Anda di halaman 1dari 10

TUGAS AKUNTANSI FORENSI DAN AUDIT INVESTIGASI

PENGANTAR AKUNTANSI FORENSIK

Nama Kelompok 8:

1. Anak Agung Gde Wisnu Adi Pradana Putra (1933121046)


2. I Made Ari Dwipa Kencana (1933121065)
3. I Kadek Priyandana (1933121088)
4. Kadek Gede Agus Wira Pradana As. (1933121142)
5. I Made Ladip Wira Pratama (1933121277)
6. Made Arvin Ariantara (1933121302)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS WARMADEWA
TAHUN AJARAN 2022/2023
Pengantar Akuntansi Forensik

Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting dalam


Bahasa Inggris. Menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke-10):
fo-ren-sic adj [L forensic public, fr. forum forum] (1659) 1: belonging to, used in, or
suitable to court of judicature or to public discussion and debate 2:
ARGUMENTATIVE, RHETORICAL. 3: relating to or dealing with the application
of scientific knowledge to legal problem
Menggunakan makna ketiga dari kata forensic dalam kamus tersebut, maka akuntansi
forensic adalah penerapan disiplin pada masalah hukum.
A. Ruang Lingkup Akuntansi Forensik
Praktik di Sektor Swasta
G. Jack Bologna dan Robert J. Lindquist, dua penulis perintis mengenai akuntansi
forensik mengemukakan beberapa istilah dalam perbendaharaan akuntansi, yakni: fraud
auditing, forensic accounting, investigative accounting, litigation support dan valuation
analysis. Menurut mereka istilah istilah tersebut tidak didefinisikan secara jelas.
1. Asset Recovery
Asset recovery adalah upaya pemulihan kerugian dengan cara menemukan
dan menguasai kembali aset yang dijarah, misalnya dalam kasus korupsi,
penggelapan dan pencucian uang (money laundering). Asset recovery terbesar
dalam sejarah akuntansi forensic adalah likuiditas Bank of Credit and Commerce
Internasional (BCCI). BCCI bangkrut karena syarat fraud.
2. Expert Witness
Pemberian jasa forensik berupa penampilan Ahli (expert witness) di
pengadilan negara-negara Anglo Saxon begitu lazim, sehingga seorang praktisi
menulis:
Technically, the term “forensic accounting” means preaparing an expert
witness accountant for litigation as part of a team representing either the
prosecution or defense in a matter reiating to a fraudulent activity. Over time,
however, the term “forensic accounting” has also become synonymous with
investigative accounting procedures.
(Secara teknis, “akuntansi forensik” berarti menyiapkan seorang akuntan
menjadi saksi ahli dalam litigasi, sebagai bagian dari tim penuntut umum atau
pembela dalam perkara yang berkenaan dengan fraud. Namun, dalam
perkembangan selanjutnya adalah “akuntansi forensik” bermakna sama dengan
akuntansi investigated.)

B. Atribut Akuntansi Forensik


Atribut Seorang Akuntan Forensik adalah Howard R. Davia memberi lima nasihat
kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud yaitu:
1. Hindari pengumpulan data fakta dan data yang berlebihan secara premature.
Identifikasi lebih dulu, siapa pelaku (atau yang mempunyai potensi untuk menjadi
pelaku). Banyak auditor berkutat pada perkumpulan fakta dan temuan, dan tidak
dapat menjawab pertanyaan yang paling penting: who did it?
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakuakan kecurangan”
(perpetrators’ intent to commit fraud). Banyak kasus kecurangan kandas di siding
pengadilan karena penyidik dan saksi ahli (akuntan forensic) gagal membuktikan niat
melakukan kejahatan atau pelanggaran. Davia mengingatkan kita akan sesuatu yang
sangat gambling, “The purpose of the courts is to judge pople, not hear detail-rich
stories of the crimes involved” (tujuan proses pengadilan adalah menilai orang, dan
bukan mendengar celoteh yang berkepanjangan tentang kejahatannya).
3. Be creative, think like a perpetrator, do not be predictable” seseorang fraud auditor
harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan dapat ditebak.
4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakuakan dengan persekongkolan
(collusion, conspiracy). Pengendalian intern yang bagaimanapun baiknya, tidak dapat
mencegah hal ini.
5. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk menemukan
kecurangan dalam investigasi proaktif), si auditor musti mempertimbangkan apakah
kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau diluar pembukuan.

Dengan lima nasihat Davia itu, kita mempenyai gambaran mengenai atribut khas dari
seseorang fraud auditor, investigator, forensic accountant atau yang sejenisnya
(penyelidik, penyidik, penuntut umum, dan lain-lain).

C. Kode Etik Akuntansi Forensik


Para akuntan dan praktisi hukum mengenal kode etik. Kode etik merupakan bagian dari
kehidupan berprofesi. Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan
sesamanya, dengan pemakai jasanya dan stakeholder lainnya, dan dengan masyarakat
luas.
Kode etik berisi nilai-nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi.
Profesi bisa eksis karena ada integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain),
rasa hormat dan kehormatan (respect dan honor), dan nilai-nilai luhur lainnya yang
menciptakan rasa percaya (trust) dari pengguna dan stakeholders lainnya.

BAB IV
KODE ETIK
Pasal 5
1. Nilai-nilai dasar pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaksanakan dalam
bentuk sikap, tindakan, perilaku, dan ucapan Pemimpin KPK.
2. Pimpinan KPK wajib menjaga kewenangan luar biasa yang dimilikinya demi
martabat KPK dan martabat Pimpinan KPK dengan perilaku, tindakan, sikap, dan
ucapan sebagaimana dirumuskan dalam Kode Etik.
3. Kode etik diterapkan tanpa toleransi sedikitpun atas penyimpangannya (zero
tolerance) dan mengandung sanksi tegas bagi mereka yang melanggarnya.
4. Perubahan atas Kode Etik pimpinan KPK menurut keputusan ini akan segera
dilakukan berdasarkan tanggapan dan masukan dari masyarakat dan ditetapkan oleh
Pimpinan KPK.

D. Standar Audit Akuntansi Forensik


100.Independensi: Akuntan Forensik Harus Independen dalam Melaksanakan Tugas
100 Garis Pertanggungjawaban:
1. Untuk kegiatan internal lembaganya, akuntan forensik harus cukup independen
dalam melaksanakan tugasnya. Ia bertanggung jawab langsung ke Dewan
Komisaris kalau penugasan diberikan oleh lembaganya, atau kepada penegak
hukum dan/atau regulator, jika penugasannya datang dari luar lembaganya.
2. Dalam hal akuntan forensik tersebut independen (misalnya katau ia partner
kantor akuntan publik), ia menyampaikan Iaporannya kepada (atau
counterpart-nya adalah) seorang eksekutif senior yang kedudukannya lebih
tinggi dari orang yang diduga melakukan fraud. Alternatifnya ialah, akuntan
forensik menyampaikan laporannya kepada (atau counterpart-nya adalah)
Dewan Komisaris
3. Dalam hal akuntan forensik tersebut independen dan penugasan diterimanya
dari lembaga penegak hukum atau pengadilan, pihak yang menerima
laporannya atau counterpart-nya harus ditegaskan dalam kontrak

120.Objektivitas: Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan


telaah akuntansi forensiknya.
200.Kemahiran Profesional:
Akuntansi forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati-hatian
profesional.
210. Sumber Daya Manusia:
Semua sumber daya manusia yang melaksanakan akuntansi forensik harus
mempunyai kemahiran teknis, pendidikan, dan pengalamnan yang memadai
sesuai dengan tugas yang diserahkan kepadanya.
220. Pengetahuan, Pengalaman, Keahlian, dan Disiplin:
Akuntan forensik harus memiliki atau menggunakan sumber daya manusia
yang memiliki pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan disiplin untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik
230. Supervisi:
Dalam hal ada lebih dari satu akuntan forensik dalam suatu penugasan, salah
seorang di antara mereka berfungsi sebagai "is-charge" yang bertanggung
jawab dalam mengarahkan penugasan dan memastikan bahwa rencana kerja
dilaksanakan sebagaimana harusnya dan didokumentasi dengan baik.
240. Kepatuhan terhadap Standar Perilaku:
Akuntan forensik harus mematwhi standar perilaku profesional terbaik yang
diharapkan dari akuntan, auditor rekan dari profesi hukum baik tim pembela
maupun jaksa penuntut umum, dan regulator.
250. Hubungan Manusia:
Akuntan forensik harus memiliki kemampuan berinteraksi dengan sesama
manusia (interpersonal skills) seperti yang diharapkan dalam hubungan antar-
manusia di dunia bisnis dalam kegiatan sehari-hari, atau ketika melakukan
wawancara (yang netral) dan interogasi (yang mengandung tuduhan) dan
kegiatan akuntansi forensik lainnya
260. Komunikasi:
Akuntan forensik harus mempunyai kemampuan komunikasi yang sangat baik
(excellent) ketika ia mengomunikasikan temuannya secara (a) lisan, kepada
pemberi penugasan, atau dalam memberikan keterangan ahli di pengadilan;
dan (b) secara tertulis, dalam bentuk laporan kemajuan (progress report),
laporan khusus, dan laporan akhir baik kepada pemberi tugas, penegak hukum
atau pengadilan.
270. Pendidikan Berkelanjutan:
Akuntan forensik harus senantiasa mempertahankan dan meningkatkan
kompetensi teknisnya dengan mengikuti pendidikan berkelanjutan.
280. Kehati-hatian Profesional:
Akuntan forensik harus melaksanakan kehati-hatian profesionalnya dalam
melaksanakan tugasnya.
300. Lingkup Penugasan:
Akuntan forensik harus memabami dengan baik penugasan yang diterimanya. Ia
harus mengkaji penugasan itu dengan teliti untuk menentukan apakah penugasan
dapat diterima secara profesional, dan apakah ia mempunyai keahlian yang
diperlukan atau dapat memperoleh sumber daya an mempunyai keahlian tersebut.
Lingkup penugasan ini dicantumkan dalam kontrak.
310. Keandalan Informasi:
Akuntan forensik harus menelaah sistem yang menghasilkan informasi yang
akan dipergunakannya, untuk memastikan keandalan (reliability) dan
integritas dari informasi tersebut, dan keamanan serta pengamanan informasi
tersebut.
320. Kepatuhan terhadap Kebijakan, Rencana, Prosedur, dan Ketentuan
Perundang – undangan:
Akuntan forensik harus menelaah sistem yang dikembangkan untuk
memastikan terlaksananya kepatuhan terhadap kebijakan, rencana dan
prosedur yang berlaku di lembaga tersebut, dan kepatuhan terhadap ketentuan
perundang-undangan.
330. Pengamanan Aset:
Akuntan forensik harus menelaah cara-cara pengamanan aset, termasuk
manajemen risiko atas aset tersebut.
340. Penggunaan Sumber Daya secara Efisien dan Ekonomis:
Akuntan forensik harus menilai apakah sumber daya di lembaga tersebut
dipakai secara efisien, efektif, dan ekonomis, termasuk sikap kehati-hatian
manajemen dalam mengelola sumber daya itu.
350. Penggunaan Sumber Daya secara Efsien dan Ekonomis:
Akuntan forensik harus menelaah kegiatan (operasi), program dan proyek
untuk memastikan apakah pelaksanaan dan hasilnya sesuai dengan tujuan dan
sasaran.
400.Pelaksanaan Tugas Telaahan:
Pelaksanaan tugas akuntansi forensik harus meliputi (1) perumusan mengenai apa
masalahnya, evaluasi atas masalah itu, dan perencanaan pekerjaan, (2) pengumpulan
bukti, (3) penilaian bukti, dan (4) mengomunikasikan hasil penugasan.
410. Perumusan Masalah dan Evaluasinya:
Dalam tahap ini, akuntan forensik yang dibantu oleh mereka yang punya
keahlian dalam masalah yang dihadapi, mengumpulkan sebanyak mungkin
fakta dan Peristiwa mengenai situasi yang mempunyai potensi fraud secara
informal. Ini meliputi (1) penentuan bagaimana potensi terjadinya masalah
diketahui dan (2) bagaimana masalah itu dikomunikasikan,dan dugaan di mana
serta kapan hal itu terjadi.
420. Perencanaan:
Berdasarkan predication dalam butir 410, peumusan masalahnya dipertajam,
dan rencana dibuat. Dalam rencana ditentukan tujuan dan sasaran dari
penugasan ini. Juga dibuat rencana mengenai jumlah dan jenis keahlian yang
dibutuhkan, sedapat mungkin dengan mengidentifikasi orangnya. Rencana
harus feksibel,dengan cepat jadwal diubah apabila situasi di lapangan berubah.
430. Pengumpulan Bukti:
Akuntan forensik bersama timnya melaksanakan apa yang direncanakan (butir
420) untuk mengumpukan bukti berkenaan dengan dugaan fraud.
440. Evaluasi Bukti:
Akuntan forensik bersama timnya harus mnenganalisis dan
menginterpretasikan bukti-bukti yang dikumpulkan (butir 430). Tentukan
apakah masib ada data yang harus dikumpulkan, atau ada data yang barus
ditindaklanjuti untuk mencapai kesimpulan yang benar.
450. Komunikasikan Hasil Penugasan:
Akuntan forensik bersama timnya harus meringkaskan evaluasi atas bukti-
bukti yang dikumpulkan (butir 440) ke dalam laporan. Laporan berisi fakta
dan kesimpulan. Akuntan forensik harus mempunyai kemampuan menyajikan
laporannya secara lisan.

E. SPKN
Kotak 4.10
Pemeriksaan untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan dari Ketentuan Peraturan
Perundang - undangan; Kecurangan (Fraud); dan Ketidakpatutan (Abuse)

16. Apabila ketentuan peraturan perundang-undangan mempunyai pengaruh yang


signifkan terhadap tujuan pemeriksaan, pemeriksa harus merancang metodologi dan
prosedur pemeriksaan sedemikian rupa sehingga dapat mendeteksi penyimpangan
yang dapat membawa pengaruh signifkan terhadap tujuan pemeriksaan. Pemeriksa
harus menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mempunyai
pengaruh signifikan terhadap tujuan pemeriksaan, dan harus mempethitungkan
risiko bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
kecurangan maupun penyalahgunaan wewenang dapat terjadi.
17. Tidak praktis bagi pemeriksa untuk menetapkan suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan berpengaruh signifikan terhadap tujuan pemeriksaan. Hal ini
disebabkan program pemerintah sangat dipengaruhi oleh berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan tujuan pemeriksaan sangat beragam. Walaupun
begitu pemeriksa dapat menggunakan pendekatan berikut ini.
a. Ubah setiap tujuan pemeriksaan menjadi beberapa pertanyaan tentang aspek
tertentu dari program yang diperiksa
b. Identifikasikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait langsung
dengan aspek tertentu yang menjadi bahan pertanyaan tadi.
c. Tentukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang
secara signifikan dapat memengaruhi jawaban pemeriksa atas pertanyaan tadi.
Jika benar maka ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut mungkin
signifikan bagi tujuan pemeriksaan.
18. Pemeriksa dapat mengandalkan pekerjaan penasihat hukum dalam hal:(1)
menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh signifikan
terhadap tujuan pemeriksaan, (2) merancang pengujian untuk menilai kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang – undangan, dan (3) mengevaluasi hasil
pengujian tersebut, pemeriksa juga dapat mengandalkan hasil kerja penasehat
hukum. apabila tujuan pemeriksaan mensyaratkan adanya pengujian untuk menilai
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
19. Dalam merencanakan pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan,pemeriksa harus menilai risiko kemungkinan
terjadinya penyimpangan. Risiko tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti rumitnya ketentuan peraturan perundang – undangan atau karena ketentuan
peraturan perundang-undangan masih baru. Penilaian pemeriksa terhadap risiko
tersebut mencakup pertimbangan apakah entitas mempunyai sistem pengendalian
yang efektif untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya penyimpangan dari
ketentuan peraturan perundang-undangan.
20. Dalam merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan risiko
terjadinya kecurangan (fraud) yang secara signifikan dapat memengaruhi tujuan
pemeriksaan. Pemeriksa harus mendiskusikan risiko terjadinya kecurangan yang
potensial, dengan memperhatikan faktor-faktor terjadinya kecurangan seperti
keinginan atau tekanan yang dialami seseorang untuk melakukan kecurangan,
kesempatan yang memungkinkan terjadinya kecurangan, dan alasan atau sifat
seseorang yang dapat menyebabkan dilakukannya kecurangan.
21. Ketika pemeriksa mengidentifikasi faktor-faktor atau risiko-risiko kecurangan yang
secara signifikan dapat memengaruhi tujuan atau hasil pemeriksaan, pemeriksa
harus merespons masalah tersebut dengan merancang prosedur untuk bisa
memberikan keyakinan yang memadai bahwa kecurangan tersebut dapat dideteksi.
Pemeriksa harus mempersiapkan dokumentasi pemeriksaan terkait dengan
pengidentifikasian, penilaian, dan analisis terhadap risiko terjadinya kecurangan.
22. Pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau transaksi-transaksi yang berindikasi
kecurangan. Apabila terdapat informasi yang menjadi perhatian pemeriksa (melalui
prosedur pemeriksaan, pengaduan yang diterima mengenai terjadinya kecurangan,
atau cara-cara yang lain) dalam mengidentifikasi bahwa kecurangan telah terjadi,
maka pemeriksa harus mempertimbangkan apakah kecurangan tersebut secara
signifikan memengaruhi tujuan pemeriksaannya.
23. Pelatihan, Pengalaman, dan pemahaman pemeriksa terhadap program yang
diperiksa dapat memberikan suatu dasar bagi pemeriksa untuk lebih waspada bahwa
beberapa tindakan yang menjadi perhatiannya bisa merupakan indikasi adanya
kecurangan. Suatu tindakan bisa dikategorikan sebagai kecurangan atau tidak harus
ditetapkan melalui suatu sistem peradilan dan hal ini di luar keahlian dan tanggung
jawab profesional pemeriksa. Walaupun demikian, pemeriksa tetap bertanggung
jawab untuk selalu waspada terhadap kelemahan – kelemahan yang memungkinkan
pemeriksa bisa mengidentifikasikan indikasi – indikasi bahwa kecurangan telah
terjadi.
24. Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan. Apabila ketidakpatutan terjadi, maka mungkin saja
tidak ada hukum, atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar.
Dalam hal ini ketidakpatutan adalah perbuatan yang jauh berada di luar pikiran
yang masuk akal atau di luar praktik-praktik yang lazim. Pemeriksa harus waspada
terhadap situasi atau transaksi yang dapat mengindikasikan terjadinya
ketidakpatutan.
25. Pemeriksa harus mensunakan pertimbanga profesionanya dalam menelusuri
indikasi adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-
perundangan atau ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi atau proses
hukum selanjutnya, atau kedua-duanya. Dalam kondisi tertentu, kebijakan,
ketentuan peraturan perundang-undangan mengharuskan pemeriksa untuk
melaporkan indikasi terjadinya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-perundangan, atau ketidakpatutan kepada pihak yang berwenang
sebelum memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan.
26. Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai Standar Pemeriksaan ini akan
memberikan keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi atas
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan atau kecurangan yang
secara signifikan dapat memengaruhi hasil pemeriksaan. Meskipun demikian, hal
ini tidak menjamin ditemukannya penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan atau kecurangan. Sebaliknya, dalam hal pemeriksa tidak
menemukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-perundangan atau
kecurangan selama pemeriksaan, tidak berarti bahwa kinerja pemeriksa tidak
memadai, selama pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan
ini.

Anda mungkin juga menyukai