Anda di halaman 1dari 15

AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF

M.Shalsa Noer Fahsya Laitupa ( 201930068 )

Rangkuman Tujuan dan Investigasi dalam Audit Investigatif

TUJUAN AUDIT INVESTIGATIF

Pengantar : Sebelum memulai suatu investigasi, pimpinan perusahaan atau lembaga


perlu menetapkan apa yang sesungguhnya ingin dicapai dari investigasi itu. Reputasi
perusahaan juga bisa hancur kalau pengungkapan investigasi ini tidak dikomunikasikan
dengan baik. Oleh karena itu, tujuan dari suatu investigasi harus disesuaikan dengan keadaan
khusus yang dihadapi dan ditentukan sebelum investigasi dimulai.

Contoh dari Tujuan Investigasi :

1. Memberhentikan manajemen. Tujuan utamanya adalats sebagal teguran keras halwa


manajemen tidak mampu mempertanggungjawabkan kewajlban fidusianya.

2. Memeriksa, mengumpulkan, dan menilai cukupnya dan relevannya bukti. Tujuan ini akan
menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakim di
pengadilan.

3.Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah. Misalnya dalam pemberitaan di
media massa bahwa karyawan di bagian produksi menerima uang dan suap. Tanpa
investigasi, reputasi dari semua karyawan di bagian produksi akan tercemar.

4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi. Banyak bukti
dalam kejahatan keuangan berupa dokumen.

5. Menemukan aset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang
terjadi. Ini meliputi penelusuran rekening bank, pembekuan rekening, izin-izin untuk proses
penyitaan dan atau penjualan aset, dan penentuan kerugian yang terjadi.
6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan,
mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut; harapannya adalah bahwa mereka bersedia
bersikap kooperatif dalam investigasi itu.

7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya. Ada dua versi dari
pendekatan ini.

8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan. Seperti pada butir di atas, tujuan
utamanya adalah menyingkirkan "buah busuk" agar "buah segar" tidak ikut busuk

9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan. Kecurangan


menggerogoti sumber daya perusahaan, dan umumnya pemulihan kerugian ini sidak ada atau
sangat sedikit.

10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan. Apakah investigasi akan diperluas
atau diperdalam, atau justru dibatasi lingkupnya.

11.Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai


dengan buku pedoman. Tujuan semacam ini biasanya didasarkan atas pengalaman buruk.

12. Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan keputusan
mengenai investigasi di tahap berikutnya.

13. Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindaklanjut yang
tepat dapat diambil.

14. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan
terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin. Pendekatan ini berupaya mencari
pemecahan yang optimal dalam kasus yang terjadi.

15. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat
keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil. Hasil investigasi sering kali
ditindaklanjuti secara emosional.

16. Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan, baik ligan maupun
tertulis, baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untai mana nggapinya
secara tepat.

17. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik. Hal ini sangat penting. Ketika
moral kerja merupakan kunci keberhasilan dalam perusahaan atau tim kerja.

18. Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga. Tujuan dari investigasi in tentunya
bukan untuk melindungi lembaga yang sebagian besar memang sudah korup.

19. Mengikuti seluruh kewajiban hukum dan mematuhi semua ketentuan mengenai due
diligence dan klaim kepada pihak ketiga (misalnya klaim asuransi).

20. Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik. Kita umumnya menyadari akan
perlunya ketentuan perundang-undangan dipatuhi, dan konsekuensi terhadap pelanggarannya.

21. Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya. Prakarsa ini
bermaksud untuk menyeret si pelaku ke pengadilan pidana, misalnya pengadilan tindak
pidana korupsi.

22. Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang tidak
terpuji. Ini serupa dengan tujuan dalam butir 21 di atas, dengan perbedaan bahwa butir ini
diproses melalui ketentuan administratif atau perdata.

23. Mengidentifikasi praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau


perlaka yang melalaikan tanggung jawab. Seorang karyawan di bagian pengadaan berkolusi
dengan pemasok.

24. Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembagaini tidak
terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik.

25. Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan
memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan ataudakwaan
terhadap si pelaku.

26. Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinyakecurangan


ini dengan tepat. Dalam jangka panjang, manajemen risiko yang baikyang akan mencegah
atau mengurangi terjadinya kecurangan.

Penutup : Pemilihan diantara berbagai alternatif tujuan investigasi tergantung dari organisasi
atau lembaganya serta mandat yang dipunyainya, jenis dan besarnya kecurangan dan budaya
di lembaga tersebut.

AKSIOMA DALAM INVESTIGASI

 Pengantar

Suatu investigasi hanya dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam investigasi dikenal
sebagai predication. Dengan landasan atau dasar ini, seorang investigator mereka-reka
mengenai apa, bagaimana, siapa, dan pertanyaan lain yang diduganya relevan dengan
pengungkapan kasusnya.

 Aksioma Dalam Investigasi

Menurut pandangan para filsuf Yunani, aksioma adalah klaim atau pernyataan yang dapat
dianggap benar, tanpa perlu pembuktian lebih lanjut.

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebut tiga aksioma dalam melakukan
investigasi atau pemeriksaan fraud.

Ketiga aksioma ini oleh ACFE diistilahkan fraud axioms (aksioma fraud), yang terdiri atas:

1. Aksioma – 1, Fraud is Hidden

2. Aksioma – 2, Reverse Proof

3. Aksioma – 3, Existence of Fraud


 Fraud is Hidden

“Fraud is Hidden” atau “fraud selalu tersembunyi”

Berbeda dengan kejahatan lain, sifat fraud adalah tersembunyi. Modus operandinya
mengandung tipuan untuk menyembunyikan sedang berlangsungnya fraud. Hal yang terlihat
dipermukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi.

Mengapa Aksioma Fraud is Hidden Penting?

ACFE mengatakan “..., no opinion should be given that fraud does or doesn’t exist within a
specific environment.” Artinya “..., jangan berikan pendapat bahwa suatu fraud terjadi atau
tidak terjadi di suatu lembaga, perusahaan, atau entitas.”).

Metode untuk menyembunyikan fraud

1. Pelaku-pelaku fraud sangat kreatif mencari celah-celah untuk menyembunyikan fraud-nya.

2. Memberikan pendapat bahwa fraud terjadi (padahal tidak terjadi fraud) atau sebaliknya,
dan membuat investigator berisiko menghadapi tuntutan hukum.

AKSIOMA FRAUD (latihan pada Bank Century)

Terdapat beberapa aksioma mengenai deteksi penipuan yang penting untuk diingat
saat menyusun program atau aktivitas antifraud. Kunci untuk deteksi penipuan adalah untuk
mengingat bahwa penipuan lebih sering dikaitkan dengan tidak adanya pengawasan dari pada
pengawasan yang lemah.

Aksioma Fraud pada Kasus Bank Century

1. FRAUD IS HIDDEN
 Mantan Direktur Utama Bank Century, Hermanus Hasan Muslim divonis 3 tahun
penjara karena terbukti menggelapkan dana nasabah Rp.1,6 Triliun.
 Tanggal 18 Agustus 2009, Komisaris Utama yang juga pemegang saham Robert
Tantular dituntut hukuman delapan tahun penjara dengan denda 50 Miliar subsider 5
tahun penjara.

2. REVERSE PROOF
 Dalam proses merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank BIC menjadi Bank
Century, BI dinilai tidak tegas dan tidak bijaksana dalam menerapkan aturan dan
persyaratan yang ditetapkannya sendiri.
BI tidak bertindak tegas terhadap pelanggaran Bank Century selama 2005 - 2008 BI
patut diduga melakukan perubahan persyaratan CAR dalam peraturan BI, untuk
merekayasa agar Bank Century memperoleh FPIP (Rp.689 Miliar). Audit BPK
menyebut, penarikan dana pada periode Bank Century oleh pihak terkait dalam
pengawasan khusus secara ekuivalen (R.938,65 Miliar) melanggar Ketentuan
peraturan BI.

3. EXISTENCE OF FRAUD
 Kejaksaan Agung tetap menyatakan tidak adanya kegiatan melawan hukum dalam
bailout tersebut. Padahal BPK dalam auditnya melihat adanya pelanggaran pidana
dalam proses penyelamatan sebesar R.6,7 Triliun.

PERTEMUAN PENDAHULUAN

Akuntan forensik melakukan pertemuan pendahuluan dengan calon klien (pimpinan


perusahaan di sektor swasta). Ia bisa bertemu dengan dan mewawancarai kornite audit (atau
pejabat perusahaan lainnya) dan menanyakan hal-hal sebagai berikut.

1. Mengapa pimpinan menduga atau mencurigai adanya fraud?

2. Pada unit usaha (cabang, departemen, bagian) atau transaksi apa diduga terjadi fraud
schingga audit investigatif diperlukan.

3. Apa sifat (nature) dari fraud tersebut

4. Kapan fraud diduga atau dicurigai terjadi?

5. Bagaimana masalahnya ditemukan?

6. Slapa yang menemukan masalahnya?

7. Bagaimana fraud tersebut dilakukan (modus operandi)?

8. Berapa banyak jumlah yang dijarah!

9 Siapa yang diduga menjadi pelaku fraud?

10. Apakah ada pekerjaan pendahuluan yang sudah dilakukan sebagai persiapan untuk audit
investigatif?

Kalau dapat, peroleh jawaban tertulis atas pertanyaan di atas. Penasihat hukum
perusahaan mungkin keberatan dengan penyediaan jawaban tertulis, kalau jawaban tersebut
berpotensi merugikan klien dalam sidang pengadilan

Akuntan forensik kemudian merumuskan lingkup dan tujuan audit investigatif yang
memenuhi harapan klien , misalnya berikut ini :

a. Pemecatan pelaku fraud.

b. Pengumpulau bukti dan barang bukti yang cukup untuk penuntutan di pengadilan.

c. Penentuan apakah telah terjadi salah saji yang materiel di dalam laporan keuangan, dan
tindak lanjutnya (misalnya, melapor ke Bappepam-LK. melakukan restatement, dan lain-lain)

d. Persiapan terhadap potensi tuntutan kelompok (class action) oleh pemegang saham.
konsumen (pemakai produk yang dihasilkan klien), dan lain-lain, dan investigasi oleh
penegak hukum (kejaksaan, KPK, Bappepam, penyidik dari Direktorat Jenderal Pajak) terkait
dengan audit investigatif akuntan forensik
e. Persiapan untuk menghadapi negosiasi dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang
berkenaan dengan kasus yang diaudit investigatif.

Setelah ditunjuk sebagai auditor investigatif, akuntan forensik melakukan persiapan


berdasarkan informasi sementara yang diperolehnya. Di antaranya, ia membuat predication
Ini dijelaskan dalam bagian berikut. Pembahasan di atas adalah contoh dari pertemuan
pendahuluan antara akuntan forensik dengan perusahaan di sektor swasta. Oleh karena
maialah politik, di samping masalah hukum. pendekatan untuk audit investigatif di sektor
publik berbeda dari apa yang dijelaskan di atas Di samping itu, "klien atau pemberi tugas
mungkin sekali bukanlah auditee.

Contoh di sektor publik adalah penunjukan Badan Pemeriksa Keuangan (RPK) RI


untuk melakukan audit investigatif atas kasus Bank Century. Pemberi tugas adalah Dewan
Pertimbangan Rakyat. Auditee (atau objek pemeriksaan) terdiri atas berbagai instansi seperti
Bank Century (yang berubah menjadi Bank Mutiara), Bank Indonesia, Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK), Departemen Keuangan, dan lain-lain Tentunya BPK juga
mengantisipad konsekuensi laporan audit investigatifaya terhadap pembentukan Fanitia
Khusus Hak Angket mengenai Bank Century dan dampak politik yang luas.

PREDICATION

Langkah pertama akuntansi forensik dalam audit investigatifnya adalah menyusun


predication. Apa itu predication ?

Fraud examiners manual (2006) menjelaskan predication sebagai berikut :

“Predication is the totality of circumstances that would lead a reasonable, professionally


trained, and prudent individual to believe a fraud has Occurred, is Occuring, and or will
occur. Predication is the basis upon which an axamination is commenced. Fraud examinations
should not be conducted without proper predication.”

Predication adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada masa peristiwa itu, dan
segala hal yang terkait atau berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan
berpengalaman dengan kehati-hatian yang memadai kepada kesimpulan bahwa fraud telah,
sedang atau akan berlangsung. Predication adalah dasar untuk memulai investigasi.
Investigasi atau pemeriksaan fraud jangan dilaksanakan tanpa adanya predication yang tepat.

Setiap investigasi dimulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus ini berakhir
dengan suatu litigasi. Padahal ketika memulai investigasi, pemeriksa belum memiliki bukti
yang cukup. Ia baru mempunyai dugaan atas dasar predication. Keadaan ini tidak berbeda
dengan ilmuan yang membuat “dugaan” atas dasar pengamatannya terhadap berbagai fakta,
kemudian “dugaan” ini diujinya. Seperti hipotesis yang harus diuji oleh ilmuan, pemeriksa
fraud membuat teori tentang bagaimana fraud itu terjadi; selanjutnya akan disebut teori fraud.
Teori ini tidak lain dari rekaan atau perkiraan yang harus dibuktikan.

Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

1. Analisis data yang tersedia.

2. Ciptakan atau kembangkan hipotesis berdasarkan analisis di atas.

3. Uji atau tes hipotesis tersebut

4. Perhalus atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya


Secara skematik, proses pengembangan teori fraud disajikan di Bagan 12.1.
Investigasi hanya dilakukan apabila ada predication yang memadai. Pada mulanya, ada
sejumlah data.

Data ini bisa berasal dari laporan audit internal, temuan audit umum, atau "aduan",
"keluhan", dan "petunjuk awal" (disingkat AKP) yang dijadikan predication awal. Dalam
contoh kasus kita, AKP yang dipergunakan. Predication awal diperkuat dengan data dan
informasi dari berbagai sumber.

Pada bagan 12.1 terdapat beberapa point penting mengenai proses pengembangan teori fraud:

 Investigasi hanya dilakukan apabila ada predication yang memadai.

 Pada mulanya, ada sejumlah data dan data ini berasal dari laporan audit internal, temuan audit

umum, atau "aduan", 'keluhan", dan "petunjuk awal" disingkat(АКР).

 Sumber lain bisa berupa AKP tambahan.

 AKP dievaluasi, mungkin ada informasi yang tidak konsisten atau sumber informasi

 Pada tahap awal juga ada sumber - sumber yang sukarela bersedia diwawancarai.

Juga ada dokumen / catatan perusahaan dan sumber lain - lain. Sumber - sumber ini di analisis

untuk melihat ada keganjilan, penyimpangan atau indikassi fraud yang lebih kuat dari predication

awal. Atau sebaliknya, semua informasi dan data baru memberi petunjuk bahwa predication awal

keliru, dan pemeriksa tidak mempunyai predication yang memadai.

 Pada persimpangan inilah pemeriksa membuat keputusan untuk terus atau berhenti melaksanakan
investigasi. Tidak jarang pemeriksa meningkatkan investigasi, misalnya dari penyelidikan ke

penyidikan karena pelaku berupaya menghancurkan bukti, melarikan diri, dan melakukan fraud

yang lebih besar.

PEMERIKSAAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA

Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 )


mengatur tahapan hukum acara pidana sebagai berikut :

1. Penyelidikan

Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan


suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
penyidikan dilakukan.

Penyelidikan tidaklah berdiri sendiri atau terpisah dari penyidikan, melainkan merupakan
satu rangkaian yang mendahului tindakan penyidikan lainnya, yakni penangkapan,
penahanan. penggeledahan, dan penyitaan.

Penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut:

1. Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana.

2. Mencari keterangan dan barang bukti.

3. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri.

Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:

a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penyitaan:

b. Pemeriksaan dan penyitaan surat;


c. Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

2. Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan


bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi untuk menemukan
tersangkanya. Untuk mencari dan mengumpulkan bukti, undang-undang memberi wewenang
kepada penyidik untuk:

a. menggeledah dan menyita surat dan barang bukti;

b. memanggil dan memeriksa saksi, yang keterangannya dituangkan dalam beritaacara


pemeriksaan saksi;

c. memanggil dan memeriksa tersangka, yang keterangannya dituangkan dalam berita acara
pemeriksaan tersangka;

d. mendatangkan ahli untuk memperoleh keterangan ahli yang dapat juga diberikan dalam
bentuk laporan ahli;

e. menahan tersangka, dalam hal tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri,


menghilangkan barang bukti atau mengulangi melakukan tindak pidana.

3. Prapenuntutan

Prapenuntutan adalah tindakan jaksa (penuntut umum) untuk memantau perkembangar


penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidit,
mempelajar/ atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dan
penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukar
apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.

Penuntut umum tidak akan menerima berkas perkara hasil penyidikan yang bukting. tidak
lengkap. Oleh karena bukti ini akan dijadikan alat bukti di sidang pengadilan untuk
membuktikan tidak pidana yang didakwakan. Di tahap prapenuntutan, pembuktian
merupakan fokus utama dalam meneliti berkas perkara hasil penyidikan.

4. Penuntutan

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum yang melimpahkan perkara ke pengadilan


negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam hukum acara pidana, dengan
permintaan agar diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap
dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah atau belum memenuhi
syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.

Apabila penuntut umum berpendapat bahwa tidak dapat dilakukan penuntutan karena dari
hasil penyidikan tidak terdapat cukup bukti, maka penuntut umum dengan surat ketetapan
menghentikan penuntutan. Sebaliknya, apabila penuntut umum berpendapat bahwa terdapat
cukup bukti maka ia segera membuat surat dakwaan. Bersama berkas perkara, surat dakwaan
dilimpahkan ke pengadilan untuk selanjutnya dijadikan dasar pemeriksaan di sidang
pengadilan.

1. Pemeriksaan di Pengadilan

Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, acara pemeriksaan di sidang pengadilan tidak lain
berkenaan dengan pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat penyidikan diperiss
kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti adalah berikut ini :

a. Saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke sidang pengadilan
untuk memperoleh alat bukti keterangan saksi.

b. Tersangka yang sudah diperiksa di tahap penyidikan, diperiksa kembali di sidang


pengadilan, untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa.

c. Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah membuat laporan
ahli, dipanggil lagi untuk didengar pendapatnya atau dibacakan laporannya di sidang
pengadilan, agar diperoleh alat bukti keterangan ahli.
d. Surat dan barang bukti yang telah disita oleh penyidik diajukan ke sidang pengadianuntuk
dijadikan alat bukti surat dan petunjuk

2. Putusan Pengadilan

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang.
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah. Kesalahan terdakwa ditentukan
oleh keyakinan hakim, namun keyakinan itu harus didasarkan atas sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah, yang harus ada persesuaian satu dengan yang lain.

Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di sidang pengadilan, hakim menjatuhkan putusan
berikut ini :

1. Putusan pemidanaan, apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa terbukti bersalah


melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

2. Putusan bebas, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan.

3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan
suatu tindak pidana atau terbukti tetapi terdakwa tidak dapat dipertanggungjawabkan
terhadap perbuatannya.

3. Upaya Hukum

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak jaksa Agung untuk mengajukan
kasasi demi kepentingan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.
Upaya hukum ada dua macam, yaitu Upaya Fukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa :

a. Upaya Hukum Blasa terdiri atas Pemeriksaan Tingkat Banding dan Perneriksan Kass.

b. Upaya Hukum Liar Biasa terdiri atas Permeriksan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
danPeninjauan Kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

BUKTI DAN PEMBUKTIAN AUDITING DAN HUKUM

Dari penjelasan di bagian terdahulu, jelas bahwa keenam tahapan dalam KUHAP (mulai
Tahap Penyelidikan sampai Tahap Upaya Hukum, baik upaya hukum biasa maupun upaya
hukum luar biasa) berkenaan dengan pembuktian. Juga penjelasan mengenai fraud theory
tidak lain dari proses mengumpulkan bukti yang dapat diterima di pengadilan.

Tabel 12.1 Comparative Classification of Evidence in Two Fields

Para auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi mengenal istilah bukti audit.
Mereka bahkan mengira bahwa pengertian buktiyang digunakan di pengadilan ataudalam
auditing sama dengan pengertianpengertian bukti dalam ilmu dalam bidang hukum. Mautz
dan Sharaf membandingkan"eksakta"(matematika, logika), ilmu fisikal
(ekaperimental),hukum, sejarah, dan auditing.

Anda mungkin juga menyukai