situasi-situasu di atas mengarahkan akuntan forensik menyusun predication.
Predication mengacu pada keadaan yang mengarahkan professional secara masuk akal
bahwa fraud telah, sedang, atau akan terjadi. Investigasi fraud tidak dapat dilakukan tanpa
adanya predication karena membantu untuk menentukan apakah fraud benar-benar terjadi
serta siapa, mengapa, bagaimana, kapan, dan dimana penipuan terjadi. Tujuan dari
investigasi untuk menemukan kebenaran dengan menentukan gejala adanya fraud maupun
kesalahan yang tidak disengaja atau faktor-faktor lain.
Pendekatan pertama dalam investigasi fraud diklasifikasikan sesuai dengan jenis
bukti yang dihasilkan atau sesuai dengan unsur-unsur fraud:
1. Bukti kesaksian: bukti ini dikumpulkan dari individu-individu dengan cara wawancara,
interogasi, dan tes kejujuran.
2. Bukti dokumentasi: dikumpulkan melalui komputer maupun sumber tertulis lainnya
dengan data mining, audit, pencarian menggunakan komputer, analisis laporan
keuangan, catatan publik.
3. Bukti fisik: bukti ini meliputi jejak sidik jari, properti yang dicuri, dan bukti-bukti yang
nampak lainnya. Untuk mengumpulkan bukti fisik ini dibutuhkan analisis forensik yang
dilakukan oleh ahli forensik.
4. Pengamatan pribadi: melibatkan panca indra dari investigator.

Pendekatan kedua untuk investigasi fraud adalah fokus kepada dua segitiga fraud
yang berbeda. Berfokus pada motivasi, investigator akan memfokuskan pada segitiga
motivasi fraud sedangkan untuk segitiga elemen fraud sedikit lebih rumit.
 Theft Act: metode investigasi yang melibatkan usaha untuk menangkap pelaku
penggelapan atau dengan mengumpulkan informasi terkait aksi-aksi pencurian.
 Concealment: metode investigasi yang berfokus pada catatan, dokumen, program
komputer, server, dan tempat lainnya yang memungkinkan pelaku menutupi atau
menyembunyikan tindakannya.
 Conversion: metode investigasi yang melibatkan pencarian cara pelaku mengubah hasil
curiannya ke dalam bentuk aset.

D. Tindak Lanjut Tindakan Hukum


Perusahaan sebaiknya mengambil tindakan tegas untuk menangani fraud. Sebagian
besar organisasi akan membuat satu dari tiga pilihan untuk menindak pelaku fraud (1) tidak
mengambil tindakan hukum, (2) penyelesaian secara sipil, (3) penyelesaian dengan tindak
pidana untuk para pelaku.
Tindakan penyelesaian secara sipil dimaksudkan untuk mengembalikan atau mengatasi
aset maupun kas yang dicuri oleh pelaku. Namun masalahnya, pelaku pencurian seringkali
sudah menghabiskan uang yang ia curi dari perusahaan. Sedangkan untuk tindakan criminal,
perusahaan perlu menyelesaikannya dengan bantuan penegakan hukum atau melalui badan
hukum. Hukuman yang didapat pelaku pencurian bisa berupa denda, hukuman penjara, atau
keduanya.

SHORT CASE NO. 1


1. Elemen-elemen penting yang menjadi faktor kunci dalam menciptakan suasana jujur
dan beretika tinggi yang perlu dikembangkan di perusahaan Long Range Builders
adalah:
 Memiliki top manajemen dengan perilaku yang tepat (sesuai) agar dapat
menjadi contoh bagi jajaran manajemen di bawahnya dan setiap karyawan
dalam perusahaan
 Mempekerjakan karyawan yang tepat untuk tiap-tiap posisi dalam perusahaan
 Mengkomunikasikan ekspektasi perusahaan dan melakukan konfirmasi berkala
pada karyawan mengenai ekspektasi perusahaan agar mendapatkan evaluasi
 Menciptakan lingkungan kerja yang positif
 Mengembangkan kebijakan yang efektif untuk menangani kasus-kasus fraud
yang terjadi
2. Cara mengimplementasikan elemen-elemen di atas adalah
 Karyawan perlu menerima dan memahami kebijakan perusahaan dan memilih
model perilaku yang tepat yang harus ada dalam organisasi
 Perusahaan perlu melakukan pemeriksaan latar belakang dan potensi yang
dimiliki oleh karyawannya
 Perusahaan perlu mengkomuikasikan kode etik perusahaan pada karyawan
dengan jelas
 Manajemen perlu mengambil langkah-langkah penting yang berguna untuk
menciptakan lingkungan kerja yang positif
 Manajemen mengkomunikasikan pada setiap karyawan bahwa fraud tidak dapat
ditolerir. Selain itu, manajemen harus dapat menangani fraud secara efektif dan
efisien agar fraud tidak terjadi lagi.
SHORT CASE 2
Fraud prevention dirasa lebih efektif dari segi biaya daripada fraud detection dan fraud
investigation karena deteksi dan investigasi fraud dilakukan setelah fraud terjadi dan
menimbulkan kerugian materiil/non-materiil bagi perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan
membutuhkan usaha yang lebih besar untuk mengatasi kerugian akibat fraud yang terjadi,
mulai dari waktu, citra negatif bagi perusahaan, fee yang dikeluarkan untuk menjalankan proses
hukum, dan lain-lain.
Berbeda dengan perusahaan yang sedari awal sudah menjalankan fraud prevention
secara proaktif. Fraud prevention dapat memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh fraud dan
dapat mendeteksi red flag (symptom) lebih dini sehingga fraud dapat dicegah.
SHORT CASE 6
Etika dapat dipelajari oleh setiap mahasiswa dengan diskusi-diskusi terkait dengan
aspek etika dalam bisnis. Beberapa mata kuliah, mencoba menggali kemampuan
mahasiswanya dalam mempersepsikan kasus etika. Bahkan, beberapa buku yang menunjang
perkuliahan juga membahas teori dan kasus-kasus etika. Namun, permasalahannya setiap
mahasiswa memiliki pandangan yang berbeda dalam menghadapi dilema etis. Oleh karena itu,
memahami dan mempelajari isu-isu etika akan lebih berpengaruh ketika individu berhadapan
langsung dengan dilema etika tersebut melalui pengalaman hidup dan edukasi dalam keluarga
maupun pendidikan formal.

Anda mungkin juga menyukai