Anda di halaman 1dari 9

Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi

FRAUD





Kelompok :
Ardi Himawan F1313008
Dewi Rizkinawati F1313019
Muchammad Ridwan F1313062
Seto Langgeng F1313094




S1 AKUNTANSI TRANSFER
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014


BAB VI
FRAUD

Pendahuluan
Fraud yang dikenal para akuntan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) diatur dalam banyak pasal dan dengan berbagai istilah. Fraud atau
kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak dibicarakan di Indonesia.
Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang
menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan
dan atau kelompoknya (Sukanto, 2009). Adapun menurut Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE), fraud adalah perbuatan-perbutana melawan hukum yang dilakukan
dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru kepada
pihak lain) dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk
mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok secara langsung atau tidak langsung
merugikan orang lain. Pertanyaan yang sering sekali muncul adalah mengapa fraud
terjadi? Menurut Theodoru M. Tuanakota, jawaban sederhana korupsi terjadi adalah
karena corruption by need, by greed, and by opportunity (korupsi karena kebutuhan,
karena serakah, dan karena ada peluang).

Fraud Dalam KUHP
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan beberapa pasal
yang mencakup pengertian fraud seperti:
a. Pasal 362 tentang Pencurian (definisi KUHP: mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum);
b. Pasal 368 tentang Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP: dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
seseorang dengan kekerasan atau mengancam kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain,
atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang);
c. Pasal 372 tentang Penggelapan (definisi KUHP: dengan sengaja dan melawan
hukum dimiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan);
d. Pasal 378 tentang Perbuatan Curang (definisi KUHP: dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang);
e. Pasal 396 tentang Merugikan Pemberi Piutang dalam Keadaan Pailit;
f. Pasal 406 tentang Menghancurkan atau Merusakkan Barang (definisi KUHP:
dengan sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak
dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian
milik orang lain);
Di samping KUHP juga ada ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur
perbuatan melawan hukum yang termasuk dalam kategori fraud, seperti undang-undang
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, berbagai undang-undang perpajakan yang
mengatur tindak pidana perpajakan, undang-undang tentang pencucian uang, undang-
undang perlindungan konsumen, dan lain-lain.

Fraud Tree(Pohon Fraud)
Secara skematis, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)
menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Para akuntang memahami
istilah bahasa Inggris dalam fraud tree, karena itu adalah istilah yang lazim digunakan
dalam buku teks akuntansi dan auditing. Occupational fraud tree mempunyai tiga cabang
utama, yaitu corruption, mesappropriation, dan fraudulent statements.

Corruption
Istilah corruption disini serupa tetapi tidak sama dengan istilah korupsi dalam
ketentuan perundang-undangan kita. Istilah korupsi menurut Undang-Undang Nomer 31
Tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana korupsi, dan bukan empat bentuk seperti gambar
dalam ranting-ranting: conflicts of interest, bribery, illegal gratuities, economic extortion.
Conflict of interest atau benturan kepentingan sering dijumpai dalam berbagai hal
misalnya bisnis pejabat yang menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-lembaga
pemerintah ataupun di dunia bisnis. Ciri-ciri terjadi conflict of interest dalam hal ini yang
bersangkutan menjadi pemasok atau rekanan adalah :
a. Selama bertahun-tahun
b. Nilai kontrak relatif lebih mahal
c. Rekanan tertentu menguasai pangsa pembelian yang relatif sangat besar di suatu
lembaga
d. Kemenangan dalam tender dicapai dengan cara-cara yang tidak wajar
e. Hubungan antara penjual dan pembeli lebih dari sekedar hubungan bisnis
(nepotisme)

Konsep conflict of interest digunakan dalam konvensi PBB mengenai
pemberantasan korupsi kemudian konvensi ini diratifikasi oleh Indonesia. Memasukkan
conflict of interest ke dalam undang-undang mempunyai keuntungan yakni pembuktian
tindak pidana korupsi yang mengandung unsur (bestanddeel) conflict of interest relatif
lebih mudah, terutama bermanfaat dalam kasus-kasus pengadaan barang dan jasa. Contoh
kasus VLCC-Pertamina merupakan dimana pembuktian korupsi dengan konsep conflict
of interest lebih mudah dari membuktikan adanya kerugian keuangan negara.
Bribery atau penyuapan merupakan bagian yang akrab dalam kehidupan bisnis
dan politik di Indonesia. Kickbacks merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana si
penjual mengikhlaskan sebagian dari hasil penjualan dengan presentase keihklasan
yang bisa diatur dimuka atau diserahkan sepenuhnya kepada keikhlasan penjual.
Kickbacks berbeda dengan bribery. Bribery pemberinya tidak mengorbankan suatu
penerimaan. Misal, apabila seseorang menyuap atau menyogok seorang penegak hukum,
ia mengharapkan keringanan hukuman. Sedangkan dalam kickbacks, pemberinya pun
menerima keuntungan materi. Dalam kickbacks si pembuat keputusan dapat melakukan
ancaman yang bisa merupakan pemerasan (economic extortion).

Asset Misappropriation
Asset Misappropriation atau pengambilan aset secara ilegal dalam bahasa
sehari-hari disebut mencuri (larcency). Namun, dalam istilah hukum, mengambil aset
secara ilegal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau
mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan (embezzlement). Dalam fraud tree istilah
larcency merupakan sinonim dari embezzlement.
Asset misappropriation dalam bentuk penjarahan cash atau cash
misappropriation dilakukan dalam tiga bentuk: skimming, larceny, dan fraudulent
disbursements. Klasifikasi penjarahan kas dalam tiga bentuk disesuaikan dengan arus
uang masuk.
Dalam skimming, uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke
perusahaan (lapping). Kalau uang sudah masuk ke perusahaan dan kemudian baru
dijarah, maka fraud ini disebut larceny atau pencurian. Sekali arus uang sudah terekam
dalam (atau sudah masuk ke) sistem, maka penjarahan ini disebut fraudulent
disbursements atau penggelapan.
Pencurian melalui pengeluaran tidak sah (fraudulent disbursements) sebenarnya
satu langkah lebih jauh dari pencurian. Sebelum tahap pencurian, ada tahap perantara,
yaitu: billing schemes, payroll schemes, expense reimbursement schemes, check
tampering, dan register disbursements.
Billing schemes adalah skema permainan dengan menggunakan proses billing
atau pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku fraud dapat mendirikan
perusahaan bayangan (shell company) yang seolah-olah merupakan penyuplai
atau rekanan atas kontraktor sungguhan.
Payroll schemes adalah skema permainan melalui pembayaran gaji. Bentuk
permainannya antara lain pegawai atau karyawan fiktif (ghost employee) atau
dalam pemalsuan jumlah gaji dimana jumlah gaji yang dilaporkan lebih besar
dari yang dibayarkan.
Expense reimbursement schemes adalah skema permainan melalui pembayaran
kembali biaya-biaya, misalnya biaya perjalanan. Bila biaya perjalanan melampaui
uang mukanya, ia meminta reimbursement atau penggantian yang mana rincian
biayanya bukan merupakan pengeluaran yang sebenarnya.
Check tampering adalah skema permainan melalui pemalsuan cek. Hal yang
dipalsukan bisa tanda tangan orang yang mempunyai kuasa mengeluarkan cek,
atau endorsemennya, atau nama kepada siapa cek dibayarkanm atau ceknya
disembunyikan (concealed cheks).
Register disbursements adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam cash
register. Skema permainan melalui register disbursements pada dasarnya ada dua:
false refunds (pengembalian uang yang dibuat-buat) dan false voids (pembatalan
palsu).
Dalam false refunds ada beberapa cara penggelapan, misalnya: penggelapan dengan
seolah-olah ada pelanggan yang mengembalikan barang, dan perusahaan memberikan
refund. Dalam false voids, hal yang dipalsukan adalah pembatalan penjualan. Penjualan
yang sudah terekam di pita cash register dibatalkan, seolah-olah pembeli urung
melakukan pembelian. Jumlah yang sudah diterima perusahaan seolah-olah juga
dibatalkan.

Fraudulent Statements
Jenis fraud ini sangaat dikenal para auditor yang melakukan general audit
(opinion audit). Dalam cabang dan ranting, ranting pertama menggambarkan fraud dalam
menyusun laporan keuangan. Fraud ini berupa salah saji (misstatements baik
overstatements maupun understatements). Cabang kedua dari ranting ini ada dua.
Pertama, menyajikan aset atau pendapatan lebih tunggu dari yang sebenarnya
(asset/revenue overstatements). Kedua, menyajikan aset atua pendapatan lebih rendah
dari yang sebenarnya (asset/ revenue understatements).
Bentuk yang kedua lebih banyak berhubungan dengan laporan keuangan yang
disampaikan kepada instansi perpajakan atau instansi bea dan cukai. Ranting kedua
menggambarkan fraud dalam menyusun laporan non keuangan. Fraud ini berupa
penyampaian laporan non-keuangan secara menyesatkan, lebih bagus dari keadaan yang
sebenarnya, dan sering kali merupakan pemalsuan atau pemutarbalikan keadaan. Bisa
tercantum dalam dokumen yang dipakai untuk keperluan intern maupun ekstern.

Akuntan Forensik Dan Jenis Fraud
Akuntansi forensik memusatkan perhatian pada dua cabang fraud tree yaitu
corruption dan misappropriation of asset. Sedangkan fraudulent statement menjadi pusat
perhatian dalam audit atas laporan keuangan (general audit atau opinion audit).
Oleh karena itu akuntan forensik atau audit investigatif hampir tidak menyentuh
fraud yang menyebabkan laporan keuangan menjadi sesat, dengan dua pengecualian.
Pertama, ketika regulator seperti Bappepam, Securities and Exchange
Commission, atau Financial Services Authority (OJK, Otoritas Jasa Keuangan)
mempunyai dugaan kuat bahwa laporan audit suatu akuntan publik mengandung
kekeliruan yang serius. Regulator dapat meminta kantor akuntan lain melakukan
pendalaman, atau mereka sendiri melakukan penyidikan.
Kedua, ketika fraudulent statemens dilakukan dengan pengolahan data secara
elektronis, terintegrasi, dan besar-besaran atau penggunaan komputer yang dominan
dalam penyiapan laporan. Selain pertimbangan penyelesaina kasus di dalam atau diluar
pengadilan, juga ada pertimbangan diperlukannya keahlian khusus , yakni computer
forensics.



Manfaat Fraud Tree
Fraud tree memetakan fraud dalam lingkungan kerja dan membantu akuntan
forensik mengenali dan mendiagnosis fraud yang terjadi. Dengan memahami gejala-
gejala (red flags) dan menguasasi teknik-teknik audit investigatif, akuntan forensik dapat
mendekteksi fraud tersebut.
Namun kondisi di Indonesia berbeda dengan Amerika Serikat. Akuntan forensik
di Indonesia sebaiknya membuat fraud tree sendiri sehingga memudahkan dan
bermanfaat dalam pemetaannya.

Fraud Triangle
Cressey melakukan penelitian terkait para pegawai yang mencuri uang
perusahaan (embezzlers), hipotesisnya dikenal sebagai fraud triangle atau segitiga fraud.
.









Sudut pertama dari fraud triangle adalah pressure, kemudian perceived opportunity, dan
rationalization.
Pressure
Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu tekanan
(pressure) yang menghimpitnya. Seseorang yang mempunyai kebutuhan keuangan yang
mendesak (tekanan yang meghimpit hidup), yang tidak dapat diceritakannya kepada
orang lain. Konsep ini disebut preceived non-shareable financial need.
Crassey menemukan bahwa non-shareable problems yang dihadapi timbul dari
situasi yang dapat dibagi dalam:
Violation of ascribed obligation
Suatu kedudukan dengan tanggung jawab keuangan, membawa konsekuensi tertentu
bagi yang bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan. Di samping harus jujur, ia
dianggap perlu memiliki perilaku tertentu. Jika menghadapi situasi yang melanggar
kewajiban terkait dengan jabatannya, ia merasa masalah yang dihadapinya tidak
dapat diungkapkannya kepada orang lain. Pengungkapan yang bertentangan dengan
kewajiban tersebut baginya merupakan pengakuan bahwa perilakunya di bawah
standar perilaku yang diharapkan darinya.
Problems Resulting from Personal Failure
Fraud
Triangle
Perceived
Opportunity
Rationalization Pressure
Kegagalan pribadi merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang yang
mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai
kesalahannya menggunakan akal sehatnya, dan karena itu menjadi tanggung jawab
pribadinya. Sehingga ia takut mengungkapkan kegagalan tersebut dan takut
kehilangan status sebagai orang yang dipercaya.
Business Reversals
Kegagalan bisnis dipersepsikan sebagai kegagalan yang berada diluar dirinya atau
diluar kendalinya, misal karena inflasi yang tinggi, atau krisis moneter, tingkat
bunga yang tinggi, dan lain-lain. Namun yang bersangkutan tidak mau
mengungkapkan permasalahannya karena tidak mau dianggap sebagai orang yang
gagal.
Physical Isolation
Merupakan situasasi keterpurukan dalam kesendirian. Dalam situasi ini, orang itu
bukan tidak mau berbagi keluhan dengan orang lain. Ia tidak mempunyai orang lain
tempat ia berkeluh dan mengungkapkan masalahnya.
Status Gaining
Situasi ini merupakan kebiasaan (buruk) untuk tidak mau kalah dengan tetangga.
Pelaku berusaha mempertahankan status atau pelaku berusaha meningkatkan status.
Masalah menjadi non-shareable ketika orang tersebut tidak mampu secara finansial
untuk menaikkan status dan tidak bisa menerima kenyataan kalau harus tetap berada
di status yang sekarang atau bahkan turun status.
Employer-Employee Relations
Situasi ini mencerminkan kekesalan/ kebencian seorang pegawai yang menduduki
jabatan yang dipegangnya sekarang, tetapi pada saat yang sama ia merasa tidak ada
pilihan baginya, yakni ia tetap harus menjalankan apa yang harus dikerjakannya
sekarang. Kekesalan itu bisa terjadi karena ia merasa gaji atau imbalan lainnya tidak
layak dengan pekerjaan atau kedudukannya, atau ia merasa beban pekerjaannya
teramat banyak, atau ia merasa kurang mendapat penghargaan batiniah (pujian).


Perceived Opportunity
Non-shareable financial problem menciptakan motif bagi terjadinya kejahatan.
Akan tetapi, pelaku kejahatan harus mempunyai persepsi bahwa ada peluang baginya
untuk melakukan kejahatan tanpa diketahui orang. Ada dua komponen terkait perceived
opportunity, yaitu :
a. general information, merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung
trust (kepercayaan) dapat dilanggar tanpa konsekuensi, misalnya melihat
pengalaman orang lain yang melakukan fraud tanpa ketahuan.
b. Technical skill, merupakan ketrampilan atau keahlian yang dibutuhkan untuk
melakasanakan kejahatan tersebut, misalnya petugas yang menangani rekening koran
di bank, mencuri dari nasabah yang jarang bertransaksi.

Rationalization
Rationalization (rasionalisasi) adalah mencari pembenaran sebelum melakukan
kejahatan, bukan sesudahnya. Rationalization diperlukan agar si pelaku dapat mencerna
perilakunya yang melawan hukum untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang
yang dipercaya. Setelah kejahatan dilakukan, rationalization ini ditinggalkan karena tidak
diperlukan lagi. Ketika pertama kali manusia akan berbuat kejahatan atau pelanggaran,
ada perasaan tidak enak dan melakukan pembenaran-pembenaran untuk perilakunya.
Ketika perbuatan itu sukses, akan mengulanginya dan tidak perlu rationalization lagi.

Anda mungkin juga menyukai