Anda di halaman 1dari 71

1

Masalah yang perlu diperbaiki


1. Kisi-kisi Variabel, dan indicator
2. Indikator ditambah lagi (biar lebih banyak criteria dalam mengukur
kinerja)
3. Instrumen

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada setiap organisasi besar maupun organisasi kecil dapat dikatakan bahwa
salah satu sumber daya yang penting adalah manusia yang berkedudukan sebagai
karyawan, buruh ataupun pekerja. Bagaimanapun majunya teknologi dewasa ini
yang mampu menggantikan sebagian besar tenaga kerja manusia, namun masih
banyak kegiatan yang tidak dapat menggunakan alat perlengkapan mekanis dan
sepenuhnya otomatis tersebut. Dikatakan paling berharga karena dari semua sumber
yang terdapat dalam suatu organisasi, hanya sumber daya manusialah yang
mempunyai harkat dan martabat yang harus dihargai dan dijunjung tinggi.
Pengembangan sumber daya manusia pada intinya merupakan upaya organisasi
untuk membangun kualitas pegawai agar mampu melaksanakan seluruh pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang ada
dalam organisasi.
Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci pokok
yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Sebagai kunci pokok, sumber
daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan
Tuntutan organisasi untuk memperoleh, mengembangkan dan

organisasi.

mempertahankan

sumber daya manusia yang berkualitas semakin mendesak sesuai dengan dinamika
lingkungan yang selalu berubah. Perubahan perlu mendapat dukungan pimpinan
puncak sebagai langkah pertama yang penting

untuk dilakukan bukan hanya

sekedar lip service saja.


Organisasi merupakan sarana kegiatan orang-orang dalam usaha mencapai
tujuan bersama. Dalam wadah kegiatan ini, setiap orang atau pegawai harus
memiliki kemampuan yang tinggi dalam melaksanakan tugas, wewenang dan
tanggung jawabnya masing-masing sesuai dengan jabatannya.
Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan oleh pemerintah sejak
tahun 2001 membawa perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Salah
satu perubahan itu adalah pemberian wewenang yang lebih luas dalam
penyelenggaraan beberapa bidang pemerintahan. Seiring dengan bertambah luasnya
kewenangan ini, maka aparat birokrasi pemerintahan didaerah dapat mengelola dan
menyelenggaraan pelayanan publik dengan lebih baik sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Dengan otonomi daerah berarti telah

memindahkan sebagian besar

kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah


otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon
tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena
kewenangan membuat kebijakan (Perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah
otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah
(PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk
mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom.

Tata kelola penyelenggaraan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat


dan daerah, diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, dan
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah, kedua undang-undang tersebut merupakan era baru dalam hubungan pusat
dan daerah di Indonesia dalam rangka mewujudkan pelaksanaan desentralisasi
dalam bentuk otonomi daerah. Berbagai upaya dilakukan agar proses desentralisasi
tersebut berjalan lancar, maka perlu diadakan suatu pengawasan.
Sukriah,dkk (2009), berpendapat bahwa pengawasan adalah bersifat membantu
agar sasaran yang ditetapkan organisasi dapat tercapai, dan secara dini menghindari
terjadinya penyimpangan pelaksanaan, penyalahgunaan wewenang, pemborosan dan
kebocoran anggaran.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2010 dinyatakan bahwa pengawasan terhadap urusan pemerintah di daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi, dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP) sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara
Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008, menjelaskan bahwa
Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan. Mulyono (2009)
menjelaskan bahwa Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) adalah pemeriksa,
pengawas, auditor intern pemeritah yaitu pegawai negeri sipil (PNS) yang
mempunyai jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas,
wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
melaksanakan pengawasan pada organisasi Pemeritah Pusat, Pemerintah Daerah
maupun Kementerian/Lembaga Tinggi Negara.

Salah satu Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) di daerah adalah


Inspektorat Kabupaten. Inspektorat Kabupaten memiliki peran dan posisi yang
sangat strategis dalam pencapaian visi dan misi serta program-program pemerintah
daerah karena Inspektorat Kabupaten menjadi pilar yang bertugas sebagai pengawas
sekaligus pengawal dalam pelaksanaan program yang tertuang dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Lembaga Inspektorat Pemerintah Kabupaten Karimun sebagai lembaga yang
bekerja dibidang pengawasan memiliki peranan penting dalam rangka mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagaimana yang telah dituangkan dalam
semangat reformasi. Sebagai lembaga yang menaungi bidang pengawasan lembaga
Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun memiliki visi sebagai penentu arah jalannya
organisasi yaitu: MENJADI INSTITUSI PENGAWASAN YANG PROFESIONAL
SEBAGAI KATALISATOR PERWUJUDAN GOOD GOVERNANCE. Selanjutnya
misi dari Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun sebagai berikut :
1. Mendorong peningkatan Tata Kelola Pemerintahan yang baik dan terwujudnya
iklim yang mencegah KKN di Lingkungan Pemda Kabupaten Karimun
2. Meningkatkan kinerja pengawasan yang profesional di lingkungan Inspektorat
Daerah Kabupaten Karimun
Untuk merealiasasikan visi dan misi tersebut dukungan dari kualitas aparatur
pengawasan itu sangat dibutuhkan. Dengan kata lain bahwa kegiatan pengawasan
akan berhasil dengan baik apabila sumberdaya manusia atau aparaturnya memiliki
pendidikan, pelatihan dan pengalaman dalam bekerja di lembaga pengawasan.
Untuk dapat mengukur kinerja aparatur pengawasan di Inspektorat Kabupaten
Karimun dapat dilihat dari perbandingan antara realisasi dan target yang dicapai.
Penetapan capaian kinerja lembaga Inspektorat Pemerintah Kabupaten Karimun
dimaksudkan untuk mengetahui dan menilai capaian indikator kinerja pelaksanaan

kegiatan, pelaksanaan program dan pelaksanaan kebijaksanaan pencapaian kinerja


pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan program dan pelaksanaan kebijakasanaan
pencapaian kinerja Inspektorat Kabupaten Karimun.
Kinerja Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) yang dimaksud disini
adalah kinerja Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) berdasarkan kepatuhan
dalam menjalankan prosedur pengawasan dan pemeriksaan sesuai yang telah diatur
dalam

Peraturan

Menteri

Pendayagunaan

Aparatur

Negara

Nomor

PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang standar Audit Aparat


Pengawas Intern Pemerintah.
Lamatenggo (2011) mengemukakan bahwa kinerja aparat yang lemah dalam
pengawasan akan membuka peluang terjadinya berbagai penyimpangan dan
kebocoran serta ketidakefesienan penggunaan dana sumber daya. Sehingga dengan
kebocoran dan ketidakefesienan penggunaan dana dan sumber daya akan berdampak
pada kinerja pemerintah, dan juga berdampak pada opini atas hasil audit laporan
keuangan pemerintah dari BPK, serta bisa meningkatnya praktek-praktek korupsi
dan kecurangan-kecurangan lainnya.
Mulyono (2009) mendefinisikan kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari
suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu
yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari
proses belajar serta keinginan untuk berprestasi lebih baik. Sedangkan menurut
Slamet (2009) kinerja merupakan suatu hasil prestasi kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut Gustati (2011) beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja Aparatur
Pengawas Intern Pemerintah (APIP) adalah standar umum Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP), motivasi, dan komitmen organisasi. Sedangkan Slamet (2009)

pelatihan dan pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja aparat inspektorat, sampai tingkat mana seseorang berhasil pada
pekerjaannya, berpartisipasi aktif dan beranggapan bahwa kinerja merupakan hal
yang penting dan berkaitan dengan harga dirinya, oleh karena itu pelatihan dan
pengalaman merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja, dan
menurut Mulyono (2009) faktor yang mempengaruhi kinerja aparat inspektorat
adalah latar belakang pendidikan, kompetensi teknik, sertifikasi jabatan, pendidikan
dan pelatihan berkelanjutan.
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk membekali individu dengan
pengalaman dan keterampilan sehingga individu tersebut dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya. Latar beakang pendidikan yang telah ditempuh oleh
Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) tentunya sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi yang dilaksanakan, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31
Maret 2008 poin 2210 tentang standar umum dijelaskan bahwa latar belakang
pendidikan Aparat Pengawas Intern Pemerintah mempunyai tingkat pendidikan
formal minimal strata satu (S-1) atau yang setara. Subhan (2011) menjelaskan
bahwa semakin tinggi tingkat latar belakang pendidikan pemeriksa/pengawas maka
kualitas hasil pemeriksaan dan kinerja pemeriksa/pengawas tersebut akan
meningkat.
Pendidikan berkelanjutan menurut The Accreditting Commission of The
Continuing Education adalah merupakan kesempatan belajar bagi seseorang untuk
meningkatkan kemampuan setelah mereka melakukan suatu pekerjaan sukarela di
masyarakat. Menurut Mulyono (2009) sertifkasi jabatan, pendidikan berkelanjutan

yang baik/tinggi akan meningkatkan kinerja inspektorat, demikian sebaliknya bila


sertifikasi jabatan, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan rendah/buruk maka
kinerja inspektorat akan rendah/buruk.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor :
PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 poin 2230 tentang sertifikasi
jabatan dan pendidikan berkelanjutan, antara lain sbagai berikut : Aparat Pengawas
Intern Pemerintah harus mempunyai sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) dan
mengikuti pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan (continuing
professional education). Untuk itu Aparat Pengawas Intern Pemerintah wajib
mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi jabatan fungsional auditor yang
sesuai dengan jenjangnya.
Walaupun latar balakang pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti
merupakan faktor yang penting, namun pengalaman kerja juga sangat dibutuhkan.
Dengan bertambahnya pengalaman seorang pegawai dalam dunia kerja, maka akan
bertambah pula pengetahuan, ketrampilan, kecakapan dan kecekatan dalam
pengabdian kerjanya di dalam organisasi. Dengan demikian semakin banyak
pengalaman kerja seseorang atau semakin lamanya waktu organisasi tersebut untuk
masa bekerja akan dapat meningkatkan kerja sama atau dengan kata lain akan
mempengaruhi peningkatan kinerja orang yang bersangkutan.
Effendi (dalam Ayura : 2013) mendefinisikan pengalaman kerja adalah tingkat
penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang
dapat diukur dari masa kerja, dari tingkat pengetahuan serta keterampilan yang
dimilikinya. Selanjutnya Putri dan Bandi (2002) menyatakan bahwa pengalaman
yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih. Seseorang yang melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki akan memberikan hasil

yang lebih baik daripada mereka yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup
dalam tugas dan kinerjanya. Slamet (2009) menjelaskan bahwa pengalaman kerja
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja aparat pengawas,
sampai tingkat mana seseorang berhasil pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif, dan
memiliki anggapan bahwa kinerja merupakan hal penting dan berkaitan dengan
harga dirinya.
Salah satu hal yang digunakan untuk mengukur kemampuan seorang pegawai
dilihat dari latar belakang pendidikan formal disamping kemampuan dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya. Berikut penulis paparkan dalam bentuk tabel
jenjang pendidikan dan pelatihan yang diikuti aparatur pengawasan pada lembaga
Inpsektorat Daerah Kabupaten Karimun.
Tabel 1.1
Pegawai Negeri Sipil menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di
Inspektorat Kabupaten Karimun Tahun 2016
Jenjang Pendidikan Formal
Jenis
Jumla
h
Kelamin S3 S2 S1
D4
D3
D2
SLTA SLTP SD
Laki-laki
2
6
1
1
10
Perempuan 2
14
4
3
23
Jumlah
4
20
5
4
33
Sumber :Profil Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun 2016

No
1.
2.
3.

Tabel 1.2
Frekuensi Aparatur Pengawasan Inspektorat Daerah Kabupaten
Karimun dalam Mengikuti Diklat Fungsional
Frekuensi Aparatur dalam
Nama Diklat
Mengikuti Pelatihan
Fungsional
24
Teknis
29
Bimtek
10
Jumlah
63
Sumber :Profil Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun 2016

Melihat tingkat pendidikan pegawai di Inspektorat Kabupaten Karmun masih


ada yang berpendidikan SLTA dan D3 serta frekuensi jenis diklat yang telah diikuti

maka perlu adanya peningkatan pendidikan aparatur pengawasan serta pelatihan


aparatur pengawasan. Hal ini penting sebab untuk meningkatkan kinerja yang
efektif seorang pegawai harus mempunyai pengetahun dan kemampuan baik itu
pendidikan formal, pelatihan, dan penggalaman kerja. Sehingga pekerjaan bisa
berjalan dengan baik. Apabila seorang pegawai tidak memiliki pengetahuan yang
cukup maka kemungkinan akan terjadi banyak permasalahan yang dihadapi seorang
pegawai atau aparat pengawasan dalam menjalankan tugasnya.
Hal inilah yang mendorong penulis memilih kinerja aparatur pengawasan
sebagai bahan penelitian. Dalam kaitannya dengan kinerja pegawai di Inspektorat
Kabupaten Karimun, penelitian tertarik untuk mengetahui dan menganalisis kinerja
pegawai ditinjau dari hal pendidikan, pelatian dan pengalaman kerja.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah terdapat pengaruh pendidikan terhadap kinerja aparat pengawas dalam
pelaksanaann tugas di Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun?
2. Apakah terdapat pengaruh pelatihan terhadap kinerja aparat pengawas dalam
pelaksanaann tugas di Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun?
3. Apakah terdapat pengaruh pengalaman terhadap kinerja aparat pengawas dalam
pelaksanaann tugas di Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun?
4. Apakah terdapat pengaruh pendidikan, pelatihan dan pengalaman terhadap
kinerja Aparat Pengawas dalam pelaksanaann tugas di Inspektorat Daerah
Kabupaten Karimun?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan

masalah

yang

ada,

maka

diperoleh

tujuan

dilakukannya penelitian ini, yaitu sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap kinerja aparat pengawas
dalam pelaksanaann tugas di Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun.
2. Untuk mengetahui pengaruh pelatihan terhadap kinerja aparat pengawas dalam
pelaksanaann tugas di Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun.

10

3. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman terhadap kinerja aparat pengawas


dalam pelaksanaann tugas di Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun.
4. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan, pelatihan dan pengalaman terhadap
kinerja Aparat Pengawas dalam pelaksanaann tugas di Inspektorat Daerah
Kabupaten Karimun?
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan masukan bagi para peneliti lain untuk mengembangkan
penelitian lain yang sejenis.
b. Menambah bahan pustaka Program Pascasarjana Ilmu Administrasi Bidang
Minat Administrasi Publik Universitas Terbuka.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini berguna sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi
Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun agar memahami pentingnya tingkat
pendidikan, pelatihan dan pengalaman oleh Aparat Pengawas Inspektorat
Daerah Kabupaten Karimun dalam melakukan kinerja.
b. Bagi Pemerintah Daerah hasil penelitian ini sebagai bahan masukan bahwa
peningkatan Pendidikan, Pelatihan serta Pengalaman yang dimiliki Aparat
Pengawas sangat penting dan harus dilakukan secara berkesimbungan agar
kinerja mereka dapat terus meningkat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

11

A. Kajian Teori
1. Pengertian Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).
Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2002) bahwa istilah kinerja
berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja
sesungguhnya dicapai seseorang) yaitu hasil kerja baik secara kualitas maupun
kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan.
Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses
(Nurlaila, 2010).

Selanjutnya menurut Wibowo (2011), menyatakan bahwa

kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan


tujuan strategis organisasi, kepuasan komitmen, dan memberikan kontribusi
pada ekonomi. Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan
dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut.
Menurut Rivai dan Basri (2005), kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti
standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu telah disepakati bersama.
Menurut Suwatno dan Donni Juni Priansa (2011), kinerja merupakan
performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan sebagai prestasi
kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. Selanjutnya Edwin (2007)
mengatakan bahwa kinerja karyawan adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi
yang harus diperhatikan dan kemampuan kerja yang dimilikinya.
Kinerja juga berarti hasil yang dicapai seseorang baik kualitas maupun
kuantitas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selain itu

12

kinerja seseorang juga dipengaruhi oleh pendidikan, inisiatif, pengalaman kerja,


serta motivasi.
Dari pendapat di atas kinerja merupakan bentuk dari hasil kerja yang
diproses melalui gagasan sikap dan perilaku, serta memahami pekerjaan,
mempunyai keterampilan, pengetahuan, tanggung jawab, kecakapan, tanggap
dan dapat diandalkan dalam mengaplikasikan kemampuannya sesuai dengan
profesi yang dimilikinya, sehingga diharapkan mampu untuk memberikan
kontribusi terhadap lembaga tempat kerja dan dapat meningkatkan kualitas dan
kuantitas hasil kerja yang baik, maupun itu untuk jangka pendek maupun jangka
panjang.
Soedjono (dalam Mariam, 2009) menyebutkan 6 (enam) kriteria yang
dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai secara individu yakni :
a. Kualitas
Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau memenuhi tujuan
yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.
b. Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat diselesaikan.
c. Ketepatan Waktu
Dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan

serta

memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain.


d. Efektivitas
Pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada pada organisasi untuk
meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.
e. Kemandirian
Dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan guna menghindari hasil yang
merugikan.
f. Komitmen Kerja
Komitmen kerja antara pegawai dengan organisasinya dan tanggung jawab
pegawai terhadap organisasinya.

13

Selanjutnya menurut Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa aspekaspek dalam kinerja meliputi beberapa hal. Dan aspek-aspek kinerja tersebut
dapat dijadikan indikator yaitu :
a. Kualitas Pekerjaan
b. Kuantitas Pekerjaan
c. Kerjasama
d. Sikap
Dengan adanya pengukuran demikian, maka target kerja yang berkualitas
dapat dicapai. Pencapaian ini tidak dapat dilakukan hanya aparat/pegawai saja.
Tetapi dibutuhkan pimpinan yang dapat mengarahkan tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaan. Selain itu, hasil kerja aparat/pegawai perlu dilakukan
penilaian agar dapat memperoleh gambaran hasil yang diinginkan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
a. Kualitas Kerja
Menurut Fahmi (2012) Kualitas kerja adalah hasil yang diperoleh oleh
suatu organisasi baik organisasi profit oriented dan non profit oriented yang
dihasilkan selama satu periode waktu.
Menurut Mangkunegara (2002), kualitas berarti sesuatu yang akan
terus tumbuh dan berkembang bersama perubahan. Kualitas terbaik hanya
mampu dihasilkan dari peningkatakan kualitas kerja, mutu kerja, dan
penguatan budaya organisasi. Termasuk kecerdasan individu untuk tumbuh
dan berkembang bersama wawasan, pengetahuan, teknologi, cara kerja dan
kepribadian yang kreatif dalam produktivitas kerja. Kualitas kerja dari setiap
individu akan memberikan manfaat untuk menjaga daya saing organisasi,
juga untuk menjaga keberlanjutan usaha dengan berkualitas. Artinya kualitas
merupakan jaminan untuk tetap eksis selama-lamanya di dalam pasar yang
penuh dinamika, perubahan, dan kreativitas.
Berdasarkan beberapa pengertian dari kualitas kerja yang disampaikan
oleh para ahli tersebut, yang dimaksud kualitas kerja adalah hasil kerja yang
dicapai oleh individu sesuai dengan peran atau tugasnya yang dihubungkan
dengan ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi tempat individu
tersebut bekerja.
b. Kuantitas Kerja

14

Menurut Wungu dan Brotoharsojo (2003) bahwa Quantity (kuantitas)


adalah segala bentuk satuan ukuran yang terkait dengan jumlah hasil kerja
dan dinyatakan dalam ukuran angka atau yang dapat dipadankan dengan
angka. Hal ini dapat dilihat dari hasil kerja pegawai dalam kerja penggunaan
waktu tertentu dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas dan tangung
jawabnya.
Dengan demikian kuantitas kerja dapat dilihat dari jumlah kerja dan
penggunaan waktu. Jumlah kerja dalah banyaknya tugas dan pekerjaan dapat
dikerjakan. Penggunaan waktu adalah banyaknya waktu yang digunakan
dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan.
Peningkatan kuantitas pekerjaan diselesaikan jika karyawan tersebut
memiliki keterampilan, keahlian dan perilaku yang baik. Untuk menciptakan
peningkatan keterampilan, keahlian dan perilaku ini diperlukan mengikuti
program pelatihan dan pengembangan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan kuantitas kerja berarti karyawan
harus dengan sekuat tenaga dan pikiran untuk mencapai hasil kerja sesuai
dengan target.
c. Sikap Kerja
Setiap indvidu bisa memiliki berbagai macam sikap, namun dalam
kehidupan organisasi difokuskan pada beberapa jenis sikap yang berkaitan
dengan kerja. Sikap kerja berisi evaluatif positi atau negatif yang dimiliki
seseorang tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka.
Menurut Robbins (2007), sikap adalah pernyataan-pernyataan evaluatif
baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan mengenai objek, orang atau
peristiwa. Tiga komponen sikap antara lain : kognitif, afektif dan perilaku.
Selanjunya menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau
perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek

15

tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap
tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa,
pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, tetapi
berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka disimpulkan bahwa
sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk
bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di
dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya.
Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya
positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
3. Karakteristik Kinerja Karyawan
Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut
(Mangkunegara, 2002):
a. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
b. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.
c. Memiliki tujuan yang realistis.
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi
tujuannya.
e. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan
kerja yang dilakukannya.
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

4. Tingkat Pendidikan

16

Pendidikan asal kata didik atau mendidik adalah memelihara dan memberi
latihan, ajaran, tuntunan, pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, dan
pendidikan. Menurut Taufiq Effendi (2005:72) pendidikan adalah segalah
usaha yang bertujuan mengembangkan sikap dan kepribadian, pengetahuan
dan ketrampilan pendidikan sebagai tulang punggung kemajuan suatu Negara,
menentukan tinggi rendahnya derajat dan kedudukan bangsa. Pendidikan yang
efektif melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas, bermoral dan memiliki etos
kerja dan inovasi karya yang tinggi. Seluruh Negara maju sungguh telah
meletakkan kebijakan pendidikan pada posisi terdepan: mendukung mengawal
dan terus memperbaiki system pendidikan bagi rakyatnya.
Kenyataan sekarang ini pendidikan di tana air masih menghadapi
tantangan dan permasalahan. Kebijakan pembijakan pembiayaan pendidikan
yang masih jauh dari tuntutan Undang-Undang kemudian mengakibatkan
kepada sederet permasalahan lain yang mengikutinya. Ketersediaan sarana dan
prasarana sekolah/lembaga pendidikan yang tidak layak.
Pendidikan Nasional dibangun di atas landasan paradigma yang merujuk
pada pemikiran, yang memandang bahwa pendidikan berhubungan dengan
masyarakat dalam konteks perubahan sosial, tatanan ekonomi, politik dan
Negara, oleh karena pendidikan itu terjadi di masyarakat, dengan sumber daya
masyarakat, dan untuk masyarakat, maka pendidikan dituntut untuk mampu
memperhitungkan dan melakukan antisipasi terhadap perkembangan sosial,
ekonomi, politik dan kenegaraan.

17

Dilihat dari sisi lain, dalam pandangan pendidikan juga harus


memperhitungkan individualistik dan individual differences dari peserta didik
seperti :
Pertama, membangun prinsip kesetaraan antara sector pendidikan dengan
sektor-sektor lain mewujudkan cita-cita masyarakatnya. Pendidikan bukan
sesuatu yang secara eksklusif terpisah dari system sosialnya. Pendidikan sebagai
system merupakan system terbuka yang senantiasa berinteraksi dengan
lingkungannya.
Kedua, prinsip pendidikan adalah wahana pemberdayaan bangsa dengan
mengutamakan penciptaan dan pemeliharaan konfigurasi komponen-komponen
sumber pengaruh secara dinamik, misalnya keluarga, sekolah/lembaga
pendidikan, media massa, dan dunia usaha.
Ketiga, prinsip pemberdayaan masyarakat dengan segenap institusi sosial
yang ada di dalamnya, terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi
mendidik generasi penerus bangsa. Institusi pendidikan tradisional seperti
pesantren, keluarga, dan berbagi wadah organisasi pemuda bukan hanya
diberdayakan sehingga dapat mengembangkan fungsi pendidikan dengan lebih
baik, melainkan juga diupayakan untuk menjadi bagian yang terpadu dari
pendidikan nasional.

18

Keempat, prinsip kemandirian dalam pendidikan dan prinsip pemerataan


menurut warga Negara secara individual maupun kolektif untuk memiliki
kemampuan bersaing dan sekaligus kemampuan bekerja sama.
Kelima, dalam kondisi masyarakat yang diperlukan prinsip toleransi dan
konsensus.

Pendidikan

adalah

wahana

pemberdayaan

bangsa

dengan

mengutamakan penciptaan dan pemelihaaraan konfigurasi komponen-komponen


sumber pengaruh secara dinamik.
Keenam, prinsip perencanaan pedidikan, oleh karena manusia dan
masyarakat senantiasa berubah, mengalami perubahan yang direncanakan
maupun tidak direncanakan, baik yang dapat diterima atau yang harus ditolak,
maka pendidikan juga dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi
dan melakukan upaya yang tepat serta secara normaltif sesuai dengan cita-cita
masyarakatnya. Pendidikan bersifat progresif, tidak resisten terhadap perubahan,
akan tetapi mampu mengendalikan arah perubahan itu, dan pendidikan harus
mampu mengantisipasi perubahan.
Ketuju, prinsip rekonstruksionis, dalam kondisi masyarakat yang
menghendaki perubahan mendasar, artinya juga perubahan berskala besar
berdasarkan gagasan besar, maka pendidikan juga harus mampu menghasilkan
produk-produk yang dibutuhkan oleh perubahan besar tersebut. Paham
rekonstruksionis mengkritik pandangan pragmatis sebagai suatu pandangan yang
cocok untuk kondisi yang relatif stabil. Pendekatan pemecahan masalah bersifat

19

lebih berorientasi masa kini, sedangkan pendekatan rekonstruksional lebih


berorientasi masa depan dengan tetap berpijak pada kondisi sekarang.
Kedelapan, prinsip pendidikan berorientasi pada peserta didik, dalam
memberikan pelayanan pendidikan sifat-sifat peserta didik yang bersifat umum
maupun mampu spesifik hams menjadi pertimbangan. Layanan pendidikan
untuk kelompok usia anak berbeda dengan untuk remaja dan dewasa.
Pendekatan pendidikan untuk anak-anak perkotaan. Termasuk dalam hal ini
adalah perlunya perlakuan khusus untuk kelompok ekonomi lemah, berkelainan
fisik atau mental.
Kesembilan, prinsip pendidikan multikultural, sistem pendidikan nasional
harus memahami bahwa masyarakat yang dilayaninya bersifat plural, dan oleh
karenanya perlu menjadi acuan yang tak kalah pentingnya dengan acuan-acuan
lain. Pluralisme merupakan paham yang merupakan paham yang menghargai
perbedaan, dan akan lebih baik bila pendidikan dapat mendaya gunakan
perbedaan tersebut sebagai sumber dinamika yang bersifat positif dan
konstruktif.
Kesepuluh, pendidikan dengan prinsip global, yaitu pendidikan harus
mampu berperan dan menyiapkan peserta didik dalam konsentrasi masyarakat
global. Namun ada yang perlu diingat dalam pendidikan berwawasan global ini,
yaitu pada waktu bersamaan pendidikan memiliki kewajiban untuk melestarikan
karakter nasional. Meskipun konsep tersebut diragukan dan diganti dengan
welfare sate bahkan global sate yang tidak lagi mengenal tanpa batas karena

20

kemajuan teknologi informasi, pembinaan karakter nasional tetap relevan dan


bahkan harus dilakukan Pembangunan pendidikan merupakan bagian penting
dari upaya menyeluruh dan sungguh-sungguh untuk meningkatkan harkat dan
martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan
kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara
keseluruhan. Dalam konteks demikian, pembangunan pendidikan itu mencakup
berbagai dimensi yang sangat luas : Sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insane-insan terpelajar yang
mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam
masyarakat, keluarga, komunitas, perkumpulan masyarakat, dan organisasi
social yang kemudian menjelma dalam bentuk organisasi besar berupa lembaga
Negara, dengan demikian, pedidikan dapat memberikan sumbangan penting
pada upaya memantapkan integrasi social. Perspektif budaya, pendidikan juga
merupakan wahana penting dan media yang efektif untuk mengajarkan norma,
mensosialisasi nilai, dan menanamkan etos di kalangan warga masyarakat.
Pendidikan juga dapat menjadi instrument untuk memupuk kepribadian bangsa,
memperkuat identitas nasional, dan memantapkan jati diri bangsa, bahkan peran
pendidikan menjadi lebih penting lagi ketika arus globalisasi demikian kuat,
yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya yang acapkali bertentangan
dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tenang Sistem
pendidikan Nasional yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar untuk

21

mempersiapakaan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,


dan/atau latihan bagi peranan yang di masa yang akan datang. Pendidikan
nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan Negara dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaquwa terhadap Tuhan Yang maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadan yang
manap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
UU 1945 mengamanantkan mengenai pentingnya pendidikan bagi seluruh
warga Negara seperti tertuang di dalam Pasal 28 B ayat (1) bahwa setiap orang
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi
kesejahtraan umat manusia, dan Pasal 31 Ayat (1) bahwa setiap warga Negara
berhak

mendapatkan

pembangunan

nasional

pendidikan.

Dalam

tersebut,

Depdiknas

upaya

mewujudkan

sebagai

tujuan

penanggungjawab

pendidikan nasional mempunyai visi sebagai berikut Insane Indonesia Cerdas


dan kompetitif
Para pegawai yang sudah berpengalamanpun selalu memerlukan
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan, karena selalu ada cara yang lebih
baik untuk meningkatkan produktivitas kerja. Peningkatan, pengembangan dan
pembentukan tenaga kerja dapat dilakukan melalui upaya pembinaan,
pendidikan dan latihan.

22

Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya


manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan
kepribadian. Pendidikan berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang
diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi sehingga cara penekanannya pada
kemampuan kognitif, efektif dan psychomotor. Pendidikan merupakan proses
pembelajaran melalui proses dan prosedur yang sistematis dan terorganisir baik
teknis maupun manajerial yang berlangsung dalam waktu yang relative lama.
Untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam bekerja adalah melalui
pendidikan. Tingkat pendidikan yang ditempuh dan dimiliki oleh seseorang pada
dasarnya merupakan usaha yang dilakukan dapat memperoleh kinerja yang baik.
Pengertian pendidikan menurut Hasbullah (2009:1) menyatakan bahwa
Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadianna sesuai nilai-nilai kebudayaan dan masyarakat. Pendidikan juga
merupakan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi
dalam arti mental. Pengembangan sumber daya bahwa nilai-nilai kompetensi
seseorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan
atau penelitian yang berorientasi pada tuntutan kerja aktual dengan penekanan
pada pengembangan skill, dan proses kerja yang diterapkan.
Pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peran penting dalam
proses memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan professional
individu. Melalui pendidikan seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar

23

dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian


hari.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan sangat diperlukan oleh
seorang pegawai, karena akan dapat membawa pengaruh yang baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap orgganisasi tempat dia bekerja. Tingkat
pendidikan juga akan berpengaruh kuat terhadap kinerja para pegawai untuk
melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang telah ditetapkan dengan baik,
karena dengan pendidikan yang memadai pengetahuan dan keterampilan
pegawai tersebut akan lebih luas dan mampu untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
5. Pelatihan
a. Pengertian dan Manfaat pelatihan
Pelatihan merupakan suatu usaha mengurangi atau menghilangkan
terjadinya

kesenjangan

antara

kemampuan

pegawai

dengan

yang

dikehendaki organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui peningkatan


kemampuan kerja yang memiliki pegawai merupakan kekayaan organisasi
yang paling berharga, karena dengan segala potensi yang dimilikinya,
pegawai dapat terus dilatih dan dikembangkan, sehingga dapat lebih
berkarya guna, prestasinya menjadi semakin optimal untuk mencapai tujuan
organisasi.

24

Menurut Gray Dessler (2006:280) mengatakan bahwa: Pelatihan


merupakan proses mengajar ketrampilan yang dibutuhkan karyawan untuk
melakukan pekerjaannya. Pelatihan menurut Mangkuprawira (2002:135)
menjelaskan bahwa: Pelatihan adalah sebuah proses mengajarkan
pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin
terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawab dengan semakin baik,
sesuai dengan standar.
Pelatihan bagi seseorang dalam melaksanakan sesuatu tugas tertentu
untuk mencapai tujuan. Dengan pengembangan melalui pelatihan akan
terjamin tersedianya tenaga-tenaga dalam perusahaan yang mempunyai
keahlian, terlatih dan terdidik, menjamin mempergunakan pikirannya dengan
kritis.
Disamping hal tersebut latihan membantu stabilitas pegawai dan
mendorong mereka untuk memberikan jasanya dalam waktu yang lama. Bila
pegawai-pegawai dilatih untuk merealisasikan potensi dirinya, maka hal itu
akan memperbaiki moral dan kerja karyawan.
Para pegawai akan berkembang lebih cepat dan lebih baik serta bekerja
lebih efisien dan efektif, bila mereka sebelum bekerja menerima latihan
dahulu di bawah pengawasan seorang pengawas dan instruktur ahli.
Pelatihan perlu dilaksanakan secara sistematis demi memperoleh dan
mencapai hasil pekerjaan yang lebih baik. Pelatihan juga bertujuan agar
peserta pelatihan cepat berkembang, sebab sulit bagi seseorang untuk

25

mengembangkan diri hanya berdasarkan pengalaman tanpa adanya suatu


pendidikan khusus. Ini membuktikan bahwa pengembangan diri akan lebih
cepat melalui pelatihan.
Menurut

Taufiq

Effendi

(2005:90)

pelatihan

adalah

proses

pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek dan pada teori yang
dilakukan seseorang atau kelompok degan menggunakan pendekatan
pelatihan untuk orang dewasa dan bertujuan meningatkan kemampuan
dalam satu atau beberapa jenis ketrampilan tertentu .
Menurut Ambar Teguh (2009:219) menyatakan bahwa pelatihan
adalah proses sistematik pengubahan prilaku para peggawai dalam suatu
cara gunameningkatkan tujuan-tujuan organisasional. Pelatiahan biasanya
dimulai dari orientasi yakni suatu proses dimana para pegawai diberi
informasi dan pengetahuan tentang kepegawaian, organisasi dan harapanharapan untuk mencapai performance tertentu. Pelatihan menciptakan suatu
lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap,
keahlian dan prilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pegawai, juga
memberikan instruksi-instruksi untuk mengembangkan keahlian yang
langsung dapat digunakan oleh para pegawai dalam meningkatkan kinerja
pegawai pada jabatan yang didudukinya.
Menurut Jusuf Irianto (2001:67) mengatakan bahwa Pelatihan sangat
diperlukan, namun banyak para menejer yang merasa pesimis dengan hasil
yang diperoleh dari pelatihan tersebut, karena itu diperlukan program-

26

program pelatihan yang efektif dengan pemosisian kegiatan secara utuh


dalam kerangka perencanaan manajemen strategis dan dilakukan dengan
tahapan-tahapan yang teraatur
Berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa pelatihan yang efektif
secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan proses kerja yang luar
biasa pesat. Studi yang dilakukan oleh Tall & Hall tahun 1998 dalam Jusuf
Irianto

(2001:67)

menghasilkan

kesimpulan

bahwa:

dengan

mengkombinasikan berbagai macam faktor seperti teknik pelatihan yang


benar, persiapan dan perencanaan yang matang, serta komitmen terhadap
esensi pelatihan, organisasi dapat mencapai a geater competitive advantage
di dalam persaingan yang sangat ketat.
Penyelenggaraan pelatihan bagi peningkatan dan pengembangan
kapabilitas pegawai seringkali menghadapi berbagai kendala internal yang
akhirnya dapat menghilangkan makna dari program pelatihan itu sendiri
sehingga organisasi tidak memiliki komitmen untuk memprogramkannya,
disamping itu terdapat sejumlah persoalan yang dihadapi organisasi ketika
mengadakan pelatihan yaitu masalah efektifitas terutama kebutuhan biaya
yang tidak sedikit sehingga masalah ini menjadikan pertimbangan untuk
menunda atau bahkan menindakan program pelatihan.
Menurut Siagian (1988:175) Definisi pelatihan adalah: Proses belajar
mengajar dengan menggunakan teknik dan metode tertentu secara
konsepsional

dapat

dikatakan

bahwa

latihan

dimaksudkan

untuk

27

meningkatkan ketrampilan dan kemampuan kerja seseorang atau sekelompok


orang. Biasanya yang sudah bekerja pada suatu organisasi yang efisiensi,
efektivitas dan produktivitas kerjanya dirasakan perlu untuk dapat
ditingkatkan secara terarah dan pragmatik.
Pelaksanaan pelatihan dimaksudkan untuk mendapatkan tenaga kerja
yang memiliki pengetahuan, keterampilan yang baik, kemampuan dan sikap
yang baik untuk mengisi jabatan pekerjaan yang tersedia dengan
produktivitas kerja yang tinggi, yang mampu menghasilkan hasil kerja yang
baik. Kebutuhan untuk setiap pekerja sangat beragam, untuk itu pelatihan
perlu dipersiapkan dan dilaksanakan sesuai dengan bidang pekerjaannya,
dengan demikian pekerjaan yang dihadapi akan dapat dikerjakan dengan
lancar sesuai dengan prosedur yang benar.
Moekijat (1981:4) mengatakan pelatihan sebagai berikut : pelatihan
diperlukan untuk membantu pegawai menambah kecakapan dan pengetahuan
yang berhubungan erat dengan pekerjaan di mana pegawai tersebut bekerja.
Terhadap tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan dapat disebut
latihan,

yaitu:

(a)

Latihan

harus

membantu

pegawai

menambah

kemampuannya. (b) Latihan harus menimbulkan perubahan dalam


kebiasaan, dalam informasi, dan pengetahuan yang ia terapkan dalam
pekerjaannya sehari-hari. (c) Latihan harus berhubungan dengan pekerjaan
tertentu yang sedang dilaksanakan ataupun pekerjaan yang akan diberikan
pada masa yang akan datang.

28

Dari uraian terebut di atas mencerminkan manfaatnya sangat penting


dari pelaksanaan pelatihan dalam upaya meningkatkan produktivitas
karyawan yang sekaligus akan berpengaruh terhadap produktifitas karyawan.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelatihan
Faktor-faktor yang menunjang kearah keberhasilan pelatihan menurut
Veithzal Ruvi (2004:240), yaitu :
1) Materi yang Dibutuhkan
Materi disusun dari etimasi kebutuhan tujuan latihan, kebutuhan dalam
bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan pengetahuan yang
dibutuhkan.
2) Metode yang Digunakan
Metode yang dipilih hendak disesuaikan dengan jenis pelatihan yang akan
dilaksanakan.
3) Kemampuan Instruktur Pelatihan
Mencari sumber-sumber informasi yang lain yang mungkin berguna
dalam mengidentifikasi kebutuhan pelatihan.
4) Sarana atau Prinsip-prinsip Pembelajaran
Pedoman dimana proses belajar akan berjalan lebih efektif.

29

5) Peserta pelatiahn
Sangat penting untuk memperhitungkan tipe pekerja dan jenis pekerjaan
yang akan dilatih.
6) Evaluasi Pelatihan
Setelah mengadakan pelatihan hendaknya di evaluasi hasil yang didapat
dalam pelatihan, dengan memperhitungkan tingkat reaksi, tingkat belajar,
tingkat tingkah laku kerja, tingkat organisai dan nilai akhir.
c. Manfaat Pelatihan
Manfaat untuk karyawan adalah :
1) Menbantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah
yang lebih efektif;
2) Melalui

pelatihan,

variabel

pengenalan,

pencapaian

prestasi,

pertumbuhan, tanggung jawab dan kemajuan dapat diinternasilisasi dan


dilaksanakan;
3) Membantu mendorong dan mencapai pengetahuan diri dan rasa percaya
diri;
4) Membantu karyawan mengatasi serta, tekanan, frustasi dan konflik
5) Memberikan

informasi

tentang

meningkatnya

kepemimpinan, ketrampilan komunikasi dan sikap.

pengetahuan

30

Maka dengan adanya pelatihan tersebut manfaat lain bagi perusahaan


dalam melaksanakan aktivitasnya yaitu agar lebih menjamin tersedianya
tenaga-tenaga terampil dalam organisasi, sehingga kesalahan-kesalahan dapat
dihindari serta mendorong karyawan untuk memberikan potensi yang
dimilikinya untuk waktu yang lama.
d. Pentingnya pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu topik yang sangat penting. Pelatihan
adalah salah satu aspek penting dalam usahaa meningkatkan keunggulan
bersaing organisasi. Adanya perubahan-perubahan lingkungan kerja, dan
mencapai produktivitas kerja yang lebih baik. Melalui pelatihan, karyawan
dapat terbantu mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan yang ada, dapat
meningkatkan

keseluruhan

karier

karyawan

dan

dapat

membantu

mengembangkan tanggung jawabnya pada saat ini maupun di masa


mendatang. Sehingga ada beberapa alasan mengapa pelatiihan harus
dilakukan atau menjadi bagian yang sangat penting.
Menurut Mangkunegara (2006:55) alasan-alasan dilaksanakannya
pelatihan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Adanya pegawai baru: pegawai-pegawai baru sangat memerlukan
pelatihan. Mereka perlu tujuan, atura-aturan, dan pedoman kerja yang
ada pada organisasi. Disamping itu, mereka perlu memahami kewajibankewajiban, hak dan tugasnya sesuai dengan pekerjaannya.

31

2) Adanya penemuan-penemuan baru: Dengan kemajuan ilmu pengetahuan


dan teknologi modern, banyak ditemukan peralatan-peralatan baru yang
lebih canggih dari pada peralatan kantor yang digunakan sebelumnya.
Maka dari itu para pegawai perlu mendapatkan pelatihan agar dapat
menggunakannya dengan sebaik-baiknya.
e. Tujuan Pelatihan
Organisasi yang akan melaksanakan pelatihan terlebih dahulu
mengetahui tujuan agar manfaat yang diperoleh benar-benar dapat dirasakan.
T.Hani Handoko (2001:103) mengemukakan pendapatnya mengenai 2 (dua)
tujuan pelatihan sebagai berikut:
1) Latihan dilaksanakan untuk menutup gap antara kecakapan atau
kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan.
2) Program-program tersebut diharapkan dapat menigkatkan efisiensi dan
efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran kerja yang sidah
diterapkan.
Dari uraian tersebut di atas dapat dilihat bahwa pelatihan bertujuan
untuk lebih meningkatkan kemampuan dan kecakapan pegawai terhadap
tuntutan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan jabatan atau posisi dalam
perusahaan atau instansi. Selain itu, tujuan pelatihan adalah untuk
menigkatkan kinerja pegawai yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan
perusahaan atau instansi yang telah ditetapkan sebelumnya.

32

Henry Simamora (2004:288-290), mengemukakan tujuan utama


pelatihan secara luas dikelompokkan kedalam 5 (lima) bidang yaitu:
1) Memutahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan
teknologi.
2) Mengurangi waktu belajar bagi para karyawan baru untuk menjadi
kompeten dalam pekerjaan.
3) Membantu memecahkan permasalahan operasional.
4) Mempersiapkan karyawan untuk promosi.
5) Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.
Dari uraian diatas dikatakan bahwa maksud dari pelatihan adalah
bertujuan untuk menambah

pengetahuan

pegawai agar ketrampilan

mengadaptasi perubahan teknologi yang terjadi. Dengan pelatihan, maka


pegawai dapat mempelajari materi pekerjaan dengan lebih cepat dan terarah,
sehingga dapat memecahkan permasalahan pekerjaan dengan lebih efektif.
Selain

itu

juga,

pelatihan

bertujuan

untuk

promosi

jabatan

dan

mengorientasikan pegawai terhadap perusahaan atau instansi.


Sedangkan menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2005:49), tujuan dari
pelatihan adalah:
1) Meningkatkan penghayatan jiwa dan idiologi.
2) Meningkatkan produktivitas kerja.

33

3) Meningkatkan kualitas kerja.


4) Meningkatkan penetapan perencanaan sumber daya manusia.
5) Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja.
6) Meningkatkan rangsangan agar karyawan mampu berkinerja secara
maksimal.
7) Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
8) Meningkatkan keusangan.
9) Meningkatkan perkembangan skill karyawan.
Dengan demikian pendidikan, pelatihan dan pengembangan merupakan
istila yang berhubungan dengan usaha-usaha terencana yang diselenggarakan
untuk mencapai pemuasan skil, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau
anggota organisasi. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses yang akan
menghasilkan suatu perubahan perilaku peserta yang berbentuk peningkatan
kemampuan kognitif, efektif ataupun psikomotor. Dampak lain yang akan
ditimbulkan adalah peningkatan produktivitas kerja baik secara kualitas
maupun kuantitas, meningkatnya semangat kerja.
6. Pengalaman Kerja
a. Pengertian Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan frekuensi
dan jenis tugas sesuai kemampuannya (Syukur, 2001:74). Dari pendapat

34

tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengalaman kerja adalah waktu


yang

digunakan

oleh

seseorang

untuk

memperoleh

pengetahuan,

ketrampilan, dan sikap sesuai dengan frekuensi dan jenis tugasnya.


Pengalaman bekerja pada pekerjaan sejenis perlu mendapatkan
pertimbangan dalam penempatan tentang kerja. Kenyataan menunjukkan
makin lama tenaga kerja bekerja, makin banyak pengalaman yang dimiliki
tenaga kerja yang bersangkutan. Sebaliknya makin singkat masa kerja,
makin sedikit pengalaman yang diperoleh. Pengalaman bekerja banyak
memberikan keahlian dan ketrampilan kerja. Sebaliknya, terbatasnya
pengalaman kerja mengakibatkan tingkat keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki makin rendah.
Pengalaman kerja yang dimiliki seseorang, kadang-kadang lebih
dihargai dari pada tingkat pendidikan yang menjulang tinggi, pepata klasik
mengatakan, pengalaman adalah guru yang paling baik. Pengalaman kerja
merupakan modal utama seseorang untuk terjun dalam bidang tertentu.
Perusahaan yang belum begitu besar omset keluaran produksinya, cenderung
lebih mempertimbangkan pengalaman bekerja dari pada pendidikan yang
telah diselesaikannya. Tenaga kerja yang berpengalaman dapat langsung
menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Mereka hanya memerlukan pelatihan
dan petunjuk yang relativ singkat. Sebaliknya, tenaga kerja yang hanya
mengandalkan latar belakang pendidikan dan gelar yang disandangnya,
belum tentu mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan yang diberikan

35

kepadanya dengan cepat. Mereka perlu diberikan pelatihan yang memakan


waktu dan biaya tidak sedikit, karena teori yang pernah diperoleh dari
bangku pendidikan kadang-kadang berbeda dengan praktek di lapangan
pekerjaan (Siswanto, 2002:163)
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengalaman Kerja
Mengingat pentingnya pengalaman kerja dalam suatu perusahaan maka
dipikirkan juga tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman kerja.
Menurut Ahmat (2004:57) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengalaman kerja seseorang adalah waktu, frekuensi, jenis tugas, penerapan
ketrampilan dan hasil pekerjaan, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Waktu
Semakin lama seseorang melakukan tugas akan memperoleh pengalaman
bekerja yang lebih banyak.
2) Frekuensi
Semakin banyak melaksanakan tugas sejenis umumnya orang tersebut
akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih baik.
3) Jenis tugas

36

Semakin banyak jenis tugas yang dilaksanakan oleh seseorang maka


umumnya orang tersebut akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih
banyak.
4) Penerapan
Semakin banyak penerapan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
seseorang

dalam

melaksanakan

tugasnya

tentunya

akan

dapat

meningkatkan pengalaman kerja orang tersebut.


5) Hasil
Seseorang yang memiliki pengalaman kerja lebih banyak akan dapat
memperoleh hasil pelaksanaan tugas yang lebih baik.
Ada beberapa hal juga untuk menentukan berpengalaman tidaknya
seorang karyawan yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja
menurut (Foster 2001:43) yaitu:
1) Lamanya waktu/masa kerja.
Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh
seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah
melaksanakan dengan baik.
2) Tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki

37

Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau


informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga
mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada
tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan ketrampilan merujuk pada
kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan
suatu tugas atau pekerjaan.
3) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.
Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek tehnik
peralatan dan tehnik pekerjaan.
Selain itu menurut Handoko ( dalam Tarigan, 2001) ada faktor yang
mempengaruhi pengalaman kerja karyawan. Beberapa faktor lain mungkin
juga berpengaruh dalam kondisi-kondisi tertentu, tetapi tidak mungkin
untuk menyatakan secara tepat semua faktor yang dicari dalam diri
karyawan potensial yaitu:
1) Latar belakang pribadi, mencakup pendidikan, kursus, latihan, bekerja.
Untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan seseorang di waktu yang
lalu.
2) Bakat dan minat, untuk memperkirakan minat dan kapasitas atau
kemampuan seseorang.
3) Sikap dan kebutuhan ( attitudes and needs ) untuk meramalkan tanggung
jawab dan wewenang seseorang.

38

4) Kemampuan analitis dan manipulatif untuk mempelajari kemampuan


penilaian dan penganalisaan.
5) Ketrampilan dan kemampuan tehnik, untuk menilai kemampuan dalam
pelaksanaan aspek-aspek tehnik pekerjaan.
c. Cara Memperoleh Pengalaman Kerja
Pengalaman cukup penting artinya dalam proses seleksi pegawai karena
suatu organisasi atau perusahaan akan cenderung memilih pelamar yang
berpengalaman, mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam
melaksanakan tugas yang nanti akan diberikan.
Syukur (2001:83) menyatakan bahwa cara yang dapat dilaksanakan
untuk

memperoleh

pengalaman

kerja

adalah

melalui

pendidikan,

pelaksanaan tugas, media informasi, penataran, pergaulan, dan pengamatan.


Penjelasan dari cara memperoleh pengalaman kerja adalah sebagai
berikut:
1) Pendidikan
Berdasarkan pendidikan yang dilaksanakan oleh seseorang, maka orang
tersebut dapat memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak dari
sebelumnya.
2) Pelaksanaan tugas

39

Melalui pelaksanaan tugas sesuai dengan kemampuannya, maka


seseorang akan semakin banyak memperoleh pengalaman kerja.
3) Media informasi
Pemanfaatan berbagai media informasi, akan mendukung seseorang untuk
memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak.
4) Penataran
Melalui kegiatan penataran dan sejenisnya, maka seseorang akan
memperoleh

pengalaman

kerja

untuk

diterapkan

sesuai

dengan

kemampuannya.
5) Pergaulan
Melalui pergaulan dalam kehidupan sehari-hari, maka seseorang akan
memperoleh

pengalaman

kerja

untuk

diterapkan

sesuai

dengan

kemampuannya.
6) Pengamatan.
Selama seseorang mengadakan pengamatan terhadap suatu kegiatan
tertentu, maka orang tersebut akan dapat memperoleh pengalaman kerja
yang lebih baik sesuai dengan taraf kemampuannya.
d. Manfaat Pengalaman Kerja

40

Suatu perusahaan akan cenderung memilih tenaga kerja yang


berpengalaman dari pada yang tidak berpengalaman. Hal ini disebabkan
mereka yang berpengalaman lebih berkualitas dalam melaksanakan
pekerjaan sekaligus tanggung jawab yang diberikan perusahaan dapat
dikerjakan sesuai dengan ketentuan atau permintaan perusahaan. Maka dari
itu pengalaman kerja mempunyai manfaat bagi perusahaan maupun
karyawan.
Manfaat pengalaman kerja adalah untuk kepercayaan, kewibawaan,
pelaksanaan pekerjaan, dan memperoleh penghasilan. Berdasarkan manfaat
masa kerja tersebut maka seseorang yang telah memiliki masa kerja lebih
lama apabila dibandingkan dengan orang lain akan memberikan manfaat
seperti :
1) Mendapatkan kepercayaan yang semakin baik dari orang lain dalam
pelaksanaan tugasnya.
2) Kewibawaan akan semakin meningkatkan sehingga dapat mempengaruhi
orang lain untuk bekerja sesuai dengan keinginannya.
3) Pelaksanaan pekerjaan akan berjalan lancar karena orang tersebut telah
memiliki sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
4) Dengan adanya pengalaman kerja yang semakin baik, maka orang akan
memperoleh penghasilan yang lebih baik.

41

Karyawan yang sudah berpengalaman dalam bekerja akan membentuk


keahlian dibidangnya, sehingga dalam menyelesaikan suatu produk akan
cepat tercapai. Kinerja karyawan dipengaruhi oleh pengalaman kerja
karyawan, semakin lama pengalaman kerja karyawan akan semakin mudah
dalam menyelesaikan suatu produk dan semakin kurang berpengalaman kerja
karyawan akan mempengaruhi kemampuan berproduksi, karyawan dalam
menyelesaikan suatu produk.
Awalnya orang bekerja pada suatu organisasi atau lembaga dengan
tugas atau pekerjaan yang belum pernah ia tangani tentu disertai perasaan
yang was-was atau bertanya-tanya. Tetapi setelah dikerjakan berulang kali
pekerjaan yang sama maka ia akan terbiasa dan perasaan kaku menjadi
hilang. Hal ini cocok dengan pepata lama, bahwa biasa karena biasa.
Faktor kemampuan seseorang tidak cukup hanya dilihat dari segi
pendidikan dan pelatihan saja, namun biasa juga dilihat dari segi pengalaman
atau pengalaman kerja seseorang selama bekerja pada organisasi/lembaga
tertentu.
Pengalaman kerja sebagai pegawai dalam suatu pemerintahan
kecamatan akan berpengaruh terhadap kinerja kepemerintahan kecamatan.
Dengan dibekali banyak pengalaman maka kemungkinan untuk mewujudkan
prestasi atau kinerja yang baik cukup meyakinkan, dan sebaliknya bila tidak
cukup berpengalaman didalam melaksanakan tugasnya seseorang akan besar
kemungkinan mengalami kegagalan.

42

Pengalaman bekerja yang dimiliki seseorang, kadang-kadang lebih


dihargai dari pada tingkat pendidikan yang menjulang tinggi pepatah klasik
mengatakan, pengalaman adalah guru yang paling baik. Pengalaman kerja
merupakan modal utama seseorang untuk terjun dalam bidang tertentu
( Sastrohadiwiryo 2005 : 163)pengalaman kerja adalah sesuatu atau
kemampuan yang dimiliki oleh para karyawan dalam menjalankan tugastugas yang diberikan kepadanya (Nitisemito 2000: 86). Pengalaman kerja
merupakan suatu bagian yang penting dalam proses pengembangan keahlian
seseorang, tetapi hal tersebut juga tergantung pada pendidikan serta latihan.
Pengalaman kerja akan diperoleh melalui suatu masa kerja. Melalui
pengalaman kerja tersebut seseorang secara sadar atau tidak sadar belajar,
sehingga akhirnya dia akan memiliki kecakapan teknis, serta ketrampilan
dalam menghadapi pekerjaan. Selain itu dengan pengalaman dan latihan kerja
yang dilakukan oleh karyawan, maka karyawan akan lebih mudah dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan yang dibebankan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pengalaman kerja
(Nitisemito, 2000:61) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan suatu pengalaman kerja seseorang diantaranya:
1) Keramahtamahan dalam menghadapi pimpinan. Dengan mempunyai
sikap ramah, trampil dan cepat serta hasil kerja yang memuaskan akan
memberikan daya tarik tersendiri bagi atasan.

43

2) Kelengkapan pengalaman kerja. Dengan adanya bermacam-macam jenis


pengalaman kerja akan membantu kelancaran di dalam menyelesaikan
pekerjaa didalam suatu perusahaan. Selain itu kelengkapan pengalaman
kerja merupakan suatu saran dalam usaha menambah penilaian dari
pimpinan, sebab karyawan dapat meningkatkan karier dengan menarik
hati atasan disamping bekerja dengan sebaik mungkin dan jauh dari
masalah yang dapat memberatkan.
Tujuan pengalaman kerja (Nitisemito, 2000:65), menyebutkan bahwa
ada berbagai macam tujuan seseorang dalam memperoleh pengalaman kerja.
Adapun tujuan pengalaman kerja adalah sebagai berikut
1) Mendapat rekan kerja sebanyak mungkin dan menambah pengalaman
kerja dalam berbagai bidang.
2) Mencegah dan mengurangi persaingan kerja yang sering muncul
dikalangan tenaga kerja.
Pengalaman kerja sangat penting dalam menjalankan usaha suatu
perusahaan. Dengan memperoleh pengalaman kerja, maka tugas yang
dibebankan dapat dikerjakan dengan baik. Sedangkan pengalalaman kerja
jelas sangat mempengaruhi kinerja karyawan, karena dengan mempunyai
pengalaman kerja, maka prestasi kerja dan kinerja pun akan meningkat.
Suatu pengalaman akan memudahkan bagi seorang pegawai untuk
melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan kewenangannya. Karena

44

dengan adanya pengalaman tersebut maka seorang pegawai kecamatan sudah


terlati untuk mengembangkan kecamatan untuk memecahkan masalahmasalah dalam masyarakatnya. Oleh karena itu seorang pegawai yang banyak
pengalaman kerja ia akan mudah menyelesaikan tugas/pekerjaannya
dibandingkan dengan seorang pegawai yang kurang berpengalaman, sehingga
tujuan organisasi/pemerintah kecamatan akan tercapai atau tidak sangat
tergantung kepada kemahiran kerja pegawai yang berpengalaman itu.
7. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan
kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat
tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan bidang yang sangat
penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena merupakan salah satu
penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan sarana paling
efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat,
serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai kemakmuran.
Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003 menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritualkeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Hal senada dikemukakan oleh Subari (1994) bahwa melalui pendidikan,
transformasi kehidupan sosial dan ekonomi akan membaik, dengan asumsi
bahwa melalui pendidikan, maka pekerjaan yang layak lebih mudah didapatkan.

45

Penjelasan tersebut sangat jelas menekankan bahwa untuk mencerdaskan


kehidupan bangsa, kualitas sumber daya manusia sangat mutlak harus
diterapkan agar mutu kualitas kerja memuaskan. Ini dapat dilihat dari jenjang
pendidikan yang telah ditamati, pembentukan wawasan yang luas sesuai latar
belakang pendidikan, kepercayaan diri yang timbul akibat pemahaman diketahui
sesuai disiplin ilmu yang dipelajari.
Hasan (2003), pentingnya pendidikan dalam peningkatan sumber daya
manusia, sangat diperlukan mengingat pendidikan memberikan andil di dalam
melakukan

pemberdayaan

organisasi

atau

pemberdayaan

masyarakat.

Pendidikan tidak terlepas dari tiga unsur yaitu jenjang pendidikan yang ditamati,
latar belakang pendidikan yang dimiliki dan disiplin ilmu yang ditekuni.
Pandangan ini menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, dituntut adanya pendidikan yang tinggi dalam menangani dan
memberikan solusi tentang dinamika kerja saat ini semakin kompetitif.
Evayanti (2002) menyatakan bahwa penempatan suatu posisi dalam
organisasi kerja, sangat memperhatikan peranan dan pendidikan yang dimiliki
oleh individu sumber daya manusia.
Hasanuddin (2000) juga mengemukakan bahwa untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, pendidikan menjadi syarat mutlak untuk
diperhatikan. Esensi dari pendidikan yang berkualitas menjadi tolak ukur dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, unsur yang terbentuk dari
pendidikan individu sumber daya manusia terdiri dari :
a. Unsur jenjang pendidikan yang pernah ditamati (SD, SLTP, SLTA, S1, S2
dan S3). Jenjang ini memberikan perbedaan dari kualitas masing-masing
individu yang memiliki jenjang pendidikan.

46

b. Unsur latar belakang pendidikan untuk menambah wawasan yang luas


berupa pengadopsian berbagai informasi IPTEK yang mendukung kualitas
sumber daya manusia.
c. Unsur disiplin ilmu yang membentuk pribadi seseorang merasa mampu
mandiri dan memiliki kapabilitas, akibat pemahaman pendidikan yang
ditekuni.
Dari pendapat tersebut di atas mengandung tiga unsur yang harus dipenuhi
yaitu pendidikan berarti individu mempunyai jenjang pendidikan yang
ditamati, memiliki latar belakang pendidikan sesuai wawasan dan disiplin
ilmu yang ditekuni.
8. Hubungan Pendidikan dengan Kinerja Pegawai
Menurut Hasibuan (2000), Pendidikan merupakan indikator yang
mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu
pekerjaan.
Selanjutnya Rachamwati (2008) yang mengatakan bahwa pendidikan
adalah kegiatan yang diberikan untuk memperoleh pengetahuan yang akan
meningkatkan kinerja karyawan serta akan membantu organisasi mencapai
sasaran.
Mengkritisi pendapat yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa
dengan menempuh tingkat pendidikan tertentu menyebabkan seorang pegawai
memiliki pengetahuan tertentu sehingga mampu serta cakap untuk melaksanakan
tugasnya dengan baik sehingga organisasi yang merupakan tempat pegawai
tersebut bertugas kan mencapai sasaran dan tujuan yang diharapkan.
9. Pelatihan
Menurut Gomes, pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki prestasi
kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya
(dalam Viklund 2009).

47

Menurut Sikula, pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang


menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir (dalam
Priyansyah, 2009).
Menurut John R. Schermerhorn, pelatihan merupakan serangkaian
aktivitas yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan dan meningkatkan
keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan (dalam Viklund, 2009).
Dari pengertian-pengertian di atas, pelatihan berarti proses mengajarkan
keahlian dan memberikan pengetahuan untuk mendapatkan dan meningkatkan
keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan supaya dapat melaksanakan
tanggung jawabnya sesuai dengan standar. Ini berbeda dari pendidikan yang
memberikan pengetahuan terhadap suatu subyek tertentu secara umum, karena
pelatihan memusatkan diri pada kebutuhan khusus dalam pekerjaan.
Tujuan umum pelatihan menurut Moekijat yang dikutip Viklund (2009)
adalah:
a. Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
dengan lebih cepat dan lebih efektif.
b. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
secara rasional.
c. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kerja sama dengan
teman-teman pegawai dan pimpinan.
Peningkatan pengetahuan aparatur

pengawasan,

selain

dengan

meningkatkan pendidikan dapat juga dilakukan melalui program pelatihan dalam


jabatan. Pelatihan akan membentuk dasar dengan menambah keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan untuk memperbaiki prestasi dalam jabatan yang
sekarang dan yang akan datang. Pelatihan untuk aparatur pengawasan biasanya
dilakukan oleh lembaga-lembaga diklat yang ditunjuk untuk memberikan
fasilitas kepada aparatur pengawasan untuk melakukan kegiatan pelatihan.

48

Menurut Hardjanto (2012), pelatihan adalah Bagian dari pendidikan.


Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Spesifik berarti pelatihan
berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan. Praktis dan segera
berarti yang sudah dilatihkan dapat dipraktikkan. Pelatihan (training) menurut
Edwin B. Flippo, sebagaimana dikutip oleh Hasibuan (2014), yaitu merupakan
Suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk
mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Menurut pasal 1 ayat 9 undang-undang
No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pelatihan adalah Keseluruhan
kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan
kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat
keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan
dan pekerjaan.
10. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Pegawai
Kemampuan pegawai dalam bekerja

untuk

mencapai

tujuan

organisasi/instansi dipengaruhi oleh berbagai faktor secara internal, salah satunya adalah melalui pelatihan, dimana melalui program tersebut diharapkan
organisasi/instansi dapat mempertahankan pegawai yang berpotensi dan
berkualitas. Pelatihan (training) merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seseorang pegawai untuk mengerjakan suatu pekerjaan
tertentu. Dengan adanya peningkatan keahlian, pengetahuan, wawasan, dan
sikap karyawan pada tugas-tugasnya melalui program pelatihan yang sudah
dilaksanakan dalam organisasi dapat meningkatkan kinerja pegawai organisasi
tersebut.

49

Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rachmawati


(2008), pelatihan merupakan unsur kompleks yang diberikan untuk membantu
karyawan mempelajari keterampilan yang akan meningkatkan kinerja mereka
dimana akan membantu perusahaan atau organisasi mencapai sasarannya.
11. Pengalaman Kerja
Pengalaman diartikan sebagai suatu yang pernah dialami dan dijalani.
Pengalaman dapat juga diartikan sebagai memori episodik, yaitu memeori yang
menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada
waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi dari
pendidikan, kemampuan, pengalaman, keahlian dan prestasi kerja.
Pengalaman adalah lamanya seseorang pegawai (Aparat Pengawas
Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun) dalam satu unit kerja menurut
Siagian : 2001) pengalaman secara implisit berarti pertumbuhan kapasitas kerja
dalam arti kemampuan seperti frekwensi pendapat tugs di luar bidang tgas yang
diemban, pengalaman melalui mutasi yang dialami, melalui promosi jabatan,
kerja seseorang telah lama bekerja tetapi tidak berkebambang kemampuannya,
maka orang tersebut tidak dapat dikatakan berpengalaman.
Pengalaman merupakan penggambaran dari pelaksanaan pekerjaan yang
diperoleh secara periodik yakni sedikit demi sedikit selama masih melaksanakan
pekerjaan secara berangsur-angsur dapat memperoleh keterampilan atau
kemampuan baru dan pengalaman baru.
Simanjuntak (1994), menyatakan bahwa pengalaman kerja meningkatkan
prestasi kerja karyawan (Aparat Pengawas). Hal ini merupakan suatu
penggambaran bahwa dengan pengalaman kerja seseorang dapat memiliki
kemampuan untuk dapat menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya, sekaligus

50

menambah kemampuan wawasan pengetahuan dan keterampilan kerja yang


dapat meningkatkan prestasi kerja seseorang dalam organisasinya.
Ravianto (1984) menjelaskan makin sering seseorang mengulangi sesuatu,
maka semakin bertambah kecakapan serta pengetahuan terhadap hal tersebut dan
dia akan lebih menguasainya. Dengan demikian pengalaman kerja merupakan
manifestasi dari tingkat kemampuan seseorang melaksanakan pekerjaan.
Handayani (2002) pada jurnal human Resource menyatakan bahwa
peningkatan kualitas sumber daya manusia banyak dipengaruhi oleh pengalaman
kerja seorang karyawan. Mustahil pegawai atau karyawan dapat berkualitas
apabila masa kerjanya masih baru, masih junior, belum mempunyai posisi
jabatan strategis dan belum memiliki kemampuan dalam memimpin suatu
organisasi.
Cahyono (1999) pada jurnal Performance of Human Resource,
menyatakan bahwa pengalaman bagi individu sumber daya manusia ditentukan
berdasarkan masa kerja, kesenioran, jabatan kerja dan kepemimpinannya. Semua
proses tersebut dinilai dari lama kerja.
Pendapat-pendapat yang telah dikemukan di atas mengandung unsur-unsur
pengalaman yaitu:
1. Masa kerja adalah masa waktu karyawan atau Aparat Pengawas aktif falam
bekerja yaitu sejak diangkat menjadi PNS sampai pensiun.
2. Kesenioran, adalah Aparat Pengawas yang telah lama bekerja dibandingkan
dengan Aparat Pengawas yang baru diangkat.
3. Jabatan kerja adalah jabatan yang dimiliki Aparat Pengawas berbeda-beda
sesuai denga tingkat pengalaman yang dialami.
4. Kepemimpinan adalah Aparat Pengawas yang memiliki pengalaman dalam
memimpin, baik pimpinan organisasi, pimpinan bagian dan Sub bagian
dalam suatu organisasi.

51

Pengalaman kerja merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan


keberhasilan dalam pendidikan. Pengalaman kerja dalam hal ini adalah masa
kerja selama menjadi aparatur pengawasan di lembaga Inspektorat Daerah.
Lamanya masa kerja sebagai seorang aparatur pengawasan akan memberikan
pengalaman yang berbeda antara aparatur pengawasan yang satu dan yang lain.
Semakin lama dia menjabat sebagai aparatur pengawasan, berarti semakin
banyak

pengalamannya,

sehingga

seorang

aparatur

pengawasan

yang

mempunyai masa kerja lama tidak akan sama dengan aparatur pengawasan yang
baru.
Seorang aparatur pengawasan yang memiliki pengalaman kerja atau masa
kerja dalam bidang pengawasan yang relatif lama, akan memiliki tingkat
kemampuan/ prestasi kerja sebagai aparatur pengawasan yang tinggi. Hal ini
sangatlah beralasan, karena selama bertugas sebagai aparatur pengawasan
dengan sendirinya akan terjadi proses belajar dalam diri aparatur pengawasan itu
sendiri, baik belajar bagaimana bekerja yang baik maupun belajar bagaimana
belajar yang baik itu. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bahwa akhirnya
muncul ungkapan Pengalaman adalah guru terbaik.
12. Keterkaitan Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman terhadap Kinerja
Aparatur Pengawasan
Hubungan antara pendidikan dan pelatihan dengan kinerja Aparatur
Pengawasan saling mempengaruhi, dimana diasumsikan bahwa pendidikan dan
pelatihan merupakan respon terhadap suatu kebutuhan organisasi. Hal ini sejalan
dengan pemikiran dari Sudiro (2009), yang menyatakan bahwa: Salah satu cara
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia organisasi ialah melalui
program pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan terencana dan sistematik.

52

Dengan kata lain pentingnya pendidikan dan pelatihan dalam organisasi adalah
perbaikan kinerja Aparatur Pengawasan yang meliputi knowledge dan
ketrampilan yang mendukung, serta pembentukan sikap setiap para aparatur
pengawasan sesuai yang diinginkan oleh organisasi.
Pengalaman kerja aparatur pengawasan juga dapat menentukan kualitas
aparatur pengawasan dalam melakukan kegiatan pengawasan Semakin banyak
pengalaman pengawasan , maka semakin banyak pula pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki. Semakin bertambah masa kerjanya diharapkan aparatur
pengawasan semakin banyak pengalamannya. Jadi, idealnya apabila tingkat
pendidikan, frekuensi pelatihan, dan pengalaman kerja semakin meningkat,
maka seharusnya ada peningkatan pula dalam kinerja pengawasan.
B. Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian yang relevan dengan penelitian ini dilakukan oleh beberapa
peneliti antara lain :
1. Rizal Iskandar Batubara (2008), Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan,
Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa
terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Empiris Pada Bawasko Medan).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan, kecakapan
profesional, pendidikan berkelanjutan dan independensi pemeriksa secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan pada
Bawasko Medan.
2. Moh.Bahrunsyah Lamatenggo, dkk (2011), Faktor-faktor Kompetensi Aparatur
Onspektorat dan Pengaruhnya

terhadap Kinerja Inspektorat Kabupaten

Gorontalo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan faktor latar
belakang latar belakang pendidikan pemeriksa, kompetensi teknik, sertifikasi
jabatan dan pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

53

Inspektorat.

Secara

parsial

faktor

kompetensi

teknik

lebih

dominan

mempengaruhi kinerja inspektorat. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa


(91,2%) variabel independen yaitu faktor latar belakang pendidikan pemeriksa,
kompetensi teknik, setifikasi jabatan, dan pendidikan, sedangkan sisanya sebesar
(8,8%) dipengaruhi oleh variabel independen lain diluar model.
3. Yulizar Adnan (2012), Pengaruh Pendidikan, Pengalaman dan pelatihan Aparat
Pengawas terhadap Mutu Hasil Pemeriksaan Reguler Inspektorat Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Hasil uji korelasi menunjukkkan terdapat hubungan
positif dan signifikan antara Pendidikan (X1), dengan mutu hasil pemeriksaan
reguler (Y), yang berarti hipotesis yang diajukan terbukti atau dapat diterima.
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Pengalaman Kerja (X2),
dengan mutu hasil pemeriksaan reguler (Y), yang berarti hipotesis yang diajukan
terbukti atau dapat diterima. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara
pelatihan (X3), dengan mutu hasil pemeriksaan reguler (Y), yang berarti hipotesis
yang diajukan terbukti atau dapat diterima. Hasil analisis regresi memperlihatkan
secara bersama-sama adanya pengaruh yang signifikan antara Pendidikan (X1),
Pengalaman (X2), dan Pelatihan (X3) terhadap mutu hasil pemeriksaan reguler
dan terdapat pengaruh faktor yang lain terhadap mutu hasil pemeriksaan reguler.
Hasil pemeriksaan secara simultan ditunjukkan dengan persamaan regresi
sebagai berikut :
Y = 28.143 + 352X1 + 266X2 + 759X3 dan R2 = 0,318. Secara parsial pengaruh
Pendidikan Aparat Pengawasan menunjukkan hubungan yang positif (32,5%),
berarti hipotesis yang diajukan terbukti atau diterima, pengaruh Pengalaman
kerja (X2) terhadap mutu hasil pemeriksaan reguler (Y) menunjukkan hubungan

54

yang positif (26,6%), berarti hipotesis yang diajukan terbukti atau diterima,
pengaruh Pelatihan (X3) terhadap mutu hasil pemeriksaan reguler (Y)
menunjukkan hubungan yang positif (75,9%). Sebagai kesimpulan, penelitian
menunjukkan mutu hasil pemeriksaan reguler relatif baik. Secara bersama-sama
Pendidikan, Pengalaman dan Pelatihan mempunyai hubungan yang positif dan
signifikan terhadap mutu hasil pemeriksaan reguler. Disarankan kepada
Inspektorat Provinsi untuk selalu meningkatkan taraf pendidikan terhadap para
auditor, ikut sertakan para auditor pada pemeriksaan-pemeriksaan khusus agar
ditambah pengalaman dalam pemeriksaan serta diberikan kesempatan dalam
mengikuti pendidikan yang relevan, menaikkan tarif insentif untuk para auditor.
C. Kerangka Berpikir
Kinerja Aparat Pengawas Inspektorat Daerah Karimun merupakan gambaran
mengenai sejauhmana keberhasilan/kegagalan Aparat Pengawas Inspektorat dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengawas terhadap penyelenggaraan
pemerintahan. Kinerja Aparat Pengawas Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun itu
dapat diukur dengan tingkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman.
Pendidikan, pelatihan dan pegalaman yang telah ditempuh oleh setiap diri
individu Aparat Pengawas Inspektorat Kabupaten Karimun akan mempengaruhi
kemampuannya dalam mencapai kinerja secara optimal, hal ini diketahui dari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Melmambessy Moses (2012), diketahui bahwa
pendidikan, pelatihan dan pengalaman berpengaruh kuat dan signifikan terhadap
produktivitas

kerja pegawai. Penelitian ini telah dilakukan pada Dinas

Pertambangan dan Energi Provinsi Papua dengan judul penelitian Analisis


Pengaruh Pendidikan, Pelatihan dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas
Kerja Pegawai Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua.

55

Berdasarkan uraian-uraian dalam kerangka pemikiran di atas, maka paradigma


penelitian yang memperlihatkan hubungan variabel dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
1.
5.
2.
3.
4.

Pendidikan (X1)
Tingkat Pendidikan yang dimiliki saat
ini mampu menyelesaikan kesulitan
yang di hadapi.
Kualitas Pendidikan dapat membantu
menambah pengetahuan.
Keterjaminan Pendidikan dalam
Pelatihan
(X2)
menyelesaikan
masalah
Jumlah pelatihan yang pernah diikuti.
Lamanya pelatihan yang diikuti.
Tanggapan
pegawai
terhadap
kebutuhan akan pelatihan
Kesesuaian
materi (X
pelatihan
dengan
Pengalaman
3)
kebutuhaan
pekerjaan
Lamanya
masa
kerja pegawai
Kesesuaian metode
yang
Keberhasilan
dalam pelatihan
menyelesaikan
dilakukaan pegawai
tugas
Gambar 2.1
Kegagalan dalam melaksanakan tugas
Jumlah mengikuti seminar

Keterangan :
X1

= Pendidikan

X2

= Pelatihan

X3

= Pengalaman

= Kinerja Aparat Pengawas

1.

2.
3.

Kerangka Teori
4.

Kinerja (Y)
Kemampuan
berinisiatif
dalam
peningkatan prestasi
kerja pegawai
Tingkat
ketaatan
dalam
menjalankan
tugas sebagai pegawai
Tingkat
tanggung
jawab yang sesuai
dengan kewenangan
dalam meningkatkan
prestasi kerja
Kemampuan
kerjasama
dengan
rekan kerja

Variabel penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel, yaitu variabel bebas
(independent variabels), dan variabel tak bebas (dependent variabels). Yang
termasuk variabel bebas adalah pendidikan (X1), pelatihan (X2), pengalaman (X3),
sedangkan variabel tak bebas adalah kinerja aparat pengawas (Y).
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka hipotesis dapat diajukan sebagai
berikut :

56

1. Terdapat pengaruh pendidikan terhadap kinerja aparat pengawas Inspektorat


Daerah Kabupaten Karimun.
2. Terdapat pengaruh pelatihan terhadap kinerja aparat pengawas Inspektorat
Daerah Kabupaten Karimun.
3. Terdapat pengaruh pengalaman terhadap kinerja aparat pengawas Inspektorat
Daerah Kabupaten Karimun.
4. Terdapat pengaruh pendidikan, pelatihan dan pengalaman terhadap kinerja
Aparat Pengawas Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun pada saat ini?

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian kuantitatif. Analisis kunatitatif
mempunyai karakteristik diantaranya desain penelitian jelas dan rinci serta
ditemukan secara menetap sejak awal, bertujuan menguji teori, teknik penelitian
survey, kuesioner dan observasi. Instrumen yang dipakai adalah angket yang

57

sampelnya representatif, data deduktif dan analisis dilakukan setelah pengumpulan


data bersifat deduktif dengan menggunakan statistik (Sugiono : 2007).
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang dilakukan pengumpulan data di
lapangan, maka penelitian ini menggunakan metode metode deskriptif analisis
survey, yaitu pengumpulan data yang dilakukan terhadap suatu objek dilapangan
dengan mengambil sampel populasi yang ada dan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dalam Yulizar Adnan, 2012).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai negeri sipil yang bertugas
pada inspektorat Daerah Kabupaten Karimun yang jumlah populasinya 32
orang.
Untuk lebih jelasnya berikut peneliti paparkan dalam bentuk tabel di
bawah ini :
Tabel 3.1
Data Pegawai Negeri Sipil Inspektorat Daerah Kabpaten Karimun
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Keterangan
Inspektur Daerah
Sekretaris
Inspektur Pembantu Wilayah I, II, III, IV
Kasubag Umum dan Kepegawaian
Kasubag Perencanaan dan Keuangan
Kasi Pengawasan Pemerintahan Bidang Pembangunan
Wilayah I, II, III, IV
Kasi Pengawasan Pemerintahan Bidang Pemerintahan
Wilayah I, II, III, IV
Kasi Pengawasan Pemerintah Bidang Kemasyarakatan
Wilayah I, II, III, IV
Staf Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun
Jumlah

Sumber : Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun Tahun 2016

2. Sampel

Jumlah
1
1
4
1
1
4
4
4
13
33

58

Mengingat jumlah populasi dalam penelitian ini kurang dari 100


responden, maka peneliti tidak melakukan penarikan sampel penelitian. Seluruh
populasi dijadikan responden yang nantinya akan diberikan kuesioner atau
angket penelitian dalam pengumpulan data. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arikunto (2006), yang menyatakan bahwa apabila subjeknya kurang dari
seratus, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi.
C. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional merupakan petunjuk pelaksanaan bagaimana cara
mengukur suatu variabel, dengan kata lain operasional adalah suatu definisi ilmiah
yang amat membantu di dalam menggunakan variabel-variabel. Berdasarkan
kerangka pemikiran dan hipotesis yang dikemukakan, maka variabel dalam
penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) yang mencakup Pendidikan
(X1), Pelatihan (X2), Pengalaman (X3), sedangkan variabel tak bebas (dependent)
adalah kinerja aparatur pengawas Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun(Y).
Untuk memudahkan analisis terhadap variabel penelitian, peneliti mendefinisi
operasional variabel penelitian sebagai berikut:
1. Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai
oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan (Mangkunegara, 2002).
2. Pendidikan adalah suatu proses dari kegiatan penyelenggaraan sistem
pendidikan dalam mencerdaskan dan menciptakan individu sumber daya
manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan organisasi. Indikator pendidikan
yaitu : a) Jenjang pendidikan, b) Latar belakang Pendidikan, c) Disiplin ilmu.
Pengukuran berdasarkan tingkat pendidikan aparatur pengawas dalam
melaksanakan tugas pokok.

59

3. Pelatihan adalah berarti proses mengajarkan keahlian dan memberikan


pengetahuan untuk mendapatkan dan meningkatkan keterampilan yang berkaitan
dengan pekerjaan supaya dapat melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan
standar
4. Pengalaman adalah aktualisasi kerja yang telah dilakukan berdasarkan masa
kerja sesuai kebiasaan-kebiasaan dan peristiwa yang dialami oleh aparatur
pengawas dalam menjalankan aktifitas kerja untuk mencapai tujuan organisasi.
Indikator pengalaman kerja adalah masa kerja aparatur pengawas pada
Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun dengan menggunakan skala rasio dari
masa kerja yang dimiliki aparatur pengawas.
D. Pengukuran Variabel
Pengukuran atas indikator dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal
dengan teknik skala Likert. Sumber kategori yang merupakan salah satu cara untuk
menentukan skor. Skor ini digolongkan dalam lima tingkatan yaitu:
1. Jawaban Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5
2. Jawaban Setuju (S) diberi nilai 4
3. Jawaban Tidak Ada Pendapat (TAP) diberi nilai 3
4. Jawaban Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2
5. Jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, (Sugiono dalam Yulizar
Adnan, 2012)
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini beupa kuisioner, yang
berbentuk daftar pernyataan yang harus dijawab oleh responden yaitu aparat
pengawas pada Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun.
Pengembangan instrumen ditempuh melalui beberapa cara, yaitu :
1. Menyusun indikator penelitian.
2. Menyusun kisi-kisi instrumen.
3. Melakukan uji coba instrumen.
4. Melakukan pengujian validitas dan realibilitas instrumen.

60

Tabel 3.2
Kisi-kisi Variabel, Dimensi dan Indikator
No

Variabel

Indikator
1.

1.

Pendidikan (X1)

2.

Pelatihan ( X2)

3.
1.
2.
3.
4.

Pengalaman (X3)

Kinerja (Y)

5.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.

Tingkat Pendidikan yang dimiliki saat ini mampu


menyelesaikan kesulitan yang di hadapi.
Kualitas Pendidikan dapat membantu menambah
pengetahuan.
Keterjaminan Pendidikan dalam menyelesaikan masalah
Jumlah pelatihan yang pernah diikuti.
Lamanya pelatihan yang diikuti.
Tanggapan pegawai terhadap kebutuhan akan pelatihan
Kesesuaian materi pelatihan dengan kebutuhaan
pekerjaan
Kesesuaian metode pelatihan yang dilakukaan pegawai
Lamanya masa kerja pegawai
Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas
Kegagalan dalam melaksanakan tugas
Jumlah mengikuti seminar
Kemampuan berinisiatif dalam peningkatan prestasi
kerja pegawai
Tingkat ketaatan dalam menjalankan tugas sebagai
pegawai
Tingkat tanggung jawab yang sesuai dengan
kewenangan dalam meningkatkan prestasi kerja
Kemampuan kerjasama dengan rekan kerja

Sumber : Mangkunegara, Anwar Prabu. (2002)

Uji Persayaratan
Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui kuesioner, oleh karena itu
tingkat validitas kueasioenr yang dipersiapkan harus valid. Hal ini mengingat bahwa
dalam suatu penelitian ilmu-ilmu sosial validitas sangat alat ukur sangat
menentukan. Apabila tingkat validitas alat ukur atau instumen yang digunakan tidak
dapat dipercaya atau tidak valid maka hasil penelitian akan bias atau diragukan
kebenarannya. Untuk mengatasi hasl tersebut diperlukan dua macam pengujian
yaitu:
1. Uji Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai valitidas

tinggi. Intrumen yang kurang valid berarti memiliki

validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mengungkap data


dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen

61

menunjukkan sejauhmana data yang terkumpul tidak menyimpang dari


gambaran tentang variabel yang dimaksud (Arikunto, 2006).
Langkah-langkah uji validtas adalah sebagai berikut:
Menentukan koefesien korelasi Rank Spearman dengan cara sebagai berikut
(Ridwan dalam Yulizar Adnan, 2012):
a. Apabila item yang dihadapi berbentuk skala Ordinal, maka nilai korelasi
rank Spearman pada item ke-1 adalah :

b. Bandingkan nilai koefesien korelasi Rank Spearman (r s) dengan nilai


korelasi Rank Speraman dalam tabel (r-tabel) atau bandingkan nilai p-value
(sig) pada koefesien korelasi Rank Spearman (Rs) dengan taraf nyata ().
c. Jika rs > r tabel atau p value < , maka item tersebut valid dan dapat
dijadikan sebagai indikator terhadap dimensi/variabel tersebut.
d. Analisa tersebut digunakan menggunakan SPSS versi 13.00
2. Uji Reliabilitas
Sugiono (2007) mengemukakan bahwa:
Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan interval consistency dengan
teknik belah dua (split half) yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown.
Untuk keperluan itu, maka butir-butir instrumen dibelah menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok instrumen ganjil dan kelompok instrumen genap. Selanjutnya
skor total antara kelompok ganjil dan kelompok genap dicari korelasinya.
Ditegaskan lagi Arikunto, (2006) menyatakan bahwa :
tinggi rendah reliabilitas, maka secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka
yang disebut koefesien reabilitas, walaupun secara teoritis ternyata koefesien
reliabilitas berkisar0,00 1,00 ; akan tetapi pada kenyataannya koefesien
reliabilitas sebesar 1,00 itu tidak pernah dicapai dalam pengukuran, karena
manusia sebagai subjek pengukuran psikologis sumber kekeliruan yang
potensial. Di samping itu walaupun koefesien korelasi dapat bertanda positif (+)

62

atau (-), akan tetapi dalam hal reliabilitas, koefesien reliabilitas selalu mengacu
pada koefesien reliabilitas yang positif.
Ridwan (dalam Yulizar Adnan, 2012) mengemukakan bahwa :
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan tingkat
reliabilitas alat ukur salah satunya adalah dengan interval consistency dengan
teknik belah dua (split half) yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown,
yaitu :

Keterangan :
R
: nilai koefesien reliabilitas
r
: nilai korelasi antara item belahan pertama dengan item belahan kedua
Penelitian ini akan dianalisis dengan cara membagi dua item dalam variabel
tersebut, misalnya : kelompok item ganjil dengan item genap, atau membagi
sama semua pernyataan berdasarkan nomor urut item pernyataan.
3. Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki data berdistribusi normal.
Untuk uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan SPSS dengan
metode Kolmogorov-Smirnov.
Langkah-langkah uji Kolmogorov-Smirnov yaitu:
a. Menentukan hipotesis
H0 : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal
b. Menentukan statistik uji : Kolmogorov-Smirnov
Dmax = { ( - p z ) }
c. Menentukan tingkat signfikansi () : 0,05
d. Kriteria pengujian:
Jika Dmax D(, n) maka H0 diterima.
Jika Dmax < D(, n) maka H0 ditolak.
4. Uji Multikolinieritas

63

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk melihat ada tidaknya korelasi yang tinggi
antara variabel bebas dalam suatu regresi linier barganda. Jika ada korelasi yang
tinggi antara variabel bebasnya, maka hubungan variabel bebas terhadap
variabel

terikat

menjadi

terganggu.

Untuk

mendeteksi

multikolinieritas, dalam penelitian ini menggunakan SPSS

ada

tidaknya

dengan cara

membandingkan nilai r2 dengan R2 hasil regresi.


Langkah-langkah uji multikolinieritas yaitu menggunakan korelasi parsial, yaitu:
a. Meregres model empiris
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Diperoleh nilai r2
b. Meregres variabel penjelas
X1 = b0 + b1X2 + b2X3 + e
Diperoleh nilai R2
c. Kesimpulan : r2 > R2 berarti ada multikolinieritas.
5. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan
varians dari residual pada model regresi. Model regresi yang memenuhi
persyaratan yaitu terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Untuk uji
heteroskidastisitas, dalam penelitian ini menggunakan SPSS

metode

Spearmans rho.
F. Prosedur Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer digunakan untuk menganalisis pengaruh pendidikan,
pelatihan dan pengalaman terhadap kinerja aparat pengawas pada Inspektorat
Kabupaten

Karimun.

Data

sekunder

dipergunakan

dipergunakan

untuk

mengambarkan keadaan umum daerah penelitian dan untuk mengetahui gambaran


Inspektorat Kabupaten Karimun.

64

Data primer yaitu data utama yang digunakan untuk dianalisis data. Data ini
dikumpulan dengan cara penyebaran kuesioner dan observasi. Sedangkan data
sekunder adalah data pendukung yang juga diperlukan untuk analisis data. Data ini
diperoleh melalui studi terhadap dokumentasi dan publikasi yang dianggap ada
hubungannya dan penting.
Indikator-indikator dalam penelitian ini menguraikan skala ordinal yang diukur
berdasarkan teknik skala Likert. Menurut Sugiono (2007) bahwa skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi atau sekalompok orang
tentang fenomena sosial.
Dengan skala Likert, maka yang diukur dijarakan menjadi indikator variabel,
kemudia indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item
instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dan sangat positif
sampai negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain :
1. Sangat Setuju / Selalu Sangat Positif diberi skor
:5
2. Setuju/Serng/Positif diberi skor
:4
3. Ragu-ragu/Kadang-kadang/Negatif diberi skor
:3
4. Tidak Setuju/Sangat Negatif diberi skor
:2
5. Sangat Tidak Setuju diberi skor
:1
G. Metode Analisis Data
Ridwan (dalam Yulizar Adnan, 2012) mengemukakan bahwa :
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
dan analisis statistik inferensial. Teknik analisis statistik inferensial digunakan untuk
menguji hipotesis yang diajukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan analisis korelasi Pearson (Product Moment) dan
dilanjutkan dengan analisis regresi linier berganda (Multiple Regression Analysis).
Karena kedua metode tersebut mensyaratkan skala pengukuran pada data
tersebut sekurang-kurangnya adalah interval, maka sebelum melakukan analisis
korelasi Pearson dan analisis regresi perlu dilakukan konversi skala terlebih dahulu.

65

Konversi skala yang dmaksud adalah menaikkan skala dari ordinal ke skala interval.
Ridwan (dalam Yulizar Adnan, 2012) mengemukakan bahwa skala interval adalah
skala yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data yang laindan
mempunyai bobot yang sama.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menaikkan skala dari ordinal ke
interval adalah dengan menggunakan metode susessive internal dari skala Likert.
Langkah-langkah dalam transformasi data dengan metode susessive internal
(methode of susessive interval) adalah sebagai berikut :
1. Jawaban kuesioner yang berupa skala ordinal dikelompokkan menurut skor
jawaban masing-masing item.
2. Lakukan perhitungan untuk mendapatkan proporsi jawabanyang terdapat pada
setiap kategori untuk masing-masing variabel.
3. Hitung proporsi kumulatif seluruh kategori tiap variabel.
4. Setelah diperoleh proporsi kumulatif dari seluruh kategori, kemudian dicari nilai
batas ari kurva normal baku yang merupakan kurve nilai absis Z.
5. Lalu hitung nilai fungsi probabilitas (p f) dari fungsi normal baku.
6. Setelah diperoleh seluruh nilai batas proporsi kumulatif setiap kategori,
kemudian dihitung skala value (SV) dengan rumus :
SV =
7. Kemudian dihitung nilai konversi tiap kategori atau trasnformasi nilai skala (K)
dengan rumus :
K = SV + Abs(SV min) + 1
a. Teknik Analisis Data Primer
Analisis data yang dilakukan adalah (1) analisis deskriptif yang
mengaitkan dengan karakteristik responden seperti tingkat pendidikan,
Pelatihan dan Pengalaman, (2) menganalisa jawaban item pertanyaan dari
responden, (3) analisa konversi, dan (4) analisa pengaruh pendidikan,
pelatihan dan pengalaman terhadap kinerja aparat pengawas Inspektorat

66

Daerah Kabupaten Karimun. Data primer yang diperoleh melalui kuisioner


akan dianalisis secara statistik dengan metode analisis korelasi dan analisis
regresi linear berganda.
1) Analisis Korelasi
Pola yang memperlihatkan eratnya hubungan antara satu variabel
dengan variabel yang lain disebut hubungan korelasi dan analisisnya
disebut analisis korelasi. Koefesien menyatakan ukuran keeratan
hubungan antara satu variabel satu dengan variabel lain.
Ridwan (dalam Yulizar Adnan, 2012) menyatakan bahwa :
Korelasi PPM dilambangkan dengan (r) dengan ketentuan r tidak lebih
dari harga (-1 r +1). Apabila nilai r = -1, artinya korelasinya negatif
sempurna, r = 0 artinya tidak ada korelasi, dan r = 1 berarti korelasinya
sangat kuat, sedangkan harga r akan dikonsultasikan dengan tabel
interpretasi nilai r sebagai berikut:
Tabel 3.3
Interpretasi Koefesien Korelasi Nilai r
No
1.
2.
3.
4.
5.

Nilai Korelasi
0,80 1,00
0,60 0,799
0,40 0,599
0,20 0,399
0,00 0,199

Tingkat Hubungan
Sangat Kuat
Kuat
Cukup Kuat
Rendah
Sangat Rendah

Ada banyak nilai-nilai koefesien korelasi yang dapat digunakan


untuk mengngkapkan hubungan anara satu variabel dengan variabel lain.
Penggunaan koefesien korelasi disesuaikan dengan korelasi data, yaitu
dengan melihat skala pengukuran yang ada pada data tersebut.
Langkah-langkah dalam analisis korelasi adalah sebagai berikut :
a) Tetapkan hipotesis : H0 : pyx = 0 dan H1 : pyx 0

67

b) Menurut Ridwan (dalam Yulizar Adnan, 2012) mengemukakan hitung


koefesien korelasi Product Moment dengan rumus di atas kemudian
gunakan uji statistik uji-t sebagai berikut :

c) Bandingkan nilai t hitung dengan t tabel atau p-value dengan


d) Tolak H0 jika t hitung > t tabel dengan derajat kebebasan r-2, atau jika
p-value <
e) Analisis korelasi tersebut dapat dengan menggunakan program SPSS
versi 13.00.
2) Analisa Regresi
Ridwan (dalam Yulizar Adnan, 2012) menyatakan bahwa :
Setelah dar hasil analisa regresi menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara variabel satu dengan variabel lainnya, maka dilanjutkan
dengan melihat besarnya pengaruh dari suatu variabel bebas tertutup
terhadap variabel tak bebasnya dengan analisa regresi. Analisis Regresi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda
(multiple regression analysis).
Regresi berganda adalah persamaan regresi yang menggambarkan
hubungan antara dua atau lebih variabel bebas (independent) terhadap
satu variabel tak bebas (dependent).
Model umum persamaan regresi linear berganda adalah sebagai
berikut:
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3
Keterangan :
Y
= variabel terikat
x1
= variabel bebas ke-1
x2
= variabel bebas ke-2
x3
= variabel bebas ke-3
b1
= koefesien regresi untuk variabel ke-1

68

b2
b3

= koefesien regresi untuk variabel ke-2


= koefesien regresi untuk variabel ke-3
Ridwan (dalam Yulizar Adnan, 2012) mengemukakan bahwa

analisa regresi ganda adalah pengembangan dari analisis sederhana.


Jika k =1, maka model regresi tersebut dinamakan regresi linear
sederhana, jika k > 1, maka persamaan regresi tersebut dinamakan regresi
berganda. Untuk menghitung nilai-nilai koefesien regresi dapat dilakukan
dengan metode Kuadrat Terkecil (Least Square Methode) atau dengan
bantuan program statistik SPSS for Window. Setelah koefesien regresi
diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap
koefesien-koefesien tersebut.
Ada dua tahap yang harus dilakukan dalam pengujian ini, yaitu :
a) Pengujian secara keseluruhan (simultan) dengan uji-F
Ridwan (dalam Yulizar Adnan, 2012) mengatakan bahwa :
Anava atau Analysis of Variance (Anova) adalah tergolong analisis
komparatif lebih dari dua variabel atau lebih dari dua rata-rata.
Tujuannya adalah untuk membandingkan lebih dari dua rata-rata.
Gunanya untuk menguji kemampuan generalisasi, artinya data
sampel dapat mewakili populasi.
Anova lebih dikenal dengan uji-F (Fisher Test).
i. Hipotesis pada pengujian ini adalah :
H0 : = 1 = 2 = A = k = 0
Artinya : semua variabel bebas tidak berpengaruh terhadap
variabel tak bebas.
H1 : sekurang-sekurangnya ada sebuah 1 0
Artinya : ada sebuah variabel bebas yang berpengaruh terhadap
variabel tak bebas.

69

(a) Statistik uji yang akan digunakan adalah uji-F dari distribusi
F-Snedecer melalui Anova menurut Ridwan (dalam Yulizar
Adnan, 2012) sebagai berikut :
Tabel 3.4
Anova atau Uji-F
Sumber
Variasi

Derajat Bebas
(db)

Jumlah kuadrat
(jk)

Regresi

J k reg

Sisa
Total

n-k-1
n-1

J k sisa
J total

Rata-rata
jumlah kuadrat
(Rjk)
R J k reg

Uji-F
F-hitung

R J k sisa

F hitung > F tabel, di mana F tabel = F1 , k : n k 1


Jika H0 ditolak, maka dilanjutkan dengan pengujian secara
individual (Parsial).
(b) Pengujian Secara Individual (Parsial)
Hipotesis pada pengujian ini adalah :
H0 : 1 0 ; Artinya tidak adal pengaruh variabel ke-1
terhadap variabel terikat.
H1 : 1 0 ; Artinya ada pengaruh variabel ke-1 terhadap
variabel terikat.
Ridwan (dalam Yulizar Adnan, 2012) mengemukakan
statistik uji yang akan digunakan adalah uji-t dari distribusi tstudent.
Kriteria ujinya adalah H0, jika p-value < atau t-hitung > ttabel, dimanat-tabel = t1 2 ; n k 1. Jika h 0 ditolak
artinya ada pengaruh yang nyata variabel ke-1 terhadap
variabel terikat.

70

Selain nilai-nilai koefesien regresi, habis analisis regresi juga


menghasilkan nilai-nilai koefesien berganda dan nilai
keofesien determinasi (R2). Menurut Ridwan (dalam Yulizar
Adnan, 2012), korelasi berganda dihitung sebagai berikut :

Keterangan :
R2
= Koefesien Determinasi
Jk sisa
= Jumlah Kuadrat Error
Jk total = Jumlah Kuadrat Total
Analisis tersebut dapat digunakan program SPSS for Window.
b. Teknik Analisis Data Sekunder
Data yang dikumpulkan dan dihitung dengan berbagai argumentasi
tijauan pustaka, diolah serta dianalisis dengan menggunakan teknik
kualitatif, dilengkapi dengan analisis data sekunder (kuantitatif). Pendekatan
data sekunder dimaksudkan supaya analisis data kuantitatif menjadi
komprehensif.
Analisis data sekunder dilakukan melalui analsis deskriptif kuantitatif,
yaitu dengan cara analisis non statistik yang digunakan untuk analisis datadata yang berupa tabel angka-angka yang tersedia dengan membaca,
melakukan uraian dan penafsiran, dalam hal ini adalah data mengenai
keadaan umum lokasi penelitian.
c. Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pendidikan terhadap
kinerja aparat pengawas.
H0
: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara
pendidikan terhadap kinerja aparat pengawas.

71

H1

: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pendidikan

terhadap kinerja aparat pengawas.


2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pelatihan terhadap
kinerja aparat pengawas.
H0
: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara
H1

pelatihan terhadap kinerja aparat pengawas.


: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan

terhadap kinerja aparat pengawas.


3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pengalaman terhadap
kinerja aparat pengawas.
H0
: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara
H1

pengalaman terhadap kinerja aparat pengawas.


: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pengalaman

terhadap kinerja aparat pengawas.


4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pendidikan, pelatihan,
dan pengalaman terhadap kinerja aparat pengawas.
H0
: Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman terhadap kinerja
H1

aparat pengawas.
: Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pendidikan,
pelatihan, dan pengalaman terhadap kinerja aparat pengawas.

Anda mungkin juga menyukai