➢ JUMIATI
➢ WINDASARI
➢ LENNI PERWITA
➢ MUH MARUF
FAKULTAS EKONOMI
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Sholawat dan salam semoga terus tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bpk. INDRA BASIR
selaku Dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Forensik yang senantiasa
membimbing penulis melalui dalam menelesaikan tugas makalah ini.
Jika ada kesalahan dalam makalah ini, mohon dimaklumi. Penulis meminta
maaf atas ketidak sempurnaan dan masih banyak kelemahan dalam makalah ini .
Penulis juga berharap agar para pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan
saran kepada penulis.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
ii
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
C. Tujuan ...................................................................................................................... 2
BAB II................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
D. Predication ............................................................................................................... 3
PENUTUP........................................................................................................................... 8
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian investigati dan pemeriksaan fraud digunakan silih berganti sebagai
sinonim. Idealnya ada kesamaan makna konsep-konsep auditing dan hukom;
naman, dari segi filsafat auditing dan filsafat hukum, hal itu tidaklah mungkin.
Hal ini menjadi pokok bahasan bab int
Ada sebab lain kenapa harmonisasi antara konsep-konsep hukum dan
auditing tidak Dapat berjalan. Hukum Indonesia, khususnya hukum pidana dan
hukum acara pidana, masih Berasal dari hukum Napoleonic. Sedangkan konsep-
konsep akuntansi dan auditing kita adopsiD Amerika Serikat. Karena perbedaan
yang penting antara konsep-konsep auditing dan Hukum, pemeriksa fraud perlu
memahami kedua-duanya. Dalam filsafat auditing, kita mengenal konsep due
audit care, prudent auditor, seorang profesional yang berupaya menghindari
tuntutan dengan tuduhan teledor (negligent) dalam melaksanakan tugasnya. Untuk
itu, pemeriksa freud atau investigator perlu mengetahui tiga aksioma dalam
pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma ini mengawali pembahasan dalam bab
Suatu investigasi hanya dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam
investigast dikenal sebagai predication. Ini adalah pokok bahasan kedua dalam
bab ini. Dengan landasan atau dasar ini, seorang investigator mereka-teka
mengenai apa, bagaimana, siapa, dan pertanyaan lain yang diduganya relevan
dengan pengungkapan kasusnya, ia membangun teori fraud (fraud theory).
Contoh kasus akan digunakan untuk membahas predication dan fraud theory.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Contoh dari Audit Investigatif ?
2. Bagaimana Aksioma dalam investigasi ?
3. Bagaimana pendahuluan ?
4. Bagaimana Predication ?
1
5. Bagaimana dalam hukum acara pidana ?
6. Bagaimana Bukti dan pembuktian auditing hukum ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Contoh dari Audit Investigatif
2. Untuk mengetahui Aksioma dalam investigasi
3. Untuk mengetahui Pertemuan pendahuluan
4. Untuk mengetahui Predication
5. Untuk mengetahui bagaimana Pemeriksa dalam hukum acara pidana
6. Untuk mengetahui mengenai Bukti dan pembuktian auditing hukum
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pandangan para filsuf Yonani, aksioma adalah klaim atau pernyataan yang
dapat dianggap benar, tanpa perlu pembuktian lebih lanjut. Tradisi ini diteruskan dalam
logika yang
traditional, bahkan sampai kepada (apa yang kita sebut) ilmu-ilmu eksakta.
Aksioma atau postulate adalah pernyataan (proposition) yang tidak dibuktikan atau
tidak diperagakan, dan dianggap sudah jelas dengan sendirinya (self-evident).
Kebenaran dari proposisi ini tidak dipertanyakan lagi (taken for granted). Aksioma
merupakan titik tolak untuk menarik kesimpulan tentang suatu kebenaran yang harus
dibuktikan (melalui
melakukan investigasi atau pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma ini oleh ACFE
diistilahkan fraud axioms (aksioma fraud), yang terdiri atas:
Aksioma tentang fraud sangat gamblang (self-evident). Ketiga aksioma tentang fraud
ini pun tidak memerlukan pembuktian mengenai kebenarannya. Namun, jangan
remehkan "kegamblangannya" Pemeriksa yang berpengalaman pun sering kali
menghadapi berbagai masalah ketika ia mengabaikan aksioma-aksioma ini
1. Fraud is Hidden
Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi. Metode
atau modus operandinya mengandung tipuan, untuk menyembunyikan
sedang Berlangsungnya fraud. Hal ini terlihat di permukaan bukanlah yang
sebenarnya terjadi atau berlangsung.
5
Metode untuk menyembunyikan fraud begitu banyak; pelaku fraud sangat
kreatif mencari celah-celah untuk menyembunyikan fraud- nya, sehingga
investigator yang Berpengalaman pun sering terkicuh. Memberikan pendapat
bahwa fraud terjadi (padahal fraud tidak terjadi) atau sebaliknya, memberikan
pendapat bahwa fraud tidak terjadi (padahal sebenarnya fraud terjadi), membuat
investigator berisiko menghadapi tuntutan hukum.
2. Reverse Proof
Reverse proof secara harafiah berarti “pembuktian secara terbalik”. ACFE
menjelaskan mengenai aksioma fraud yang kedua “The axamination of fraud is
approached from two perspectives. To prove that a fraud has occurred, the proof
must include attempts to prove it has not occurred. The reverse is also true. In
attempting to prove fraud has not occurred, that proof must also attempt to prove
that it has”.
3. Existence of Fraud
Aksioma ini secara sederhana ingin mengatakan bahwa hanya pengadilan yang
dapat (berhak) menetapkan bahwa fraud memang terjadi atau tidak terjadi.
Pemeriksa fraud Berupaya membuktikan terjadi atau tidak terjadinya fraud.
Namun, hanya pengadilan Yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal
itu.
C. Predication
Setiap investigasi dimulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus ini
berakhir denganSu itigasi. Padahal ketika memulai investigasi, pemeriksa belum
6
memiliki bukti yang cukup. Seperti hipotesis yang harus diuji oleh ilmuwan,
pemeriksa fraud membuat teori tentang Bagaimana fraud itu terjadi, yang
disebut teori fraud. Investigasi dengan pendekatan teori fraud.
Meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Analisis data yang tersedia;
2. Ciptakan (atau kembangkan) hipotesis berdasarkan analisis di atas:
3. Uji atau tes hipotesis tersebut;
4. Perhalus atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.
7
beberapa orang saling Bersesuaian satu sama lain, apalagi kalau ada keterkaitan
dengan barang bukti yang ditemukan, maka penyidik dapat menduga telah terjadi
suatu tindak pidana. Selanjutnya Penyidikan dapat dilakukan.
2. Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan
mengumpulkan Bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang
terjadi untuk menemukan tersangkanya. Untuk mencari dan mengumpulkan
bukti, undang-undang memberi wewenang kepada penyidik untuk:
a) Menggeledah dan menyita surat bukti.
b) Memanggil dan memeriksa saksi, yang keterangannya dituangkan dalam berita
acara pemeriksaan saksi;
c) Memanggil dan memeriksa tersangka, yang keterangannya dituangkan
dalam berita acara pemeriksaan tersangka;
d) Mendatangkan ahli untuk memperoleh keterangan ahli yang dapat juga
diberikan dalam bentuk laporan ahli;
e) Menahan tersangka, dalam hal tersangka dikhawatirkan akan melarikan
diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi melakukan tindak pidana.
Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara yang satu
dengan yang lainnya, dan dari persesuaian itu diyakini bahwa memang telah
terjadi tindak Pidana dan tersangka itulah yang melakukannya, maka penyidik
menyerahkan hasil Penyidikannya kepada penuntut umum. Hasil penyidikan ini
tertuang dalam berkas Perkara yang didalamnya terdapat bukti-bukti.
3. Penuntutan
Itulah cara memperoleh alat bukti di sidang pengadilan. Hanya alat bukti yang sah
yang diperoleh di sidang pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim tentang
kesalahan terdakwa. Alat bukti yang sah ini terdiri atas keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa, dan petunjuk. Pemeriksaan di sidang
pengadilan mempunyai satu
5. Putusan Pengadilan Hakim
9
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah.
Kesalahan terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim, namun keyakinan itu harus
didasarkan atas sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, yang harus ada
persesuaian satu dengan yang lain. Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di
sidang pengadilan, hakim menjatuhkan putusan berikut ini:
7. Upaya Hukum
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima
putusan Pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak
terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak Jaksa
Agung untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Upaya hukum ada dua macam, yaitu Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum
Luar Biasa. Upaya Hukum Biasa terdiri atas Pemeriksaan Tingkat Banding dan
Pemeriksaan Kasasi.
10
Upaya Hukum Luar Biasa terdiri atas Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan
Hukum dan PeninPara auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi
mengenal istilah bukti audit. Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti
Permintaan banding ke pengadilan tinggi dilakukan terhadap putusan
pemidanaan. Permintaan kasasi dapat diajukan oleh terdakwa atau penuntut
umum untuk diperiksa oleh Mahkamah Agung terhadap semua putusan selain
putusan Mahkamah Agung, kecuali putusan bebas murni. Permintaan peninjauan
kembali diajukan oleh terpidana untuk diperiksa Mahkamah Agung terhadap
semua putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan
bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum. Dasarnya adalah novum (bukti
baru) yang ditemukan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Dari penjelasan di bagian terdahulu, jelas bahwa keenam tahapan dalam KUHAP
(mulai Tahap Penyelidikan sampai Tahap Upaya Hukum, baik upaya hukum biasa
maupun upaya
Hukum luar biasa) berkenaan dengan pembuktian. Juga penjelasan mengenai fraud
theory tidak lain dari proses mengumpulkan bukti yang dapat diterima di pengadilan.
11
Para auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi mengenal istilah bukti
audit. Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti dalam auditing sama dengan
pengertian yang digunakan di pengadilan atau dalam bidang hukum.
Subjek dalam pengauditan adalah auditor yang mempunyai bakat dan kemampuan
memahami dan meyakini karena ia mempunyai indera, intelek (otak), dan hati.
Untuk memperoleh pemahaman dan keyakinan itu auditor melakukan aktivitas
observasi, inspeksi. Konfirmasi, dan wawancara terhadap objek pengauditan. Objek
pengauditan adalah konkret dan riil yaitu bukti-bukti atau evidence. Hasil dari
aktivitas itu adalah kognisi atau pemahaman dan keyakinan akan bukti-bukti
pengauditan. Pemahaman dan keyakinan akan bukti-bukti pengauditan itulah yang
dimaksud dengan evidential matter. Jadi, evidential matter ada di dalam benak
auditor, bukan suatu realitas objektif dan konkret yang berada di luar kesadaran
intelektual dan mental auditor. Evidential matter tidak sama dengan evidence seperti
pada tabel dibawah ini:
12
13