Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AKUNTANSI FOTRENSIK

"Tujuan Audit Investigatif, investigasi dan Audit Investigasi"

Disusun Oleh: Kelompok 1

➢ JUMIATI
➢ WINDASARI
➢ LENNI PERWITA
➢ MUH MARUF

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Sholawat dan salam semoga terus tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bpk. INDRA BASIR
selaku Dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Forensik yang senantiasa
membimbing penulis melalui dalam menelesaikan tugas makalah ini.

Jika ada kesalahan dalam makalah ini, mohon dimaklumi. Penulis meminta
maaf atas ketidak sempurnaan dan masih banyak kelemahan dalam makalah ini .
Penulis juga berharap agar para pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan
saran kepada penulis.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan,


ilmu pengetahuan, dan menjadi acuan untuk penulis makalah lainnya.

Majene, 20 Maret 2023

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I .................................................................................................................................. 1

ii
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 1

C. Tujuan ...................................................................................................................... 2

BAB II................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3

A. Contoh dari Audit Investigatif ................................................................................. 2

B. Aksioma dalam investigasi ...................................................................................... 3

C. Pertemuan pendahuluan ........................................................................................... 3

D. Predication ............................................................................................................... 3

E. Pemeriksa dalam hukum acara pidana ..................................................................... 4

F. Bukti dan pembuktian auditing dan hukum ............................................................. 4

BAB III ............................................................................................................................... 8

PENUTUP........................................................................................................................... 8

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian investigati dan pemeriksaan fraud digunakan silih berganti sebagai
sinonim. Idealnya ada kesamaan makna konsep-konsep auditing dan hukom;
naman, dari segi filsafat auditing dan filsafat hukum, hal itu tidaklah mungkin.
Hal ini menjadi pokok bahasan bab int
Ada sebab lain kenapa harmonisasi antara konsep-konsep hukum dan
auditing tidak Dapat berjalan. Hukum Indonesia, khususnya hukum pidana dan
hukum acara pidana, masih Berasal dari hukum Napoleonic. Sedangkan konsep-
konsep akuntansi dan auditing kita adopsiD Amerika Serikat. Karena perbedaan
yang penting antara konsep-konsep auditing dan Hukum, pemeriksa fraud perlu
memahami kedua-duanya. Dalam filsafat auditing, kita mengenal konsep due
audit care, prudent auditor, seorang profesional yang berupaya menghindari
tuntutan dengan tuduhan teledor (negligent) dalam melaksanakan tugasnya. Untuk
itu, pemeriksa freud atau investigator perlu mengetahui tiga aksioma dalam
pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma ini mengawali pembahasan dalam bab
Suatu investigasi hanya dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam
investigast dikenal sebagai predication. Ini adalah pokok bahasan kedua dalam
bab ini. Dengan landasan atau dasar ini, seorang investigator mereka-teka
mengenai apa, bagaimana, siapa, dan pertanyaan lain yang diduganya relevan
dengan pengungkapan kasusnya, ia membangun teori fraud (fraud theory).
Contoh kasus akan digunakan untuk membahas predication dan fraud theory.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Contoh dari Audit Investigatif ?
2. Bagaimana Aksioma dalam investigasi ?
3. Bagaimana pendahuluan ?
4. Bagaimana Predication ?
1
5. Bagaimana dalam hukum acara pidana ?
6. Bagaimana Bukti dan pembuktian auditing hukum ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Contoh dari Audit Investigatif
2. Untuk mengetahui Aksioma dalam investigasi
3. Untuk mengetahui Pertemuan pendahuluan
4. Untuk mengetahui Predication
5. Untuk mengetahui bagaimana Pemeriksa dalam hukum acara pidana
6. Untuk mengetahui mengenai Bukti dan pembuktian auditing hukum

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Contoh dari Tujuan Investigasi


Dibawah ini disajikan bermacam-macam alternatif mengenai tujuan investigasi yang
diambil dari K.H Spencer Pickett dan Jennifer Pickett, Financial Cime Investigasi
and Control (2002) :
1. Memberhentikan Manajemen. Tujuan utamanya adalah sebagai teguran keras
bahwa manajemen tidak mampu mempertanggung jawabkan kewajiban
fiduisasinya. Kewajiban fidusia ini termasuk mengawasi dan mencegah
terjadinya kecurangan oleh karyawannya.
2. Memeriksa, mengumpulkan, dan menilai cukupnya dan dan relevannya bukti.
Tujuan ini akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti
untuk meyakinkan hakim dipengadilan. Konsepnya adalah forensic evidence,
dan bukan sekedar bukti audit.
3. Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah.
4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi.
Banyak bukti dalam kejahatan keuangan berupa dokumen.
5. Menemukan aset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian
yang terjadi. Ini meliputi penelusuran rekening bank, pembekuan rekening, izin-
izin untuk proses penyitaan dan atau penjualan aset, dan penentuan kerugian
yang terjadi.
6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku
kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut; harapannya adalah
bahwa mereka bersedia bersikap kooperatif dalam investigasi itu.
7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya.
8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan. Seperti pada butir diatas,
tujuan utamanya adalah menyingkirkan “buah busuk” agar “buah segar” tidak
ikut busuk. Pendekatannya adalah pendekatan disiplin perusahaan. Pembuktian
terhadap tindak kejahatan ini mungkin tidak akan lolos disidang pengendalian.
Akan tetapi pembuktian disini diarahkan kepada penerapan peraturan intern
perusahaan.
3
9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.
10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan.
11. Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan,
sesuai dengan buku pedoman.
12. Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan
keputusan mengenai investigasi ditahap beriktnya.
13. Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak
lanjut yang tepat dapat diambil. Ini biasanya merupakan tujuan investigasi dalam
hal pelaku tertangkap tangan, seperti dalam kasus pencurian di supermarket.
14. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber
daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimalnya mungkin. Pendekatan
ini berupaya mencari pemecahan yang optimal dalam kasus yang terjadi.
15. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan
membuat keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil.
16. Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan, baik lisan
maupun tertulis, baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untuk
menanggapinya secara tepat.
17. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik. Hal ini sangat
penting ketika moral kerja merupakan kunci keberhasilan dalam perusahaan atau
tim kerja.
18. Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga. Tujuan dari investigasi ini
tentunya bukan untuk melindungi lembaga yang sebagian besar memang sudah
korup.
19. Mengikuti seluruh kewajiban hukum dan mematuhi semua ketentuan mengenai
due diligence dan klaim kepada pihak ketiga (misalnya klaim asuransi).
20. Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik.
21. Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya.
22. Mengumpulkan bukti buktinyang cukup untuk menindak pelaku dalam
perbuatan yang tidak terpuji.
23. Mengidentifikasi praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab.
24. Mempertahankan keberhasilan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga
ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik.
4
25. Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan
memastikan bahwa mereka memberikan bukti yan mendukung tuduhan atau
dakwaan terhadap sipelaku.
26. Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya
kecurangan ini dengan tepat. Dalam jangka panjang, manajemen risiko yang
baik yang akan mencegah atau mengurangi terjadinya kecurangan.

B. Aksioma Dalam investigasi

Dalam pandangan para filsuf Yonani, aksioma adalah klaim atau pernyataan yang
dapat dianggap benar, tanpa perlu pembuktian lebih lanjut. Tradisi ini diteruskan dalam
logika yang

traditional, bahkan sampai kepada (apa yang kita sebut) ilmu-ilmu eksakta.

Aksioma atau postulate adalah pernyataan (proposition) yang tidak dibuktikan atau
tidak diperagakan, dan dianggap sudah jelas dengan sendirinya (self-evident).
Kebenaran dari proposisi ini tidak dipertanyakan lagi (taken for granted). Aksioma
merupakan titik tolak untuk menarik kesimpulan tentang suatu kebenaran yang harus
dibuktikan (melalui

pembentukan teori). Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebut tiga


aksioma dalam

melakukan investigasi atau pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma ini oleh ACFE
diistilahkan fraud axioms (aksioma fraud), yang terdiri atas:

• Aksioma-, Fraud is hidden

• Aksioma-2, Reverse proof

• Aksioma-3. Existence of fraud

Ketiga aksioma fraud dibahas di bawah.

Aksioma tentang fraud sangat gamblang (self-evident). Ketiga aksioma tentang fraud
ini pun tidak memerlukan pembuktian mengenai kebenarannya. Namun, jangan
remehkan "kegamblangannya" Pemeriksa yang berpengalaman pun sering kali
menghadapi berbagai masalah ketika ia mengabaikan aksioma-aksioma ini

1. Fraud is Hidden

Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi. Metode
atau modus operandinya mengandung tipuan, untuk menyembunyikan
sedang Berlangsungnya fraud. Hal ini terlihat di permukaan bukanlah yang
sebenarnya terjadi atau berlangsung.
5
Metode untuk menyembunyikan fraud begitu banyak; pelaku fraud sangat
kreatif mencari celah-celah untuk menyembunyikan fraud- nya, sehingga
investigator yang Berpengalaman pun sering terkicuh. Memberikan pendapat
bahwa fraud terjadi (padahal fraud tidak terjadi) atau sebaliknya, memberikan
pendapat bahwa fraud tidak terjadi (padahal sebenarnya fraud terjadi), membuat
investigator berisiko menghadapi tuntutan hukum.
2. Reverse Proof
Reverse proof secara harafiah berarti “pembuktian secara terbalik”. ACFE
menjelaskan mengenai aksioma fraud yang kedua “The axamination of fraud is
approached from two perspectives. To prove that a fraud has occurred, the proof
must include attempts to prove it has not occurred. The reverse is also true. In
attempting to prove fraud has not occurred, that proof must also attempt to prove
that it has”.
3. Existence of Fraud

Aksioma ini secara sederhana ingin mengatakan bahwa hanya pengadilan yang
dapat (berhak) menetapkan bahwa fraud memang terjadi atau tidak terjadi.
Pemeriksa fraud Berupaya membuktikan terjadi atau tidak terjadinya fraud.
Namun, hanya pengadilan Yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal
itu.

C. Predication

Langkah pertama akuntan forensik dalam audit investigatifnya adalah


menyusun Predication. Fraud Examiners Manual (2006) menjelaskan predication
adalah keseluruhan dari Peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan segala hal
yang terkait atau berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan
berpengalaman dengan kehati-hatian yang memadai, kepada kesimpulan bahwa
fraud telah, sedang, atau akan berlangsung. Predication adalah dasar untuk
memulai investigasi. Investigasi atau pemeriksaan fraud jangan dilaksanakan
tanpa adanya predication yang tepat.

Setiap investigasi dimulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus ini
berakhir denganSu itigasi. Padahal ketika memulai investigasi, pemeriksa belum
6
memiliki bukti yang cukup. Seperti hipotesis yang harus diuji oleh ilmuwan,
pemeriksa fraud membuat teori tentang Bagaimana fraud itu terjadi, yang
disebut teori fraud. Investigasi dengan pendekatan teori fraud.
Meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Analisis data yang tersedia;
2. Ciptakan (atau kembangkan) hipotesis berdasarkan analisis di atas:
3. Uji atau tes hipotesis tersebut;
4. Perhalus atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.

D. Pemeriksaan Dalam Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981)


mengatur tahapan hukum acara pidana sebagai berikut:
1. Penyelidikan
Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya penyidikan dilakukan. Penyelidikan tidaklah
berdiri sendiri atau terpisah dari Penyidikan, melainkan merupakan satu
rangkaian yang mendahului tindakan penyidikan lainnya, yakni penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. Penyelidik mempunyai wewenang
sebagai berikut:
a. Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana;
b. Mencari keterangan dan barang bukti;
c. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda Pengenal diri. Atas perintah penyidik, penyelidik
dapat melakukan tindakan berupa:
a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan
penyitaan;
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat;
c. Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

Wewenang penyelidik seperti mencari keterangan dan barang bukti sudah


memasuki ruang lingkup pembuktian. Kalau keterangan yang diperoleh dari

7
beberapa orang saling Bersesuaian satu sama lain, apalagi kalau ada keterkaitan
dengan barang bukti yang ditemukan, maka penyidik dapat menduga telah terjadi
suatu tindak pidana. Selanjutnya Penyidikan dapat dilakukan.
2. Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan
mengumpulkan Bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang
terjadi untuk menemukan tersangkanya. Untuk mencari dan mengumpulkan
bukti, undang-undang memberi wewenang kepada penyidik untuk:
a) Menggeledah dan menyita surat bukti.
b) Memanggil dan memeriksa saksi, yang keterangannya dituangkan dalam berita
acara pemeriksaan saksi;
c) Memanggil dan memeriksa tersangka, yang keterangannya dituangkan
dalam berita acara pemeriksaan tersangka;
d) Mendatangkan ahli untuk memperoleh keterangan ahli yang dapat juga
diberikan dalam bentuk laporan ahli;
e) Menahan tersangka, dalam hal tersangka dikhawatirkan akan melarikan
diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi melakukan tindak pidana.
Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara yang satu
dengan yang lainnya, dan dari persesuaian itu diyakini bahwa memang telah
terjadi tindak Pidana dan tersangka itulah yang melakukannya, maka penyidik
menyerahkan hasil Penyidikannya kepada penuntut umum. Hasil penyidikan ini
tertuang dalam berkas Perkara yang didalamnya terdapat bukti-bukti.
3. Penuntutan

Prapenuntutan adalah tindakan jaksa (penuntut umum) untuk memantau


perkembangan Penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulaikan
penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara
hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna
dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut
dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap Penuntutan. Penuntut umum tidak akan
menerima berkas perkara hasil penyidikan yang Barang buktinya tidak lengkap.

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum yang melimpahkan perkara


ke Pengadilan negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam
8
hukum acara Pidana, dengan permintaan agar diperiksa dan diputus oleh hakim di
sidang pengadilan. Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali
hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas
perkara itu sudah atau Belum memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.
Apabila penuntut umum Berpendapat bahwa tidak dapat dilakukan penuntutan
karena dari hasil penyidikan tidak Sebaliknya apabila penuntut umum
berpendapat bahwa terdapat cukup bukti maka ia segera membuat surat dakwaan.
Bersama berkas perkara, surat dakwaan dilimpahkan ke pengadilan untuk
selanjutnya dijadikan dasar pemeriksaan di sidang Pengadilan.
4. Pemeriksaan di sidang Pengadilan
Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, acara pemeriksaan di sidang pengadilan
tidak lain Berkenaan dengan pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat
penyidikan diperiksa kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti
adalah berikut ini:
a) Saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke
sidang Pengadilan untuk memperoleh alat bukti keterangan saksi;
b) Tersangka yang sudah diperiksa ditahap penyidikan, diperiksa kembali di
sidang Pengadilan, untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa;
c) Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah
membuat laporan ahli, dipanggil lagi untuk didengar pendapatnya atau
dibacakan laporannya di sidang pengadilan, agar diperoleh alat bukti
keterangan ahli
d) Surat dan barang bukti yang telah disita oleh penyidik diajukan ke
sidang Pengadilan untuk dijadikan alat bukti surat dan petunjuk.

Itulah cara memperoleh alat bukti di sidang pengadilan. Hanya alat bukti yang sah
yang diperoleh di sidang pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim tentang
kesalahan terdakwa. Alat bukti yang sah ini terdiri atas keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa, dan petunjuk. Pemeriksaan di sidang
pengadilan mempunyai satu
5. Putusan Pengadilan Hakim

9
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah.
Kesalahan terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim, namun keyakinan itu harus
didasarkan atas sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, yang harus ada
persesuaian satu dengan yang lain. Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di
sidang pengadilan, hakim menjatuhkan putusan berikut ini:

a. Putusan pemidanaan, apabila pengadilan berpendapat


bahwa terdakwa terbukti Bersalah melakukan tindak pidana
yang didakwakan kepadanya.
b. Putusan bebas, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari
hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan.
c. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan
berpendapat bahwa Perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu
tindak pidana atau terbukti tetapi terdakwa tidak dapat
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya.

7. Upaya Hukum

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima
putusan Pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak
terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak Jaksa
Agung untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Upaya hukum ada dua macam, yaitu Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum
Luar Biasa. Upaya Hukum Biasa terdiri atas Pemeriksaan Tingkat Banding dan
Pemeriksaan Kasasi.

10
Upaya Hukum Luar Biasa terdiri atas Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan
Hukum dan PeninPara auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi
mengenal istilah bukti audit. Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti
Permintaan banding ke pengadilan tinggi dilakukan terhadap putusan
pemidanaan. Permintaan kasasi dapat diajukan oleh terdakwa atau penuntut
umum untuk diperiksa oleh Mahkamah Agung terhadap semua putusan selain
putusan Mahkamah Agung, kecuali putusan bebas murni. Permintaan peninjauan
kembali diajukan oleh terpidana untuk diperiksa Mahkamah Agung terhadap
semua putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan
bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum. Dasarnya adalah novum (bukti
baru) yang ditemukan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum
tetap.

8. Pelaksanaan Putusan Pengadilan


9. Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan

E. Bukti Dan Pembuktian-Auditing Dan Hukum

Dari penjelasan di bagian terdahulu, jelas bahwa keenam tahapan dalam KUHAP
(mulai Tahap Penyelidikan sampai Tahap Upaya Hukum, baik upaya hukum biasa
maupun upaya
Hukum luar biasa) berkenaan dengan pembuktian. Juga penjelasan mengenai fraud
theory tidak lain dari proses mengumpulkan bukti yang dapat diterima di pengadilan.

11
Para auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi mengenal istilah bukti
audit. Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti dalam auditing sama dengan
pengertian yang digunakan di pengadilan atau dalam bidang hukum.

Subjek dalam pengauditan adalah auditor yang mempunyai bakat dan kemampuan
memahami dan meyakini karena ia mempunyai indera, intelek (otak), dan hati.
Untuk memperoleh pemahaman dan keyakinan itu auditor melakukan aktivitas
observasi, inspeksi. Konfirmasi, dan wawancara terhadap objek pengauditan. Objek
pengauditan adalah konkret dan riil yaitu bukti-bukti atau evidence. Hasil dari
aktivitas itu adalah kognisi atau pemahaman dan keyakinan akan bukti-bukti
pengauditan. Pemahaman dan keyakinan akan bukti-bukti pengauditan itulah yang
dimaksud dengan evidential matter. Jadi, evidential matter ada di dalam benak
auditor, bukan suatu realitas objektif dan konkret yang berada di luar kesadaran
intelektual dan mental auditor. Evidential matter tidak sama dengan evidence seperti
pada tabel dibawah ini:

12
13

Anda mungkin juga menyukai