Anda di halaman 1dari 5

RESUME KELOMPOK 1

BAB 9 DAN BAB 10

Dosen Pembimbing :

Andi Alfiansyah Wisudawan SE,MA

Disusun Oleh Kelompok 1, Semester 7

1. Regina Ledis Halawa ( 1912311002 )


2. Retno Wulan Agustin ( 1912321005 )
3. Angelina Infani ( 1912321016 )
4. Bagas Eko Saputro W ( 1912321022 )

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA
2022
BAB 9
MENDETEKSI FRAUD

Sejak permulaan, profesi audit yang dijalankan akuntan publik menolak mengambil tanggungjawab
dalam menemukan fraud. Namun dalam dasawarsa terakhir perubahan lebih banyak dalam retorika
daripada substansi.
Orang awam mengharapkan suatu audit umum dapat mendeteksi segala macam fraud, baik yang
melekat pada laporan keuangan maupun yang berupa pencurian asset. Namun akuntan publik berupaya
memasang pagar-pagar yang membatasi tanggung jawabnya, khususnya mengenai penemuan atau
pengungkapan fraud. Hal tersebut dikuatkan dalam SA seksi 110 tentang tanggungjawab dan fungsi
audiror indepenen sebagai berikut.
“Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan
oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakterisitik kecurangan, auditor
dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi.
Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh
keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak
material terhadap laporan keuangan.”
Fraudulent Financial Reporting
Fraudulent Financial Reporting adalah kesengajaan atau kecerobohan dalam melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, yang menyebabkan laporan keuangan menjadi
menyesatkan secara material. Penyebab Fraudulent Financial Reporting yaitu keserakahan dan adanya
tekanan yang dirasakan manajemen untuk menunjukkan prestasi.
Standar Audit Untuk Menemukan Fraud
Auditor dalam melaukan audit harus berdasarkan standar, apabila tidak posisi auditor menjadi lemah.
Davia et al. menganjurkan adanya standar yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud yang
disebut dengan fraud-specific examination.
Pemahaman minimal yang harus diketahui/disadari oleh praktisi/auditor:
1) Mereka tidak bisa, karenanya tidak boleh, memberikan jaminan bahwa mereka bias menemukan fraud.
Fraud dapat atau tidak dideteksi tergantung dari keahlian dan jangka waktu pelaksanaan audit. Hal
ini tentu saja berpengaruh kepada fee yang dibayarkan pula.
2) Seluruh pekerjaan didasarkan pada standar audit. Di Indonesia standar yang digunakan adalah SPAP
atau SPKN untuk keuangan Negara.
3) Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan klien.
4) Praktisi bersedia memperluas jasanya dari tahap proactive review ke tahap pendalaman/investigative
apabila ada indikasi terjadinya fraud.
Audit Umum Dan Pemeriksaan Fraud

Issue Audit Umum Fraud Examination


Timming Recurring Non-recurring
Audit dilakukan secara teratur, berkala,
Pemeriksaan fraud tidak berulang kembali,
dan berulang kembali (recurring).dan dilakukan setelah ada cukup indikasi.
Scope General Specific
Lingkup audit adalah pemeriksaan atas
Pemeriksaan diarahkan pada dugaan,
laporan keuangan secara umum. tuduhan, atau sangkaan yang spesifik.
Objective Opinion Affix Blame
Yaitu memberikan pendapat atas Untuk memastikan fraud memang terjadi,
kewajaran penyajian laporan keuangan.
mengapa terjadi, dan siapa yang
bertanggungjawab.
Relationship Non-adversarial Adversarial
Sifat audit tidak bermusuhan Karena pada akhirnya pemeriksa harus
menentukan siapa yang bersalah.
Methodology Audit Techniques Fraud Examination Techniques Pemeriksaan
Audit terutama dengan data-data dilakukan dengan memeriksa dokumen,
keuangan telaah data ekstern, dan
wawancara.
Presumption Proffesional Skepticism Proof
Auditor melakukan tugasnya dengan Berupaya untuk mengumpulkan bukti untuk
skeptisme professional mendukung atau membantah dugaan,
tuduhan atau sangkaan terjadinya fraud.

Teknik Pemeriksaan Fraud


Ada bermacam-macam teknik audit investigative untuk mengungkap fraud, antara lain:
1) Penggunaan teknik-teknik audit yang dilakukan oleh internal maupun eksternal auditor dalam
mengaudit laporan keuangan.
2) Pemanfaatan teknik audit investigative dalam kejahatan terorganisir dan penyelundupan pajak
penghasilan, yang juga dapat diterapkan terhadap data kekayaan pejabat Negara
3) Penelusuran jejak-jejak uang
4) Penerapan analisis dalam bidang hukum
5) Penggunaan teknik audit investigative untuk mengungkap fraud pengadaan barang
6) Penggunaan computer forensic
7) Penggunaan teknik interogasi
8) Penggunaan teknik penyamaran
9) Pemanfaatan whistleblower
BAB 10
PROFIL PERILAKU, KORBAN, DAN PERBUATAN FRAUD

Dalam upaya menemukan dan memberantas kecurangan, kita perlu mengetahui profil pelaku.
Profil berbeda dengan foto yang menggambarkan fisik seseorang. Profil memberi gambaran mengenai
berbagai ciri dari suatu kelompok orang, seperti : umur, jenjang pendidikan, kelompok sosial (kelas
atas, menengah, bawah), bahkan kelompok etnis, dan seterusnya.
Profiling
Upaya untuk mengidentifikasi profil, dalam bahasa Inggris disebut profiling. Profiling dalam
memberantas kejahatan bukanlah upaya yang baru. Dalam kriminologi Cesare Lombroso dan rekan-
rekannya penganut criminal anthropology percaya bahwa faktor keturunan merupakan penyebab
tingkah laku kriminal. Profiling juga berkembang sampai kepada ciri psikologis dan psikiatris.
Profiling yang dilakukan di Indonesia menemukan bahwa penerima suap adalah pejabat,
pegawai negeri sipil dan militer, di pemerintah pusat atau daerah. Profil pemberi suap adalah
pengusaha.
Profiling bersifat penting dan bermanfaat, hanya kita perlu memahami makna dari profil yang
dihasilkan. Di pasar uang dan pasar modal profil pelaku fraud sering kali mengagumkan. Mereka
cerdas, mempunyai track record yang luar biasa, pekerja keras, dan cenderung menjadi informal
leader dengan karisma yang melampaui wewenang yang diberikan jabatan.
Profiling dalam Kejahatan Terorganisasi
Dalam masyarakat dengan beraneka ragam etnis seperti di Amerika Serikat, profiling dilakukan
dari segi budaya atau kebiasaan etnis yang bersangkutan. Setelah membahas latar belakang berbagai
kejahatan terorganisasi, Manning kemudian membahas beberapa ciri penjahat dari etnis Asia.
Menurut Manning :
1) Mereka menyepelekan dan tidak menganggap penegak hukum sebagai abdi masyarakat. Di
Asia, penegak hukum diadakan untuk melindungi yang berkuasa dan partai mereka, bukan untuk
melindungi masyarakat.
2) Mereka menciptakan "mata uang bawah tanah" (underground currency) dengan
mempertukarkan komoditas. Mereka menanamkan uang mereka dalam emas, permata, dan intan
berlian. Mereka lebih suka menyimpan barang berharga di rumah atau tempat usaha, daripada
menggunakan jasa perbankan.
3) Mereka menyelenggarakan "perkumpulan simpan pinjam" yang sangat informal.
Perkumpulan ini terdiri dari atas 10 sampai 20 orang, umumnya wanita. Dalam setiap pertemuan,
terjadi tawar- menawar untuk penggunaan uang dalam periode tertentu. Pemenangnya adalah
penawar tertinggi, yakni penawar yang menjanjikan yield atau return on investment yang paling besar.
4) Kebanyakan orang Asia yakin bahwa setiap pejabat mempunyai harga, setiap pejabat dapat
dibeli. Suap sangat biasa di Asia. Merupakan way of life yang mereka anggap sekedar pajak tambahan.
Peringatan dari Manning ini mengingatkan penulis pada beberapa kebijakan KPK yang
merupakan kewajiban bagi pimpinan KPK, yakni:
a. Memberitahukan kepada Pimpinan lain mengenai pertemuan dengan pihak lain.
b. Menolak dibayari makan, biaya akomodasi dan bentuk kesenangan lain oleh siapapun.
c. Membatasi pertemuan di ruang publik
d. Memberitahukan kepada Pimpinan lain mengenai keluarga, kawan dan pihak lain yang secara
intensif masih berkomunikasi.

Penulis-penulis Barat mengamati ciri-ciri unik bangsa Asia tertentu yang merupakan cerminan
kelemahan good corporate governance bisnis di Asia.
Semacam Profiling Contoh Perpajakan di Zaman Penjajahan Belanda
Di zaman Hindia Belanda, penjajah membuat semacam profil dari pembukuan pedagang
Tionghoa, India, Arab, dan Jepang. Para pelepas uang, dan kemudian para banker, juga membuat
profil dari pedagang- pedagang Tionghoa dari berbagai etnis. Profil ini menjelaskan bidang
spesialisasi perdagangan dan industri masing-masing etnis; gejala adanya overcrowding karena
kelompok etnis cenderung meniru bidang usaha sesama mereka; kondisi gagal bayar; ciri-ciri khas
dalam berdagang dan pemanfaatan serta penyelesaian pinjaman.
Profil Korban Fraud
Profiling umumnya dilakukan terhadap pelaku kejahatan tetapi dapat juga dapat dilakukan
untuk korban kejahatan. Tujuannya berbeda. Kalau profiling terhadap pelaku kejahatan dimaksudkan
untuk memudahkan menangkap pelaku, maka profiling terhadap korban kejahatan dimaksudkan
untuk memudahkan target penyebaran informasi. Ini adalah bagian dari disiplin ilmu yang disebut
viktimologi.
Surat-surat kabar sering memberitakan orang yang "mudah" menjadi korban kejahatan tertentu,
seperti ponzi scheme yang disebut juga pyramid scheme.
Profiling Terhadap Perbuatan (Kejahatan, Fraud, dan Lain-lain)
Profiling dapat juga dilakukan dalam upaya mengenal perbuatannya atau cara melaksanakan
perbuatannya (modus operandi). Profil dari fraud disebut juga tipologi fraud. Direktorat Jenderal
Pajak mengkompilasi tipologi kejahatan perpajakan. Bank Indonesia melakukan hal yang sama untuk
kejahatan perbankan. PPATK melakukannya untuk kasus-kasus pencurian uang. Dengan
mengumpulkan tipologi fraud lembaga-lembaga ini, misalnya, dapat mengantisipasi jenis fraud yang
memanfaatkan perusahaan di Negara surga pajak (tax heaven countries). Atau komisaris bank yang
aktif menjalankan usahanya, atau pemegang saham tidak tercatat sebagai pemegang saham, atau
pegawai rendahan yang menjadi pemegang saham boneka.

Anda mungkin juga menyukai