BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Metodologi Penelitian
1) Jenis penelitian
4
2) Pendekatan penelitian
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Letak Hukum Administrasi Negara dalam Kerangka Hukum
Nasional
Dalam kerangka hukum nasional, hukum ditempatkan sebagai aturan main
dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan,
sementara tujuan hukum itu sendiri antara lain adalah untuk menata masyarakat
yang damai, adil, dan bermakna. Artinya yaitu, sasaran dari negara hukum adalah
terciptanya kegiatan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan yang
bertumpu pada keadilan, kedamaian, dan kemanfaatan atau kebermaknaan. Dalam
negara hukum, eksistensi hukum dijadikan sebagai instrumen dalam menata
kehidupan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.
Seperti diketahui dalam ilmu hukum itu didapatkan pembagian hukum ke
dalam dua macam, yaitu : Hukum Privat (Sipil) dan Hukum Publik. Penggolongan
kedalam Hukum Privat dan Publik itu tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang
diatur, hubungan mana bersumber dari kepentingan - kepentingan yang hendak
dilindungi. Adakalanya kepentingan itu bersifat perorangan (individu, Privat),
tetapi ada pula yang bersifat umum (Publik). Hubungan Hukum itu memerlukan
pembatasan yang jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan kewajiban dari
dan terhadap siapa orang itu berhubungan .
Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara penguasa
dengan warganya yang di dalamnya termasuk Pidana, Hukum Tata Negara dan
Hukum Administrasi Negara. Secara historik HAN itu pada mulanya termasuk
atau menjadi bagian dari HTN, tetapi karena perkembangan masyarakat dan study
hukum dimana ada tuntutan akan munculnya kaidah - kaidah hukum baru dalam
studi HAN, maka lama kelamaan HAN itu menjadi lapangan studi sendiri,terpisah
bahkan mencakup masalah - masalah yang jauh lebih luas dari HTN.
Kecenderungan seperti ini tampak pula pada bagian - bagian tertentu dari HAN itu
sendiri , seperti kecenderungan Hukum Pajak yang cenderung untuk menjadi ilmu
yang mandiri , terlepas dari HAN. Dengan demikian HAN itu merupakan bagian
7
dari hukum publik, karena berisi pengaturan yang berkaitan dengan masalah -
masalah umum ( kololektip).
Akan halnya kepentingan umum itu yang dimaksudkan adalah kepentingan
nasional (bangsa), masyarakat dan negara. Kepentingan Umum harus lebih
didahulukan daripada kepentingan individu, golongan dan kepentingan daerah
dengan pengertian bahwa kepentingan perseorangan tidak sampai terdesak sama
sekali oleh kepentingan umum itu. Untuk Indonesia sudah jelas bahwa antara
kepentingan umum dan kepentingan perseorangan harus dilindungi secara
seimbang , sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan negara dan pemerintahan
seperti tertera dengan jelas di dalam Pembukaan UUD l945 yang berbunyi : “ ......
melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan
sosial ...... “ . Hukum Administrasi materiil terletak diantara hokum privat dan
hukum pidana. Hukum Pidana berisi norma - norma yang begitu penting ( esensial
) bagi kehidupan masyarakat sehingga penegakan norma–norma tersebut tidak
diserahkan pada pihak partikelir tetapi harus dilakukan oleh penguasa. Hukum
Privat berisi norma - norma yang penegakannya dapat diserahkan kepada pihak
partikelir. Diantara kedua bidang hukum itu terletak Hukum Administrasi .6
6
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2005), hal. 47-48
8
lebih mendalam dari tatanan hukum publik sebagai akibat pelaksanaan tugas oleh
penguasa.
7
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),
hal. 19-22
9
Antara HAN dan HTN tidak terdapat perbedaan yang hakiki atau tidak
terdapat perbedaan yuridis yang prinsipil. Pendapat pada umumnya dianut oleh
para sarjana hukum di Perancis, Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara
sosialis.
Prins berpendapat bahwa HTN mengenai hal yang pokok seperti dasar
susunan negara yang langsung mengenai setiap warga negara, sedangkan HAN
mengenai peraturan teknis.
Di Indonesia yang menganut pendapat ini adalah Prajudi (1995, 47) yang
berpendapat bahwa:tidak ada perbedaan-perbedaan yuridis prinsipil antara HAN
dan HTN.
Pendapat ini banyak dianut di negara Belanda yang kemudian diikuti oleh
sarjana hukum Indonesia. Para ahli hukum itu antara lain:
a. Oppenheim
8
Jum Anggriani, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012), h.225-26.
10
b. Van Vollenhoven
c. Logemann,
Perbedaan antara HAN dan HTN adalah sebagai berikut:
1. Hukum tata negara dalam arti sempit meliputi:
a. Persoonsleer yaitu yang mengenai person dalam arti hukum yang
meliputi hak dan kewajiban manusia, personifikasi, pertanggung-
jawaban, lahir dan hilangnya hak dan kewajiban tersebut, hak
organisasi, batasan-batasan dan wewenang.
9
Jum Anggriani, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012), h.26-27.
11
10
Jum Anggriani, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012), h.27-28.
12
11
Ridwan HR, Op,cit, hal. 52-53
13
Badan hukum juga dapat dijatuhi hukuman, yaitu dapat dikenakan sanksi
adalah anggota pengurus dan kuasanya.12
oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama (20 ayat 2).
Artinya, susunan dan kedudukan DPD ditentukan oleh DPR dan Presiden.
1) Otonomi Daerah;
2) Hubungan Pusat dan Daerah;
3) Pembentukan dan Pemekaran serta penggabungan daerah;
4) Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Ekonomi lainya;
5) Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (22D ayat 1)
Jelas sekali, apabila DPR dan Presiden berasal dari kalangan partai
politik (parpol) (6Aayat 2 dan 22E ayat 3), peserta pemilu untuk memilih anggota
DPD adalah perseorangan (22E ayat 4). Ketiadaan hak legislasi DPD
menyebabkan kepentingan parpol bisa mengatur susunan, kedudukan, dan
pemberhentian anggota DPD.
Apabila sepertiga anggota MPR dari DPD sepakat untuk mengubah arah
desentralisasi, atau memperkuat wewenang DPD, dan mampu memengaruhi
anggota DPR, betapa berbeda UUD nantinya. Begitu pula menyangkut
perkembangan civil society, hubungan negara dengan civil society, atau upaya
15
Legislasi :
a. Mengajukan usulan RUU bidang tertentu terkait UU OTDA,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, serta
penggabungan daerah dan Prolegnas.
b. Menyampaikan pandangan dan pendapat atas RUU yang diajukan
pemerintah.
c. Ikut membahas RUU bersama Pemerintah dan DPR RI.
Pertimbangan :
a. Memberikan pertimbangan kepada DPB atas RUU APBN dan
RUU tentang Pajak, Pendidikan, dan Agama.
b. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas hasil pemeriksaan
BPK.
c. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota
BPK.
Pengawasan :
a. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU OTDA,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, hub.
Pusda, pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lainnya.
b. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU APBN, pajak,
pendidikan, dan agama.13
13
Pusat Data dan Informasi Bidang Pemberitaan dan Media Visual DPD RI, Peran Dan
Fungsi Dewan Perwakilan Daerah, (Seminar Study Ekskursi, DPD RI, Jakarta, 13 Mei, 2016)
16
17
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Edisi Revisi), (Jakarta: Rajawali
Press, 2011). H.275.
18
Atmasasmita, Romli. Teori Hukum Integratif: Rekonstruksi terhadap Teori Hukum
Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. (Yogyakarta: Genta Publshing, 2012,) hlm. 53.
21
E. Definisi Korupsi
Korupsi merupakan bagian dari proses immoral yang sistemik dan daapt
dilakukan oleh siapapun tanpa pandang agama. Istilah korupsi berasal dari bahasa
latin yaitu corruptio. Kata corruption berasal dari kata corrumpore. Dari bahasa
latin inilah yang diikuti dalam bahsa Eropa seperti corruption, corrupt dalam
bahasa Inggris; Corruption dalam bahasa Prancis dan Corruptie dalam bahasa
Belanda.20
Dalam ensiklopedia Indoensia disebutkan bahwa korupsi dari
latin: corruptio sama dengan penyuapan dan corrumpore sama dengan merusak
yaitu gejala bahwa pejabat badan-badan negara menyalahgunakan terjadinya
penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Dalam kamus bahasa
Indonesia disebutkan bahwa korupsi mengandung pengertian penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk keuntungan
pribadi atau orang lain.21
Sementara itu, korupsi seringkali di kaitkan dengan praktek kolusidan
nepotisme,22 menurut standar yang digunakan untuk memberikan pengertian
tindak pidana korupsi secara konstitusional diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999
Pasal 1 ayat (3)m, (4) dan ayat (5) menjabarkan:
1. Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi;
20
Igm Nurjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi; Perspektif Keadilan
Melawan Hukum,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 14.
21
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1997), hlm. 527.
22
Igm Nurjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi; Perspektif Keadilan
Melawan Hukum,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 18.
23
Dalam definisi yang sudah disebutkan, maka terdapat tiga unsur dari
pengertian korupsi, yaitu:
1. Menyalahgunakan kekuasaan;
3. Barang siapa memberi hadith atau janji kepada pegawai negeri seperti
dimaksud dalam pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oleh si
pemberi hadith atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
itu.
4. Barang siapa tanpa alasan yang wajar dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan
kepadanya seperti yang tersebut dalam pasal-pasal 418, 419 dan 420
KUHP tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang
berwajib.
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3).
4. Tindak Pidana Korupsi Suap pada Hakim dan Advokat (Pasal 6).
5. Korupsi dalam Hal Membuat Bangunan dan Menjual Bahan Bangunan dan
Korupsi dalam Hal Menyerahkan Alat Keperluan TM dan KNRI (Pasal 7).
10. Korupsi Pegawai Negeri atau Penyelenggaraan Negara atau Hakim dan
Advokat Menerima Hadiah atau Janji; Pegawai Negeri Memaksa
26
13. Tindak Pidana Pelanggaran Terhadap Pasal 220, 231, 421, 429, dan 430
KUHP (Pasal 23).
27
BAB III
PEMBAHASAN
23
UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
29
Menurut Pasal-Pasal diatas jika dikaitkan dengan kasus dugaan suap yang
menimpa Irman, maka Pengadilan berhak menerima, memeriksa, dan
memutuskan apakah kasus dugaan suap tersebut memang benar dilakukan oleh
Irman atau tidak, karena Irman adalah termasuk sebagai Pejabat Pemerintahan
yaitu Ketua DPD RI.
Terkait kasus dugaan suap yang dialami oleh Irman Gusman yang
dianggap telah mempergunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi pihak
tertentu, dalam hal ini terdapat beberapa point bahasan yang akan
menghubungkan kasus tersebut dengan pendapat para ahli mengenai hubungan
antara HAN dan Hukum Pidana :
Hal tersebut juga berlaku dalam kasus Irman Gusman, yang mana
ia tetap harus menerima konsekuensi peraturan administratif berupa
diberhentikannya jabatannya sebagai Ketua DPD RI, dan apabila terbukti
bersalah juga harus tetap dijerat Pasal Undang-Undang Tipikor
sebagaimana disebutkan sebelumnya.
pidana. Hal demikian pula yang dialami Irman Gusman, oleh karena
dugaan penyalah gunaan kewenangannya yang melanggar Hukum
Administrasi Negara, maka Irman Gusma harus menempuh ranah Hukum
Pidana sebagai akibat pelanggarannya.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.
Nurjana, Igm. 2010. Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi; Perspektif
Keadilan Melawan Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pusat Data dan Informasi Bidang Pemberitaan dan Media Visual DPD RI. Peran
Dan Fungsi Dewan Perwakilan Daerah. (Seminar Study Ekskursi, DPD RI,
Jakarta, 13 Mei, 2016).