Anda di halaman 1dari 14

AKUNTANSI FORENSIK

Fraud (kecurangan), Fraud Tree dan Korupsi

KELOMPOK 5

DELLA DEVANKA (04)


PUTU ARYA ADI ARTA (32)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2021
1. Fraud dalam Perundangan Kita
Fraud merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang menimbulkan kerugian
pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan atau kelompoknya.
Adapun menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah
perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan
tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru kepada pihak lain) dilakukan oleh
orang-orang dari dalam atau luar untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun
kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan orang lain.
Pengumpulan dan pelaporan statistik tentang kejahatan di suatu negara dapat
dilakukan sesuai dengan klasifikasi kejahatan dan pelanggaran (tindak pidana) menurut
ketentuan perundang-undangan negara tersebut. Kalau pengumpulan dan pelaporan
statistik ini dilakukan oleh lembaga internasional seperti PBB, Interpol, CIA dan lain-
lain, mereka membuat template berisi definisi dari macam-macam jenis kejahatan (types
of crime) dan meminta negara peserta mengolah ulang datanya dengan template tersebut
atau lembaga internasional itu sendiri yang mengolahnya.

Klasifikasi Jenis Kejahatan

NO Jenis Tindak Pidana Kejahatan Dasar Hukum - Pasal


1 Politik KUHP 104-129
2 Terhadap Kepala Negara KUHP 130-139
3 Terhadap Ketertiban Umum KUHP 154-181
4 Membahayakan keamanan umum termasuk pembakaran dan kebakara KUHP 184-206
5 Terhadap kekuasaan umum, termasuk memberi suap KUHP 207-241
6 Memalsukan mata uang, termasuk memberi uang kertas negara & bank KUHP 244-252
7 Memalsukan materai, merek, surat KUHP 253-276
8 Terhadap kesusilaan, termasuk perzinaan, perkosaan & perjudian KUHP 281-303
9 Terhadap kemerdekaan seseorang, termasuk penculikan KUHP 324-337
10 Terhadap jiwa orang, termasuk pembunuhan KUHP 338-350
11 Penganiayaan, termasuk penganiayaan berat KUHP 351-358
12 Pencurian, termasuk pencurian dengan pemberatan & kekerasan KUHP 362-367
13 Pemerasan dan ancaman KUHP 368-371
14 Penggelapan KUHP 372-377
15 Penipuan KUHP 378-395
16 Menghancurkan atau merusak barang KUHP 406-412
17 Dalam jabatan, termasuk menerima suap KUHP 413-437
18 Pertolongan jahat, termasuk penadahan KUHP 480-485
19 Ekonomi UU No. 7 Tahun 1955
20 Korupsi UU No. 3 Tahun 1971
21 Narkotika UU No. 9 Tahun 1976
22 Imigrasi PP UU No. 45 Tahun 1954
23 Lain-lain PP UU No. 45 Tahun 1954

Fraud dalam KUHP


Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur berbagai ketentuan
perundangan yang menunjuk kepada beberapa tindak pidana oleh para akuntan yang
dikenal sebagai fraud. Kecurangan atau perbuatan curang hanyalah salah satu dari
berbagai tindak pidana tersebut. KUHP misalnya, menyebutkan beberapa pasal yang
mencakup pengertian fraud seperti:
1) Pasal 362 tentang pencurian (definisi KUHP: “mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum”).
2) Pasal 368 tentang pemerasan dan pengancaman (defisi KUHP: “dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain,
atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang”).
3) Pasal 372 tentang penggelapan (definisi KUHP: “dengan sengaja dan melawan
hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, tetapi yang ada dalam kekerasannya bukan karena kejahatan”).
4) Pasal 378 tentang perbuatan curang (definisi KUHP: “dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan hutang”).
5) Pasal 396 tentang merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit.
6) Pasal 406 tentang menghancurkan atau merusakkan barang (definisi KUHP: “dengan
sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat
dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik
orang lain”).
7) Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435 yang secara
khusus diatur dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (undang-
undang nomor 31 Tahun 1999).
Disamping KUHP juga ada ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur
perbuatan melawan hukum yang termasuk dalam kategori fraud, seperti undang-undang
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, berbagai undang-undang perpajakan yang
mengatur tindak pidana perpajakan, undang-undang tentang pencurian uang, undang-
undang perlindungan konsumen dan lain-lain.
2. Penjabaran Fraud Tree dan Manfaatnya
Gambar Fraud Tree:
Fraud tree merupakan suatu sistem klasifikasi mengenai kemungkinan kecurangan
yang dilakukan oleh karyawan/ manajer/ owner suatu perusahaan. Secara skematis
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud
dalam bentuk fraud tree. Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam
hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Berdasarkan bagan diatas, fraud
tree mempunyai 3 cabang utama yaitu Corruption (korupsi), Asset Misappropriation dan
Fraudulent Statement.
1) Corruption (Korupsi)
Istilah "corruption" di sini serupa tetapi tidak sama dengan istilah korupsi dalam
ketentuan perundang-undangan kita. Istilah korupsi menurut Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana korupsi, dan bukan empat bentuk seperti
yang digambarkan dalam ranting-ranting: conflicts of interest, bribery, illegal
gratuities, economic extortion.
a) Conflicts of Interests (Konflik Kepentingan)
Hal ini sering kita jumpai dalam berbagai bentuk, di antaranya bisnis pelat
merah atau bisnis pejabat (penguasa) dan keluarga beserta kroni mereka yang
menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia
bisnis sekalipun. Ciri- ciri mereka menjadi pemasok:
 Selama bertahun-tahun. Bukan saja selama pejabat tersebut berkuasa. Melalui
kontrak jangka panjang, bisnis berjalan terus meskipun pejabat tersebut sudah
lengser.
 Nilai kontrak relatif mahal ketimbang kontrak yang dibuat dalam arm’s
length. Dalam bahasa sehari-hari disebut juga dengan mark up atau
penggelembungan.
 Para rekanan ini, meskipun hanya segelintir, mengusai pangsa pembelian
yang relatif sangat besar dalam lembaga tersebut.
 Kemenangan dalam proses tender dicapai dengan cara-cara tidak wajar.
 Hubungan antara penjual dan pembeli lebih dari hubungan bisnis. Pejabat
atau penguasa bisa menggunakan sanak saudaranya (nepotisme) sebgai órang
depan atau ada persekongkolan (kolusi) yang melibatkan penyuapan.
Bisnis yang mengandung benturan kepentingan sering disamarkan dengan
kegiatan sosial keagamaan dan muncul dalam bentuk yayasan-yayasan.
Memasukkan conflict of interest ke dalam Undang-Undang mempunyai
keuntungan, yakni pembuktian tindak pindana korupsi yang mengandung unsur
(bestanddeel) conflict of interest relatif lebih mudah dan bermanfaat dalam kasus-
kasus pengadaan barang dan jasa.
b) Bribery (Penyuapan)
Merupakan bagian yang akrab dalam kehidupan bisnis dan politik indonesia.
Penyuapan melibatkan pemberian/ penawaran/ permohonan/ penerimaan sesuatu
yang berharga untuk mempengaruhi seseorang dalam melakukan pekerjaannya
menurut hukum. Fraud penyuapan menipu entitas akan hak untuk jujur dan jasa
kesetiaan dari mereka yang dipekerjakannya. Kickbacks merupakan salah satu
bentuk penyuapan di mana si penjual “mengikhlaskan” sebagian dari hasil
penjualannya. Persentase yang dihasilkan itu bisa diatur dimuka, atau diserahkan
sepenuhnya kepada “keikhlasan” penjual. Kickback berbeda dengan bribery.
Dalam bribery pemberinya tidak “mengorbankan” suatu penerimaan. Misalnya,
apabila seseorang menyuap atau menyogok sesorang penegak hukum, ia
mengharapkan keringanan hukuman. Dalam contoh kickback tersebut pemberinya
menerima keuntungan materi. Dalam kickback, si pembuat keputusan atau yang
dapat mempengaruhi pembuatan keputusan dapat “mengancam” sang rekanan.
Ancaman ini bisa terselubung tetapi tidak jarang pula dilakukan secara terbuka.
Ancaman ini bisa merupakan pemerasan (economic excortion).
c) Illegal Gratuities (Penerimaan yang tidak sah)
Pemberian atau hadiah yang merupakan dalam bentuk terselubung dari
penyuapan. Dalam kasus korupsi di Indonesia kita dapat melihat hal ini dalam
bentuk hadiah perkawinan, hadiah ulang tahun, hadiah perpisahan, hadiah
kenaikan pangakat dan jabatan, dan lain-lain yang diberikan kepada pejabat.
d) Economic Extortion (Pemerasan secara ekonomi)
Penggunaan atau ancaman kekuatan oleh individual atau organisasi untuk
mendapatkan sesuatu yang berharga.
2) Asset Misappropriation
Aset misappropriation atau “pengambilan” aset secara ilegal dalam bahasa
sehari-hari disebut mencuri. Di dalam istilah hukum, “mengambil” aset secara ilegal
(tidak sah, atau melawan hukum) yang dilakukan oleh seseorang yang diberi
wewenang untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan.
Istilah pencurian, dalam fraud tree disebut larceny. Istilah penggelapan dalam bahasa
Inggris nya adalah embezzlement.
Hal yang sering menjadi sasaran penjarahan adalah uang (baik di kas maupun
bank, yang di bank dapat berupa giro, tabungan maupun deposito). Uang tunai atau
uang di bank yang menjadi sasaran langsung dapat dimanfaatkan oleh pelakunya.
Aset misappropriation dalam bentuk penjarahan kas atau cash appropriation
dilakukan dalam tiga bentuk: skimming, larceny, fraudulent disbursements.
Klasifikasi penjarahan kas dalam tiga bentuk disesuaikan dengan arus uang masuk.
a) Skimming
Uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan. Cara
ini terlihat dalam fraud yang sangat dikenal para auditor, yakni lapping. Kalau
uang sudah masuk kedalam perusahaan dan kemudian baru dijarah, maka fraud
ini disebut larceny atau pencurian. Sekali arus uang sudah terekam dalam (atau
sudah masuk ke) sistem, maka penjarahan ini disebut fraudulent disbursements
yang lebih dekat dengan istilah penggelapan. Penjarahan atas dana-dana yang
tidak masuk ke perusahaan secara fisik atau secara administratif, dengan cara
menghimpun dana-dana tersebut dari berbagai sumber, misalnya komisi resmi
dari perusahaan asuransi atau kickback dari penyuplai.
b) Larceny
Bentuk penjarahan yang paling kuno dan dikenal sejak awal peradaban
manusia. Peluang untuk terjadinya penjarahan jenis ini berkaitan erat dengan
lemahnya sistem pengendalian intern, khususnya yang berkenaan dengan
perlindungan keselamatan aset (safeguarding of assets).
c) Fraudulent Disbursements
Pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah (fraudulent disbursements)
sebenarnya satu langkah lebih jauh dari pencurian. Sebelum tahap pencurian, ada
tahap perantara. Terdapat lima kolom (sub ranting) pada fraudulent
disbursements, yaitu: billing schemes, payroll schemes, expense reinbursement
schemes, check tampering, dan register disbursements.
 Billing Schemes, adalah skema permainan (schemes) dengan menggunakan
proses billing atau pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku fraud
dapat mendirikan perusahaan “bayangan” (shell company) yang seolah-olah
merupakan penyuplai atau rekanan atau kontraktor sungguhan. Perusahaan
bayangan ini merupakan sarana untuk mengalirkan dana secara tidak sah ke
luar perusahaan.
 Payroll Schemes, adalah skema permainan melalui pembayaran gaji. Bentuk
permainannya antara lain dengan pegawai atau karyawan fiktif (ghost
employee) atau dalam pemalsuan jumlah gaji. Jumlah gaji yang dilaporkan
lebih besar dari gaji yang dibayarkan.
 Expense Reinbursement Schemes, adalah skema permainan melalui
pembayaran kembali biaya-biaya, misalnya biaya perjalanan. Seorang
pemasar mengambil uang muka perjalanan, dan sekembalinya dari perjalanan,
ia membuat perhitungan biaya perjalanan. Kalau biaya perjalanan melampaui
uang muka nya, ia meminta reinbursement atau penggantian. Ada beberapa
skema permainan melalui mekanisme reinbursement ini. Rincian biaya
menyamarkan jenis pengeluaran yang sebenarnya (mischaracterized
expense).
 Check Tampering, adalah sekema permainan melalui pemalsuan cek. Hal
yang dipalsukan bisa tanda tangan orang yang mempunyai kuasa
mengeluarkan cek, atau endorsemennya, atau nama kepada siapa cek
dibayarkan, atau cek nya disembunyikan (concealed checks).
 Register Disbursments, adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam cash
register. Skema permainan melalui register disbursements pada dasarnya ada
dua, yakni false refunds (pengembalian uang yang dibuat-buat) dan false
voids (pembatalan palsu).
3) Fraudulent Statement
Jenis fraud ini sangat dikenal oleh auditor yang melakukan general audit
(opinion audit). Fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan, sangat
menjadi perhatian auditor, masyarakat atau para LSM/NGO, namun tidak menjadi
perhatian akuntan forensik.
Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan keuangan.
Fraud ini berupa salah saji (misstatements baik overstatements maupun
understatements). Cabang dari ranting ini ada dua. Pertama, menyajikan aset atau
pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya (aset/revenue understatements). Kedua,
menyajikan aset atau pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya (aset/revenue
understatements).
Ranting kedua menggambarkan fraud dalam menyusun laporan non-keuangan.
Fraud ini berupa penyampaian laporan non-keuangan secara menyesatkan, lebih
bagus dari keadaan yang sebenarnya, dan sering kali merupakan pemalsuan atau
pemutarbalikan keadaan. Bisa tercantum dalam dokumen yang dipakai untuk
keperluan intern maupun eksteren. Contoh, perusahaan minyak besar didunia yang
mencantumkan cadangan minyak nya lebih besar secara signifikan dari keadaan yang
sebenarnya apabila diukur dengan standar industrinya.
Manfaat Fraud Tree
Fraud tree yang dibuat ACFE sangat bermanfaat. Fraud tree memetakan fraud dalam
lingkungan kerja. Peta ini membantu akuntan forensik mengenali dan mendiagnosis
fraud yang terjadi. Ada gejal-gejala “penyakit” fraud yang dalam auditing dikenal
sebagai red flags. Dengan memahami gejala-gejala ini dan menguasai teknik-teknik audit
investigatif, akuntan forensik dapat mendeteksi fraud tersebut.
3. Hubungan Akuntansi Forensik dan Jenis Fraud
Dari tiga cabang fraud tree, yakni corruption, misappropriation of asset, dan
fraudulent statements. Akuntan forensik memusatkan perhatian pada dua cabang pertama.
Cabang fraudulent statements menjadi pusat perhatian dalam audit atas laporan keuangan
(general audit atau opinion audit). Akuntan forensik atau audit investigatif hampir tidak
pernah menyentuh fraud yang menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan,
dengan dua pengecualian.
Pertama, ketika “regulator” seperti Bapepam, Securities and Exchange Commission,
atau Financial Services Authority (OJK, Otoritas Jasa Keuangan) mempunyai dugaan
kuat bahwa laporan audit suatu kantor akuntan publik mengandung kekeliruan yang
serius (atau kantor akuntan publik yang bersangkutan mengakui hal tersebut). Regulator
dapat meminta kantor akuntan lain melakukan pendalaman, atau mereka sendiri
melakukan penyidikan. Dalam hal ini akuntan forensik melakukan audit investigatif.
Mengapa? Kasusnya bisa dibawa ke pengadilan atau diselesaikan di luar pengadilan dan
auditnya harus lebih luas dan mendalam karena harus jelas siapa yang bertanggungjawab
untuk hal apa.
Kedua, ketika fraudulent statements dilakukan dengan pengolahan data secara
elektronis, terintegrasi, dan besar-besaran atau penggunaan komputer yang dominan
dalam penyiapan laporan. Selain pertimbangan penyelesaian kasus di dalam atau diluar
pengadilan, juga ada pertimbangan diperlukannya keahlian khusus, yakni computer
forensics.
4. Fraud Triangle
Gambar:
PERCEIVED
OPPORTUNITY

FRAUD
TRIANGLE

PRESSURE RATIONALIZATION

Fraud triangle adalah segitiga kecurangan yang menggambarkan adanya 3 kondisi


penyebab terjadinya penyalahgunaan aset dan kecurangan dalam laporan keuangan.
Komponen segitiga kecurangan yang dikembangkan oleh Donal R Cressey adalah (1)
Tekanan (Pressure); (2) Pembenaran (Rationalize); dan (3) Kesempatan (Opportunity).
Kecurangan terjadi apabila 3 (tiga) faktor tersebut muncul atau ada secara bersama-sama.
1) Pressure
Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu tekanan
(pressure) yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai kebutuhan keuangan yang
mendesak, yang tidak dapat diceritakan nya kepada orang lain. Konsep yang penting
di sini adalah, tekanan yang menghimpit hidupnya (berupa kebutuhan akan uang),
padahal ia tidak bisa berbagi (sharing) dengan orang lain. Konsep ini di dalam
bahasa inggris disebut perceived non-shareable financial need. Cressey menemukan
bahwa non-shareable problem timbul dari situasi yang dapat dibagi dalam enam
kelompok:
a) Violation of ascribed obligation
Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab keuangan, membawa
konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan
atau majikannya. Di samping harus jujur, ia dianggap perlu memiliki perilaku
tertentu.
b) Problems resulting from personal failure
Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang yang
mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai kesalahan
nya menggunakan akal sehatnya, dan karena itu menjadi tanggungjawab
pribadinya.
c) Business reversals
Merupakan kelompok situasi yang juga mengarah kepada non-shareable
problem. Masalah ini berbeda dari kegagalan pribadi yang dijelaskan diatas,
karena pelakunya merasa bahwa kegagalan itu berasal dari luar dirinya atau luar
kendalinya. Dalam persepsinya, kegagalan itu karena inflasi yang tinggi, atau
krisis moneter, tingkat bunga yang tinggi, dan lain-lain.
d) Physical isolation
Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam kesendirian.
Dalam situasi ini, orang itu bukan tidak mau berbagi keluhan dengan orang lain.
Ia tidak mempunyai orang lain tempat ia berkeluh dan mengungkapkan
masalahnya.
e) Status gaining
Situasi ini tidak lain dari kebiasaan buruk untuk tidak mau kalah dengan
“tetangga”. Orang lain punya harta tertentu, ia juga harus seperti itu atau lebih dari
itu. Orang lain punya jabatan tertentu, ia juga harus punya jabatan seperti itu atau
bahkan lebih baik. Dalam situasi yang dibahas di atas, pelaku berusaha
mempertahankan status. Di sini, pelaku bersedia meningkatkan statusnya.
f) Employer-employee relation
Situasi ini mencerminkan kekesalan (atau kebencian) seorang pegawai yang
menduduki jabatan yang dipegangnya sekarang, tetapi pada saat yang sama ia
merasa tidak ada pilihan baginya, yakni ia tetap harus menjalankan apa yang
dikerjakannya sekarang.
2) Rationalization
Rationalization (rasionalisasi), dapat dikatakan sebagai usaha untuk mencari
pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Biasanya secara
naluri alamiah ketika kejahatan telah dilakukan, rationalization ini ditinggalkan.
karena tidak diperlukan lagi. Pertama kali manusia akan berbuat kejahatan atau
pelanggaran, ada perasaan tidak enak. contohnya: ketika kita mengulanginya
perbuatan itu menjadi mudah, dan selanjutnya menjadi biasa. Ketika akan mencuri
uang perusahaan untuk pertama kalinya, pembenarannya adalah: "nanti kubayar,
nanti kuganti". Setelah si pelaku sukses, mencuri secara berulang kali, ia tidak
memerlukan rationalization semacam itu.
3) Opportunity
Cressey berpendapat, ada dua komponen dari persepsi tentang peluang. Pertama,
general information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang
mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi.
Pengetahuan ini diperoleh dari apa yang dia dengar atau lihat, misalnya dari
pengalaman orang lain yang melakukan fraud dan ketidak tahuan atau tidak dihukum
atau terkena sanksi. Kedua, technical sklill atau keahlian/ketrampilan yang
dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan tersebut. Ini biasanya keahlian atau
keterampilan yang dipunyai orang itu dan yang menyebabkan ia mendapat
kedudukan tersebut. General information dan technical skills yang dibahas Cressey
bukan semata-mata dipunyai oleh orang yang punya kedudukan, pegawai biasa juga
mempunyainya. Namun, mereka yang mempunyai posisi dengan kepercayaan di
bidang keuangan, ketika menghadapi non-shareable financial problem, akan melihat
general information dan technical skills sebagai jalan keluar dari masalah itu. Posisi
mereka yang mendapat kepercayaan atau trust, khususnya di bidang keuangan,
memungkinkan mereka memanfaatkan general information dan technical skills yang
mereka miliki.
5. Artikel Penelitian Terkait Fraud Triangle
Laporan keuangan merupakan penyajian terstruktur dari posisi keuangan yang
menunjukkan kinerja keuangan suatu entitas. Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan di
Indonesia meberikan sanksi kepada pelaku pasar modal karena melakukan
kecurangan Laporan Keuangan Hal ini menunjukkan bahwa kasus kecurangan laporan
keuangan yang terjadi di Indonesia merupakan bagian dari kegagalan audit yang
dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Artikel penelitian yang berjudul "Fraud
Triangle sebagai Pendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan" bertujuan untuk
menguji pengaruh faktor fraud triangle dalam mendeteksi kecurangan suatu laporan
keuangan. Dari beberapa faktor yang di gunakan dalam penelitian ini razionalization
merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.
Sementara itu, financial stability, external pressure, financial targets, nature of
industry, ineffective monitoring merupakan faktor yang tidak berpengaruh signifikan
terhadap kecurangan laporan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, T. M. (2010 ). Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif. In T. M. Tuanakotta,


Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif. Salemba Empat.
Wahyuni dan Budiwitjaksono, G. S. 2017. Fraud Triangle sebagai Pendeteksi Kecurangan
Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi, Vol 21, No. 01, pp. 47-61.
http://roejha.blogspot.com/2016/10/bab-6-fraud.html
http://tsartikasari.blogspot.com/2015/11/fraud-tree.html

Anda mungkin juga menyukai