Anda di halaman 1dari 8

Nama: Kania Adriani

NIM: 010001900308
Tugas Hukum Pajak

Rangkuman beserta Soal dan Jawaban Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
1. Pengertian dalam Ketentuan Umum dan Perpajakan antara lain:
UU RI No. 6 Tahun 1983 jo UU RI 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1-41, memberikan berbagai
pengertian ketentuan umum seperti: Pajak, Wajib Pajak, Badan, Pengusaha Kena Pajak,
NPWP, Masa Pajak, Tahun Pajak, dst.
 Pertanyaan:
1. Jelaskan pengertian dari Pajak dan Wajib Pajak!
Jawaban:
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Apa yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan Pajak dengan Kredit Pajak?
Jawaban:
Surat Pemberitahuan adalah surat yang berisi pemberitahuan kepada Wajib
Pajak, bahwa jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah pajak
yang sudah dibayar, dan/atau dipotong dan/atau dipungut.
Kredit Pajak adalah jumlah pembayaran pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak
sendiri, setelah ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak
lain dan dikurangkan dari seluruh pajak yang terhutang termasuk apabila ada
jumlah pajak atas penghasilan yang terhutang di luar negeri.

2. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak


- Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
- Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
- Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar
- Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke Kantor
Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.
- MenyelenggarakPan pembukuan/pencabutan.
Hak-Hak Wajib Pajak
- Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
- Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
- Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
- Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.
- Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.
 Pertanyaan:
1. Apa kewajiban wajib pajak jika diperiksa?
Jawaban:
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku ata catatan, dokumen
yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu dan memberi bantuan kelancaran pemeriksaan.
2. Apa kewajiban wajib pajak ketika mengungkapkan pembukuan,
pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta?
Jawaban:
Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau
dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu
kewajiban untuk merahasiakan maka kewajiban untuk merahasiakan ini
ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
 Fungsi NPWP adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan (Mardiasmo, 2011: 25-26).
 Pendaftaran NPWP:
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan
usaha Wajib Pajak dan kepada Wajib Pajak diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
 Pertanyaan:
1. Apakah yang dimaksud dengan Persyaratan Subjektif pada saat
pendaftaran NPWP?
Jawaban:
Persyaratan Subjektif adalah Persyaratan yang sesuai dengan ketentuan
mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984
dan perubahannya.
Persyaratan Objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang
menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk
melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
2. Apakah kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap
wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah?
Jawabannya:
Iya berlaku terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah
karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hukum atau dikehendaki
secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

4. NPPKP/ Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak


Nomor pengukuhan PKP (NPPKP) merupakan nomor identitas Pengusaha Kena Pajak
(PKP) yang disematkan saat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP lewat surat pengukuhan
PKP. Jika pengusaha sudah mendapat nomor pengukuhan PKP (NPPKP) berarti PKP
tersebut dinyatakan sudah resmi menjadi PKP dan dengan demikian terikat kewajiban-
kewajiban perpajakan yang diperuntukan bagi PKP.
 Pertanyaan:
1. Apakah perbedaan antara NPPKP dengan NPWP?
Jawaban:
Perbedaannya adalah, NPWP merupakan identitas wajib pajak, baik pribadi
maupun badan yang merupakan identitas atau bukti kepesertaan dalam
melakukan hak dan kewajiban perpajakan.
Sedangkan Nomor Pengukuhan PKP (NPPKP) lebih menitikberatkan pada
identitas wajib pajak perorangan atau badan yang terikat pada kewajiban
perpajakan untuk PKP.
2. Apakah fungsi dari NPWP?
Jawaban:
Nomor pengukuhan PKP (NPPKP) memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan, selain tentunya NPWP.
b. Sebagai penanda bagi PKP yang memiliki untuk melaksanakan hak dan
kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM).
c. Sebagai pengawasan administrasi perpajakan
d. Nomor pengukuhan PKP (NPPKP) ini tertera dalam surat pengukuhan PKP
bersama dengan identitas wajib pajak lainnya, seperti Nama, NPWP,
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU), status usaha hingga kewajiban pajak.

5. Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan dan Pelaporan


Wajib pajak harus melakukan penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak
terutangnnya sendiri. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa
Masa Pajak dalam 1 Surat Pemberitahuan Masa. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
dan tata cara pelaporan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Batas waktu dan tata cara pelaporan atas pemotongan dan pemungutan pajak yang
dilakukan oleh bendahara pemerintah dan badan tertentu diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Laporan Keuangan adalah laporan keuangan
dari masing-masing Wajib Pajak. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan
Publik tetapi tidak dilampirkan pada Surat Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan
dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga Surat Pemberitahuan dianggap tidak
disampaikan. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat
Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai
dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat adanya Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan
Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, dan Putusan Banding atau Putusan
Peninjauan Kembali, serta Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga dikembalikan
kepada Wajib Pajak dengan ketentuan jika ternyata Wajib Pajak mempunyai utang
pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.
 Pertanyaan:
1. Sanksi apakah yang dikenakan apabila terjadi keterlambatan pembayaran
pajak atau penyetoran pajak?
Jawaban:
Apabila terjadi keterlambatan pembayaran pajak atau penyetoran pajak
maka dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan yang
dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran.
2. Dimanakah dilaksanakannya Pembayaran Pajak?
Jawaban:
Pembayaran Pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta
dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat di
ambil di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) atau dengan cara lain melalui
pembayaran pajak secara elektronik (e-payment).
6. Kelebihan Pembayaran
Jika setelah diadakan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dengan
jumlah pajak yang telah dibayar menunjukkan jumlah selisih lebih (jumlah pajak yang
telah dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang). Wajib pajak berhak
untuk meminta kembali kelebihan pembayaran pajak, dengan catatan wajib pajak
tersebut tidak mempunyai utang pajak lain.
 Pertanyaan:
1. Bagaimana maksud dari Jika setelah diadakan perhitungan jumlah pajak
yang sebenarnya terutang dengan jumlah pajak yang telah dibayar
menunjukkan jumlah selisih lebih (jumlah pajak yang telah dibayar
lebih besar dari jumlah pajak yang terutang) di dalam kelebihan
pembayaran?
Jawaban:
Dalam hal ini wajib pajak masih mempunyai utang pajak lainnya yang
belum dilunasi, kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan
dahulu dengan utang pajak tersebut dan bilamana masih terdapat lebih,
baru dapat dikembalikan kepada wajib pajak. Untuk memperoleh kembali
kelebihan pembayaran tersebut, wajib pajak harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang
ditunjuknya.
2. Berapa batas waktu pembelian yang dilakukan oleh Direktur Jenderal
Pajak untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi wajib pajak dan
menjamin administrasi?
Jawaban:
Untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi wajib pajak dan menjamin
ketertiban administrasi, batas waktu pengembalian oleh Direktur
Jenderal Pajak ditetapkan dalam jangka waktu selama-lamanya satu
bulan.
a. Untuk SKPLB, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, dihitung sejak
tanggal penerbitan.
b. Untuk SKPLB, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dihitung sejak
tanggal diterimanya permohonan tertulis tentang pengembalian
kelebihan pembayaran pajak.

7. Penetapan, Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali


a. Penetapan
Penetapan pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jenis-jenis ketetapan yag
dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan
Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bungan,
dan kenaikan.
b. Keberatan
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak
dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling
lambat 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktur
Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan sejak surat keberatan diterima.
Hal keberatan diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Adapun syarat-syarat mengajukan
keberatan adalah sebagai berikut (Marsyahrul, 2005: 79-81):
a. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas
suatu:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
3. Surat Ketetapan Surat Pajak Lebih Bayar,
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan perpajakan.
b. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyatakan
alasan-alasan secara jelas.
c. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat,
tanggal pemotongan, atau pemungutan sebagaimana dalam ayat (a), kecuali apabila
wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.
d. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal
Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos
tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut
bagi kepentingan wajib pajak.
e. Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan,
pemotongan, atau pemungutan pajak.
f. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.

d. Banding
Hal banding diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu (Marsyahrul, 2005: 83):
a. Wajib pajak dapat mengajukan banding hanya kepada badan peradilan pajak
terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatan
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal keputusan diterima, dengan dilampiri
salinan surat keputusan tersebut.
b. Sebelum badan peradilan pajak dibentuk, permohonan banding diajukan ke Majelis
Pertimbangan Pajak.
c. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan
yang jelas.
d. Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.
e. Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.
f. Susunan, kekuasaan dan acara badan peradilan pajak diatur dengan undang-undang.
Dalam hal wajib pajak masih merasa kurang puas terhadap keputusan Direktur Jenderal
Pajak atas keberatan yang diajukan, wajib pajak masih diberi kesempatan untuk
mengajukan banding ke badan peradilan pajak dalam hal ini seperti yang ada sekarang
Majelis Pertimbangan Pajak, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal keputusan
keberatan tersebut diterima. Dengan demikian, bagi wajib pajak telah diberikan cukup
waktu untuk menyiapkan surat banding beserta alasan-alasan dan bukti-bukti yang
diperlukan bagi badan peradilan pajak tersebut.

e.Peninjauan Kembali
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak
masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.
Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah
Agung melalui Pengadilan Pajak. Pertanyaan:
 Pertanyaan:
1. Kapan Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) dilakukan?
Jawaban:
Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat
3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh
kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak
putusan banding dikirim. Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
2. Kemanakah Wajib Pajak dapat mengajukan banding?
Jawaban:
Wajib pajak dapat mengajukan banding hanya kepada badan peradilan
pajak terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
mengenai keberatan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
keputusan diterima, dengan dilampiri salinan surat keputusan tersebut.
Sebelum badan peradilan pajak dibentuk, permohonan banding diajukan
ke Majelis Pertimbangan Pajak.

8. Penagihan
Secara sederhana, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan agar
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya. Sementara,
penanggung pajak adalah orang atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran
pajak. Dasar hukum penagihan pajak tercantum dalam UU Nomor 19 Tahun 2000
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
e. Pertanyaan:
1. Didalam Penagihan Pajak dibagi menjadi 3 yaitu Penagihan Pasif dan
Penagihan Aktif, dan Penagihan Seketika dan Sekaligus. Jelaskan!
Jawaban:
Penagihan Pasif
Pada penagihan pajak pasif, DJP hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak
(STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan
Putusan Banding yang menyebabkan pajak terutang lebih besar. Dalam
penagihan pasif, fiskus hanya memberitahukan kepada wajib pajak
bahwa terdapat utang pajak. Jika dalam waktu satu bulan sejak
diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi utang
pajaknya, maka fiskus akan melakukan penagihan aktif.
Penagihan Aktif
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penagihan aktif merupakan
kelanjutan dari penagihan pasif. dalam penagihan aktif, fiskus bersama
juru sita Pajak berperan aktif dalam tindakan sita dan lelang.
Penagihan seketika dan sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus ini merupakan penagihan pajak yang
dilakukan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran pajak. Penagihan pajak juga
meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan
tahun pajak.
2. Apakah tujuan dari Penagihan Seketika dan Sekaligus?
Jawaban:
Tujuannya penagihan jenis ini adalah untuk mencegah terjadinya utang
pajak yang tidak bisa ditagih. Jika saat dilakukan penagihan seketika dan
sekaligus wajib pajak belum membayar, maka juru sita pajak akan
menunggu hingga tanggal jatuh tempo.

Anda mungkin juga menyukai