Anda di halaman 1dari 6

Nama: Kania Adriani

NIM: 010001900308
UTS MPPKIH
PK: Hukum Acara
1. Judul: Persidangan In Absentia Terhadap Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan
No.28/Pid.Sus.TPK/2020/PN.Mnk)
2. Latar Belakang Faktual:
Tindak pidana korupsi di Indonesia selama ini telah terjadi secara meluas, bukan
hanya merugikan keuangan negara sendiri tetapi juga termasuk ke dalam pelanggaran
terhadap hak sosial dan ekonomi masyarakat. Perkembangannya selalu meningkat dari
tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun dari jumlah kerugian
keuangan negara. Perilaku melakukan tindak pidana korupsi terjadi dikarenakan adanya
sikap materialistik dan konsumtif di masyarakat serta sistem politik yang masih
mengutamakan materi.
Berbagai upaya dilakukan untuk membasmi praktik tindak pidana korupsi seperti
dibentuknya Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
membentuk suatu badan pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu KPK. Selain itu,
terdapat upaya lain yang dilakukan yaitu memeriksa dan memutus perkara tanpa
kehadiran terdakwa (peradilan in absentia).

3. Latar Belakang Yuridis:


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian korupsi yaitu perbuatan
menggunakan kekuasaan untuk kepentingan sendiri (seperti menggelapkan uang atau menerima
uang sogok). Sementara itu, menurut UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengertian korupsi yaitu tindakan melawan hukum
dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang baru, atau korupsi yang berakibat merugikan
negara atau perekonomian negara.
Pemeriksaan dan putusan in absentia diatur dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi. Pada pasal tersebut dikatakan bahwa “Dalam hal terdakwa telah dipanggil
secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah maka perkara dapat
diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya”. Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 38 ayat (1) UU
TPK dapat diketahui bahwa maksud dari ketentuan mengenai peradilan in absentia yaitu untuk
menyelamatkan kekayaan negara sehingga tanpa kehadiran terdakwa pun, terdakwa dapat
diperiksa dan diputus oleh hakim.

4. Perumusan Masalah:
Dalam penelitian ini mengandung 3 (tiga) pokok permasalahan, antara lain:
1. Bagaimanakah pengaturan hukum in absentia terhadap tindak pidana korupsi?
2. Bagaimanakah pandangan masyarakat mengenai sanksi pidana yang diterapkan
dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi?
3. Apakah pandangan itu sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 31
Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU TPK)?

5. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan, tujuan penelitian ini yaitu:


1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum in absentia terhadap tindak
pidana korupsi.
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat mengenai perbuatan
korupsi.
3. Untuk mengetahui apakah pandangan itu sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TPK).

6. Kerangka Teori/Konseptual

Untuk memudahkan dan membatasi permasalahan serta menghindari perbedaan


pengertian tentang istilah-istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, dibawah ini
diberikan batasan-batasan pengertian sebagai berikut.

- Peradilan In Absentia
In Absentia diartikan sebagai dengan ketidakhadiran. Dalam hal ini, In
Absentia bukanlah salah satu jenis peradilan akan tetapi kondisi dimana terdakwa
tidak hadir dalam suatu persidangan. Kemudian, penyelesaian suatu perkara
sebaiknya menghadirkan terdakwa di muka persidangan namun untuk
penyelesaian perkara khususnya perkara tindak pidana korupsi, tindak pidana
pencucian uang, dan tindak pidana terorisme bisa dilakukan walalupun tanpa
menghadirkan si terdakwa.
- Korupsi
Pengertian korupsi sesuai materi dalam penulisan ini dibagi menjadi 2 (dua)
pengertian yaitu: pertama, menurut Transparancy International yaitu perilaku
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar
menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Secara
garis besar tindak pidana korupsi memenuhi unsur-unsur diantaranya1:
a. Perbuatan melawan hukum;
b. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, serta sarana;
c. Memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi;
d. Merugikan keuangan negara.
Kedua, sesuai dengan UU TPK, yang disebut dengan tindak pidana korupsi yaitu
perbuatan yang terdapat dalam Pasal 2 hingga Pasal 16 UU TPK, yang dimana
meliputi: delik merugikan keuangan negara (Pasal 2 dan Pasal 3); delik
penyuapan (Pasal 5, 6, dan 11); delik penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, 9, dan
10); delik pemerasan pada jabatan (Pasal 12); delik yang berhubungan dengan
pemborongan (Pasal 7); dan delik gratifikasi (Pasal 12 B, 12C, dan 13).

7. Tinjauan Pustaka

- Peradilan In Absentia

In Absentia diartikan sebagai dengan ketidakhadiran. Dalam hal ini, In Absentia bukanlah
salah satu jenis peradilan akan tetapi kondisi dimana terdakwa tidak hadir dalam suatu
persidangan. Kemudian, penyelesaian suatu perkara sebaiknya menghadirkan terdakwa di muka
persidangan namun untuk penyelesaian perkara khususnya perkara tindak pidana korupsi, tindak

1
pidana pencucian uang, dan tindak pidana terorisme bisa dilakukan walalupun tanpa
menghadirkan si terdakwa

8. Data yang diperlukan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer.
- Data Sekunder adalah data yang berasal dari hasil penelahaan kepustakaan,
penelahaan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan
masalah atau materi penelitian seperti buku-buku, jurnal, peraturan, dll.
- Data Primer adalah Data Primer adalah data yang berasal langsung dari
masyarakat seperti misalnya melalui wawancara dan penyeberan kuisioner. 2
Kemudian, penelitian ini dilakukan melalui wawancara.

9. Sumber Data

Data sekunder yang dimaksudkan dalam penelitian ini bersumber pada:

a. Bahan Hukum Primer:


1. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi.
3. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

b. Bahan Hukum Sekunder:

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai


bahan hukum primer. Misalnya, buku-buku teks hukum, hasil-hasil penelitian
hukum, jurnal-jurnal penelitian hukum, artikel-artikel penelitian hukum, dan hasil
karya dari kalangan hukum. Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang

2
digunakan yaitu buku-buku teks hukum dan jurnal-jurnal penelitian hukum yang
terkait dengan peradilan in absentia terhadap tindak pidana korupsi.

c. Bahan Hukum Tersier:

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun


penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.3 Contohnya yaitu kamus-
kamus bahasa Indonesia, Inggris, kamus-kamus keilmuan seperti kamus istilah
hukum, ensiklopedia, dan indeks kumulatif.

10. Cara memperoleh data

Dalam penelitian ini, cara memperoleh data menggunakan data kualitatif dikarenakan
penelitian ini diperoleh melalui kegiatan wawancara terhadap Jaksa dari Kejaksaan Kota
Tangerang Selatan, yang dimana akan mewawancarai 3 orang jaksa.

11. Populasi, sample, dan teknik sampling

Populasi yang digunakan yaitu 3 orang Jaksa dari Kejaksaan Negeri Kota Tangerang
Selatan. Teknik Sampling yang digunakan yaitu Indept Interview yang dimana proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambal bertatap muka
antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarainya.

12. Cara mengolah dan menganalisis data

Dalam penelitian ini, cara pengolahan data menggunakan pendekatan kualitatif.


Pendekatan kualitatif sebenarnya merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan
perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari yaitu obyek penelitian yang utuh; sepanjang
hal itu mengenai manusia maka seperti dikatakan Burgess, hal tersebut menyangkut
sejarah hidup manusia. Maka dengaan ini menggunakan pendeketan kualitatif, seorang
peneliti terutama bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang ditelitinya.

13. Cara mengambil kesimpulan

3
Dalam penelitian ini, cara penarikan kesimpulan menggunakan konsep deduktif
dikarenakan dimulai dari hal-hal umum, menuju kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal
yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari
suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang konkrit.

Anda mungkin juga menyukai