Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di Indonesia sukar untuk menyebutkan suatu angka yang handal. Tetapi penelitian yang dilakukan diluar negeri (dengan sampling) mengindikasikan bahwa fraud yang terungkap, sekalipun secara absolute besar, namun dibandingkan dengan seluruh fraud yang sebenarnya terjadi, relative kecil. Inilah gejala gunung es. Davia et al. dalam tuanakotta (2010:272) mengelompokan fraud dalam tiga kelompok sebagai berikut: a) Fraud yang sudah ada tuntutan hukum (prosecution), tanpa memperhatikan bagaimana keputusan pengadilan. b) Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada tuntutan hukum. c) Fraud yang belum ditemukan. Yang bisa diketahui khalayak ramai adalah fraud dalam kelompok I. Dengan dibukanya kepada umum laporan-laporan hasil pemeriksaan BPK, kelompok II juga bisa diketahui. Namun khusus untuk fraud yang berupa tindak pidana (korupsi misalnya), hasil pemeriksaan tersebut masih berupa indikasi. Kalau sudah lebih konkrit sekalipun, itu adalah khusus kasus- kasus yang berkenaan dengan keuangan Negara. Fraud dalam kelompok II lebih sulit lagi diketahui karena adanya lembaga perlindungan hukum yang sering dimanfaatkan tertuduh, yakni pencemaran nama baik (slander dan libel). Apalagi fraud dalam kelompok III, tertutup rapat, hanya diketahui Tuhan dan pelakunya. Cleh karena itu, tidak mungkin kita dapat menjawab besar besaran yang berhubungan dengan fraud secara keseluruhan yang sesungguhnya terjadi (fraud universe) seperti berikut: a) Berapa di antara fraud universe yang sudah ditemukan? b) Berapa dari fraud universe yang sudah ditemukan juga sudah ada tuntutan hukum? c) Berapa dari fraud universe yang belum ditemukan? d) Apakah fraud dalam Kelompok II dan III serupa atau sama sifatnya seperti fraud dalam Kelompok I? Ataukah “lebih gawať"? e) Apakah kita (perusahaan, negara, Lembaga lembaga) perlu meningkatkan pencegahan dan deteksi (penemuan) fraud? Davia et al. memperkirakan bahwa dari fraud universe, Kelompok I hanyalah 20%, sedangkan Kelompok I dan III masing-masing 40%. Kesimpulannya lebih banyak yang tidak kita ketahui daripada yang kita ketahui tentang fraud. Yang lebih gawat lagi, fraud ditemukan secara kebetulan. Tidak jarang, indikasi-indikasi fraud yang dikaji lebih dalam pada investigasi akhirnya diputuskan tidak terjadi fraud, padahal sesungguhnya fraud sudah terjadi. Kasus-kasus semacam ini sering dialami pada waktu indikasi fraud ditemukan oleh suatu tim, diinvestigasi oleh tim lain. Akan tetapi ada yang lebih gawat, kalau persentase fraud dari setiap kelompok tadi benar. Kalau statistik itu benar, ini berarti pengetahuan atau awareness kita mengenai fraud cukup rendah. Ketika kita membanggakan telah menemukan fraud berukuran miliaran bahkan triliunan rupiah, di luar sana ada pelaku (yang belum ketahuan) menertawakan pada investigator menyedihkan dari gejala gunung es.
2) MEMAHAMI PENCEGAHAN FRAUD MELALUI PENGENDALIAN INTERNAL
Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan dalam pemikiran dan praktiknya. Oleh karena itu, Davia et al. Mengingatkan kita untuk meyakinkan apa yang dimaksud dengan pengendalian intern, ketika orang menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Mereka mencatat sedikitnya empat definisi pengendalian intern sebagai berikut. a) Definisi 1 (sebelum September 1992) yaitu Kondisi yang diinginkan, atau merupakan hasil, dari berbagai proses yang dilaksanakan suatu entitas untuk mencegah (prevent) dan menimbulkan efek jera (deter) terhadap fraud. b) Definisi 2 (sesudah September 1992), yaitu suatu proses yang dirancang untuk dan direncanakan oleh dewan, manajemen, dan pegawai untuk memberikan kepastian yang memadai dalam mencapai kegatan usaha yang efektif dan efisien, keandalan keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lainnya yang relavan. (definisi COSO). c) Definisi 3 (AICPA 1988), yaitu untuk tujuan audit saldo laporan keuangan, struktur pengendalian intern suatu entitas terdiri atas tiga unsur: lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur-prosedur pengendalian. (SAS No. 53) d) Definisi 4 (khusus untuk mencegah fraud), yaitu suatu sistem dengan proses dan prosedur yang bertujuan khusus dirancang dan silaksanakan untuk tujuan utama, kalau bukan satu- satunya tujuan, untuk mencegah dan menghalangi (dengan membuat jera) terjadi fraud. Fraud-Specific Internal Control Perusahaan besar berkebutuhan yang berbeda dari yang kecil. Perusahaan go publik berbeda dari yang tertutup. Terlepas dari perbedaan antar-perusahaan, dasar-dasar utama dari desain pengendalian intern untuk mengangani fraud banyak kesamaannya. Dasar-dasar utama inilah yang akan dibahas. Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan pengendalian intern pasif. Kata kunci untuk pengendalian intern aktif adalah to prevent, mencegah. Kata kunci untuk pengendalian pasif adalah to deter, mencegah karena konsekuensinya terlalu besar, membuat jera. Pengendalian Intern Aktif Pengendalian Intern Aktif Pengendalian yang membatasi, menghalangi, atau menutup akses si calon pelaku fraud. Sarana-sarana yang digunakan antara lain tanda tangan, tanda tangan kaunter (caountersigning), password atau PIN, pemisahan tugas, pengendalian aset secara fisik, pengendalian persediaan secara real time, pagar, gembok, tembok dan semua bangunan pengahalang fisik, pencocokan dokumen, dan formulir yang sudah dicetak nomornya. Kelemahan Pengendalian Intern Aktif a) Kelemahan manusia merupakan musuh utama pengendalian internal aktif b) Sangat rawan invasi (ditembus) pelaku fraud c) Biayanya mahal Banyak unsur pengendalian intern aktif yang menghambat pelayanan Pengendalian Intern Pasif Pengendalian yang tidak menampakkan adanya pengamanan, namun ada peredaman yang membuat pelanggar atau pelaku fraud akan jera. Sarana-sarana yang digunakan: pengendalian yang khas untuk masalah yang dihadapi (customized control), jejak audit (audit trails), audit yang fokus (focused audits), pengintaian atas kegiatan utama (survillance of key activities), pemindahan tugas (rotation of key personel). Kesimpulan Pengendalian Intern Pasif a) Tidak mahal. b) Tidak tergantung pada manusia, tidak people dependent. c) Tidak memengaruhi produktifitas, tidak menghambat pelayanan. d) Tidak rawan untuk ditembus atau disusupi pelaku fraud.
3) MENGENALKAN STANDAR AUDIT UNTUK MENEMUKAN FRAUD
Kalau auditor independen bekerja tanpa standar audit, ia menempatkan dirinya dalam posisi yang sangat lemah. Terutama ketika ia memberikan audit yang diharapkan menemukan fraud. Maka diperlukan fraud-specific examination. Para praktisi harus tahu apa yang mereka harapkan dari standar untuk pemeriksaan yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud. Sekurang-kurangnya para praktisi harus menyadari hal-hal berikut: a) Mereka tidak bisa memberikan jaminan bahwa mereka bisa menemukan fraud. Klien dapat membatasi upaya menemukan fraud di atas jumlah tertentu dengan pengertian bahwa potensi menemukan fraud ini tergantung kepada waktu dan keahlian yang digunakan. b) Seluruh pekerjaan didasarkan atas standar audit c) Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan klien d) Praktisi bersedia untuk memperluas jasanya dari tahap proactive review ke tahap pendalaman apabila ada indikasi terjadinya fraud. Tentunya dengan tambahan fee.
4) AUDIT UMUM DAN PEMERIKSAAN FRAUD
Masih banyak orang beranggapan bahwa suatu perusahaan atau instansi pemerintah yang telah djaudit/diperiksa laporan keuangannya maka otomatis akan terbebas dari fraud. Padahal terdapat perbedaan antara audit secara umum dengan pemeriksaan fraud yang tergambar pada tabel berikut ini:
Permasalahan Auditing Fraud Examination
Recurring Non-recurring Timing Audit dilakukan secara teratur, Pemeriksaan fraud hanya dilakukan berkala dan berulang kembali ketika timbul indikasi Spesific General Pemeriksaan fraud difokuskan pada Scope Lingkupnya adalah pemeriksaan dugaan, tuduhan dan sangkaan yang umum atas data keuangan spesifik Opinion Affix blame Tujuannya memberikan opini Tujuannya untuk memastikan apakah Objective atas kewajaran laporan fraud benar-benar terjadi keuangan dan siapa yang bertanggungjawab Adversarial Non-adversarial Relationship Karena harus menentukan siapa yang Sifatnya tidak bermusuhan bersalah maka sifatnya bermusuhan Audit techniques Fraud examination techniques Dilakukan terutama yang Dilakukan dengan memeriksan Methodology menyangkut masalah data dokumen, telaah data eksternal dan keuangan wawancara Proof Professional skepticism Pemeriksa fraud berupaya Auditor melaksanakan tugasnya Presumption mengumpulkan bukti untuk dengan berdasarkan skeptic mendukung atau membantah dugaan, secara profesional tuduhan atau sangkaan
5) TEKNIK PEMERIKSAAN FRAUD
Ada bermacam-macam teknik audit investigasi dalam mengungkapkan fraud, teknik tersebut antara lain adalah: a) Penggunaan teknik-teknik audit yang lebih mendalam dan luas b) Pemanfaatan teknik audit infestigatif dalam kejahatan terorganisir dan penyelundupan pajak penghasilan c) Penelusuran jejak-jejak arus uang d) Penerapan teknik analisis dalam bidang hukum e) Penggunaan teknik audit investigatif untuk mengungkap fraud di PBJ 13 f) Penggunaan computer forensic g) Penggunaan teknik interograsi h) Penggunaan operasi penyamaran i) Pemanfaatan Whistleblower KESIMPULAN Meskipun belum ada penelitian mengenai besarnya fraud (termasuk korupsi) di Indonesia sukar untuk menyebutkan suatu angka yang handal. Tetapi penelitian yang dilakukan diluar negeri (dengan sampling) mengindikasikan bahwa fraud yang terungkap, sekalipun secara absolute besar, namun dibandingkan dengan seluruh fraud yang sebenarnya terjadi, relative kecil. Inilah gejala gunung es. Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan dalam pemikiran dan praktiknya. Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan pengendalian intern pasif. Kalau auditor independen bekerja tanpa standar audit, ia menempatkan dirinya dalam posisi yang sangat lemah. Masih banyak orang beranggapan bahwa suatu perusahaan atau instansi pemerintah yang telah djaudit/diperiksa laporan keuangannya maka otomatis akan terbebas dari fraud. Ada bermacam-macam teknik audit investigasi dalam mengungkapkan fraud. DAFTAR PUSTAKA