OLEH:
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nyalah makalah ini dapat kami selesaikan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Dalam makalah ini, kami membahas mengenai
“Atribut dan Kode Etik Akuntan Forensik serta Standar Audit Investigatif”.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan
dan kekurangan sehingga hanya yang demikian sajalah yang dapat
diberikan. Kami juga sangat mengharapkan kritikan dan saran dari teman-
teman sehingga dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan
makalah selanjutnya. Demikian makalah ini, semoga bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
1
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN..............................................................................................3
1.1 Latar Belakang 3
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................15
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
jika mereka mengetahui bahwa tindakan mereka telah tercium atau
terungkap. Seorang auditor forensik juga tidak gampang ditebak dalam
melakukan proses audit investigatif, agar tidak dengan mudah dapat
diantisipasi oleh pelaku fraud.
4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan
persekongkolan. Ada dua macam persengkongkolan yaitu :
a. Persengkongkolan yang sifatnya sukarela, dan pesertanya
memang mempunyai niat jahat. Davia menamakannya,
ordinary conspiracy
b. Persengkongkolan dimana pesertanya tidak menyadari
bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya,
contohnya memberikan password komputernya. Davia
menamakannya pseudo-conspiracy.
5
Association of Certified Fraud Exeminers (ACFE) menjelaskan
karakteristik pemeriksa fraud yang harus memiliki kemampuan yang unik.
Disamping keahlian teknis, pemeriksa fraud yang sukses mempunyai
kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara adil (fair),
tidak memihak, sahih (mengikuti perundang-undangan) dan akurat, serta
mampu melaporkan fakta-fakta yang dikumpukan dan kemudian
melaporkannya dengan akurat dan lengkap. Sehingga dapat dikatakan
pemeriksa fraud adalah orang yang memiliki gabungan keahlian dari
pengacara, akuntan, kriminolog dan detektif atau investigator.
6
diketahui. Dalam kasus – kasus fraud, issue-nya bukanlah penentuan
identitas pelakunya, namun apakah perbuatannya dapat dianggap
merupakan fraud.
1. Kreatif
Dalam hal ini kreatif diartikan sebagai kemampuan untuk melihat sesuatu
secara berbeda dari orang lain. Suatu hal yang normal bagi orang lain belum
tentu dianggap normal oleh akuntan forensik.
2. Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam
rangkaian peristiwa dan situasi.
3. Tidak menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-
olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4. Akal sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang
menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya
kehidupan.
5. Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan
dan bukan hanya sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
6. Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuannya sehingga dapat
bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut
umum dan pembela)
2.4 Kode Etik Akuntan Forensik
7
Kode etik berisi nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi.
Eksistensi profesi bisa terwujud apabila adanya:
- Integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain)
- Rasa hormat dan kehormatan (respect dan honor)
- Nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust) dari
pengguna dan stakeholder lainnya.
Seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris, Lord (John Fletcher)
Moulton membedakan tiga wilayah tingkah manusia. Pertama, wilayah
hukum positif di mana orang patuh karena ada hukum dan adanya hukuman
untuk yang tidak patuh. Kedua, di sisi ekstrim lainnya ada wilayah kebebasan
memilih (free choice), di mana orang mempunyai kebebasan penuh untuk
menentukan sikapnya, misalnya kebebasan beragama atau tidak beragama.
Wilayah ketiga berada di tengah-tengah kedua wilayah tadi. Hal yang ketiga
ini, Lord Moulton menyebutnya kesopan-santunan (manners).
8
Standar 1
Seluruh investigasi harus dilandasi praktik-praktik terbaik yang diakui
(accepted best practices). Istilah best practices sering dipakai dalam
penetapan standar. Dalam istilah ini tersirat dua hal. Pertama, adanya upaya
membandingkan antara praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada
yang terbaik pada saat itu. Upaya ini disebut benchmarking. Kedua, upaya
benchmarking dilakukan terus-menerus untuk mencari solusi terbaik.
Standar 2
Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga
bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan. Bandingkan standar ini dengan
nasihat kedua dari Davia di atas.
Standar 3
Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi, dan
diindeks; dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai
referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa
investigasi sudah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga membantu
perusahaan dalam upaya perbaikan cara-cara investigasi sehingga accepted
best practices yang dijelaskan di atas dapat dilaksanakan.
Standar 4
Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan
senantiasa menghormatinya. Kalau investigasi dilakukan dengan cara yang
melanggar hak asasi pegawai, yang bersangkutan dapat menuntut
perusahaan dan investigatornya. Bukti-bukti yang sudah dikumpulkan dengan
waktu dan biaya yang banyak, menjadi sia-sia.
Standar 5
Beban pembuktian ada pada perusahaan yang "menduga" pegawainya
melakukan kecurangan, hukum administratif maupun kasus pidana. Dalam
kasus pidana di Amerika Serikat, beban pembuktian ini harus beyond
reasonable doubt atau "melampaui keraguan yang layak dan pada penuntut
umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus Di Indonesia ada
9
tindak pidana di mana beban pembuktian terbalik dimungkinkan Untuk tindak
pidana, jaksa penuntut umum harus mengajukan sedikitnya dua alat bukti
yang memberikan keyakinan kepada hakim. Beban pembuktian terbalik dan
alat bukti dibahas dalam bab lain.
Standar 6
Cakup seluruh substansi investigasi dan "kuasai" seluruh target yang sangat
kritis ditinjau dari segi waktu. Dalam melakukan investigasi, kita menghadapi
keterbatasan waktu. Dalam menghormati asas praduga tidak bersalah, hak
dan kebebasan seseorang harus dihormati. Hal ini membuka peluang
baginya untuk menghancurkan atau menghilangkan bukti; menghancurkan,
menghilangkan, atau menyembunyikan barang bukti; menghapus jejak
kejahatan (termasuk membunuh saksi pelapor atau orang yang mempunyai
potensi menjadi saksi yang memberatkannya). Oleh karena itu, sejak
memulai investigasinya, investigator harus menentukan cakupan
investigasinya.
Standar 7
Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk
perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak
dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia,
ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan,
keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporarn.
Di Indonesia kita lihat pentingnya keterlibatan polisi, jaksa, pengadilan (dalam
mendapatkan izin), imigrasi (untuk mencegah pelarian ke luar negeri),
Menteri Keuangan (misalnya untuk izin pemeriksaan tindak pidana
perpajakan) dan instansi lainnya.
10
jawab langsung ke Dewan Komisaris kalau penugasan diberikan oleh
lembaganya atau kepada penegak hukum dan atau regulator jika penugasan
datang dari luar lembaganya. Dalam hal akuntan forensik tersebut
independen (misalnya kalau ia partner kantor akuntan publik), ia
menyampaikan laporannnya kepada seorang eksekutif senior yang
kedudukannya lebih tinggi dari orang yang diduga melakukan fraud.
- Supervisi. Dalam hal ada lebih dari satu akuntan forensik dalam
suatu penugasan, salah seorang diantara mereka berfungsi sebagai “in-
charge” yang bertanggung jawab dalam mengarahkan oennugasan dan
memastikan bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagaimana harusnya dan
didokumentasi dengan baik.
11
- Hubungan Manusia. Akuntan forensik harus memiliki kemampuan
berinteraksi dengan sesama manusia (interpersonal skills) seperti yang
diharapkan dalam hubungan antar-manusia di dunia bisnis dalam kegiatan
sehari-hari atau ketika melakukan wawancara dan interogasi dan kegiatan
akuntansi forensik lainnya.
12
situasi yang mempunyai potensi fraud secara informal. Ini meliputi (1)
penentuan bagaimana potensi terjadinya masalah diketahui dan (2)
bagaimana masalah itu dikomunikasikan dan dugaan dimana serta kapan hal
itu terjadi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
13
Akuntan forensik adalah akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi
dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan
hukum, meskipun demikian akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian
khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan dan metode-metode
kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum, penelitian dan keterampilan
investigasi dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi
materi bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari
temuan tersebut. Dimana tidak sembarang orang yang bisa menjadi akuntan
forensik, karena akuntan forensik harus memiliki kualitas dan karakteristik
seperti dalam tindakan fraud yang dibarengi dengan persekongkolan, auditor
forensik harus memiliki indra atau intuisi yang tajam untuk merumuskan “teori
persekongkolan” untuk memudahkan dalam pengumpulan bukti.Auditor harus
mengenali pola fraud yang dilakukan oleh pelaku, yaitu si auditor harus
mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau
di luar pembukuan.
DAFTAR PUSTAKA
14
15