Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AKUNTANSI FORENSIK

“ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK


SERTA STANDAR AUDIT INVESTIGATIF”

OLEH:

NUR IKHWANA (A31116029)

DEZAN APRILYANITA SYAM (A31116502)

ANDI MIFTAHUL JANNAH (A31116508)

RIBKAH ANANDITA (A31116513)

ST. SAQIFA AZZAHRA (A31116519)

DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nyalah makalah ini dapat kami selesaikan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Dalam makalah ini, kami membahas mengenai
“Atribut dan Kode Etik Akuntan Forensik serta Standar Audit Investigatif”.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai


atribut yang melekat pada seorang Akuntan Forensik. Makalah ini juga dibuat
untuk memenuhi tugas penulis dalam bidang studi Akuntansi Forensik.

Kami menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan
dan kekurangan sehingga hanya yang demikian sajalah yang dapat
diberikan. Kami juga sangat mengharapkan kritikan dan saran dari teman-
teman sehingga dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan
makalah selanjutnya. Demikian makalah ini, semoga bermanfaat bagi kita
semua.

Makassar, 14 Februari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN..............................................................................................3
1.1 Latar Belakang 3

1.2 Rumusan Masalah 3

BAB II: PEMBAHASAN...............................................................................................4


2.1 Atribut Akuntan Forensik 4

2.2 Karakteristik Akuntan Forensik 6

2.3 Kualitas Akuntan Forensik 7

2.4 Kode Etik Akuntan Forensik 8

2.5 Standar Audit Investigatif 8

2.6 Standar Akuntansi Forensik 11

BAB III: PENUTUP.....................................................................................................14


3.1 Kesimpulan 14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................15

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akuntan forensik ialah seseorang yang memiliki keahlian akuntansi


yang dipadukan dengan auditing dan hukum untuk memecahkan masalah
keuangan atau dugaan fraud. Profesi akuntan forensik ini bertanggung
jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan,
sehingga stakeholder dapat memperoleh informasi keuangan yang andal
sebagai dasar pengambilan keputusan. Guna menunjang
profesionalismenya sebagai akuntan forensik maka akunta dalam
melaksanakan tugasnya harus berpedoman pada standar yang ditetapkan
yaitu standar audit investigatif dan standar akuntansi forensik dan juga
memiliki kualitas dan karakteristik untuk menjadi akuntan forensik. Dalam
menangani kasus fraud yang terjadi pada sektor publik ataupun swasta
diperlukan fraud auditor (atau akuntan forensik) yang handal dan memiliki
independensi yang tinggi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja atribut yang melekat pada seorang Akuntan Forensik ?
2. Bagaimana karakteristik seorang pemeriksa fraud?
3. Bagaimana kualitas akuntan forensik yang baik?
4. Apa saja yang termasuk dalam kode etik Akuntansi Forensik ?
5. Bagaimana penerapan standar yang baik dalam melakukan audit
investigasi?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Atribut Seorang Akuntan Forensik

Howard R. Davia dalam Tuanakotta (2010 : 99) memberi lima nasihat


kepada seorang auditor pemula dalam melakukan investigasi terhadap fraud,
yaitu :

1. Menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara


prematur. Identifikasi lebih dahulu siapa pelaku atau yang mempunyai
potensi menjadi pelaku. Banyak auditor berkutat pada pengumpulan
fakta dan temuan, tetapi tidak menjawab pertanyaan yang paling
penting : Who did it ? Ada kalanya kebiasaan penyembunyian nama
pelaku didorong oleh keinginan untuk “memperhalus” pengungkapan
sesuatu yang kelihatannya kurang elok. Dalam bahasa Inggris,
penghalusan ini disebut euphemism.
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan
kecurangan”. Banyak kasus kecurangan kandas di sidang pengadilan
karena penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membuktikan
niat melakukan kejahatan atau pelanggaran. Menurut Davia, tujuan
proses pengadilan adalah menilai orang, bukan mendengar celotehan
yang berkepanjangan tentang kejahatannya.
3. Seorang auditor forensik harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud,
jangan dapat ditebak. Dalam proses audit investigatif, keadaan dapat
berubah dengan cepat, misalnya, bukti dan barang bukti
disembunyikan atau dihancurkan atau pelaku bersembunyi atau
melarikan diri. Dalam kondisi seperti tersebut auditor forensik harus
berpikir kreatif dalam menggunakan prosedur, kombinasi prosedur
atau alternatif prosedur untuk mengumpulkan bukti. Seorang auditor
forensik harus dapat berpikir layaknya seorang pelaku fraud agar
dapat mengantisipasi langkah-langkah yang akan diambil pelaku fraud

4
jika mereka mengetahui bahwa tindakan mereka telah tercium atau
terungkap. Seorang auditor forensik juga tidak gampang ditebak dalam
melakukan proses audit investigatif, agar tidak dengan mudah dapat
diantisipasi oleh pelaku fraud.
4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan
persekongkolan. Ada dua macam persengkongkolan yaitu :
a. Persengkongkolan yang sifatnya sukarela, dan pesertanya
memang mempunyai niat jahat. Davia menamakannya,
ordinary conspiracy
b. Persengkongkolan dimana pesertanya tidak menyadari
bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan kerjanya,
contohnya memberikan password komputernya. Davia
menamakannya pseudo-conspiracy.

Dalam tindakan fraud yang dibarengi dengan persekongkolan, auditor


forensik harus memiliki indra atau intuisi yang tajam untuk merumuskan “teori
persekongkolan” untuk memudahkan dalam pengumpulan bukti. Auditor
harus mengenali pola fraud yang dilakukan oleh pelaku, yaitu si auditor harus
mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau
di luar pembukuan. Pendeteksian dan pengumpulan bukti terhadap fraud
yang dilakukan dalam pembukuan, seperti pencatatan ganda atas
pembayaran kepada pemasok, akan memerlukan tehnik dan prosedur audit
yang berbeda dengan pola fraud yang ada di luar pembukuan seperti
kickback, penagihan piutang yang sudah dihapus. Untuk membuktikan fraud
yang dilakukan dengan pembayaran ganda misalnya, auditor forensik akan
lebih efektif dan efisien jika menggunakan prosedur vouching, yaitu
menelusuri dari transaksi ke bukti pendukung. Jika auditor forensik
melakukan sebaliknya, yaitu dengan menggunakan trashing (menelusuri dari
bukti pendukung ke transaksi), maka pencatatan ganda atas pembayaran
tersebut tidak akan terdeteksi.

2.2 Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud

5
Association of Certified Fraud Exeminers (ACFE) menjelaskan
karakteristik pemeriksa fraud yang harus memiliki kemampuan yang unik.
Disamping keahlian teknis, pemeriksa fraud yang sukses mempunyai
kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara adil (fair),
tidak memihak, sahih (mengikuti perundang-undangan) dan akurat, serta
mampu melaporkan fakta-fakta yang dikumpukan dan kemudian
melaporkannya dengan akurat dan lengkap. Sehingga dapat dikatakan
pemeriksa fraud adalah orang yang memiliki gabungan keahlian dari
pengacara, akuntan, kriminolog dan detektif atau investigator.

Menurut Allan Pinkerton menyebutkan kualitas yang harus dimiliki oleh


seorang detektif, yaitu seorang detektif harus memiliki beberapa kualifikasi
tertentu, yaitu hati-hati (tidak gegabah), menjaga kerahasiaan pekerjaannya,
kreatif dalam menemukan hal-hal baru, pantang menyerah, berani, dan di
atas segala-galanya adalah jujur. Disamping itu, detektif harus juga memiliki
kemampuan dalam pendekatan dengan manusia dan ketangguhan mencari
informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan
kemahirannya sebagai detektif dengan segera dan secara efektif.

Kemampuan berinteraksi dengan manusia amat menentukan. Sikap


pemeriksa terhadap orang lain memengaruhi sikap orang lain tersebut
kepadanya. Sikap yang bermusuhan akan menimbulkan rasa was-was dalam
diri responden, yang kemudian menyebabkan mereka bersikap menarik diri
dan menjaga jarak. Selanjutnya Art Buckwalter mengatakan, rahasia menjadi
private investigator adalah menjadi sosok yang disukai orang lain. Pemeriksa
yang menyesatkan orang lain seringkali menyesatkan diri sendiri.

Pemeriksa fraud harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti


konsep – konsep keuangan dan kemampuan untuk menarik kesimpulan
terhadapnya. Ciri yang unik dari kasus – kasus fraud, yakni berbeda dengan
kejahatan tradisional atas harta benda, adalah identitas pelakunya biasanya

6
diketahui. Dalam kasus – kasus fraud, issue-nya bukanlah penentuan
identitas pelakunya, namun apakah perbuatannya dapat dianggap
merupakan fraud.

2.3 Kualitas Akuntan Forensik


Menurut Robert J. Lindquist menyatakan bahwa kualitas yang harus
dimiliki oleh akuntan forensik sebagai berikut :

1. Kreatif
Dalam hal ini kreatif diartikan sebagai kemampuan untuk melihat sesuatu
secara berbeda dari orang lain. Suatu hal yang normal bagi orang lain belum
tentu dianggap normal oleh akuntan forensik.
2. Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam
rangkaian peristiwa dan situasi.
3. Tidak menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-
olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4. Akal sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang
menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya
kehidupan.
5. Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan
dan bukan hanya sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
6. Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuannya sehingga dapat
bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut
umum dan pembela)
2.4 Kode Etik Akuntan Forensik

7
Kode etik berisi nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi.
Eksistensi profesi bisa terwujud apabila adanya:
- Integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain)
- Rasa hormat dan kehormatan (respect dan honor)
- Nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust) dari
pengguna dan stakeholder lainnya.
Seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris, Lord (John Fletcher)
Moulton membedakan tiga wilayah tingkah manusia. Pertama, wilayah
hukum positif di mana orang patuh karena ada hukum dan adanya hukuman
untuk yang tidak patuh. Kedua, di sisi ekstrim lainnya ada wilayah kebebasan
memilih (free choice), di mana orang mempunyai kebebasan penuh untuk
menentukan sikapnya, misalnya kebebasan beragama atau tidak beragama.
Wilayah ketiga berada di tengah-tengah kedua wilayah tadi. Hal yang ketiga
ini, Lord Moulton menyebutnya kesopan-santunan (manners).

2.5 Standar Audit Investigatif

Audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup


tertentu, periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area
pertanggungjawaban yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi
penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk
ditindaklanjuti bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang
ditemukan. Tujuan audit investigasi adalah mengadakan temuan lebih lanjut
atas temuan audit sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk
membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari
masyarakat.

Berikut standar standar yang menjadi dasar untuk melakukan audit


investigasi :

8
Standar 1
Seluruh investigasi harus dilandasi praktik-praktik terbaik yang diakui
(accepted best practices). Istilah best practices sering dipakai dalam
penetapan standar. Dalam istilah ini tersirat dua hal. Pertama, adanya upaya
membandingkan antara praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada
yang terbaik pada saat itu. Upaya ini disebut benchmarking. Kedua, upaya
benchmarking dilakukan terus-menerus untuk mencari solusi terbaik.
Standar 2
Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga
bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan. Bandingkan standar ini dengan
nasihat kedua dari Davia di atas.
Standar 3
Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi, dan
diindeks; dan jejak audit tersedia. Dokumentasi ini diperlukan sebagai
referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari untuk memastikan bahwa
investigasi sudah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga membantu
perusahaan dalam upaya perbaikan cara-cara investigasi sehingga accepted
best practices yang dijelaskan di atas dapat dilaksanakan.
Standar 4
Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan
senantiasa menghormatinya. Kalau investigasi dilakukan dengan cara yang
melanggar hak asasi pegawai, yang bersangkutan dapat menuntut
perusahaan dan investigatornya. Bukti-bukti yang sudah dikumpulkan dengan
waktu dan biaya yang banyak, menjadi sia-sia.
Standar 5
Beban pembuktian ada pada perusahaan yang "menduga" pegawainya
melakukan kecurangan, hukum administratif maupun kasus pidana. Dalam
kasus pidana di Amerika Serikat, beban pembuktian ini harus beyond
reasonable doubt atau "melampaui keraguan yang layak dan pada penuntut
umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus Di Indonesia ada

9
tindak pidana di mana beban pembuktian terbalik dimungkinkan Untuk tindak
pidana, jaksa penuntut umum harus mengajukan sedikitnya dua alat bukti
yang memberikan keyakinan kepada hakim. Beban pembuktian terbalik dan
alat bukti dibahas dalam bab lain.
Standar 6
Cakup seluruh substansi investigasi dan "kuasai" seluruh target yang sangat
kritis ditinjau dari segi waktu. Dalam melakukan investigasi, kita menghadapi
keterbatasan waktu. Dalam menghormati asas praduga tidak bersalah, hak
dan kebebasan seseorang harus dihormati. Hal ini membuka peluang
baginya untuk menghancurkan atau menghilangkan bukti; menghancurkan,
menghilangkan, atau menyembunyikan barang bukti; menghapus jejak
kejahatan (termasuk membunuh saksi pelapor atau orang yang mempunyai
potensi menjadi saksi yang memberatkannya). Oleh karena itu, sejak
memulai investigasinya, investigator harus menentukan cakupan
investigasinya.
Standar 7
Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk
perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak
dengan pihak ketiga, pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia,
ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan penyelenggaraan catatan,
keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporarn.
Di Indonesia kita lihat pentingnya keterlibatan polisi, jaksa, pengadilan (dalam
mendapatkan izin), imigrasi (untuk mencegah pelarian ke luar negeri),
Menteri Keuangan (misalnya untuk izin pemeriksaan tindak pidana
perpajakan) dan instansi lainnya.

2.6 Standar Akuntansi Forensik

1. Indenpendensi. Untuk kegiatan internal lembaganya, akuntan forensik


harus cukup independen dalam melaksanakan tugasnya. Ia bertanggung

10
jawab langsung ke Dewan Komisaris kalau penugasan diberikan oleh
lembaganya atau kepada penegak hukum dan atau regulator jika penugasan
datang dari luar lembaganya. Dalam hal akuntan forensik tersebut
independen (misalnya kalau ia partner kantor akuntan publik), ia
menyampaikan laporannnya kepada seorang eksekutif senior yang
kedudukannya lebih tinggi dari orang yang diduga melakukan fraud.

2. Objektivitas. Akuntan forensik harus objektif, tidak berpihak dalam


melaksanakan telaah akuntansi forensiknya.

3. Kemahiran Profesional seperti :

- Sumber Daya Manusia. Semua sumber daya manusia yang


melaksanakan akuntansi forensik harus mempunyai kemahiran teknis,
pendidikan dan pengalaman yang memadai sesuai dengan tugas yang
diserahkan kepadanya.

- Pengetahuan, Pengalaman, Keahlian dan Disiplin. Akuntan forensik


harus memiliki atau menggunakan SDM yang memiliki Pengetahuan,
Pengalaman, Keahlian dan Disiplin untuk melakukan tugasnya dengan baik.

- Supervisi. Dalam hal ada lebih dari satu akuntan forensik dalam
suatu penugasan, salah seorang diantara mereka berfungsi sebagai “in-
charge” yang bertanggung jawab dalam mengarahkan oennugasan dan
memastikan bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagaimana harusnya dan
didokumentasi dengan baik.

- Kepatuhan terhadap Standar Perilaku. Akuntan forensik harus


mematuhi standar perilakuk profesional terbaik yang diharapkan akuntan,
auditor, rekan dari profesi hukum baik tim pembela maupun jaksa penuntut
umum dan regulator.

11
- Hubungan Manusia. Akuntan forensik harus memiliki kemampuan
berinteraksi dengan sesama manusia (interpersonal skills) seperti yang
diharapkan dalam hubungan antar-manusia di dunia bisnis dalam kegiatan
sehari-hari atau ketika melakukan wawancara dan interogasi dan kegiatan
akuntansi forensik lainnya.

4. Lingkup Penugasan, seperti :

- Keandalan Informasi. Akuntan forensik harus menelaah sistem yang


menghasilkan informasi yang akan dipergunakannya untuk memastikan
keandalan dan integritas dari informasi tersebut dan keamanan serta
pengamanan informasi tersebut.

- Kepatuhan terhadap Kebijakan, Rencana, Prosedur dan Ketentuan


Perundang-undangan. Akuntan forensik harus menelaah sistem yang
dikembangkan untuk memastikan terlaksananya kepatuhan terhadap
kebijakan, rencana dan prosedur yang berlaku di lembaga tersebut dan
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

- Pengamanan Aset. Akuntan forensik harus menelaah cara-cara


pengamanan aset termasuk manajemen risiko atas aset tersebut.

- Penggunaan Sumber Daya secara Efisien dan Ekonomis. Akuntan


forensik harus menelaah kegiatan (operasi), program dan proyek untuk
memastikan apakah pelaksanaan dan hasilnya sesuai demgan tujuan dan
sasaran.

5. Pelaksanaan Tugas Telaahan seperti :

- Perumusan Masalah dan Evaluasinya. Dalam tahap ini, akuntan


forensik yang dibantu oleh mereka yang punya keahlian dalam masalah yang
dihadapi, mengumpulkan sebanyak mungkin fakta dan peristiwa mengenai

12
situasi yang mempunyai potensi fraud secara informal. Ini meliputi (1)
penentuan bagaimana potensi terjadinya masalah diketahui dan (2)
bagaimana masalah itu dikomunikasikan dan dugaan dimana serta kapan hal
itu terjadi.

- Perencanaan. Dalam rencana ditentukan tujuan dan sasaran dari


penugasan ini. Juga dibuat rencana mengenai jumlah dan jenis keahlian
yang dibutuhkan sedapat mungkin dengan mengidentifikasi orangnya.
Rencana harus fleksibel dengan cepat jadwal diubah apabila situasi di
lapangan berubah.

- Pengumpulan Bukti. Akuntan forensik bersama timnya melaksanakan


apa yang direncanakan untuk mengumpulkan bukti berkenaan dengan
dugaan fraud

- Evaluasi Bukti. Akuntan forensik bersama timnya harus menganalisis


dan menginterpretasikan bukti –bukti yang dikumpulkan. Tentukan apakah
masih ada data yang harus dikumpulkan, atau ada data yang harus
ditindaklanjuti untuk mencapai kesimpulan yang benar.

- Komunikasikan Hasil Penugasan. Akuntan forensik bersama timnya


harus meringkaskan evaluasi atas bukti-bukti yang dikumpulkan ke dalam
laporan. Laporan berisi fakta dan kesimpulan. Akuntan forensik harus
mempunyai kemampuan menyajikan laporanya secara lisan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

13
Akuntan forensik adalah akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi
dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan
hukum, meskipun demikian akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian
khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan dan metode-metode
kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum, penelitian dan keterampilan
investigasi dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi
materi bukti dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari
temuan tersebut. Dimana tidak sembarang orang yang bisa menjadi akuntan
forensik, karena akuntan forensik harus memiliki kualitas dan karakteristik
seperti dalam tindakan fraud yang dibarengi dengan persekongkolan, auditor
forensik harus memiliki indra atau intuisi yang tajam untuk merumuskan “teori
persekongkolan” untuk memudahkan dalam pengumpulan bukti.Auditor harus
mengenali pola fraud yang dilakukan oleh pelaku, yaitu si auditor harus
mempertimbangkan apakah kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau
di luar pembukuan.

DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M. 2017. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif


(Edisi 2). Jakarta: Salemba Empat.

14
15

Anda mungkin juga menyukai