Anda di halaman 1dari 47
MoDUL 6 Efisiensi Pasar Modal dan Keputusan Pendanaan Dr. Suad Husnan, M.B.A. = — PENDAHULUAN uM 6 ini berisi uraian tentang bagaimana dampak keputusan pendanaan (yaitu pemilihan sumber dana) bagi kemakmuran para pemilik perusahaan. Pembahasan dilatarbelakangi dengan kondisi pasar modal yang efisien, Oleh karena pemilihan sumber dana bukan hanya menyangkut pilihan sumber dana dari luar perusahaan saja, kebijakan dividen juga akan dibicarakan pada modul ini. Kebijakan dividen pada dasarnya menyangkut keputusan tentang apakah perusahaan akan menggunakan dana internal ataukah cksternal. Setelah mempelajari modul ini diharapkan Anda akan dapat menunjukkan sumber dana yang tepat dalam keputusan pendanaan suatu perusahaan. Secara khusus, Anda diharapkan untuk mampu menjelaskan tentang: 1. apa yang dimaksud dengan pasar modal yang efisien dan mengapa terjadi pasar yang efisien; dampak pasar yang efisien terhadap keputusan pendanaan; dua teori struktur modal, yaitu balancing theory dan pecking order theory: 4. bagaimana teori-teori struktur modal tersebut mempengaruhi pemilihan struktur modal; 5. bagaimana memutuskan kebijakan dividen. wn 62 MANAJEMEN KEUANGAN @ KEGIATAN BELAJAR 1 Pasar Modal yang Efisien dan Dampaknya bagi Keputusan Pendanaan Ke pendanaan perusahaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan oleh perusahaan, Secara rinci pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dalam masalah keputusan pendanaan adalah: 1, Berapa banyak utang dan modal sendiri yang akan dipergunakan? Keputusan ini akan menentukan rasio utang dengan modal sendiri. Bagaimana tipe utang dan modal sendiri yang akan dipergunakan? Apakah utang akan ditarik dalam bentuk utang jangka panjang? Jangka v pendek? Utang yang dapat dikonversikan menjadi modal sendiri? ‘Apakah modal sendiri akan diperoleh dari menahan laba? Ataukah lebih baik menerbitkan saham baru? 3. Kapan akan menghimpun dana dalam bentuk utang atau modal sendiri Pada saat pasar modal sedang membaik (istilahnya bullish), apakah sebaiknya menerbitkan obligasi ataukah saham? Bagaimana kalau keadaan pasar modal sedang lesu (bearish)? Dua pertanyaan pertama menyangkut keputusan pendanaan, sedangkan pertanyaan ketiga menyangkut penentuan waktu (timing) kapan memperoleh utang atau modal sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya akan dibicarakan pada Modul ini. Pembicaraan kita pada dasarnya nanti akan mengarah bahwa jenis dana yang akan ditarik oleh perusahaan akan membuat perus: (risiko, jangka waktu, dan marketability). n_menanggung biaya sesuai dengan karakteristik dana tersebut A. KEPUTUSAN PENDANAAN DAN NET PRESENT VALUE Sewaktu kita membicarakan keputusan investasi, kesimpulan yang kita peroleh bahwa keputusan investasi yang memberikan NPV positif akan meningkatkan nilai perusahaan (atau kemakmuran pemilik perusahaan). Dengan demikian, tujuan yang sama, yaitu memperoleh NPV yang positif, @ EKMA4213/MODUL 6 6.3 juga bisa dipergunakan dalam mengambil keputusan pendanaan (financing decisions). Perbedaannya adalah relatif jauh lebih sulit untuk memperoleh NPV positif dari keputusan pendanaan dibandingkan dengan keputusan invest: Hal ini disebabkan karena keputusan investasi yang dilakukan pada sektor riil dilakukan pada pasar yang tidak sempurna, informasi tidak lengkap dan/atau sangat mahal, kadang-kadang juga dijumpai adanya hambatan untuk masuk (barrier io entry) untuk sektor tersebut sehingga terbuka peluang untuk memperoleh NPV yang positif. Dalam bahasa ekonomi, tercipta peluang untuk memperoleh economic profit (yaitu keuntungan di atas keuntungan yang wajar, sesuai dengan biaya modalnya). Keputusan pendanaan, sebaliknya, dilakukan dalam pasar modal yang umumnya sangat kompetitif, informasi terbuka luas bagi semua pemodal, dan pemodal individual tidak bisa mempengaruhi harga. Pasar yang seperti ini disebut sebagai pasar modal yang efisien. Dalam keadaan seperti ini, transaksi jual beli sekuritas akan cenderung menghasilkan NPV tidak positif (Brealey and Myers, 1991) Meskipun demikian perlu diingat bahwa transaksi yang menghasilkan NPV=0 bukanlah transaksi yang tidak menghasilkan laba menurut pengertian akuntansi, Mungkin sekali dalam transaksi tersebut diperoleh capital gains yang positif (artinya sewaktu dijual harga saham tersebut sudah lebih tinggi dari harga belinya). Hanya saja, tingkat keuntungan yang diperoleh tidaklah melebihi tingkat keuntungan yang disyaratkan apabila telah diperhatikan faktor risiko. Misal bahwa tahun lalu kita membeli saham dengan harga Rp10.000,00. Saat ini saham tersebut dapat kita jual dengan harga Rp11.800,00 (anggaplah saham tersebut tidak membagi dividen). Dengan demikian, tingkat keuntungan yang kita peroleh adalah 18%. Angka ini lebih tinggi dari suku bunga deposito yang hanya 14%. Akan tetapi, kita perlu mengingat bahwa sewaktu kita membeli saham, kita memutuskan untuk menanggung risiko yang lebih besar. Karena itu, mungkin tingkat keuntungan 18% hanyalah sesuai dengan risiko yang kita tanggung (misalnya kita taksir dengan CAPM). Apakah perusahaan dapat memperoleh pendanaan yang memberikan NPV positif? Mungkin saja, sejauh pendanaan tersebut ternyata disubsidi. Jenis pendanaan ini kadang-kadang diberikan oleh pemerintah untuk mendorong sektor atau usaha tertentu. Sebagai misal, pemerintah mungkin memberikan tingkat bunga hanya sebesar 11% per tahun kepada suatu 6.4 MANAJEMEN KEUANGAN @ industri tertentu. Apabila tingkat bunga pinjaman yang umum berlaku adalah 18% per tahun, kredit yang diterima perusahaan sebesar Rp1.000 juta dengan jangka waktu 3 tahun dan pengembalian menggunakan sistem anuitas maka perhitungan NPV pinjaman tersebut dapat dilakukan sebagai berikut. Besamya pembayaran setiap tahun, mulai akhir tahun ke 1 dihitung dengan cara sebagai berikut. —* (1+0,11) X = Rp409 juta x x 1.000 = — +4 (140,11) (1+0,11) Apabila perusahaan hanya membayar Rp409 juta per tahun selama tiga tahun maka PV pembayaran tersebut apabila dipergunakan r = 18% adalah 3 py = yt ot (1+0,18) PV = Rp.889 juta Dengan demikian NPV pendanaan tersebut adalah Rp1.000 juta - Rp889 juta= Rpi{ juta Dengan kata lain, perusabaan yang memperoleh Kredit dengan suku bunga murah tersebut menerima subsidi dari pemerintah senilai Rp11 1 juta. Tentu saja kita tidak perlu heran kalau kita dapat memperoleh kredit dengan suku bunga murah, tentunya kita menerima manfaat. Cara di atas menunjukkan cara menghitung nilai manfaat tersebut. B. PASAR MODAL YANG EFISIEN Secara formal pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar yang harga_ sekurit sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut. Dengan demikian, akan sangat sulit (atau bahkan hampir tidak mungkin) bagi para pemodal untuk memperoleh tingkat keuntungan di atas normal secara konsisten dengan melakukan @ EKMA4213/MODUL 6 6.5 transaksi perdagangan di bursa efek. Efisiensi dalam artian ini sering juga disebut sebagai efisiensi informasional. Dalam pasar modal yang efisien, perubahan harga saham mengikuti pola random walk. Tni berarti bahwa perubahan harga di waktu yang lalu tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan perubahan harga di masa yang akan datang. Taksiran terbaik harga besok pagi adalah harga hari ini. Dengan kata lain, E(Pt + 1) = Pt. Konsep pasar modal yang efisien umumnya dipercaya oleh Kalangan akademisi, tetapi tidak untuk kalangan keuangan. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya saran-saran untuk melakukan investasi_ yang didasarkan atas pengamatan atas perilaku perubahan harga saham. Juga mereka yang menganut analisis teknikal berpendapat bahwa gerakan harga saham mempunyai frend (kecenderungan) dan bersifat berulang (repetitive). C. PASAR MODAL EFISIEN Pasar modal menjadi efisien karena persaingan antara para analis investasi akan membuat pasar sekuritas setiap saat menunjukkan harga yang sebenarnya. Foster (1986) menjelaskan bahwa adanya jumlah analis keuangan yang banyak dan persaingan antarmereka, akan membuat harga sekuritas “wajar”, dan mencerminkan semua informasi yang relevan. Para analis akan berupaya untuk memperolch informasi selengkap mungkin, bahkan kalau mungkin lebih lengkap dari analis yang lain, melakukan analisis secermat mungkin sehingga akan membuat harga sekuritas menjadi wajar. Tentu saja terbuka kemungkinan para analis melakukan kesalahan, tetapi sejauh Kesalahan tersebut bersifat independen maka Kesalahan tersebut akan makin keeil dengan banyaknya analis yang melakukan analisis. Tetapi apa yang dimaksud dengan nilai sebenarnya? Nilai sebenarnya tidak lain adalah harga keseimbangan yang mencerminkan semua informasi yang tersedia bagi para investor pada suatu titik waktu tertentu. Inilah definisi kita tentang pasar modal yang efisien. Sekarang kita mulai memahami mengapa perubahan harga pada pasar modal yang efisien adalah random (acak). Apabila harga-harga sclalu mencerminkan semua informasi yang relevan maka harga-harga tersebut baru berubah apabila informasi baru muncul. Tetapi apa yang disebut sebagai informasi baru tidaklah, per definisi, bisa diperkirakan sebelumnya (kalau tidak, namanya bukan lagi informasi baru). Dengan demikian, perubahan harga tidaklah bisa diperkirakan sebelumnya. Dengan kata lain, apabila harga saham mencerminkan semua informasi yang 6.6 MANAJEMEN KEUANGAN @ bisa diperkirakan maka perubahan harga saham hanyalah mencerminkan informasi yang tidak bisa diperkirakan. Dengan demikian, rangkaian perubahan tersebut tentunya berpola random (acak). Dua tipe analis investasi membantu membuat adanya perubahan harga secara random, Banyak para analis yang mempelajari bisnis perusahaan dan mencoba membuka informasi tentang profitabilitas yang akan memberikan informasi baru terhadap harga saham. Para peneliti tersebut sebagai fundamental analysis. Persaingan di antara para peneliti fundamental ini akan cenderung untuk membuat harga mencerminkan semua informasi yang relevan dan perubahan harga tidak bisa diramalkan. Analis-analis lain hanya mempelajari catatan harga di masa yang Jalu dan mencari siklus-siklus tertentu dari perubahan harga di waktu yang Jalu itu. Analis-analis semacam ini disebut sebagai technical analysis. Persaingan dalam penelitian teknis ini akan cenderung membuat harga saat ini mencerminkan semua informasi dalam urutan harga di waktu yang lalu dan bahwa perubahan harga tidak bisa diperkirakan dari harga di waktu yang Jalu. D. TIGA BENTUK TEORI PASAR MODAL Yé4 NG EFISIEN Pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar modal yang harga sckuritas-sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang relevan. Akan tetapi, apa yang dimaksud dengan informasi yang relevan? Untuk itu, informasi-informasi tersebut diklasifikasikan menjadi tiga tipe. Pertama, adalah informasi dalam bentuk perubahan harga di waktu yang lalu. Kedua. informasi yang tersedia kepada publik (public information). Akhirnya, informasi yang tersedia baik kepada publik maupun tidak (public and private information). Ada 3 bentuk/tingkatan untuk menyatakan efisiensi pasar modal Pertama, keadaan di mana harga-harga mencerminkan semua informasi yang ada pada catatan harga di waktu yang lalu. Dalam keadaan seperti ini pemodal tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan di atas normal dengan menggunakan trading rules yang berdasarkan atas informasi harga di waktu yang lalu. Keadaan ini disebut sebagai bentuk efisiensi yang lemah (weak form efficiency). Penelitian tentang random walk menunjukkan bahwa sebagian besar pasar modal paling tidak efisien dalam bentuk ini. Tingkat efisiensi kedua, keadaan di mana harga-harga bukan hanya mencerminkan harga-harga di waktu yang lalu, tetapi juga mencerminkan @ EKMA4213/MODUL 6 6.7 semua informasi yang dipublikasikan. Keadaan ini disebut sebagai bentuk efisiensi setengah kuat (semi strong). Dengan kata lain. para pemodal tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan di atas normal dengan memanfaatkan public information. Para peneliti telah menguji keadaan ini dengan melihat peristiwa-peristiwa tertentu, seperti penerbitan saham baru, pengumuman laba dan dividen, perkiraan tentang laba perusahaan, perubahan praktik- praktik akuntansi, merger, dan pemecahan saham, Kebanyakan informasi- informasi ini dengan cepat dan tepat dicerminkan dalam harga saham. Akhirnya bentuk keriga, bentuk efisiensi yang kuat (strong forms) di mana harga tidak hanya mencerminkan semua informasi yang dipublika fundamental tentang perusahaan dan perekonomian. Dalam keadaan semacam ini pasar modal akan seperti rumah Ielang yang ideal: harga sclalu wajar dan tidak ada investor yang mampu memperoleh perkiraan yang lebih baik tentang harga saham, Kebanyakan tes dalam bentuk ini dilakukan terhadap prestasi berbagai portofolio yang dikelola secara profesional. Studi- ini menunjukkan bahwa setelah kita mempertimbangkan perbedaan ikan, tetapi juga informasi yang bisa diperoleh dari analisis studi risiko, tidak ada suatu lembaga pun yang mampu mengungguli pasar secara konsisten dan bahkan perbedaan prestasi masing-masing portofolio tidaklah lebih besar dari apa yang kita harapkan secara kebetulan. Pada umumnya disimpulkan bahwa, berbagai pasar modal paling tidak memenuhi persyaratan efisiensi bentuk lemah, banyak yang telah memenuhi syarat efisiensi bentuk setengah kuat (meskipun dijumpai berbagai penyimpangan atau anomaly), dan belum konklusif untuk efisiensi bentuk kuat. E. IMPLIKASI HIPOTESIS PASAR YANG EFISIEN TERHADAP KEPUTUSAN PENDANAAN Apabila kita percaya bahwa pasar modal efisien (pasar modal di Amerika Serikat merupakan contoh pasar yang efisien (Ross and Westerfield, 1988) maka perusahaan akan menerima harga yang wajar dari setiap sekuritas yang diterbitkan. Sulit bagi perusahaan untuk menjual sekuritas dengan harga terlalu mahal. Implikasi lain apabila pasar modal efisien upaya untuk “ para pemodal dengan merekayasa laporan keuangan — diragukan keberhasilannya. Ada upaya dari pihak manajemen untuk melaporkan laba iembodohi” 6.8 MANAJEMEN KEUANGAN @ yang cenderung meningkat, dan tidak terlalu berfluktuasi. Sebagai misal, manajemen lebih menyukai laporan laba pada tahun 19X1, 19X2, dan 19X3 berturut-turut sebesar Rp6,30 miliar, Rp6,90 miliar dan Rp7,20 miliar, daripada, misalnya Rp6,30 miliar, Rp7,10 miliar dan Rp7,00 miliar Gumlah keseluruhannya tetap sama). Hal ini disebabkan karena laporan yang pertama menunjukkan kecenderungan peningkatan laba, sedangkan laporan yang kedua menunjukkan laba berfluktuasi. Apabila pasar modal efisien, ternyata rekayasa seperti di atas tidaklah mempunyai dampak yang berarti bagi harga saham, sejauh pelaporan tersebut tidak merubah cash flow yang diterima oleh perusahaan. Penyebabnya adalah karena cash flowlah yang relevan bagi pemodal, bukan laba akuntansi Implikasi ketiga menyangkut masalah timing penerbitan saham. Sering kali pihak manajemen berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk menerbitkan saham baru karena harga saham perusahaan sedang tinggi dan oleh manajemen dinilai sudah terlalu tinggi. Pihak manajemen mempunyai pendapat tersebut karena mereka mempunyai informasi yang tidak dimiliki oleh para pemodal (masyarakat). Apabila strategi ini ditempuh oleh perusahaan, dan kemudian hal ini ditafsirkan oleh masyarakat bahwa sebenarnya kondisi perusahaan tidaklah sebaik semula maka sesuai dengan hipotesis pasar yang efisien maka harga akan segera turun menyesuaikan diri dengan informasi baru tersebut. Dengan kata lain, segera sctelah perusahaan mengumumkan akan menerbitkan saham baru, harga saham akan turun. SS LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Ketika pendiri PT SURYA meninggal dunia pada usia 55 tahun karena serangan jantung, harga saham perusahaan tersebut_meningkat dari Rp9.000 menjadi Rp10.250 per lembar atau meningkat lebih dari 13% Peristiwa tersebut menunjukkan ketidakefisienan pasar modal karena seharusnya pasar modal yang efisien bisa memperkirakan kematian tersebut dan karenanya harga saham akan menyesuaikan sebelumnya. Apakah pernyataan tersebut benar, salah atau tidak pasti? Jelaskan mengapa! @ EKMA4213/MODUL 6 6.9 2 Suatu perusahaan memperoleh Kredit dari pemerintah dengan suku bunga hanya 1.0% per bulan, padahal tingkat bunga kredit pada umumnya adalah 1,5% per bulan. Jumlah kredit yang diperoleh sebesar Rp100 juta, dan harus dilunasi dalam waktu 2 tahun, diangsur per tahun dalam jumlah yang sama, mulai bulan ke-1. Berapa NPV pinjaman yang diperoleh oleh perusahaan tersebut? Petunjuk Jawaban Latihan 1) Salah. Dalam pasar modal yang efisien, harga akan menyesuaikan sebelum suatu peristiwa terjadi hanya apabila para pemodal mempunyai kemampuan peramalan yang sempurna. Kenaikan harga saham lebih dari 13% menunjukkan bahwa kematian tersebut tidaklah diantisipasi oleh para pemodal (Karena pendiri tersebut baru berusia 55 tahun). Kenaikan harga saham tersebut diinterpretasikan bahwa kondisi perusahaan justru akan lebih baik setelah kematian pendiri perusahaan (mungkin perusahaan akan menggunakan profesional lebih banyak). Pasar bereaksi terhadap informasi baru tersebut justru menunjukkan bahwa pasar efisien. Angsuran per bulan yang dibayar adalah r x {00 jut Loon 100 juta = 21,243X X = Rp4.707.000,00 (dibulatkan) Present value pembayaran sebesar Rp.4.707.000,00 per bulan selama 24 bulan dengan tingkat bunga 1,5%, adalah . x —*__ pv = 20,030 x Rp4.707.000,00 (1+0,01) = Rp94.2811.000,00 Dengan demikian, NPV pinjaman tersebut adalah NPV = Rp100.000.000,00 - Rp94.281.000,00 = Rp5.719.000,00 Ini berarti bahwa sebenarnya pemerintah memberikan subsidi kepada perusahaan sebesar RpS.719.000,00 selama periode pinjaman tersebut. 6.10 MANAJEMEN KEUANGAN @ Soal ini menunjukkan bahwa apabila perusahaan bisa memperoleh kredit dengan suku bunga murah (disebut sebagai subsidized loan) perusahaan diuntungkan, Oleh karena dalam pasar keuangan berlaku zero sum game, yaitu keuntungan satu pihak menjadi kerugian pihak lain maka bentuk subsidi ini umumnya hanya bisa diperoleh dari pemerintah. Antarswasta sangat sulit untuk memperoleh subsidized loan RANGKUMAN Kegiatan Belajar | membahas tentang: pengertian pasar modal yang efisien; mengapa pasar modal efisien; jenis-jenis efisiensi pasar modal; implikasi efisiensi pasar modal bagi keputusan pendanaan. Ze TES FORMATIF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! AYN 1) Seorang analis sekuritas menyarankan untuk membeli suatu saham setelah mengamati bahwa saham tersebut mengalami kenaikan harga selama lima hari bursa berturut-turut. Saran yang diberikan oleh analis tersebut merupakan indikasi bahwa .... A. analis tersebut tidak percaya efisiensi bentuk lemah di bursa tersebut D. analis tersebut tidak percaya efisiensi bentuk setengah kuat di bursa tersebut C. analis tersebut tidak percaya efisiensi bentuk kuat di bursa tersebut D. analis tersebut percaya efisiensi bentuk lemah di bursa tersebut 2) Berbagai obligasi yang ditawarkan ternyata mempunyai coupon rare yang bisa berbeda. Dengan demikian, pemodal bisa memperoleh NPV yang positif dengan jalan membeli obligasi yang menawarkan coupon rate yang tertinggi, Pernyataan tersebut_ mempunyai kesalahan dalam hal A. mengabaikan nilai waktu wang B._ mengabaikan faktor risiko C. mengabaikan nilai nominal obligasi D. mengabaikan jumlah dana yang akan diinvestasikan @ EKMA4213/MODUL 6 6.11 3) 4) Para pimpinan PT PARAMITA berpendapat bahwa harga saham perusahaan tersebut saat ini terlalu tinggi. Karena itu, mereka meren- canakan untuk menerbitkan saham baru. Segera setelah niat ini diketahui oleh masyarakat, harga saham PT tersebut turun. Keadaan tersebut merupakan contoh .... A. inefisiensi bentuk lemah B. efisiensi bentuk lemah C. efisiensi bentuk setengah kuat D. efisiensi bentuk kuat Mereka yang menggunakan analisis teknikal mendasarkan diri pada pemikiran bahwa «. A. gerakan harga saham bersifat repretitive dan mempunyai pola B. gerakan harga saham bersifat acak C.. gerakan harga saham dipengaruhi oleh faktor ekonomi D. gerakan harga saham dipengaruhi oleh faktor fundamental perusahaan Pasar modal akan makin efisien apabila .... A. makin banyak regulasi yang dikeluarkan oleh pengawas pasar modal B._ makin banyak menggunakan peralatan elektronika C. makin banyak pelaku dan analis pasar D. A,B, dan C benar Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif | yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. mener Anda harus mengulangi materi Kegiatan Bela Jumlah Jawaban yang Benar x100% Tingkat penguasaan = Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80- 89% = baik 70- 79% = cukup <70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat kan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, r 1, terutama bagian yang belum dikuasai 6.12 MANAJEMEN KEUANGAN @ KEGIATAN BELAJAR 2 Teori Struktur Modal qe struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan akan dividen dipegang konstan. Dua teori struktur modal dibicarakan di sini, yaitu balancing theory dan pecking order theory. Balancing theory dibicarakan mulai dari situasi yang sangat sederhana, yaitu pasar modal sempurna dan ada pajak, baru kemudian asumsi tersebut dilonggarkan dengan memasukkan pajak dan ketidaksempurnaan pasar. A. BALANCING THEORY 1. Struktur Modal pada Pasar Modal Sempurna dan Tidak Ada Pajak Pasar modal yang sempurna adalah pasar modal yang sangat kompetitif. Dalam pasar tersebut, antara lain tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak ada biaya transaksi, bunga simpanan dan pinjaman sama yang berlaku untuk semua pihak. Sebagai tambahan, diasumsikan tidak ada pajak penghasilan (income tax). Dengan menggunakan asumsi-asumsi bahwa a. Laba operasi yang diperoleh setiap tahunnya Konstan (ini berarti bahwa perusahaan tidak merubah keputusan investasinya). b. Semua laba dibagikan sebagai dividen (asumsi ini dipergunakan untuk menghindari dampak pengaruh kebijakan dividen). cc. Utang yang dipergunakan bersifat permanen (asumsi ini dipergunakan untuk membuat sumber dana dalam bentuk utang dan modal sendiri lebih komparabel). dd. Pergantian struktur utang dilakukan secara langsung. Asumsi ini berarti bahwa apabila utang ditambah maka dana yang diperoleh dari tambahan utang tersebut dipergunakan untuk memperkecil modal sendiri, dan sebaliknya. Dua orang ekonom Modigliani dan Miller (selanjutnya disingkat MM) menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak penghasilan, struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Mereka menunjukkan kemungkinan munculnya proses arbitrase yang akan @ EKMA4213/MODUL 6 6.13 membuat harga saham (atau nilai perusahaan) yang tidak menggunakan utang maupun yang menggunakan utang, akhirnya sama. Proses arbitrase muncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit, tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan risiko yang sama pula. Untuk itu perhatikan ilustrasi berikut ini. Misalkan, PT A adalah perusahaan yang menggunakan 100% modal sendiri (istilahnya adalah unlevered firm), yang diharapkan akan mengha- silkan laba operasi setiap tahun sebesar Rp10 juta. Oleh karena perusahaan tidak menggunakan utang maka bunga yang dibayar juga tidak ada. Dengan menggunakan asumsi bahwa tidak ada pajak penghasilan dan seluruh laba dibagikan sebagai dividen maka taksiran dividen yang diterima pemodal adalah sebagai berikut. PTA O. Laba Operasi Rp10,0 juta F Bunga : oO Laba sebelum pajak Rp10,0juta Pajak - 0 E _Laba setelah pajak Rp10,0 juta D Deviden Rp10,0 juta Untuk mempermudah penulisan, kita pergunakan notasi O = Laba operasi, F = Bunga, E = Laba setelah pajak, dan D = Dividen. Berapa nilai perusahaan A dengan menggunakan informasi tersebut? Apabila setiap tahun pemegang saham diharapkan akan menerima sebesar Rp10 juta sampai tahun tidak terhingga maka PV penerimaan tersebut secara formal adalah sebagai berikut. PV of equity = Loy (eK, Dalam hal ini, ke adalah biaya modal sendiri (yang tidak lain merupakan tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemegang saham), dan PV of equity kita beri notasi S. Oleh karena D = E, dan arus kas tersebut bersifat selamanya maka persamaan tersebut bisa disederhanakan menjadi S = Elk, (2.1) 6.14 MANAJEMEN KEUANGAN @ Apabila ke = 0,20 maka S = 10 juta/0,20 = Rp50 juta. Oleh karena nilai utang = 0, berarti nilai perusahaan (yang kita beri notasi V) juga sama dengan RpS0 juta. Sekarang misalkan PT A tersebut mengganti sebagian modal sendirinya dengan utang sebesar Rp25 juta. Utang tersebut mengharuskan perusahaan membayar biaya utang (bunga), yang kita beri notasi kd, sebesar 0,16. Dengan demikian, dividen yang dapat dibagikan setiap tahunnya adalah sebagai berikut. PTA (setelah menggunakan utang) © Laba Operasi Rp10,0 juta F Bunga Rp 4,0 juta @) Laba sebelum pajak Rp 6,0 juta Pajak - 0 E_ Laba setelah pajak Rp 6,0 juta D_Dividen Rp 6.0 juta Sekarang misalkan bahwa ke naik menjadi 0,22 (karena perusahaan sekarang lebih berisiko, para pemegang saham mensyaratkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dari kondisi semula yang hanya sebesar 0,20) maka berarti nilai modal sendiri akan sebesar S = 6,0/0,22 = R.27,27 juta Oleh karena nilai utang (kita beri notasi B) = Rp25 juta maka nilai perusa-haan V = Rp27,27 + Rp25,0 = Rp92,27 juta Dengan demikian, PT A setelah menggunakan utang lebih baik dari sebelum dan menggunakan utang Karena nilainya meningkat. Keadaan ini yang oleh Modigliani Miller dikatakan tidak mungkin terjadi Karena akan memicu proses arbitrase sebagai berikut. Misalkan, Arief memiliki 20% saham PT A yang menggunakan utang. Dengan demikian, nilai kekayaannya adalah sebesar 0,20 x Rp27,27 juta = Rp5,45 juta. Sekarang misalkan @ EKMA4213/MODUL 6 6.15 terdapat PT B yang identik dengan PT A yang tidak mempunyai utang. Untuk itu proses arbitrase akan dilakukan sebagai berikut. a. Jual saham PT A, memperoleh dana sebesar Rp5,45 juta b. Pinjam sebesar RpS,00 juta. Nilai pinjaman ini adalah sebesar 20% dari nilai utang PT A. c. Beli 20% saham PT B (yaitu perusahaan yang identik dengan PT A pada waktu tidak mempunyai utang), senilai 0,20 x Rp50 juta = Rp10 juta. d. Dengan demikian Arief dapat menghemat investasi senilai Rp0,45 juta. Pada waktu Arief masih memiliki 20% saham PT A yang menggunakan utang, ia mengharapkan untuk memperoleh keuntungan sebesar, 0,20 x Rp6,00 juta = Rp1,20 juta Pada waktu ia memiliki 20% saham PT B dan mempunyai utang scbesar Rp10 juta maka keuntungan yang diharapkannya adalah: a. Keuntungan dari saham PT. B = 0,20 Rp10 juta = Rp2,00 juta b. Bunga yang dibayar = 0,16 x Rp5.0 juta Keuntungan bersih Hal ini berarti Arief dapat mengharapkan untuk memperoleh keuntungan yang sama (yaitu Rp1,20 juta), menanggung risiko yang sama (karena proporsi utang yang ditanggung sama), tetapi dengan investasi yang lebih kecil sebesar Rp0,45 juta. Apabila hal ini disadari oleh semua pemodal maka mereka akan meniru apa yang dilakukan oleh Arief. Dengan demikian, semua orang akan menjual saham PT A (harga akan turun) dan membeli saham PT B (harga akan naik). Proses arbitrase tersebut akan berhenti setelah pemodal tidak dapat lagi menghemat investasi dari penjualan saham PT A dan pembelian saham PT B. Sebenarnya kalau kita amati proses penggantian modal sendiri dengan utang yang dilakukan oleh PT A, segera bisa kita jumpai adanya kejanggalan. Di atas disebutkan bahwa PT A mengganti modal sendiri dengan utang sebesar Rp25 juta, Kalau semula (sebelum menggunakan utang) nilai modal sendirinya adalah RpSO juta maka setelah diganti dengan utang sebesar Rp25 juta, nilainya tentu tinggal Rp25 juta. Tidak mungkin menjadi Rp27,27 juta (sebagaimana ditunjukkan oleh contoh di atas), Kalau nilai modal sendiri menjadi Rp25 juta maka mestinya biaya modal sendiri setelah menggunakan utang menjadi 6.16 MANAJEMEN KEUANGAN @ cam ul = B/S = Rp6 juta/Rp25 juta = 24% atau 0,24 Tidak sebesar 22% (atau 0,22) sebagaimana dicontohkan di atas. Perhatikan bahwa kita juga dapat menghitung biaya modal rata-rata perusahaan dengan cara sebagai berikut. ko = ke(S/V) + kd(B/V) (2.2) Dalam hal ini ko adalah biaya modal perusahaan (rata-rata tertimbang). Dengan ky = 16% maka biaya modal perusahaan setelah menggunakan utang adalah ko = 24% (25/50) + 16% (25/50) = 20% Ini berarti bahwa biaya modal perusahaan (atau nilai perusahaan) tidak berubah, baik perusahaan menggunakan utang atau tidak. Dengan kata lain, penggunaan utang ataupun tidak, tidak membuat nilai perusahaan meningkat (atau biaya modal perusahaan menurun). Dalam keadaan pasar modal sempuma dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai berikut Ke = Kea + (Keu - Ka) (B/S) (2.3) Dalam hal ini, k,, adalah biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan utang. Dalam contoh PT A, ini berarti bahwa ke (setelah menggunakan utang) = 20% + (20% - 16%) (25/25) A%. Kita memperoleh angka yang sama dengan cara perhitungan di atas. Perhatikan bahwa biaya utang (K,) selalu lebih kecil dari biaya modal sendiri (K,). Hal tersebut disebabkan karena pemilik modal sendiri menanggung risiko yang lebih besar dari pemberi kredit dan kita berada dalam pasar modal yang sangat kompetitif3. Hal tersebut disebabkan oleh (1) penghasilan yang diterima oleh pemilik modal sendiri bersifat lebih tidak pasti dibandingkan dengan pemberi kredit, dan (2) dalam peristiwa likuidasi pemilik modal sendiri akan menerima bagian paling akhir setelah kredit- Kredit dilunasi. Dalam keadaan perusahaan memperoleh utang dari pasar @ EKMA4213/MODUL 6 6.17 modal yang kompetitif, ky < k,. Jadi, tidaklah benar apabila perusahaan menghimpun dana dalam bentuk equity, perusahaan kemudian berhasil menghimpun dana murah Dengan demikian, MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak maka keputusan pendanaan (financing decisions) menjadi tidak relevan. Artinya penggunaan utang ataukah modal sendiri akan memberi dampak yang sama bagi kemakmuran_ pemilik perusahaan. 2. Pasar Modal Sempurna dan Ada Pajak Dalam keadaan ada pajak, MM berpendapat bahwa keputusan pendanaan menjadi relevan. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya bunga yang dibayarkan (Karena menggunakan utang) bisa dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak (bersifat tax deductible). Dengan kata lain, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama, tetapi yang satu menggunakan utang (dan membayar bunga), sedangkan satunya tidak maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan (income tax) yang lebih kecil. Oleh karena menghemat membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan maka tentunya nilai perusahaan yang menggunakan utang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak menggunakan utang. Sckilas hal ini mungkin nampak agak sulit dimengerti, tetapi marilah kita perhatikan contoh berikut ini. PTD PTE Laba operasi Rp10,00 juta Rp10,00 juta Bunga Rp 4,00 juta_ G) Laba sebelum pajak Rp10,00 juta Rp 6,00 juta Pajak (misal 25%) Rp 2,50 juta Rp 1,50 juta (-) Laba setelah pajak Rp 7,50 juta Rp 450 juta Dari contoh di atas terlihat bahwa PT E (yang menggunakan utang dan membayar bunga) membayar pajak lebih kecil. PT E membayar pajak Rp1 juta lebih kecil dari PT D. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah, apakah penghematan pajak ini merupakan manfaat? Jawabnya adalah “ya”. Masalahnya kemudian adalah bagaimana menghitung besarnya manfaat tersebut. 6.18 MANAJEMEN KEUANGAN @ Kalau dipergunakan asumsi utang bersifat permanen maka PT E akan memperoleh manfaat yang berupa penghematan pajak sebesar Rp| juta setiap tahun selamanya. Berapa nilai manfaat ini? Nilai penghematan pajak bisa dihitung dengan cara sebagai berikut. = Rpljuta 7 (1+r)! Py Penghematan pajak (2.4) Dalam hal ini, PV adalah present value dan r adalah tingkat bunga yang dianggap relevan. Oleh karena penghematan tersebut diperoleh karena meng- gunakan utang maka tingkat bunga (= r) yang diangggap relevan bisa diganti dengan biaya utang (= k,). Karena n = ~ maka persamaan (2.4 tersebut bisa dituliskan menjadi Py Penghematan pajak = Rp. | juta/kd . Karena itu, MM berpendapat bahwa nilai perusahaan yang menggunakan utang akan lebih besar daripada nilai perusahaan yang tidak menggunakan utang, Selisihnya adalah sebesar present value penghematan pajak. Secara formal bisa dinyatakan sebagai V..= Vu + Py = penghematan pajak (2.5) Dalam hal ini, V,, adalah nilai perusahaan yang menggunakan utang, dan Vy adalah nilai perusahaan yang tidak menggunakan utang. Karena itu, kalau misalkan k,, (yaitu PT D yang tidak menggunakan utang) adalah 20%, dan ky = 16% maka nilai PT E bisa dihitung sebagai berikut. Vu = Rp7,50 jut/0,20 = Rp37,50 juta Penghematan pajak = Rp! juta/0,16 = Rp6,25 juta Dengan demikian maka, V, = Rp37,5 juta+ Rp6,25 juta = Rp43,75 juta Perhatikan bahwa laba yang tersedia untuk pemilik modal sendiri bagi PT D adalah Rp7,50 juta. Dengan demikian nilai modal sendiri (=S) PT D adalah Rp37,50 juta, dan karena PT D tidak menggunakan utang (disebut @ EKMA4213/MODUL 6 6.19 sebagai unlevered) maka berarti nilai perusahaan (=V) adalah juga Rp37,50 juta. Keadaan tersebut dapat disajikan sebagai berikut. PTD PTE Laba operasi Rp10,00 Rp10,00 Bunga - Laba sebelum pajak —Rp10.00 Pajak Rp 2.50 Laba setelah pajak Rp 7,50 kd - B - ke 0.20 s Rp37,50 Rp18,75 v Rp37,50 Rp43,75 ko 0.2000 0.17142 Cara menghitung nilai utang (=B), ke, nilai modal sendiri (=8), nilai perusahaan (=V) dan k, untuk PT EF mungkin memerlukan sedikit penje- lasan. Apabila ky sebesar 0,16 dan bunga yang dibayar per tahun adalah Rp4,00 juta maka nilai B = Rp4.00/0,16 = Rp25,00 juta. Dari perhitungan di atas diketahui bahwa V;, (yaitu nilai perusahaan E) adalah Rp43,75 juta Dengan demikian maka nilai_S = Rp43,75 - Rp25,00 = Rp18,75 juta. Karena laba yang tersedia bagi pemilik perusahaan adalah Rp4,50 juta setiap tahunnya maka ke= 4,5/18,75 = 0,24. Untuk k, dapat dihitung dengan dua cara. Pertama, k, = Laba operasi (1-0/V. Dengan demikian, k, ={10(1-0,25)/43,75 = 0,1714. Cara yang kedua adalah menghitung biaya modal rata-rata tertimbang atas dasar setelah pajak. Biaya modal rata-rata tertimbang (k,) dirumuskan sebagai k, =Kk(S/V) + kg(1-t)(B/V) Dalam perhitungan tersebut kd disesuaikan dengan pajak [yaitu dinyatakan sebagai k(1-1)] Karena pembayaran bunga dapat dipergunakan sebagai pengurang beban pajak. Dalam contoh di atas, PT E membayar bunga Rp4,00 juta, tetapi sebagai akibatnya dapat mengurangi pembayaran pajak sebesar Rp1,00 juta. Karena itu, biaya netonya hanyalah Rp3,00 juta. 6.20 MANAJEMEN KEUANGAN @ Dengan nilai utang sebesar Rp25 juta maka biaya utang setelah pajak (cost of debt afier tax) adalah 3/25 = 0,12. Angka yang sama dapat diperoleh kalau kita nyatakan biaya utang setelah pajak = ky" = kd(1-1). Dalam contoh kita ky* = 0,16(1-0,25) =0,12. Biaya modal rata-rata tertimbang untuk contoh kita adalah k, = 0,24(18,75/43,75) + 0,16(1-0,25)(25/43,75) = 01714 Pendapat MM yang menunjukkan bahwa perusahaan akan bisa mening- katkan nilainya kalau menggunakan utang sebesar-besarnya (dalam keadaan ada pajak), tentu mengundang kritik dan keberatan dari para_praktisi Meskipun demikian, kita akan melihat nanti bahwa keberatan tersebut salah satunya disebabkan oleh asumsi yang dipergunakan oleh MM dalam analisis mereka. ‘Asumsi pasar modal sempurna menyiratkan bahwa biaya modal sendiri (k,) akan mengikuti rumus, Ke = Keo + (Kea - ky) (B/S) (1 - (2.6) Dalam contoh yang kita pergunakan, ini berarti bahwa ke PT E adalah Ky = 20% + (20% - 16%) (25/18,75) (1-0,25) = 24% Kalau kita gambarkan pendapat MM, baik dalam keadaan tidak ada maupun ada pajak, mengenai perilaku biaya modal (baik biaya modal sendiri, biaya utang, maupun biaya modal perusahaan), akan nampak seperti pada Gambar 6.1 berikut ini. Baya Biayt Moda! (as Tak aa ga. Moal (%) ada pay Ko KyCen D100 Bs Bes Gambar 6.1. Perilaku Biaya Modal sesuai dengan Pendapat MM @ EKMA4213/MODUL 6 6.21 Dalam keadaan tidak ada pajak maka biaya modal perusahaan (= ko) akan Konstan, berapa pun komposisi utang yang dipergunakan. Dalam keadaan ada pajak, ko akan makin menurun dengan makin besarnya komposisi utang yang dipergunakan, turun mendekati biaya utang setelah pajak. Biaya modal sendiri meningkat secara linear, meskipun slopenya berbeda antara keadaan tidak ada pajak dengan keadaan ada pajak. Biaya utang (=k,) diasumsikan Konstan, berapa pun proporsi utang yang diper- gunakan. 3. Adanya Biaya Kebangkrutan Penjelasan di atas menunjukkan bahwa penggunaan utang akan menguntungkan Karena sifat tax deductibility of interest payment. Apabila diperhatikan adanya ketidaksempurnaan pasar modal maka _pemilik perusahaan (pemegang saham) mungkin keberatan untuk menggunakan leverage yang ekstrim karena akan menurunkan nilai perusahaan. Apabila pasar modal tidak sempurna, salah satu kemungkinannya adalah munculnya biaya kebangkrutan yang cukup tinggi. Biaya kebangkrutan terdiri dari legal fee (yaitu biaya yang harus dibayar kepada para abli hukum untuk menyelesaikan Klaim), dan distress price (kekayaan perusahaan terpaksa dijual dengan harga murah sewaktu perusahaan dinyatakan bangkrut). Semakin besar kemungkinan terjadi kebangkrutan, dan semakin besar biaya kebangkrutannya semakin tidak menarik penggunaan utang, Dalam keadaan diintrodusir adanya biaya kebangkrutan, biaya modal sendiri akan naik dengan tingkat yang makin cepat, tidak lagi mengikuti persamaan (2.6). Sebagai misal, sesuai dengan persamaan (2.6) biaya modal sendiri akan menjadi 24% pada saat B/S = 1,33. Apabila biaya kebangkrutan dipertimbangkan maka bisa terjadi biaya modal sendiri akan lebih besar dari 24%. Sebagai akibainya, penggunaan utang yang besar, meskipun memperoleh manfaat dari penghematan pajak, akhirnya akan dipenalty oleh kenaikan biaya modal sendiri yang terlalu tajam sehingga dampak akhirnya menaikkan ko. Untuk memberikan ilustrasi penjelasan tersebut, perhatikan contoh berikut ini, Misalkan perusahaan akan menggunakan B/S = 2,00. Anggaplah bahwa biaya modal sendiri masih mengikuti persamaan (1.7). Dengan demikian maka k, = 20% + (20% - 16%) (2,00) (1-0,25) = 26% 6.22 MANAJEMEN KEUANGAN @ Apabila kd tidak berubah maka biaya modal perusahaan akan sebesar ko = 16%(1-0,25)(2/3) + 26% (1/3) = 16,67% Dalam keadaan pasar modal sempurna sehingga perilaku biaya modal sendiri akan mengikuti persamaan (1.7), dan ada pajak maka biaya modal rata-rata yang makin rendahlah yang diharapkan apabila perusahaan menggunakan utang yang makin besar. Masalahnya adalah pada saat mulai dipertimbangkan biaya kebangkrutan, ke mungkin tidak lagi mengikuti persamaan (2.6). Sekarang misalkan ke naik menjadi 30% (tidak lagi hanya 26%). Apa yang terjadi dengan ko? k, = 16%(1-0,25)(2/3) + 30%(1/3) = 18,00% Ini berarti bahwa biaya modal rata-rata sudah lebih besar apabila dibandingkan dengan sewaktu B/S = 1,33. Artinya, struktur modal yang menggunakan utang sampai dua kali lipat modal sendiri (yaitu B/S=2) dinilai lebih jelek dari pada apabila B/S hanya sebesar 1,33 Keberatan juga mungkin diajukan oleh pemberi kredit. Apabila perusahaan berbentuk perseroan terbatas (pemilik bertanggung jawab terbatas pada modal yang disetorkan) dan pemilik melakukan diversifikasi_usaha maka ada kecenderungan untuk menggunakan utang sebesar-besamya. Hal tersebut dikarenakan penggunaan utang yang tinggi akan menggeser risiko ke kreditor. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini. Misalkan, ada seorang pemodal yang memiliki dana (modal sendiri) sebesar Rp1.000 juta. Ta bisa membentuk perusahaan yang berbentuk PT, dan perusahaan tersebut memerlukan dana Rp1.000 juta untuk investasinya. Seandainya ia menanam- kan seluruh dananya pada perusahaannya maka PT tersebut akan terdiri dari 100% modal sendiri. Misalkan, ia juga bisa membentuk PT tersebut dengan hanya menyetorkan dana sebesar Rp1.00 juta, sedangkan sisanya yang Rp900 juta dibiayai oleh kreditor. Dengan kata Jain rasio utang tethadap modal sendiri adalah 900%. Sekarang misalkan investasi yang ia lakukan ternyata salah. Sebagai akibataya nilai perusahaannya merosot menjadi hanya Rp600 juta (yaitu nilai yang terbentuk seandainya perusahaan tersebut dijual). Seandainya perusahaan tadi mempunyai 100% modal sendiri maka kerugian yang @ EKMA4213/MODUL 6 6.23 ditanggungnya adalah Rp400 juta. Seandainya perusahaan tadi menggu- nakan utang senilai Rp900 juta maka kerugian yang ia tanggung hanya sebesar Rp100 juta (yaitu. maksimum sebesar modal sendiri yang ia gunakan), yang Rp300 juta ditanggung oleh kreditor. Karena itu, kreditor akan enggan untuk memberikan kredit yang terlalu besar, kecuali diberikan jaminan tambahan, dan/atau menuntut tingkat bunga pinjaman (atau kd bagi perusahaan) yang lebih tinggi. Sebagai akibatnya maka peningkatan rasio utang yang terlalu besar dapat menghasilkan biaya modal perusahaan yang makin tinggi. Dengan kata lain penggunaan utang sebesar-besarnya tidaklah merupakan keputusan yang optimal, Peningkatan biaya modal perusahaan (k,) tersebut disebabkan karena manfaat yang diterima dari penggunaan utang (dalam bentuk penghematan pajak) akan dikompensasi biaya dalam bentuk biaya kebangkrutan (yang ditunjukkan dari peningkatan k, yang makin tinggi, dan juga peningkatan k,). Karena itulah, teori ini disebut seb: balancing theory. Artinya, menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan utang. B. PECKING ORDER THEORY Berbagai faktor, seperti adanya corporate tax, biaya kebangkrutan, dan personal tax, telah dipertimbangkan untuk menjelaskan mengapa suatu perusahaan akhirnya memilih struktur modal tertentu. Penjelasan tersebut termasuk dalam lingkup balancing theories. Esensi balancing theories adalah menycimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan utang. Sejauh manfaat masih lebih besar, utang akan ditambah. Akan tetapi, apabila pengorbanan karena menggunakan utang sudah lebih besar maka utang tidak boleh lagi ditambah. Teori tersebut dikemukakan oleh Myers (1984) dan Myers (1984). Teori ini mendasarkan diri atas informasi asimetrik (asymmetric information), suatu istilah yang menunjukkan bahwa manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak (tentang prospek, risiko dan nilai perusahaan) daripada pemodal publik. Manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak dari pemodal karena merekalah yang mengambil keputusan-keputusan keuangan, yang menyusun berbagai rencana perusahaan. Kondisi ini dapat dilihat dari reaksi harga saham pada waktu manajemen mengumumkan sesuatu (seperti peningkatan pembayaran dividen). 6.24 MANAJEMEN KEUANGAN @ Informasi asimetrik ini mempengaruhi pilihan anggaran sumber dana internal (yaitu dana dari hasil operasi perusahaan) ataukah eksternal, dan antara penerbitan utang baru ataukah ekuitas baru. Karena itu, teori ini disebut sebagai pecking order theory. Disebut sebagai pecking order karena teori_ ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Sesuai dengan teori ini maka investasi akan dibiayai dengan dana internal terlebih dulu (yaitu laba yang ditahan), kemudian baru diikuti oleh penerbitan utang baru, dan akhirnya dengan penerbitan ekuitas baru. Berikut ini dijelaskan alasan mengapa perusahaan akan lebih menyukai penerbitan utang daripada ekuitas baru. Untuk itu, perhatikan dua perusahaan berikut ini, PT A dan PT B, yang saat ini mempunyai harga saham masing- masing di bursa adalah sebesar Rp10.000,00. Meskipun demikian, nilai sebenamya (:7ue value) saham-saham tersebut mungkin lebih besar atau lebih kecil dari Rp10.000,00. Kemungkinan bahwa true value bisa lebih besar atau lebih kecil dari harga di bursa saat ini semata-mata mencerminkan ketidakpastian yang dihadapi para pemodal. Misalnya saja, pengharapan para pemodal di waktu Talu sering meleset (realisasi bisa lebih besar ataupun lebih kecil dari yang diharapkan), sedangkan harga di bursa saat ini tidak lain merupakan taksiran terbaik para pemodal berdasarkan atas informasi yang mereka miliki atas perusahaan-perusahaan tersebut. Misalkan, situasi kedua perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: PTA PTB True value, dapat lebih tinggi, misalnya | Rp12.000,00 | Rp12.000,00 Taksiran terbaik saat ini Rp10.000,00 | Rp10.000,00 True value, dapat lebih rendah, misalnya | Rp 8.000,00 | Rp 8.000,00 Sckarang misalkan bahwa kedua perusahaan tersebut perlu menghimpun dana dari masyarakat untuk membiayai suatu investasi. Mereka dapat menghimpun dana dengan menghimpun utang (menerbitkan obligasi) atau menghimpun ekuitas (menerbitkan saham baru). Bagaimana pilihan sebaik- nya dilakukan? Direktur Keuangan salah satu perusahaan tersebut (PT A ataupun PT B) mungkin membuat pertimbangan sebagai berikut: @ EKMA4213/MODUL 6 6.25 Kalau harga saham di bursa saat ini adalah Rp10.000,00 maka kalau saya menerbitkan saham baru maka saham tersebut harus saya tawarkan dengan harga Rp10.000,00 juga. Padahal perusahaan ini merupakan perusahaan yang ngat baik, prospek perusahaan sangat cerah sehingga harga saham di bursa saat ini sebenamya terlalu rendah. Harga yang wajar mestinya Rp12.000,00 Karena saya tidak mungkin menerbitkan saham baru dengan harga Rp12.000,00 maka lebih baik saya menerbitkan utang saja (menerbitkan obligasi) daripada harus menjual saham baru dengan harga terlalu rendah. Direktur Keuangan perusahaan lainnya mungkinmempunyai pertimbangan yang berbeda karena kondisi perusahaannya berbeda. Perusahaan ini memang mencatat hasil operasi yang cukup baik dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian maka harga saham saat ini tercatat di bursa sebesar Rp10.000,00. Sayangnya saya tidak melihat kondisi akan berlanjut terus di masa yang akan datang. Persaingan akan makin ketat sehingga hasil operasi perusahaan akan menurun. Saat ini nampaknya para pemodal memang belum menyadari situasi ini sehingga harga saham masih bertahan pada harga Rp10.000,00. Dengan demikian apakah tidak sebaiknya saya terbitkan saja saham baru dengan harga Rp10.000,007 Menjadi masalah adalah kalau perusahaan menawarkan saham baru dengan harga Rp10.000,00, pemodal mungkin mulai menyadari bahwa harga saham saat ini (yaitu sebesar Rp10.000.00) sebenarnya terlalu tinggi. Sebagai akibamya para pemodal mungkin hanya bersedia membayar dengan harga Rp8.000,00 dan harga saham Jama pun ikut turun menjadi Rp8.000,00. Apabila Direktur Keuangan menyadari hal ini maka ia justru tidak ingin menerbitkan saham baru (yang dapat dipergunakan sebagai signal bahwa harga saham saat ini sudah terlalu tinggi), dan memilih menerbitkan obligasi. Sebagai akibatnya maka baik situasi harga saham saat ini cenderung undervalue (terlalu murah) ataukah overvalue (terlalu tinggi), akan menye- babkan perusahaan memilih menerbitkan obligasi. Dengan kata lain, asimetrik informasi akan membuat perusahaan memilih menerbitkan obligasi daripada saham baru. Meskipun demikian, tidaklah berarti: bahwa setiap kali perusahaan memerlukan pendanaan eksternal perusahaan akan menerbitkan obligasi dan bukan saham baru. Alasannya adalah (1) asimetrik informasi- mungkin tidaklah terlalu penting, dan (2) terdapat faktor-faktor ain yang mempengaruhi pilihan struktur modal. Sebagai misal apabila salah satu 6.26 MANAJEMEN KEUANGAN @ perusahaan tersebut sudah menggunakan utang yang terlalu besar (mempunyai rasio utang yang terlalu tinggi) maka pendanaan eksternal mungkin ditarik dalam bentuk saham baru. Pengumuman penerbitan saham baru tersebut memang akan menyebabkan harga saham lama turun (sedikit), tetapi penurunan tersebut mungkin masih dinilai wajar atau lebih baik dibandingkan dengan penurunan harga saham apabila perusahaan berkukuh menerbitkan obligasi. Dengan adanya asimeitik informasi tersebut juga akan mengakibatkan perusahaan lebih suka menggunakan pendanaan internal daripada eksternal. Penggunaan dana internal tidak mengharuskan perusahaan mengungkapkan informasi baru kepada pemodal sehingga dapat menurunkan harga saham, Secara ringkas seori pecking order tersebut menyatakan sebagai berikut (Brealey and Myers, 1996: 500). 1. Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal. 2. Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian dividen dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar. 3. Pembayaran dividen yang cenderung konstan dan fluktuasi laba yang diperoleh mengakibatkan dana internal kadang-kadang berlebih ataupun kurang untuk investasi. 4. Apabila pendanaan cksternal diperlukan maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu. Penerbitan sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi, kemudian obligasi yang dapat dikonversikan menjadi modal sendiri, baru akhirnya menerbitkan saham baru. Sesuai dengan teori ini, tidak ada target rasio utang karena ada dua jenis modal sendiri yang preferensinya berbeda, yaitu Jaba ditahan (dipilih lebih dulu) dan penerbitan saham baru (dipilih paling akhir), Rasio utang setiap perusahaan akan dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk investasi. C. PENGGUNAAN UTANG YANG DIPERGUNAKAN SUATU PERUSAHAAN Teori-teori struktur modal tersebut dapat dipergunakan untuk menjelaskan tentang berapa banyak utang akan dipergunakan oleh perusahaan. Dari sudut balancing theory, penggunaan utang akan dilakukan @ EKMA4213/MODUL 6 6.27 sampai dengan titik di mana rasio utang dan modal sendiri akan memberikan biaya yang minimal. Pada titik ini dikatakan perusahaan berada pada struktur modal yang optimal. Secara_ grafis, situasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.2. Biaya Modal (5) Ke Ko Ka 0 B/S Gambar 6.2. Struktur Modal yang Optimal Sesuai dengan teori ini maka struktur modal yang optimal ini dapat berbeda antara. perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Umumnya untuk perusahaan yang mempunyai operating leverage yang tinggi akan cenderung menggunakan utang yang rendah untuk menghindari risiko yang terlalu tinggi, dan sebaliknya Kesulitan penerapan teori ini adalah dalam hal penaksiran perilaku biaya modal yang digunakan perusahaan. Bagaimana memperkirakan perilaku ke apabila biaya modal tersebut sudah tidak mengikuti persamaan yang dirumuskan oleh MM? Penaksiran ini akan menjadi makin sulit kalau perusahaan tersebut tidak terdaftar di Bursa Efek. Untuk mengatasi kesulitan tersebut kemudian dipergunakan pedoman praktis, seperti penggunaan utang dapat dibenarkan sejauh diharapkan dapat memberikan keuntungan yang lebih besar dari biaya bunganya. Diterjemah- kan ke dalam rasio keuangan, pedoman ini kemudian dirumuskan sebagai “penggunaan utang dapat dibenarkan sejauh penggunaan utang terscbut diharapkan memberikan rentabilitas ekonomi yang lebih besar dari bunga pinjaman”. Pedoman tersebut, sayangnya hanya akan melihat dampaknya pada rasio rentabilitas modal sendiri dan bukan pada biaya modal perusahaan. 6.28 MANAJEMEN KEUANGAN @ Pecking order theory menjelaskan mengapa kalau perusahaan memerlukan external financing, mereka akan memilih dana dalam bentuk utang. Perusahaan baru akan menggunakan external financing kalau dana dari hasil operasi (internal financing) tidak mencukupi lagi untuk investasi yang direncanakan. WS carman Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) PT D dan PT E mempunyai karakteristik sebagai berikut. PT E menggunakan utang sedangkan PT D tidak. PTD PTE © | Laba operasi Rp10,00 juta Rp10,00 juta F | Bunga - () | Rp 4,00 juta_(-) Laba sebelum pajak Rp10,00 juta Rp 6,00 juta t | Pajak (=25%) Rp 2,50 juta__(-)_ | Rp 1,60 juta () E | Laba tersedia untuk modal sendiri_ | Rp 7,50 juta Rp 4,50 juta kd | Biaya utang - 0,16 B | Nilai utang - Fp25,00 juta V_| Nila perusahaan Aip37,50 juta Rp43,75 juta Kita lihat bahwa PT E lebih baik dari PT D Karena mempunyai nilai perusahaan yang lebih besar. Berapa biaya modal sendiri untuk kedua PT tersebut, dan berapa pula biaya modal perusahaan (=ko)? 2) Seandainya PT E (soal nomor 2) sebelumnya tidak menggunakan utang dan mempunyai jumlah lembar saham sebesar 1,000 Iembar (sebelum menggunakan utang). Harga saham per lembarnya akan sama dengan Rp37.50 juta/1.000 = Rp37.500,00. Perusahaan mengganti seba-gian modal sendiri ini dengan utang senilai Rp25 juta. Berapa harga saham setelah mengganti sebagian modal sendiri dengan utang? 3) Misalkan, PT E (soal nomor 2) sekarang menaksir bahwa pada berbagai struktur modal, biaya modal yang dipergunakan dari masi sumber dana adalah sebagai berikut. .g-masing @ EKMA4213/MODUL 6 6.29 B/S kd ke 0 \0,00 0.20 133 0,16 0,24 2,00 0,16 0,28 2,50 0,16 0,32 Dengan tarif pajak penghasilan sebesar 25%, struktur modal mana yang terbaik? Mengapa hal tersebut terjadi? Petunjuk Jawaban Latihan 1) Untuk PTEK, = Rp4,50 juta/Rp18,75 juta (43,75 — 25,75) = 24% Ingat bahwa dengan VE = Rp43,75 dan BE = Rp25 juta, maka S; = Rp18,75 juta. Untuk menghitung ko bisa ditempuh dua cara Pertama, biaya modal perusahaan (=k,) apabila ada pajak bisa dihitung dengan rumus, k= [0U-0V/V Dalam hal ini, t adalah tarif pajak penghasilan. Dalam contoh ini berarti bahwa, K, = [10 juta(1 - 0,25)]/37,50 juta = 20% (untuk PT D) Untuk PT E, k, = [Rp.10 juta(1 - 0,25)/43,75 juta = 17.14% Cara kedua, dengan menghitung rata-rata tertimbang masing-masing Komponen biaya modal. Hanya saja dengan adanya pajak kita perlu melakukan penyesuaian terhadap biaya utang. Bunga yang dibayarkan oleh PT E adalah sebesar Rp4 juta, tetapi kemudian PT E bisa menghemat pajak sebesar Rp juta. Dengan demikian, bunga efektif yang dibayar adalah sebesar Rp3 juta. Dengan nilai utang (=B) sebesar Rp25 juta maka biaya utang efektifnya adalah Rp3 jutwRp25 juta = 12%. Biaya utang efektif ini disebut sebagai biaya utang setelah pajak 6.30 MANAJEMEN KEUANGAN @ 3) (cost of debt after tax), dan kita beri notasi ky. Biaya utang setelah pajak ini juga bisa dihitung dengan cara sebagai berikut. kot =ky (1-0) Dalam contoh ini, ky = 16% (1 - 0,25) = 12% Biaya modal perusahaan (= ko) bisa dihitung dengan, k, = ke (S/V) + ke (1-t) (B/V) Dalam contoh ini berarti bahwa, Kk, = 24%(18,75/43,75) + 15%(1-0,25)(25/43,75) 17.14% Berapa jumlah lembar saham yang harus dibeli untuk diganti dengan utang senilai Rp25 juta tersebut? Dengan menggunakan utang PT E sekarang menikmati PV penghematan pajak senilai Rp6,25 juta. Jumlah ini akan dibagi kepada semua pemilik saham. Dengan demikian harga saham akan naik sebesar Rp6.250,00 per lembarnya (yaitu Rp6.25 juta/ 1.000). Karena itu, harga saham akan menjadi Rp37.500,00 + Rp6.250,00 = Rp43.750,00. Karena itu, jumlah lembar saham yang dibeli adalah Rp25 juta/Rp43.750,00 = 571 lembar. Jumlah yang tinggal menjadi 1,000 - 571 = 429 lembar. Dengan harga per lembar Rp43.750,00 maka nilai modal sendiri setelah dilakukan penggantian dengan utang = 429 x Rp43.750,00 = Rp18,75 juta (dibulatkan), Untuk itu perlu dihitung biaya modal perusahaan pada berbagai struktur modal. BS ke k ky 0 0,00 0,20 | 0,2000 1,33 | 0,16 0,24 | 0,1714 <- terkecil 2,00 | 0,16 0,28 | 0.1733 2,50 | 0,16 0,32 | 0,2228 Dengan demikian, struktur modal yang terbaik adalah pada saat B/S = 1,33. Hal ini (yaitu struktur modal yang memberikan biaya modal perusahaan yang terkecil) terjadi Karena perilaku biaya modal sendiri tidak lagi mengikuti rumus sebagaimana dikemukakan oleh MM Dengan kata lain, mulai dimasukkan adanya kemungkinan dan biaya kebangkrutan. @ EKMA4213/MODUL 6 6.31 [Ingat bahwa untuk menghitung ko dipergunakan rumus, ko = ke (S/V) + ke (1-t) (B/V) | RANGKUMAN Kegiatan Belajar 2 membahas tentang: 1. dua Teori Struktur Modal, yaitu balancing theory dan pecking order theory; 2. bagaimana kedua teori tersebut mempengaruhi pemilihan struktur modal. 4 TES FORMATIF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Anggaplah pendapat Modigliani dan Miller pada saat terdapat pajak berlaku. Apabila suatu perusahaan menggunakan 100% modal sendiri, nilai perusahaannya adalah Rp500 miliar. Perusahaan membagikan seluruh laba yang tersedia bagi pemegang saham sebagai dividen, laba operasi tidak meningkat, dan tarif pajak sebesar 20%. Berapa biaya modal sendiri dari perusahaan yang tidak menggunakan utang tersebut apabila laba operasi per tahunnya sebesar Rp125 juta? A. 20%. B. 21%. C. 22%. D. 23%. 2) Perusahaan pada soal nomor 1) mengganti sebagian modal sendiri dengan menerbitkan obligasi senilai Rp200 miliar, dengan cost of debt sebelum pajak 16%. Apabila obligasi ini bersifat permanen, berapa nilai penghematan pajak karena penggunaan obligasi tersebut? A. Rp32 miliar. B. Rp40 miliar. C. RpSO miliar. B.Rp55 miliar. 6.32 MANAJEMEN KEUANGAN @ 3) Dengan demikian, nilai perusahaan setelah menggunakan utang (dari soal nomor 1) dan 2) adalah .... A. Rp532 miliar. B._Rp540 miliar. CC. Rp350 miliar. D.Rp560 miliar. 4) Nilai modal sendiri pada soal nomor 1) s/d 3) adalah .... A. Rp300 miliar B. Rp320 miliar C. Rp340 miliar D. Rp350 miliar 5) Sesuai dengan pecking order theory, sumber dana berikut ini yang merupakan pilihan pertama adalah .... A. laba ditahan B. obligasi C.. obligasi konversi D. saham baru Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan ‘Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2. . Jumlah Jawaban yang Benar Tingkat penguasaan = "SSO v1 00% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - L00% 80 - 89% 70 - 19% = cukup < 10% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum diku: @ EKMA4213/MODUL 6 6.33 KEGIATAN BELAJAR 3 Kebijakan Dividen ebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali, Dengan demikian pertanyaannya seharusnya adalah kapan (artinya, dalam keadaan seperti apa) Jaba akan dibagikan dan kapan akan ditahan, dengan tetap memperhatikan tujuan perusahaan, yaitu meningkatkan nilai perusabaan Permasalahan kadang menjadi nampak rumit karena adanya alternatif pendanaan dari luar. Dengan demikian, dimungkinkan membagi laba sebagai dividen, dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Ataukah lebih baik tidak membagi dividen dan juga tidak menerbitkan saham baru? Apakah cara semacam ini memang membawa dampak yang berbeda bagi pemegang saham? Masalah lain adalah bahwa perusahaan bisa membagikan dividen bukan dalam bentuk uang tunai, tetapi dalam bentuk saham (dikenal sebagi stock dividend). Demikian juga perusahaan bisa membagikan dana ke pemegang saham dengan cara membeli kembali (sebagian) saham (dikenal sebagai repurchase of stocks)1. Dalam bab ini, dibicarakan tentang konsep dan framework analisis untuk masalah-masalah tersebut A. KONTROVERSI DIVIDEN Kebijakan dividen masih merupakan masalah yang mengundang perdebatan karena terdapat lebih dari satu pendapat. Tujuan pembicaraan pada bab ini adalah untuk menunjukkan logika yang mendasari kebijakan dividen. Dengan demikian diharapkan pembaca memahami mengapa suatu perusahaan mengambil kebijakan tertentu, dan tidak memahami secara salah perlu tidaknya laba dibagi2. Berbagai pendapat tentang dividen bisa dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1. pendapat yang menginginkan dividen dibagikan sebesar-besarnya; 2. pendapat yang mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak relevan; 3. pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan seharusnya justru memba- gikan dividen sekecil mungkin. 6.34 MANAJEMEN KEUANGAN @ Berikut ini penjelasan singkat masing-masing pendapat tersebut. 1. Dividen Dibagi Sebesar-besarnya Argumentasi pendapat ini bahwa harga saham dipengaruhi oleh dividen yang dibayarkan. Apabila n = ~ maka harga saham (Po) bisa dirumuskan sebagai berikut. Po = Y—— ian apabila Dt ditingkatkan, bukankah harga saham akan menjadi lebih tinggi? Argumentasi tersebut mempunyai kesalahan dalam hal bahwa peningkatan pembayaran dividen hanya dimungkinkan apabila laba yang diperolch oleh perusahaan juga meningkat. Perusahaan tidak bisa membagikan dividen yang makin besar apabila laba yang diperoleh tidak meningkat. Memang benar kalau perusahaan mampu meningkatkan pembayaran dividen Karena peningkatan laba, harga saham akan naik. Meskipun demikian Kenaikan harga saham tersebut disebabkan_ karena kenaikan laba dan bukan kenaikan pembayaran dividen. Juga tidak benar kalau perusahaan harus membagikan semua laba sebagai dividen, hanya karena perusahaan harus membagikan dividen sebesar-besarnya. Laba dibenarkan untuk ditahan, kalau dana tersebut bisa diinvestasikan dan menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar dari biaya modalnya (penginvestasian tersebut berarti memberikan NPV yang positif). Untuk itu, perhatikan penjelasan berikut ini. Misalkan, perusahaan membagikan dividen pada tahun 1 sebesar D1, pada tahun ke 2 sebesar D2, pada tahun ke 3 sebesar D3, dan seterusnya sampai dengan pada tahun ke ~ sebesar D ~. Dengan demikian, harga sahamnya adalah B.D Sekarang misalkan perusahaan tidak membagikan dividen pada tahun 1, dan menginvestasikan dividen tersebut selama satu tahun untuk kemudian membagikannya bersama-sama dividen pada tahun ke-2 (D2), Apabila @ EKMA4213/MODUL 6 6.35 selama satu tahun tersebut penginvestasian Kembali dividen tersebut menghasilkan tingkat keuntungan sebesar R maka pada tahun ke-2, akan dibagikan [D1(1+R) + D]. Apabila harga saham yang baru diberi notasi PO’, maka D, (1+R)+D, P,=0+ PURDs _D (3.2) (1 +r) i (1+r) Selisihkan persamaan (3.2) dengan (3.1) maka kita akan memperoleh, D,(I+R) __D, (14r) (I+ P'o-Po= (3.3) Apabila P,! - P, kita beri notasi AP_ maka persamaan (3.3) bisa dise- derhanakan menjadi ap - Di [8 (l+r) | (+r) ap = De (+R-1-1) | ~ (1+r) (i+r) ap = Pfr] Ga) (+r) Apabila perubahan pembayaran dividen tersebut bisa meningkatkan har- ga saham maka Po! > P, atau AP positif, Apabila diinginkan AP positif maka pada sisi kanan persamaan tersebut nilai R harus lebih besar dari r. oleh karena R menunjukkan tingkat keuntungan penginvestasian kembali dari dividen, dan r menunjukkan biaya modal maka persamaan (3.4) tersebut menunjukkan bahwa dividen boleh saja tidak dibagikan (ingat bahwa dividen pada tahun ke 1 sama dengan nol), asal bisa diinvestasikan dan menghasilkan Uingkat keuntungan yang lebih besar dari biaya modalnya. Penjelasan tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa keputusan inves- tasilah yang akan membuat harga saham menjadi lebih besar atau lebih kecil. Keputusan untuk menahan laba dan menginvestasikan dana_tersebut, merupakan keputusan investasi. Kita tahu apabila investasi diharapkan akan memberikan tingkat keuntungan (internal rate of return) yang lebih besar 6.36 MANAJEMEN KEUANGAN @ dari biaya modalnya maka investasi tersebut dapat dibenarkan. Argumentasi inilah yang sebenarnya kita pergunakan dalam analisis di atas. 2. Dividen Tidak Relevan Mereka yang menganut pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan bisa saja membagikan dividen yang banyak ataupun sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber ekstern. Jadi yang penting apakah investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan NPV yang positif, tidak peduli apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari dalam perusahaan (menahan Jaba) ataukah dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru)? Dampak pilihan keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal atau keputusan dividen adalah tidak relevan (the irrelevant of dividend). Untuk memperjelas uraian perhatikan contoh berikut ini. Misalkan, suatu perusahaan mempunyai neraca (pada harga pasar) sebagai berikut. Tabel 6.1. Neraca PT Astuti, 8/10/19X1 (dalam jutaan Rp) Kas. 1.050 Modal sendiri 8.050 Aktiva lain 7.000 Total 8.050 Total 8.050 Apabila terdapat 1.000.000 lembar saham PT Astuti maka setiap lembar saham harganya adalah Rp8.050,00. Misalkan, pada tanggal tersebut tersedia suatu kesempatan investasi yang diharapkan memberikan NPV sebesar Rp200 juta, dan memerlukan dana sebesar Rp1.000 juta. Apabila para pemegang saham memutuskan untuk mengambil investasi tersebut (tidak perlu menerbitkan saham baru karena dana yang ada dalam perusahaan masih mencukupi) maka neraca setelah mengambil kesempatan investasi tersebut akan nampak sebagai berikut Tabel 6.2. Neraca PT Astuti, setelah Mengambil Investasi dengan NPV Rp200 juta Kas 50 | Modal sendiri 8.250 PV investasi 1.200 Aktiva lain 7.000 4.000 Total 8,250 Total @ EKMA4213/MODUL 6 6.37 Saldo kas turun menjadi RpSO juta Karena sejumlah Rp1.000 juta diinvestasikan. Karena NPV investasi tersebut sebesar Rp200 juta maka PV investasi adalah Rp1.200 juta. Dengan demikian harga saham per lembar naik menjadi Rp8.250,00. Sckarang misalkan para pemegang saham menginginkan membagi dividen per lembar Rp1.000,00, tetapi tetap ingin mengambil investasi dengan NPV Rp200 juta tersebut. Karena besarnya dividen yang dibagikan adalah Rp1.000 juta maka perusahaan perlu menerbitkan saham baru sebesar Rp1.000 juta. Keadaan perusahaan setelah membagi dividen dan mener- bitkan saham baru adalah sebagai berikut. Tabel 6.3. Neraca PT Astuti, setelah Mengambil Investasi dengan NPV Rp200 juta dan Menerbitkan Saham Baru Kas 50 Modal sendiri PY investasi 1.200 - lama 7.250 Aktiva lain 7.000 + baru 1.000 Total 8,250 Total 8.250 Sisi aktiva neraca tidak mengalami perubahan karena keputusan investasinya sama. Dengan kata lain, nilai perusahaan tetap sebesar Rp8.250 juta, Oleh karena perusahaan harus menerbitkan saham baru senilai Rp1.000 juta maka sekarang muncul rekening baru, yaitu saham baru senilai Rp1.000 juta, Dengan demikian, rekening saham lama menjadi sebesar Rp7.250 juta (selisih antara Rp8.250,00 dengan Rp1.000,00). Apa artinya keadaan ini? Pemegang saham lama karena meminta pembagian dividen scbesar Rp1.000,00 per lembar sekarang nilai sahamnya menjadi hanya Rp7.250,00 per lembar. Dengan kata lain, kekayaan pemegang saham lama tetap sebesar Rp8.250,00, hanya saja sckarang sebagian dinyatakan dalam uang tunai (Rp1.000,00) dan saham (Rp7.250,00). Jumlah saham yang perlu diterbitkan adalah Rp1.000 juta dibagi dengan Rp7.250, yaitu sebesar 137.931 lembar. Dengan demikian, jumlah lembar saham meningkat menjadi 1.137.931 lembar. Dividen Dibagikan Sekecil-kecilnya Pendapat bahwa dividen tidak relevan mendasarkan diri atas pemikiran bahwa membagikan dividen dan menggantinya dengan menerbitkan saham 6.38 MANAJEMEN KEUANGAN @ baru mempunyai dampak yang sama terhadap kekayaan pemegang saham (lama). Analisis tersebut sayangnya, demikian penganut pendapat bahwa dividen seharusnya dibagikan sekecil-kecilnya, mengabaikan adanya biaya emisi (floatation costs). Apabila perusahaan menerbitkan saham baru, perusahaan akan menanggung berbagai biaya (yang disebut sebagai floatation costs), seperti fee untuk underwriter, biaya notaris, akuntan, konsultan hukum, pendaftaran saham, dan sebagainya, yang bisa berkisar antara 2-4%. Misalkan, biaya-biaya tersebut mencapai 3%. Ini berarti apabila perusahaan menerbitkan saham baru senilai Rp1.000 juta maka perusahaan harus mengeluarkan biaya sebesar Rp30 juta. Sebagai akibatnya, jumlah yang diterima hanya sebesar Rp970 juta. Karena itu, apabila perusahaan memerlukan dana sebesar Rp1.000 juta, dana yang harus ditarik dari masyarakat akan sebesar Rp1.000 jutw0,97 = Rp1.031 juta (dibulatkan). Dari jumlah ini sebesar Rp31 juta akan dikeluarkan sebagai biaya sehingga jumlah bersih yang diterima adalah Rp1.000 juta. Kalau kita kembali menggunakan contoh yang sama seperti di atas, yaitu membagikan dividen dan menerbitkan saham baru, apa akibatnya? Neraca yang baru akan nampak sebagai berikut. Tabel 6.4. Neraca PT Astuti, setelah Mengambil Investasi dengan NPV Rp200 juta dan Menerbitkan Saham Baru dengan Menanggung Floatation Costs 3%. Kas. 50. Modal sendiri PV investasi 1.200 - lama 7.250 Aktiva lain 7.000 > baru 1.000 Total 8,250 Total 8.250 Keadaan yang baru menunjukkan babwa kekayaan pemegang saham Jama sekarang hanya a. Penerimaan dividen sebesar Rp1.000 juta b. Memiliki saham senilai —_ Rp7.219 juta Jumlah ——- Rp8.219 juta Jumlah tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan tidak membagi dividen dan karenanya tidak perlu menerbitkan saham baru. Mengapa bisa @ EKMA4213/MODUL 6 6.39 demikian? Sederhana sekali. Sebagian kekayaan tersebut diberikan kepada berbagai pihak sebagai floatation costs. Kalau memang kita telah memiliki dana untuk investasi, mengapa dana tersebut harus kita bagikan sebagai dividen sehingga kita perlu menerbitkan saham baru dan membayar {floatation costs? Karena itulah mereka berpendapat bahwa dividen seharus- nya dibagikan sekecil mungkin, sejauh dana tersebut bisa dipergunakan dengan menguntungkan! B. DANA YANG BISA DIBAGIKAN SEBAGAI DIVIDEN Dalam praktiknya pembagian dividen dikaitkan dengan laba yang diperoleh oleh perusahaan dan tersedia bagi pemegang saham. Laba ini ditunjukkan dalam laporan rugi laba sebagai baris terakhir dalam laporan (karenanya disebut sebagai bortom line), dan disebut sebagai laba setelah pajak (Earnings After Taxes, EAT). Misalkan angka EAT adalah sebesar Rp450,00. Dengan demikian, dividen yang bisa dibagikan adalah Rp450,00. Kalau lebih dari jumlah tersebut, perusahaan berarti membagikan modal sendiri, Apakah hal tersebut benar’? Kalau kita kembali kepada teori keuangan maka besarnya dana yang bisa dibagikan sebagai dividen (atau diinvestasikan kembali) bukanlah sama dengan laba setelah pajak. Dana yang diperolch dari hasil operasi selama satu periode tersebut adalah sebesar Taba setelah pajak ditambah dengan penyusutan. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa kita bisa membagikan sejumlah ini sebagai dividen. Mengapa? Karena kalau seluruh dana tersebut dibagikan sebagai dividen maka perusahaan tidak akan bisa melakukan penggantian aktiva tetap di masa yang akan datang. Kalau ini yang terjadi maka kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan berkurang. Dalam teori keuangan, jumlah dana yang bisa dibagikan sebagai dividen bisa dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut. D=E + Penyusutan - Investasi pada A.T. - Penambahan MLK ...... (3.5) Dalam hal ini, D = Dividen E Laba setelah pajak AT = Aktiva tetap M.K = Modal kerja 6.40 MANAJEMEN KEUANGAN @ Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dana yang bisa dibagikan sebagai dividen merupakan kelebihan dana yang diperoleh dari operasi perusahaan (yaitu E + Penyusutan) di atas keperluan investasi untuk mengha- kan laba di masa yang akan datang (yaitu investasi pada AT dan MK). Hanya saja, untuk menyederhanakan ana investasi pada aktiva tetap akan diambilkan dari dana penyusutan, dan modal kerja dianggap tidak berubah (sehingga tidak perlu menambah modal kerja) Apabila asumsi ini dipergunakan maka bisa dimengerti kalau besarnya D akan ditentukan oleh E. Maksimum D yang bisa dibagikan adalah sama dengan E. Karena itulah, bisa dimengerti mengapa dalam praktiknya dipergunakan laba bersih setelah pajak sebagai ukuran jumlah maksimum dana yang dibagikan sebagai dividen. Apabila dividen yang dibagikan misalnya hanya 40% dari E maka ini berarti bahwa yang 60% dipergunakan untuk menambah si dana dari penyusutan untuk investasi pada aktiva tetap dan penambahan modal kerja. C. STABILITAS DIVIDEN DAN RESIDUAL DECISION OF DIVIDEND Penjelasan pada subbab 3.1 dan rumus (3.1) menunjukkan bahwa besamya dividen yang dibagikan akan dipengaruhi oleh ada tidaknya Kesempatan investasi yang menguntungkan. Sejauh terdapat kesempatan investasi yang menguntungkan (yaitu investasi yang diharapkan memberikan NPV positif) maka dana yang diperoleh dari operasi perusahaan akan dipergunakan untuk mengambil investasi tersebut. Kalau terdapat sisa, barulah sisa tersebut dibagikan sebagai dividen. Pendapat ini dikenal sebagai residual decision of dividend. Apabila pendapat ini dianut, tentunya kita akan mengamati adanya pola pembayaran dividen yang sangat erratic. Suatu saat perusahaan membagikan dividen sangat banyak (Karena tidak ada investasi yang menguntungkan), pada saat lain tidak membagikan dividen sama sekali (karena seluruh dana dipergunakan untuk investasi). Apakah benar demikian? Dalam praktiknya nampaknya perusabaan tidak menerapkan keputusan dividen sebagai residual decision. Hal ini terlihat adanya kecenderungan perusahaan membayarkan dividen yang relatif stabil. Juga terdapat kecenderungan bahwa perusahaan enggan menurunkan pembayaran dividen meskipun barangkali mengalami penurunan perolehan taba. Dengan kata lain, @ EKMA4213/MODUL 6 6.41 keputusan dividen nampaknya menjadi keputusan aktif, dan bukan pasif. Mengapa demikian? Kemungkinan penyebabnya adalah bahwa dividen nampaknya mem- punyai isi informasi (informational content of dividend). Nampakny: peningkatan atau penurunan pembayaran dividen sering ditafsirkan sebagai keyakinan manajemen akan prospek perusahaan. Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran dividen, hal ini mungkin ditafsirkan sebagai harapan manajemen akan membaiknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Demikian pula apabila terjadi sebaliknya. Dengan demikian, manajemen akan enggan untuk mengurangi pembagian dividen, kalau hal ini ditafsirkan memburuknya kondisi perusahaan di masa yang akan datang (sehingga akan menurunkan harga saham). Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa yang penting adalah apakah pembagian dividen tersebut ditangkap sebagai signal oleh para pemodal tentang prospek dan risiko perusahaan di masa yang akan datang. Jadi tidak benar bahwa pemodal menyukai dividen karena_ peneri merupakan penghasilan yang pasti dan kenaikan harga saham (capizal gains) merupakan sesuatu yang tidak pasti. Argumentasi yang disebut sebagai bird in hand argument tersebut tidaklah tepat. Argumen tersebut mempunyai kesalahan sebagai berikut. Apabila penginvestasian kembali tersebut. 1. Diharapkan memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dari biaya modalnya (dengan kata lain diharapkan memberikan NPV positif). 2. Semua pemodal mempunyai pengharapan yang sama. 3. Pasar modal efisien. an dividen maka pada waktu informasi tersebut diketahui oleh publik, harga saham akan segera menyesuaikan diri, dan naik sesuai dengan pengharapan_ para pemodal. Dengan kata lain, harga saham sudah naik. Dengan demikian, pemodal bisa menjual saham tersebut dan merealisir capital gains, bukan lagi mengharapkan capital gains. Menjadi masalah sebenamya adalah dengan menjual saham untuk merealisir capital gains, pemodal harus membayar biaya transaksi tertentu dan (seharusnya) juga membayar pajak, sedangkan dengan menerima dividen, pemodal tidak perlu membayar biaya transaksi, tetapi hanya membayar pajak. 6.42 MANAJEMEN KEUANGAN @ D. PEMBAYARAN DIVIDEN DALAM BENTUK SAHAM, PEMECAHAN SAHAM DAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM Kadang-kadang perusahaan memutuskan untuk membagikan dividen dalam bentuk saham (stock dividend). Apakah cara semacam ini akan meningkatkan kekayaan pemegang saham? Misalkan, perusahaan memutus- kan membagikan stock dividend sebesar 20%. Ini berarti bahwa setiap pemilik sepuluh Jembar saham akan memperoleh tambahan saham sebanyak dua lembar. Dengan kata lain, jumlah Jembar saham akan meningkat sebanyak 20%. Apa yang akan terjadi? Misalkan, keadaan sebelum membagikan stock dividend adalah sebagai berikut. Laba sctelah pajak Rp3.000 juta Jumlah lembar saham 2.000.000, Laba per lembar saham, EPS — Rp1.500,00 Harga saham Rp30.000,00 Price earnings ratio, PER 20x Kalau setelah membagikan stock dividend PER ternyata tidak berubah (ini berarti bahwa para pemodal berpendapat bahwa prospek dan risiko perusahaan tidak berubah baik sebelum maupun setelah menerbitkan stock dividend) maka Laba setelah pajak Rp3.000 juta Jumlah lembar saham 2.400.000 Laba per lembar saham, EPS Rp1.250,00 Price earnings ratio, PER 20x Harga saham Rp25.000,00 ‘Apa arti keadaan tersebut? Kalau semula scorang pemodal memiliki 100 lembar saham dengan harga Rp30.000,00 maka kekayaannya adalah Rp3.000.000,00. Setelah menerima siock dividend sebanyak 20% maka jumlah lembar sahamnya menjadi 120, tetapi dengan harga hanya Rp.25.000,00. Kekayaannya tetap sebesar Rp3.000.000,00. Perhatikan bahwa faktor kunci di sini apakah para pemodal berpendapat bahwa prospek (profitabilitas) dan risiko perusahaan berubah ataukah tidak setelah membagikan stock dividend. Kalau misalkan para pemodal berpendapat bahwa profitabilitas perusahaan akan membaik (Karena dana @ EKMA4213/MODUL 6 6.43 yang tidak dibagikan sebagai dividen, tetapi diinvestasikan kembali diha- rapkan memberikan hasil yang menguntungkan) maka PER akan meningkat. Misalnya, menjadi 21x. Apa akibatnya? Harga saham akan menjadi 21 X Rp1.250,00 = Rp26.250,00. Meskipun harga ini lebih kecil dari harga semula (yaitu Rp30.000,00), tetapi karena pemodal sekarang memiliki 120 lembar saham maka nilai kekayaannya adalah 120 x Rp.26.250,00 = Rp3.150,000,00. Berarti terjadi peningkatan kekayaan sebesar Rp150.000,00. Kadang-kadang perusahaan melakukan pemecahan saham (stock split) sehingga jumlah lembar saham yang beredar menjadi lebih besar. Tujuan utama dari pemecahan saham ini sebenarya adalah untuk membuat saham tersebut lebih [kuid dalam perdagangan (artinya lebih sering diperda- gangkan). Ketidak-likuidan saham sering kali disebabkan oleh 2 unsur, yaitu (1) harga saham terlalu mahal, dan (2) jumlah lembar saham yang beredar terlalu sedikit. Dengan memecah saham, misalnya dari satu menjadi tiga maka harga saham akan turun menjadi sepertiganya (sekali lagi kalau prospek dan risiko tidak berubah), dan jumlah lembar saham akan meningkat tiga kali, Akhirnya, perusahaan juga bisa mendistribusikan dana yang tidak diperlukan bukan dalam bentuk pembayaran dividen tetapi dalam bentuk membeli kembali (sebagian) saham (repurchase of stock). Berikut ini diilustrasikan masalah tersebut, PT Paramita mempunyai dana yang tidak bisa dipergunakan untuk investasi sehingga akan dibagikan kepada pemegang saham. Jumlah dana ini sebesar Rp1.200 juta. Saat ini keadaan perusahaan adalah scbagai berikut. EPS Rp1.500,00 Jumlah lembar saham: 2.000.000 Harga saham Rp18.000,00 PER 12x Apabila perusahaan membagikan dana tersebut sebagai dividen maka dividend per share (DPS) adalah Rp600,00. Dengan demikian, harga saham setelah diumumkan bahwa dividen per lembar akan sebesar Rp600,00 akan naik menjadi Rp18.600,00. Sekarang misalkan perusahaan merencanakan untuk membeli kembali sebagian saham sesuai dengan harga pasar. Dengan dana sebesar Rp1.200 juta bisa dibeli sejumlah 64.516 lembar. Dengan demikian, jumlah lembar 6.44 MANAJEMEN KEUANGAN @ saham akan berkurang menjadi 1.935.484 lembar. Apabila prospek dan risiko perusahaan tidak berubah maka: EPS Rp1.550,00 Jumlah lembar saham 1.935.484 PER 12x Harga saham Rp18.600,00 EPS naik menjadi Rp1.550,00 karena laba setelah pajak adalah sebesar Rp3.000 juta. Dengan jumlah lembar saham sekarang hanya sebesar 1.935.484 maka EPS menjadi Rp1.550,00. oleh karena PER tetap sebesar 12x maka harga saham menjadi Rp18.600,00. Ini berarti bahwa pembagian dana tersebut sebagai dividen akan membuat kekayaan pemegang saham meningkat sebesar Rp600,00, demikian juga kalau dilakukan pembelian sesuai dengan harga pasar. Sejauh pembelian kembali saham tersebut dilakukan sesuai dengan harga pasar maka bagi pemilik saham yang dibeli (mereka menerima harga Rp18.600) dan yang tidak dibeli (harga sahamnya naik menjadi Rp18.600,00) akan memperoleh manfaat yang sama S = LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Suatu perusahaan memiliki dana yang bisa dibagikan sebagai dividen sebesar Rp3.000 juta, dan menghadapi serangkaian kesempatan investasi sebagai berikut. Proyek Dana yang Diperlukan NPV A Rp.2.000 juta +Rp.400 juta 8 Rp.1.000 juta +Rp.200 juta c Rp.1.500 juta +Rp.350 juta Apabila perusahaan menerapkan residual policy of dividend, berapakah dividen per lembar saham yang akan dibagikan, apabila jumlah lembar saham adalah 2.000.000 lembar? 2) Dengan melakukan cara seperti pada soal nomor 1), berapakah kenaikan harga saham yang diharapkan? @ EKMA4213/MODUL 6 6.45 Petunjuk Jawaban Latihan iD) 2) Perusahaan seharusnya mengambil proyek A dan B yang telah mengha- biskan seluruh dana internal yang dimiliki. Karena itu, dividen yang dibagikan adalah nol rupiah. NPV proyek A dan B adalah Rp600 juta. Dengan jumlah lembar saham sebesar 2.000.000 lembar maka kenaikan harga saham adalah Rp300. = RANGKUMAN Kegiatan Belajar 3 membahas tentang: konsep kebijakan dividen, yaitu apakah laba yang diperoleh sebaiknya diabaikan sebagai dividen ataukah ditahan dan diinves- tasikan kembalis mengapa perusahaan tidak menggunakan residual decision of dividend, dan mengapa kebijakan dividen kemudian menjadi variabel aktif dalam keputusan keuangan; konsep tentang pembagian dividen saham, pemecahan saham, dan pembelian kembali saham. 4 TES FORMATIF 3 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! Informasi berikut ini untuk menjawab pertanyaan nomor 1) s/d 3). Neraca PT Paramita, yang disajikan pada harga pasar, adalah sebagai berikut. Neraca PT Paramita, pada harga pasar Gutaan Rp) Kas. 2.000 Modal sendiri 12.000 Aktiva lain 10.000 Jumlah 12.000 12.000 Jumlah lembar saham yang saat ini beredar adalah 5.000.000 lembar. Misalkan, perusahaan merencanakan tidak akan membagikan dividen karena terdapat suatu kesempatan investasi yang memerlukan dana sebesar Rp1.900 juta. Investasi tersebut diperkirakan akan bisa menghasilkan kas masuk bersih sebesar Rp240 juta pada tahun yang 6.46 3) 4) 5) MANAUEMEN KEUANGAN @ akan datang, dan sesudabnya diperkirakan akan meningkat sebesar 8% per tahun, Biaya modal sendiri ditaksir sebesar 18%. Berapa NPV investasi tersebut? A. Rp500 juta. B. Rp600 juta. C. Rp700 juta. D. Rp750 juta. Berapa harga saham setelah mengambil kesempatan investasi tersebut? A. Rp2.400,00. B. Cc. D. Rp2.750,00. Berapa nilai perusahaan setelah mengambil kesempatan_ investasi tersebut? A. Rp12.000 juta. B. Rp12.500 juta. C. Rp15.000 juta. D. Rp16.000 juta. Suatu perusahaan akan membagikan stock dividend sebesar 10%. Saat ini informasi yang menyangkut keuangan perusahaan adalah sebagai berikut. Harga saham per lembar Rp8.000,00 Jumlah lembar saham yang beredar 10,000.00 lembar Laba per lembar saham, EPS Rp800,00 Berapa Laba Per Lembar Saham setelah membagikan stock dividend? A. Rp800,00. B. _Rp750,00. CC. Rp727,00. D. Rp700,00. Dari soal nomor 4) tersebut, berapa harga saham setelah stock dividend apabila para pemodal berpendapat bahwa prospek dan risiko perusahaan tidak berubah? A. Rp8.000,00. B._ Rp7.500,00. C._Rp7.270,00. D. Rp7.000,00. @ EKMA4213/MODUL 6 6.47 Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3. Jumlah Jawaban yang Benar . Tingkat penguasaan = x 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80- 89% =baik 10- 79% = cukup <70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang belum dikuasai.

Anda mungkin juga menyukai