Anda di halaman 1dari 16

Positive Accounting

Theory (PAT)
Kelompok 3
Kelompok 3
Anggota Kelompok:

1. Fatmawati (C1C021042)
2. Mochamad Fajar Arianto (C1C021047)
3. Dani Yuwan Rahman (C1C021103)
4. Adellia Husna (C1C021015)
5. Nuke Diana Chaerani (C1C021012)
6. Meutia Khairani (C1C021056)
7. Melani Andhi Rahayu (C1C021034)
8. Najma Nazihatul Faizah Ainy (C1C021085)
Positive Accounting Theory
(Teori Akuntansi Positif)
Riset Akuntansi positif pertama kali dilakukan oleh William H. Beaver (1968) dengan terbitnya artikel yang
berjudul “The Information Content of Annual Earnings Announcements”. Selanjutnya Positive Accounting
Theory diakui kemunculannya ketika Watts dan Zimmerman mempublikasikan artikelnya yang berjudul
“Towards a Positive Theory of The Determination of Accounting Standard” pada tahun 1978. Artikel tersebut
telah menjadikan teori akuntansi positif sebagai paradigma riset akuntansi yang dominan yang berbasis
empiris kualitatif dan dapat digunakan untuk menjustifikasi berbagai teknik atau metode akuntansi yang
sekarang digunakan atau mencari model baru untuk pengembangan teori akuntansi dikemudian hari.

Tujuan teori akuntansi positif adalah untuk menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to predict) praktik
akuntansi. Penjelasan berarti memberikan alasan-alasan terhadap praktik yang diamati. Sedangkan prediksi
terhadap praktik akuntansi berarti teori berusaha memprediksi berbagai fenomena yang belum dijalankan.
Jadi, teori merupakan pernyataan-pernyataan tentang hubungan logis (logical relationship) antara variabel
atau perilaku variabel-variabel alam atau sosial yang dapat digunakan untuk menjelaskan (explanation) dan
memprediksi (prediction ) berbagai phenomena tersebut.
3 alasan mendasar terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif :
1. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris, karena didasarkan pada premis
atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat diuji keabsahannya secara empiris.
2. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara individual daripada
kemakmuran masyarakat luas.
3. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber daya ekonomi secara
optimal di pasar modal. Hal ini mengingat bahwa dalam sistem perekonomian yang mendasarkan pada
mekanisme pasar, informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali bagi masyarakat dalam mengalokasi
sumber daya ekonomi secara efisien.

Kontribusi teori akuntansi positif terhadap perkembangan akuntansi :


1. Menghasilkan pola sistematik dalam pilihan akuntansi dan memberikan penjelasan spesifik terhadap pola
tersebut
2. Memberikan kerangka yang jelas dalam memahami akuntansi
3. Menunjukkan peran utama contracting cost dalam teori akuntansi
4. Menjelaskan mengapa akuntansi digunakan dan memberikan kerangka dalam memprediksi pilihan-pilihan
akuntansi
5. Mendorong riset yang relevan dimana akuntansi menekankan pada prediksi dan penjelasan terhadap
fenomena akuntansi.
Contoh dari Teori Akuntansi Positif
Praktik akuntansi atau sering disebut Creative Accounting
dan Income Smoothing

Creative Accounting

● Gambaran mengenai perilaku manajemen dalam penyusunan laporan


keuangan kegiatan usahanya yang cenderung ada kehendak untuk mengatur
dana keuangan yang dilaporkan pada suatu periode.
● Amat (2003), istilah creative accounting mengarah pada income smoothing,
earning management, dan earning smoothing.
● Herman dan Inou (1996), negara yang menggunakan sistem akuntansi
konservatif maka efek income smoothing lebih terlihat akibat dari regulasi
kumulatif.
Contoh dari Teori Akuntansi Positif
Creative Accounting Earning Management

Kegiatan yang dilakukan manajer atau pembuat Pilihan standar akuntansi oleh manajer
laporan keuangan dengan memodifikasi laporan yang berfokus pada kebijakan akuntansi,
keuangan sedemikian rupa, tetapi tidak bertujuan untuk kepentingan pribadi
bertentangan dengan standar akuntansi, manajer serta organisasi
menampilkan laba perusahaan sesuai keinginan

Kesimpulan

Dalam pandangan teori akuntansi positif creative


accounting tidak dipermasalahkan selama tidak
bertentangan dengan standar akuntansi
Bonus Plan Hypothesis
❏ manajer dari perusahaan yang memiliki kebijakan bonus akan cenderung memilih
prosedur yang mengalihkan laba dari periode mendatang ke periode berjalan
(income smoothing)
❏ Semakin tinggi laba yang dicapai, maka semakin tinggi pula kompensasi yang
akan diterima.
❏ cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memaksimalkan gajinya,
misalnya dengan metode akrual
❏ Hipotesis ini tidak selalu memberikan insentif yang positif pada manajer untuk
meningkatkan laba.
Contoh
Dari bonus plan hypothesis

Contoh dari bonus plan hypothesis terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Risa Dewi A’ishya dan Mekani
Vestari dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Bonus Plan, Debt Covenant, Political Cost, dan Litigation Risk
Terhadap Konservatisme Akuntansi Pasca Konvergensi International Financial Reporting Standard” mereka meneliti
pengaruh dari bonus plan pada 20 perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI periode 2012-2016. Dapat disimpulkan
dari penelitian yang dilakukan bahwa bonus plan berpengaruh negatif pada konservatisme dimana kompensasi
bonus yang diperoleh pihak manajemen memotivasi para manajer untuk meningkatkan laba sehingga bonus yang
mereka harapkan dapat terpenuhi. Dengan demikian kinerja pihak manajemen akan dinilai baik dengan pencapaian
target laba tersebut.
Hasil penelitian ini mendukung agency theory, yang menyatakan bahwa adanya kebijakan
bonus plan yang mendorong penurunan nilai dari konservatisme dilatarbelakangi oleh
adanya konflik kepentingan diantara mereka dalam upaya untuk dapat memaksimalkan
kepentingan masing-masing pihak.Hal ini berlawanan dengan prinsip konservatisme
yaitu sikap hati-hati di dalam mengakui laba.
Debt
Covenant ? Debt covenant hypothesis menjelaskan
bahwa manajer perusahaan
menginginkan peningkatan laba dan
Perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman aktiva dalam periode tertentu agar
dari tindakan-tindakan manajer terhadap dapat mengurangi biaya yang
kepentingan kreditor, seperti membagi dividen kemungkinan terjadi dalam kontrak
yang berlebih, atau membiarkan ekuitas di utang berjalan yang dilakukan oleh
bawah tingkat yang ditentukan sehingga perusahaan, sehingga manajemen
berpotensi untuk merusak nilai pinjaman cenderung mengabaikan prinsip
maupun recovery pinjaman. konservatisme.
Contoh
Kasus dari debt covenant
Komisaris Garuda Indonesia merasa keberatan dengan pengakuan pendapatan atas transaksi
kerjasama dengan PT Mahata dan PT Citilink, pengakuan tersebut dianggap tidak sesuai dengan PSAK
23. Pasalnya, pendapatan yang diklaim Garuda masih dalam bentuk piutang, namun diakui sebagai
Laba Bersih Sebesar US$ 809,846, juga dalam pendapatan lain-lain terdapat transaksi senilai US$ 28
juta di mana pendapatan tersebut merupakan bagi hasil perseroan yang didapat dari PT Sriwijaya Air,
sehingga mengakibatkan laba bersih yang overstated. Dari kasus yang dialami oleh Garuda Indonesia
diatas, dapat disimpulkan bahwa kasus seperti ini dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya
termasuk kreditor. Dalam perjanjian hutang, kreditor melihat laporan keuangan sebagai media
informasinya untuk menentukan apakah perusahaan tersebut telah memenuhi
syarat-syarat pinjaman yang ditetapkan. Sehingga apabila Informasi yang
diberikan tidak sesuai maka akan berdampak pada pengambilan keputusan
yang salah.
Political Cost Hypothesis
❏ Political Costs Hypothesis mendalilkan bahwa perusahaan beroperasi di masyarakat
berdasarkan kontrak eksplisit dan implisit dengan individu dan kelompok.
❏ Pemerintah memiliki kekuatan untuk membebankan biaya pada perusahaan, manajemen
memiliki insentif untuk menggunakan teknik akuntansi yang mengurangi potensi transfer
kekayaan.
❏ Hipotesis biaya politik (political cost hypothesis), menyatakan bahwa perusahaan besar
cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periodik
dibandingkan dengan perusahaan kecil
❏ Semakin besar biaya politik yang dihadapi perusahaan, maka semakin cenderung manajer
memilih prosedur akuntansi yang melaporkan laba yang lebih rendah.
❏ Biaya politik dapat diamati berdasarkan beberapa indikator seperti ukuran perusahaan,
risiko perusahaan, intensitas modal, rasio konsentrasi.
Sumber:
Lemon, Andrew J., and Steven F. Cahan. "Environmental legislation and environmental disclosures: Some evidence from New Zealand." Asian Review of Accounting 5.1 (1997): 78-105.
Watts, Ross L., and Jerold L. Zimmerman. "Towards a positive theory of the determination of accounting standards." Accounting review (1978): 112-134.
Contoh Penelitian Dari Para Ahli
Terkait Political Cost Hypothesis
AlNajjar dan Belkaoui (2001
❏ Mengevaluasi 339 tahun perusahaan (firm years) untuk melihat apakah perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi memiliki motivasi untuk meminimalkan laba.
❏ Tingkat pertumbuhan yang tinggi dan pesat akan ditandai dengan tingginya tingkat IOS (investment
opportunity set) . IOS merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada
pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, yang pada saat ini
merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar.
Berikutnya tingkat IOS yang tinggi akan tercermin dalam tingkat profitabilitas yang tinggi.
❏ Tingkat profitabilitas yang tinggi dapat dibaca oleh pihak regulator dan pihak lain sebagai tingkat laba
yang terlalu tinggi dan dapat memicu tuntutan yang tinggi bagi perusahaan, atau bahkan menimbulkan
kecurigaan adanya monopoli. Indikasi monopoli akan menyebabkan perusahaan berhadapan dengan
regulator. AlNajjar dan Belkaoui mengevaluasi ada tidaknya perbedaan tingkat akrual antara perusahaan
dengan IOS yang tinggi dan perusahaan dengan IOS yang rendah. Penelitian AlNajjar dan Belkaoui (2001)
membuktikan bahwa perusahaan dengan IOS yang tinggi atau perusahaan yang memiliki peluang
pertumbuhan yang tinggi akan melakukan rekayasa penurunan laba.
Penerapan Penelitian AlNajjar dan Belkaoui (2001)
Pada Perusahaan di Indonesia
Dalam penelitian ini, para peneliti tertarik untuk mengkaji ulang temuan AlNajjar dan Belkaoui (2001)
dengan menggunakan perusahaan di Indonesia. Penelitian AlNajjar dan Belkaoui (2001) penting untuk
dikaji ulang karena perusahaan di Indonesia menghadapi masalah politik yang sedikit berbeda dengan
yang dihadapi perusahaan di Amerika Serikat.

Biaya politik yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia adalah ketentuan pajak yang tumpang tindih
dan memberatkan seperti masalah perburuhan, peraturan pemerintah dan bea cukai, kenakalan oknum
kantor pajak, dan tuntutan kenaikan upah buruh yang berlangsung setiap tahun. Perusahaan yang
memiliki peluang pertumbuhan yang tinggi akan melakukan rekayasa penurunan laba (AlNajjar dan
Belkaoui, 2001). Penurunan laba ini dilakukan pada saat perusahaan berhadapan dengan biaya politik,
tujuannya untuk meminimalkan biaya politik yang harus mereka tanggung
KESIMPULAN DARI CONTOH

Inti dari political cost hypothesis adalah keinginan perusahaan untuk meminimalkan transfer
kekayaan dari perusahaan ke pihak lain atau keinginan untuk memaksimalkan transfer kekayaan
yang dapat dinikmati oleh perusahaan merupakan salah satu pemicu manajer untuk melakukan
rekayasa laba.

Peluang bertumbuh yang akan tercermin dalam tingginya potensi laba suatu perusahaan juga dapat
memperbesar biaya dan risiko politik yang harus ditanggung perusahaan. Berdasarkan uraian di
atas, peneliti akan menguji hipotesis sebagai berikut: Perusahaan yang bertumbuh akan
menurunkan tingkat laba (uji political cost hypothesis).
Thank you!

Anda mungkin juga menyukai