Disusun Oleh:
Ikhsan Pambudi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu
organisasi (Mohamad Mahsun, 2009: 25).
Menurut Robertson dalam buku Mohamad Mahsun (2009: 25),
pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian
kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang
dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan
terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan
efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia
(pegawai) dalam organisasi adalah mengukur kinerja pegawai. Pengukuran
kinerja dikatakan penting mengingat melalui pengukuran kinerja dapat diketahui
seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan pegawai dalam
menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja
organisasi secara keseluruhan. Selain itu, hasil penilaian kinerja pegawai akan
memberikan informasi penting dalam proses pengembangan pegawai.
Namun
demikian,
sering
terjadi
penilaian
yang
tidak
tepat.
Ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang
menyebabkan ketidaktepatan penilaian kinerja adalah ketidakpahaman pegawai
mengenai kinerja yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen penilaian kinerja,
dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja.
aparatur
pemerintahan,
baik
kelembagaan
maupun
B. PERMASALAHAN
Permasalahan yang diangkat penulis besumber dari www.sindonews.com
pada tanggal 6 Desember 2013 tentang indisipliner yang dilakukan oleh
pegawai negeri sipil sleman yogyakarta. Tindak indisipliner Pegawai Negeri
Sipil (PNS) di Sleman cukup tinggi. Data Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
Sleman hingga November tercatat, ada 24 PNS yang melakukan pelanggaran.
Dari jumlah itu, 10 kategori pelanggaran ringan, enam kategori sedang, dan
delapan kategori berat.
Kepala BKD Sleman Iswoyo Hadiwarno mengatakan, PNS yang
melakukan pelanggaran tersebut semuanya sudah mendapatkan sanksi. Yaitu
bagi yang melakukan pelanggaran ringan sanksinya berupa teguran lisan dan
tertulis. Pelanggaran sedang berupa penuruanan dan penundaan kenaikan
pangkat, dan gaji berkala. Sedangkan untuk yang melakukan pelanggaran berat,
turun
jabatan
selama
tiga
tahun,
dan
pemberhentian
sebagai
PNS.
PNS yang turun jabatan selama tiga tahun ada enam orang dan yang
diberhentikan ada dua orang, terang Iswoyo, kepada wartawan, Kamis
(5/12/2013).
Iswoyo menjelaskan, dua PNS yang mendapatkan sanksi pemecatan, satu
orang karena terlibat pidana korupsi dan telah ada kekuatan hukum tetap
(inkrah) dan satu orang, karena tidak masuk kerja tanpa keterangan.
PNS yang tidak masuk tanpa keterangan 47 hari dalam setahun bisa dipecat,
paparnya. Pelanggaran berat lainnya, yaitu PNS yang bersangkutan ketahuan
selingkuh atau cerai tak melapor. Penindakan pelanggaran ini, berdasarkan PP
No.53/2010 tentang disiplin PNS. Namun sebelum memberikan sanksi, terlebih
dahulu
diawali
dengan
pemeriksaan
PNS
yang
melanggar.
kerja. Misalnya saat di rumah, PNS tersebut bermain judi dan ditangkap polisi.
Meski di luar jam kerja tetap diproses, baik pidana maupun kepegawaian.
Hal ini diterapkan agar PNS mampu menjadi contoh di masyarakat.
Selain itu, PNS juga tidak boleh terlibat politik dan harus bersikap netral dalam
pemilu. Karena itu, PNS dilarang mengikuti kampanye, menjadi tim sukses,
ataupun
mensponsori
calon
anggota
legislatif
dan
partai.
BAB II
PEMBAHASAN
yang
dirancang
dapat
diterima
oleh
pihak-pihak
yang
menggunakannya.
5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang
disepakati mudah dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses
penilaian tersebut.
Menurut Cummings dan Schwab (1973: 4), penilaian kinerja pegawai
pada umumnya memiliki dua fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi summative atau evaluative. Fungsi ini biasanya berhubungan dengan
rencana pengambilan keputusan yang bersifat administratif. Sebagai contoh,
hasil dari penilaian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
meningkatkan gaji pegawai yang dinilai, memberikan penghargaan atau
hukuman, promosi, dan mutasi pegawai. Dalam fungsi ini manajer berperan
sebagai hakim yang siap memberikan vonis.
2. Fungsi formative. Fungsi formative berkaitan dengan rencana untuk
meningkatkan keterampilan pegawai dan memfasilitasi keinginan pegawai
untuk meningkatkan kemampuan mereka. Salah satu maksudnya adalah
untuk mengidentifikasi pelatihan yang dibutuhkan pegawai. Manajer berperan
sebagai konsultan yang siap untuk memberikan pengarahan dan pembinaan
untuk kemajuan pegawai.
Terdapat beberapa indikator kinerja yang biasanya digunakan untuk
menilai kinerja organisasi pelayanan publik yaitu sebagai berikut.
1. Efisiensi
Menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik
memanfaatkan faktor-faktor produksi.
2. Efektivitas
Terkait dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi
agen pembangunan.
3. Keadilan
Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan.
4. Organisasi
Organisasi adalah pelayanan publik yang merupakan bagian dari daya
tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja menurut Armstrong (1998:
16-17) adalah sebagai berikut:
1. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan
keahlian, motivasi, komitmen, dll.
2. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan
dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan,
manajer, atau ketua kelompok kerja.
3. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja
berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode
kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan
tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun
eksternal.
Dalam hal ini sikap disiplin sangat diperlukan oleh seluruh pegawai
negeri sipil, menurut peraturan pemerintah nomor 53 tahun 2010 disiplin
pegawai negeri sipil adalah kesanggupan pegawai negeri sipil untuk mentaati
kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati
atau melaanggar akan dijatuhi hukuman disiplin. Dalam hal ini pegawai negeri
sipil yang melakukan tidakan indisipliner dapat dikenakan hukuman. Jenis
hukuman menjadi tiga jenis menurut PP Nomor 53 tahun 2010 pasal 7 yaitu:
teguran lisan;
teguran tertulis;
sebagai contoh dalam hal melakukan korupsi dan selingkuh yang melanggar
etika sebagai PNS maka dikenakan sanksi dengan jenis disiplin berat
diantaranya yaitu pembebasan fungsi jabatan ataupun pemberhentian sebagai
PNS. Dengan adanya perilaku indisipliner yang dilakukan oleh PNS dengan
begitu pengukuran kinerja masih dinilai lemah karena kurangnya pengawasan
oleh manajemen terhadap bawahannya. Untuk meningkatkan disiplin di PNS
maka ada dua kegiatan yang harus dilakukan yaitu:
1. Disiplin Preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para
pegawai
agar
mengikuti
berbagai
standar
dan
aturan,
sehingga
memonitor
dan
mengawasi
pencapaian
kinerja
dan
mengidentifikasikan
apakah
kepuasan
pelanggan
terpenuhi.
7. Membantu memahami kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
sudah
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pengukuran kinerja pegawai negeri sipil Sleman masih kurang baik. Tingkat
kedisipilan PNS yang masih rendah juga, dapat dilihat dari PNS yang masih
banyak melakukan pelanggaran. Rendahnya tingkat kedisiplinan dari PNS dapat
mempengaruhi efektivitas kinerja. Apabila seorang pegawai melakukan
pelanggaran dalam tugasnya maka pegawai tersebut akan mendapatkan sanksi.
Sanksi tersebut akan dikenakan berdasarkan tingkat pelanggaran yang telah
dilakukan oleh pegawai tersebut.
2. SARAN
Dari hasil pembahasan, penulis memberikan rekomendasi yaitu, agar
para pegawai tidak melakukan perilaku indisipliner maka sebaiknya atasan
melakukan pengawasan kinerja secara bertahap atau berkala dan menciptakan
sistem yang dapat mengatur kedisiplinan.
DAFTAR PUSTAKA