DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VIII
Nasmawati C0220308
FAKULTAS EKONOMI
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akuntansi forensik bekerja sama dengan hukum dalam menyelesaikan masalah
hukum. Karena itu, akuntan forensik perlu memahami hukum pembuktian sesuai dengan
masalah hukum yang dihadapi, seperti pembuktian untuk tindak pidana hukum (dimana
beberapa pelanggaran dan kejahatan mengenai fraud diatur ), tindak pidana khusus (seperti
korupsi, pencucian uang, perpajakan, dan lain-lain), pembuktian dalam hukum perdata,
pembuktian dalam hukum administrasi, dan sebagainya. Akuntan forensik mengenal teknik
analisis dari pengalamannya sebagai auditor.
Bab ini membahas teknik analisis dengan menggunakan rumusan mengenai
perbuatan- perbuatan melawan hukum seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jucto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (selanjutnya disingkat Undang-Undang Tipikor).
Perbuatan melawan hukum dirumuskan dalam satu atau beberapa kalimat yang dapat
dianalisis atau dipilah-pilah ke dalam bagian yang lebih kecil. Unsur-unsur ini dikenal dengan
istilah Belanda, bestanddeed (tunggal) atau bestanddeelen (jamak). Penyidik atau akuntan
forensik mengumpulkan bukti dan barang untuk setiap unsur tersebut. Bukti dan barang bukti
yang dikumpulkan setiap unsur akan mendukung atau membantah adanya perbuatan melawan
hukum.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja Jenis Tindak Pidana Korupsi ?
2. Apa saja Tindak Pidana Lain Berkaitan Dengan Tipikor?
3. Sebutkan beberapa Konsep Undang-Undang ?
4. Apa saja Analisis Korupsi ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui Jenis Tindak Pidana Korupsi
2. Mengetahui Tindak Pidana Lain Berkaitan Dengan Tipikor
3. Mengetahui Konsep Undang-Undang
4. Mengetahui Analisis korupsi
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tabel 1
3
4
B. TINDAK PIDANA LAIN BERKAITAN DENGAN TIPIKOR
Selain ke-30 bentuk tindak pidana korupsi, Undang-Undang Tipikor Bab III mengatur
beberapa tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
1. Mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka.
terdakwa, atau saksi dalam perkara korupsi.
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.
3. Dalam perkara korupsi, melanggar KUHP Pasal 220 (mengadukan perbuatan pidana.
padahal ia tahu perbuatan itu tidak dilakukan), Pasal 231 (menarik barang yang disita),
Pasal 421 (pejabat menyalahgunakan kekuasaan, memaksa orang melakukan, tidak
melakukan, atau membiarkan sesuatu). Pasal 422 (pejabat menggunakan paksaan
untuk memeras pengakuan atau mendapat keterangan). Pasal 429 (pejabat
melampaui kekuasaan memaksa masuk ke dalam rumah atau ruangan atau
pekarangan tertutup... atau berada di situ secara melawan hukum) atau Pasal 430
5
(pejabat melampaui kekuasaan menyuruh memperlihatkan kepadanya atau merampas
surat, kartu pos, barang atau paket... atau kabar lewat kawat)
6
4. Perampasan Harta Benda yang Disita
Ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 38 ayat 5 dari Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 yang berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti
yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindakan pidana korupsi
maka hakim atas tuntutan penuntut umum menetapkan perampasan barang-barang
yang telah disita.
dan penjelasannya berbunyi sebagai berikut: “Ketentuan dalam ayat ini, dimaksudkan
pula untuk menyelamatkan kekayaan Negara"
Karena orang itu telah meninggal dunia, kesempatan baginya banding tidak
ada. Setelah ia meninggal, pertanggungjawabannya dibatasi sampai pada
perampasan harta benda yang telah disita.
7
tetap menguntungkan dirinya sendiri. Dengan menyerahkan seluruh tawaran itu
kepada atasannya, ia menguntungkan diri karena bisa mendapat keistimewaan (favor)
dalam bentuk kenaikan pangkat, jabatan, gaji dan seterusnya.
Perumusan TPK dalam Pasal 2 Undang-Undang Tipikor berbeda dari
perumusan dalam Pasal 3. Dalam Pasal 2, digunakan istilah "memperkaya diri sendiri
atau orang lain". Sementara itu, dalam Pasal 3. digunakan istilah "menguntungkan diri
sendiri atau orang lain"
7. Pidana Mati
Dalam Pasal 2 ayat 2 dari Undang-Undang Tipikor, dikatakan: "Dalam hal
tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan". Penjelasannya berbunyi sebagai
berikut:
Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan
sebagaipemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut
dilakukanpada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang
yang berlaku pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak
pidana korupsi atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
8. Nullum Delictum
Maknanya dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi: "Suatu perbuatan
tidak dapat dipidana. kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundangundangan
pidana yang telah ada"
Dalam kaitan dengan TPK, asas ini dikemukakan dalam dua kasus. Pertama
untuk kasus-kasus TPK yang dilakukan sebelum keluarnya suatu undang-undang,
tetapi diadili setelah keluarnya undang-undang tersebut. Kedua, sewaktu KPK
menangani kasus yang terjadi sebelum keuarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan TPK. ada orang yang mempertanyakan
wewenang KPK dengan menggunakan asas nullum delictum ini. Dalam kasus
semacam ini, asas ini sebenarnya tidak dilanggar karena substansi hukumnya sudah
diatur dalam undang-undang yang mendahului TPK itu. Yang terjadi kemudian adalah
perluasan dari aparat yang menanganinya, yakni dari polisi dan jaksa ke KPK.
8
9. Concursus Idealis
Konsep concursus idealis berkenaan dengan satu perbuatan yang tercakup dalam
lebih dari satu aturan pidana. Hal ini terlihat dalam Pasal 63 yang berbunyi sebagai
berikut:
1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang
dikenakan hanyasalah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda,
yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur
pula dalam aturanpidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang
diterapkan.
9
12. Lepas dari Tuntutan Hukum" versus "Bebas".
Putusan bebas (vrijspraak) atau bebas mumi (zaivere vrijspraak) diatur dalam
KUHAP Pasal 191 ayat 1 yang berbunyi: "Jika pengadilan berpendapat bahwa dari
hasil pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwaan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas."
"Lepas dari segala tuntutan hukum" (ontslag van alle rechtsvervolging) diatur
dalam KUHAP Pasal 191 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut: "Jika pengadilan
berpendapat bahwa perbuatan yang didakwaan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari
segala tuntutan hukum."
10
Dakwaan subsidair
Perbuatan itu juga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan dengan
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan, yang langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Menarik sekali apa yang dikatakan Andi Hamzah mengenai putusan Pengadilan Negeri dan
Mahkamah Agung dalam kasus Samadikun Hartono, serta tragedi pada akhirnya.
Dalam pertimbangan Pengadilan Negeri, perbuatan terdakwa tidak dapat dikualifikasikan
sebagai perbuatan melangar hukum. Karena itu terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan
baik yang primair maupun yang subsidair.
Nyata sekali kekeliruan hakim karena pada dakwaan subsidair yang terdakwa juga
dibebaskan, tidak ada bagian inti (bestanddeel) melawan hukum sehingga tidak perlu
dibuktikan.
Adalah hak terdakwa dan penasihat hukumnya untuk membuktikan bahwa tidak ada unsur
melawan hukum, dan jika hakim menerima alasan tersebut, putusannya harus lepas dari
segala tuntutan hukum dan bukan bebas (vrispraak). Putusan macam inilah yang disebut oleh
doktrin sebagai bebas mumi atau niet zuivere vrijspraak yang sama dengan lepas dari segala
tuntutan hukum terselubung (verkapte ontslag van alle rechtsvervolging).
Oleh karena itu, benar putusan mahkamah agung yang menerima permohonan kasasi jaksa
penuntut umum karena putusan tersebut seharusnya lepas dari segala tuntutan hukum yang
dapat diajukan dalam tingkat kasasi.
Mahkamah Agung memutuskan bahwa terdakwa Samadikun Hartono terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama
dan berlanjut. Terdakwa dipidana dengan pidna penjara empat tahun dan denda sebesar
Rp20.000.000,00 subsidair tiga bulan kurungan.
11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulannya adalah terdapat beberapa pasal pada dasar hukum yang ada di undang-
undang tipikor tentang tindak pidana korupsi yaitu Pasal 2. Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 11, dan
Pasal 12. Adapun juga unsur-unsur tindak pidana korupsi dan jenis bentuk tindak pidana korupsi yang
telah dikelompokkan menurut undang-undang. Terdapat beberapa konsep, baik secara umum dikenal
KUHP dan KUHAP maupun yang khas untuk tindak pidana korupsi. Konsep-konsep tersebut terdiri dari
alat bukti yang sah, beban pembuktian terbalik, gugatan perdata atas harta yang disembunyikan,
pemidanaan secara in absentia, memperkaya versus menguntungkan, pidana mati, nullum delictum,
concursus idealis, concursus realis, perbuatan berlanjut dan lepas dari tuntutan hukum versus bebas.
Terdapat juga kasus korupsi yaitu kasus Korupsi Samadikun Hartono.
12