Anda di halaman 1dari 182

TUGAS TERSTRUKTUR

KELOMPOK 1
Mencari Materi Tentang SIRS Pemerintah dan mempresentasikan

NAMA ANGGOTA KELOMPOK

LIKA MARISSA BANCIN (2114401005)

OLY MAWATI HULU(2114401006)

PUTRI RAHMAYANI(2114401007)

SASI MUSTIKA RANI SIPAHUTAR(2114401009)

ZAKARIA FAHMI HARAHAP (2114401010)

PRODI D-III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

Tahun ajaran 2022/2023


ABSTRAK

Kinerja Aparatur Dinas Kesehatan Dalam Menerapkan Sistem Informasi


Rumah Sakit (SIRS) Di Provinsi Barat

(Suatu Studi Pada Bagian Data Dan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat)

Dalam upaya mengembangkan pemerintah yang berbasis digital,


pemerintah online, sebagai wujud dari penerapan E-Government Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
membangun SIRS yang berfungsi sebagai sistem pelaporan rumah sakit
dan informasi kesehatan di Provinsi Jawa Barat yang berguna bagi aparatur
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan masyarakat di Provinsi Jawa Barat.
Kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa
Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan belum adanya SDM yang
handal dan berkualitas secara merata dalam menerapkan SIRS.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kinerja dari
Keith Davis yang mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Kinerja
aparatur (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang aparatur dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan


metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan
melalui observasi dan wawancara, sedangkan teknik penentuan informan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive (pengambilan informan
berdasarkan tujuan).

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kinerja aparatur


Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat pada
Bagian Data dan Informasi Kesehatan sudah dikatakan baik, hal ini terkait
dengan kemampuan (ability) aparatur dalam mengoperasikan SIRS, dan
motivasi (motivation) yang terlihat dari sikap dalam menghadapi situasi kerja
atau kondisi kerja baik itu pimpinan dan bawahan dari aparatur Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat sudah siap sedia secara psikofisik (siap secara mental,
fisik, situasi dan tujuan).
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah adalah pemberian kewenangan dari pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur rumah

tangganya sendiri. Otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan

hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap

masyarakat dan pelaksanaan pembangunan di daerah. Kepada daerah perlu

diberikan wewenang- wewenang untuk melaksanakan berbagai urusan

pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya berdasarkan Undang-Undang

RI Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang

RI Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah agar Otonomi daerah

dapat terlaksana sesuai dengan tujuan, penerapan Otonomi daerah telah

membuka peluang bagi daerah provinsi, daerah kabupaten/kota untuk

mengembangkan kreativitas dan inovasinya membangun daerah guna

mengimplementasikan makna otonomi yang luas, nyata dan

bertanggung jawab.

Daerah memiliki kewenangan yang mencakup kewenangan dalam

seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar

negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama.

Setiap daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang RI Nomor 32


Tahun
1
2004 yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun
2008

1
2

memberikan hak kepada daerah berupa kewenangan untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Pengaturan dan pengurusan

kepentingan masyarakat tersebut merupakan prakarsa daerah sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dan bukan lagi merupakan instruksi dari

pusat. Sehingga daerah dituntut untuk responsif dan akomodatif terhadap

tuntutan dan aspirasi

masyarakatnya.

Implikasi dari otonomi daerah menurut Undang-Undang RI Nomor

32 Tahun 2004 yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang RI Nomor

12 Tahun 2008 ini terhadap pembangunan daerah adalah terjadinya

pergeseran kewenangan dalam kebijakan perencanaan dan pembangunan

daerah. Daerah mempunyai kewenangan dalam menetapkan kebijakan dalam

perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan daerah melalui desentralisasi kebijakan.

Pemerintah dituntut untuk lebih meningkatkan kinerja aparatur

dalam melayani masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan

suatu dasar yang komprehensif dan terpadu dalam meingkatkan kinerja

aparatur pemerintah daerah sehingga memudahkan dalam pelaksanaannya.

Dasar ters ebut menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam

menyelenggarakan pemerintahannya yang diwujudkan dalam birokrasi

pemerintahan. Birokrasi pemerintahan merupakan alat pemerintahan, aparatur

juga menjadi alat utama bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan

pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan

pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

kemampuan sebagai wujud dari SDM menunjukan potensi seseorang

untuk melaksanakan pekerjaan dan merupakan kekuatan yang mendorong


3

seseorang untuk bekerja giat dan mengerjakan pekerjaannya. Persyaratan yang

sangat mendasar bagi aparatur adalah kemampuan dengan motivasi kerja

yang tinggi sehingga terciptanya kinerja aparatur yang maksimal untuk

merealisasikan potensi kerja yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan

organisasi. Peran yang begitu besar dari SDM sebagai pelaku utama dan

merupakan input dari proses produksi dalam pembangunan akan tercapai

apabila faktor-faktor penunjang optimalisasi peran tersebut tercapai. Salah

satu faktor yang menentukan peran SDM adalah kinerja. Aparatur dalam

organisasi atau perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik diharapkan

akan mempunyai kontribusi positif terhadap organisasi. Kinerja aparatur

sangat ditentukan oleh seberapa baik pengetahuan dan keterampilan melalui

pendidikan dan pelatihan yang dimiliki aparatur dan

memfasilitasi pencapaian kinerja mereka.

Tuntutan masyarakat terhadap transparasi penyelenggaraan

pembangunan semakin tinggi. Akuntabilitas dan transparasi memang harus

dimiliki oleh setiap penyelenggara pembangunan. Bentuk tuntutan tentang

akuntabilitas dan transparasi dalam organisasi adalah kualitas kinerja pelayanan

publik karena misi organisasi pemerintah adalah memberi pelayanan terbaik

kepada masyarakat.

Semakin tingginya tuntutan transparasi dan

akuntabilitas penyelenggaraan pembangunan tersebut, pemerintah telah

meresponna dengan mengelurkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun

1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah (LAKIP).

LAKIP merupakan sistem

pengukuran dan penilaian kinerja berdasarkan self-assesment. Setiap intansi


4

pemerintah harus melakukan pengukuran dan penilaian sendiri terhadap

kinerja intansinya. Keakuratan dan standarisasi pengukuran menjadi hal

mutlak diperlukan agar ada jaminan terhadap kebenaran dan keakuratan hasil

penilaian itu. Kinerja organisasi tidak akan terpacu untuk berkembang jika

sistem tidak

akurat dan standar pengukuran tidak tepat atau lemah.

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki banyak potensi

sumber daya alam dan sumber daya manusia. Selain itu Jawa Barat

merupakan provinsi paling banyak jumlah penduduknya yang terbagi dalam 16

kabupaten, 9 kota dengan 592 kecamatan dan 5821 desa yang tersebar di seluruh

Provinsi Jawa Barat. Kondisi geografis Provinsi Jawa Barat yang berdekatan

dengan ibu kota negara menjadikan Jawa Barat sebagai daerah yang sangat

strategis yang tidak

saja bermanfaat bagi ibu kota tetapi bagi masyarakat Jawa Barat.

Sektor kesehatan yang merupakan salah satu sektor pembangunan

yang sedang mendapat perhatian besar dari pemerintah Provinsi Jawa Barat

karena pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan

terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan pembangunan kesehatan adalah

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap upaya pelayanan

kesehatan dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat setinggi-

tingginya. Pembangunan kesehatan juga merupakan suatu upaya untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi serta

berperan penting terhadap penanggulangan kemiskinan sehingga dikatakan

pembangunan kesehatan adalah suatu investasi

bagi pembangunan masyarakat.


5

Pembangunan kesehatan merupakan upaya memenuhi salah satu

hak dasar rakyat, yaitu hak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan

Undang- Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pembangunan

kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas

sumber daya manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen utama selain

pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan investasi untuk

mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya

penanggulangan kemiskinan. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan

dibutuhkan perubahan cara pandang

(mindset) dari sakit ke sehat.

Kesehatan merupakan salah satu sektor pembangunan yang sangat

potensial untuk dapat diintegrasikan dengan kehadiran teknologi informasi.

Salah satu contoh aplikasi teknologi informasi di bidang kesehatan adalah

dengan mengimplementasikan suatu sistem jaringan kesehatan global

dalam satu komunitas, yang dapat berbasis pada local area network,

metropolitan area network maupun wide area network, yang

menghubungkan beberapa pusat

pelayanan kesehatan seperti rumah sakit.

Memasuki milenium ketiga, globalisasi memiliki dimensi yang dapat

dikatakan sama sekali berbeda, dengan penetrasi teknologi informasi canggih,

dunia saat ini telah mengalami revolusi informasi yang sangat luar biasa.

Perkembangan globalisasi di Negara Indonesia sangatlah cepat terutama di

bidang teknologi informasi, teknologi informasi merupakan suatu acuan bagi

Negara Indonesia dalam manghadapi era globalisasi. Konsep teknologi yang ada

di suatu
pemerintahan disebut E-Government, yang dapat menghubungkan secara
lebih
6

mudah dan transparan. Interaksi antara pemerintah dan warga negara

(G2C- pemerintah ke warga negara), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-

pemerintah ke perusahaan bisnis) dan hubungan antar pemerintah (G2G-

hubungan inter-

agency).

Aplikasi teknologi informasi di bidang kesehatan pada Pemerintah

Daerah merupakan salah satu wujud dari E-government, dimana E-government

di sini diartikan sebagai pemerintaha digital, pemerintah online, yang

dapat menghubungkan secara lebih mudah dan tran sparan. Interaksi antara

pemerintah dan warga negara (G2C-pemerintah ke warga negara), pemerintah dan

perusahaan bisnis (G2B-pemerintah ke perusahaan bisnis) dan hubungan antar

pemerintah

(G2G-hubungan inter-agency).

Langkah awal yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam

melaksanakan E-government adalah dengan memberikan komitmen kepada

peningkatan pelayanan terhadap masyarakat, diantaranya melalui media

elektronik sebagai salah satu bentuk peningkatan pelayanan. Melalui media

elektronik seperti itu dapat disediakan ragam informasi seperti

seputar pemerintahan, dimulai dari tingkat paling rendah sampai ke

tingkat pusat, informasi seputar budaya, niaga, pendidikan, lingkungan hidup

dan apapun saja yang berkenaan dengan hak serta kewajiban pemerintah

terhadap publik dan

begitu juga sebaliknya.

Langkah berikutnya dengan menyediakan fasilitas umpan balik

(feedback) bagi masyarakat untuk bertanya dan mengirim kritik. Misalnya,

masyarakat dapat melaporkan jalan yang rusak di tempat tertentu. Hal ini dapat
7

pula ditanggapi oleh kelompok masyarakat yang lain yang dapat berbagi

informasi atau pengalaman mereka dalam mengelola lingkungannya. Pemerintah

umumnya jarang yang memiliki sumber daya manusia yang handal di bidang

teknologi informasi. SDM yang handal biasanya ada di lingkungan

bisnis/industri. Pemerintah berbasis digital atau E-government merupakan

bentuk pemerintahan di masa depan. Namun demikian, keberadaanya sangat

bergantung SDM yang akan menjalankan pemerintahan tersebut, baik sumber

daya aparatur maupun

sumber daya manusia sebagai suatu bangsa.

Provinsi Jawa Barat dalam mengembangkan potensi yang dimiliki

daerah baik dari SDM dan sumber daya alam (SDA) perlu didukung dengan

penggunaan teknologi dan informasi. Penggunaan teknologi dan informasi

yang lebih kompetitif dapat menjalankan roda pemerintahan dan mewujudkan

pembangunan bidang teknologi dan informasi di Provinsi Jawa Barat.

Kemajuan teknologi dan informasi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dari

suatu organisasi pemerintahan yang sudah banyak menggunakan konsep

teknologi pemerintahan atau yang

sering disebut dengan E-Government.

E-Government merupakan salah satu bentuk usaya yang

dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Barat khususnya oleh Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat, dalam menjalankan aktivitas pemerintahannya yang

lebih efektif dan efisien. E-Government merupakan upaya

mengaplikasikan pelayanan pemerintahan melalui sistem informasi berbasis

komputer. Salah satu bentuk upaya pemeritah Provinsi Jawa Barat sebagai

pengembangan E-Government yaitu


salah satunya dengan penerapan SIRS di bidang kesehatan di Dinas
Kesehatan
8

Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan sebagai

aplikasi

teknologi informasi kesehatan daerah.

SIRS merupakan suatu tatanan yang berurusan dengan pengumpulan

data, pengolahan data, penyajian informasi, analisa dan penyimpulan informasi

yang dibutuhkan untuk kegiatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

tentang informasi kesehatan untuk pengambilan keputusan, Maka dengan

SIRS yang menggunakan sistem komputerisasi di dalam mengaplikasikan

segala data-data akan menjadi lebih mudah dikerjakan, sehingga pencatatan data

lebih cepat, tepat dan akurat, sehingga dapat mengurangi waktu pengerjaan

dan menghindari kesalahan-kesalahan yang diakibatkan kesalahan pencatatan

data-data yang ada. Pengendalian sistem kesehatan yang bertujuan untuk

memantau dan menilai keberhasilan penyelenggaraan secara berjenjang dan

berkelanjutan, digunakan tolok ukur atau indikator pembangunan kesehatan baik

di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Perkembangan sistem

informasi kesehatan nasional dan kesehatan daerah yang terpadu yang

mampu manghasilkan data/informa si yang tepat, cepat dan akurat, sehingga

mampu menjadi bagian utama dari pengambilan

keputusan.

Pelaksanaan desentralisasi sektor kesehatan telah berlangsung sejak awal

tahun 2001 dimana setelah berjalan selama 8 tahun untuk mengkaji

ulang pelaksanaan sistem informasi kesehatan yang berada di tingkat

kabupaten/kota yang mengalami berbagai hambatan dan berjalan kurang lancer

sehingga hal ini akan menjadi masukan sebagai suatu sember informasi

dalam pengambilan

keputusan.
9

Dinas Kesehatan Privinsi Jawa Barat yang dibentuk

berdasarkan Peraturan Daerah Privinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2008,

dengan tugas dan fungsi menjalankan sebagian tugas Pemerintah Daerah

Provinsi Jawa Barat yaitu di bidang pembangunan kesehatan. Tugas pokok

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat adalah melaksanakan urusan

pemerintah daerah di bidang kesehatan

berdasarkan asas otonomi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

SIRS sebagai sistem pelaporan rumah sakit dan informasi

kesehatan kepada masyarakat, dalam keberhasilannya tergantung dari kinerja

aparatur dalam menerapkannya. Setiap aparatur yang bersangkutan melalui

kinerjanya harus mampu mengoptimalkan SIRS dan memberikan pelayanan

informasi kesehatan kepada masyarakat secara maksimal melalui SIRS yang

merupakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan rumah sakit yang

berfungsi untuk mengolah data mengenai informasi kesehatan yang dibuat

laporan bulanan dan laporan tahunannya ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat Selain itu, SIRS dapat juga berfungsi sebagai sistem informasi

kesehatan untuk masyarakat. SIRS hanya dapat digunakan oleh pengelola

atau pengguna yaitu aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada

Bagian Data dan Informasi Kesehatan. Aplikasi SIRS ini hanya digunakan

oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat saja, karena aplikasi ini

bersifat Government to Government. SIRS tidak bisa diakses langsung oleh

masyarakat, apabila ada masyarakat berkepentingan yang ada kaitannya

dengan SIRS seperti ingin mengetahui salah satu informasi kesehatan yang ada

di Jawa Barat, maka masyarakat bisa datang langsung ke Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan.
10

Kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di

Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan belum adanya

SDM yang berkualitas dan handal secara merata dalam menerapkan SIRS

sehingga terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Adapun kendala yang

dihadapi tersebut adalah belum siapnya aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi J awa Barat dalam mengoperasikan SIRS sebagai wujud kinerja

dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS

tersebut. Selain dari itu aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

belum dapat mensosialisasikan SIRS sebagai informasi kesehatan tersebut

kepada masyarakat di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan latar belakang di atas

maka peneliti tertarik untuk mengambil judul skripsi ini yaitu ”Kinerja

Aparatur Dinas Kesehatan Dalam Menerapkan

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Di Provinsi Jawa Barat”.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan (ability) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi


Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS?

2. Bagaimana motivasi (motivation) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi


Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS?


11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui

kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi

Jawa Barat.

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kemampuan (ability) aparatur Dinas Kesehatan


Provinsi

Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

2. Untuk mengetahui motivasi (motivation) aparatur Dinas Kesehatan


Provinsi

Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penulisan penelitian ini dilakukan dengan kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan

pengetahuan peneliti mengenai kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam

menerapkan SIRS

di Provinsi Jawa Barat

2. Secara Teoritis

Penelitian ini untuk mengembangkan teori-teori kinerja aparatur Dinas

Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat sebagai

sistem pelaporan rumah sakit dan pelayanan informasi kesehatan kepada

masyarakat Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu wujud dari

pelayanan publik. Melalui kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam

menerapkan SIRS di Provinsi

Jawa Barat diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap


12

pemerintahan yang berbasis E-Government sebagai salah satu kajian

dalam

program studi ilmu pemerintahan.

3. Secara Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak-

pihak

yang berkepentingan khususnya di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

1.5 Kerangka Pemikiran

Definisi kinerja karyawan menurut Anwar Prabu Mangku Negara

bahwa, “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai

oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab

yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2006:67).

Definisi kinerja tersebut dapat dijelaskan sebuah prestasi kerja atau

hasil kerja yang (output) yang dihasilkan oleh seseorang aparatur baik dilihat

dari segi kulitas maupun kuantitas yang telah dicapai oleh aparatur dalam

melaksanakan

tugas kerja sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Pengertian mengenai Aparatur Pemerintah disebutkan oleh Dhama

Setyawan Salam dalam buku yang berjudul Manajemen Pemerintahan Indonesia

yang menjelaskan bahwa: “Aparat Pemerintah adalah pekerja yang digaji

pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan, melakukan pelayanan

kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku” (Setyawan, 2004:169).


Berdasarkan pengertian di atas, maka aparatur pemerintahan

merupakan seseorang yang digaji oleh pemerintah untuk melaksanakan

tugas-tugas

pemerintah secara teknis dengan berdasarkan ketentuan yang ada.


13

Jadi kinerja aparatur adalah hasil kerja yang telah dicapai oleh

seseorang aparatur dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis

sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.

Oleh karena itu bila ingin tercapainya tujuan yang telah ditetaapkan sebelumnya,

maka perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja

tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor

kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai

dengan pendapat Keith Davis (1985:484) mengemukakan bahwa faktor-

faktor yang

mempengaruhi kinerja adalah:

1. Ability
Psychologically, ability consists of potential ability (IQ) and reality
(knowledge + skill). It is means that leader and subordinate with IQ
on average (110-120), even superior IQ, very superior, gifted and genius
with right education for right position and capable in daily working, is easy
to get the maximum performance.

2. Motivation
It is considered as the leader attitude and subordinate to the workplace.
Anyone with positive attitude to their working condition is will shows high
motivation and vice versa. The meaning of situation is that there is
working contact, facility, atmosphere, leader policy, leadership model and
working condition.
(Davis, 1985:484).

Berdasarkan pendapat ahli di atas jelaslah bahwa faktor kemampuan

dapat mempengaruhi kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka

kinerja pegawaipun akan tercapai, sebaliknya bila kemampuan pegawai rendah

atau tidak

sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan tercapai. Begitu juga
14

dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai

untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.

E-government sekarang ini menjadi salah satu pembahasan dalam

pemerintahan. E-government di sini diartikan sebagai pemerintaha

digital, pemerintah online, yang dapat menghubungkan secara lebih

mudah dan transparan. Interaksi antara pemerintah dan warga negara (G2C-

pemerintah ke warga negara), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-

pemerintah ke perusahaan

bisnis) dan hubungan antar pemerintah (G2G-hubungan inter-agency).

Tenaga teknis yang handal dapat membantu pemerintah dalam

setup server dan acces point di berbagai tempat. Contohnya antara lain

adalah penyediaan informasi yang sering dicari oleh masyarakat. Informasi

ini dapat berupa informasi kesehatan misalnya. Pengertian E-government

menurut Edi

Sutanta yaitu:

”E-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat


meingkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak
lain. Penggunaan teknologi ini kemudian manghasilkan hubungan
bentuk baru, seperti pemerintah kepada masyarakat, pemerintah
kepada pemerintah dan pemerintah kepada bisnis atau pengusaha”
(Sutanta, 2003:150).

Berdasarkan pengertian di atas, E-government yang ada dalam

suatu pemerintahan berfungsi sebagai interaksi antara pemerintah kepada

masyarakat,

pemerintah kepada pemerintah dan pemerintah kepada bisnis atau pengusaha.

Sistem bukanlah hal yang asing bagi kebanyakan orang. Sering

kali sistem mengacu pada komputer seperti IBM PC atau Macintosh, tetapi juga
bisa ke arah yang lebih luas seperti sistem tata surya atau bahkan ke hal-hal yang

lebih

spesifik seperti sistem respirasi mamalia.


15

Sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan

dan saling bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan. Menurut Scott,

dalam bukunya M. Khoirul Anwar yang berjudul Aplikasi Sistem Informasi

Manajemen Bagi Pemerintah Di Era Otonomi Daerah, sistem terdiri dari unsur-

unsur seperti masukan (input), pengolahan (processing) serta keluaran (output).

(Scott dalam

Anwar, 2004:5).

Pada dasarnya sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait

atau terpadu yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai

gambaran, jika dalam sebuah sistem terdapat elemen yang tidak memberikan

manfaat dalam mencapai tujuan yang sama, maka elemen tersebut dapat

dipastikan bukanlah bagian dari sistem. Sebagai contoh, raket dan pemukul bola

kasti (masing-masing sebagai elemen) tidak bisa membentuk sebuah sistem,

karena tidak ada sistem

permainan olah raga yang memadukan kedua peralatan tersebut.

Ada beberapa elemen yang membentuk sebuah sistem, yaitu:

1. Tujuan,
2. Masukan,
3. Keluaran,
4. Proses,
5. Mekanisme pengendalian, dan
6. Umpan balik.
(Kadir, 2006:54)

Selain dari itu, sistem juga berinteraksi dengan lingkungan dan

memiliki batas. Gambar 1.1 memperlihatkan hubungan antar elemen dan juga

kaitannya

dengan lingkungan.
16

Gambar 1.1
Sistem Perusahaan dan Elemen-elemennya
Pelanggan
Bank
Vendor Masukan Keluaran Pesaing
Proses

Mekanisme
Pengendalian

Umpan Balik

Tujuan

Pemerintah
Pemilik

1. Tujuan

Setiap sistem memiliki tujuan (goal), entah hanya satu atau

mungkin banyak. Tujuan inilah yang menjadi pemotivasi yang mengarahkan

sistem. Tanpa tujuan, sistem menjadi tak terarah dan tak terkendali. Tentu

saja, tujuan antara

satu sistem dengan dengan sistem lain berbeda-beda. (Kadir, 2006:55)

Begitu pula yang berlaku pada sistem informasi. Setiap sistem

informasi meiliki suatu tujuan, tetapi dengan tujuan yang berbeda-beda.

Walaupun begitu,

tujuan utama yang umum ada tiga macam (Hall, 2001), yaitu:

1. Untuk mendukung fungsi kepengurusan manajemen,


2. Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen, dan
3. Untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan.
(Hall, 2001)
Tujuan tersebut utama tersebut memberikan penjelasan tentang fungsi

dari sistem informasi itu sendiri, yaitu untuk kepengurusan manajemen, untuk
17

medukung pengambilan keputusan manajemen dan untuk mendukung kegiatan

operasi perusahaan.

2. Masukan

Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke

dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan untuk diproses. (Kadir, 2006:56)

Masukan dapat berupa hal-hal berwujud (tampak secara fisik) maupun yang

tidak tampak. Contoh yang tidak berwujud adalah informasi (misalnya

permintaan jasa dari

pelanggan).

Pada sistem informasi, masukan dapat berupa data transaksi, dan data

non-transaksi (misalnya surat pemberitahuan), serta instruksi.

3. Proses

Proses merugpakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi

dari masukan menjadi keluaran yang berguna, misalnya berupa informasi dan

produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang tidak berguna, misalnya saja

sisa pembangunan atau limbah. Pada pabrik kimia, proses dapat berupa

pemanasan bahan mentah. Pada rumah sakit, proses dapat berupa aktivitas

pembedahan

pasien. (Kadir, 2006:56)

Pada sistem informasi, proses dapat berupa suatu tindakan

yang bermacam-macam. Meringkas data, melakukan perhitungan dan

mengurutkan

data berupa merupakan beberapa contoh proses.


18

4. Keluaran

Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada

sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan

laporan dan

sebagainya. (Kadir, 2006:57)

Sedangkan informasi menurut Mcfadden yang di kutip oleh Abdul

Kadir dalam bukunya yang berjudul Pengenalan Sistem Informasi adalah

data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan

seseorang

yang menggunakan data tersebut. (Mcfadden dalam Kadir, 2006:31).

Berdasarkan pengertian informasi di atas Edhy Sutanta mengemukakan

beberapa fungsi informasi, yaitu:

1. Menambah pengetahuan,
2. Mengurangi ketidakpastian,
3. Mengurangi resiko kegagalan,
4. Mengurangi keanekaragaman/variasi yang tidak diperlukan, dan
5. Memberi standar, aturan-aturan, ukuran-ukuran, dan keputusan-
keputusan yang menentukan pencapaian sasaran dan
tujuan. (Sutanta, 2003:11).

Berdasarkan penjelasan definisi-definsi di atas, sistem informasi

merupakan data yang diproses sedemikian rupa yang terdiri dari unsur-

unsur seperti masukan, pengolahan serta keluaran yang tersusun secara

sistematis dan berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan seseorang yang

menggunakan data tersebut. Sistem informasi merupakan salah satu bentuk

pengambilan keputusan. karena sistem informasi, bertujuan untuk menyajikan

suatu informasi, yang pada

akhirnya informasi tersebut berguna dalam pengambilan suatu keputusan.

Sejalan dengan definisi di atas, sistem informasi menurut Hall yang

dikutip oleh Abdul Kadir dalam bukunya yang berjudul Pengenalan Sistem
19

Informasi, adalah ”Sebuah rangkaian prosedur formal dimana data

dikelompokan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada

pemakai” (Hall dalam

Kadir, 2006:11).

Sistem Informasi merupakan rangkaian prosedur formal yang

dalam penyebaran informasinya melalui beberapa tahapan pertama data

yang telah diperoleh dikelompokan, lalu data tersebut diproses menjadi

informasi, dan didistribusikan kepada pemakai. Sistem informasi di dalam

suatu organisasi mendukung suatu operasi dan kegiatan strategi dari suatu

organisasi dalam

penyediaan informasi terhadap pengambilan sebuah keputusan.

Selanjutnya Abdul Kadir dalam bukunya yang berjudul

Pengenalan Sistem Informasi, menjelaskan ada sejumlah komponen dalam

sistem informasi, arsitektur informasi, sistem pemrosesan data terpusat dan

tersebar maupun model client/server, dan membahas sumber daya manusia

(SDM) yang terlibat dalam operasional dan pengembangan sistem informasi.

Dalam suatu sistem informasi

terdapat komponen-komponen seperti:

1. Perangkat keras (hadrdware): mencakup peranti-peranti fisik


seperti komputer dan printer.
2. Perangkat lunak (software) atau program: sekumpulan instrukasi
yang memungkinkan perangkat keras untuk dapat memproses data.
3. Prosedur: sekumpulan aturan yang dipakai untuk
mewujudkan pemrosesan data dan pembangkitan keluaran yang
dikehendaki.
4. Orang: semua pihak yang bertanggung jawab dalam
mengembangkan sistem informasi, pemrosesan dan penggunaan keluaran
sistem informasi.
5. Basis data (data base): sekumpulan tabel, hubungan dan lain-lain
yang berkaitan dengan penyimpanan data.
6. Jaringan komputer dan komunikasi data: sistem penghubung
yang memungkinkan sesumber (resources) dipakai secara bersama
atau diakses oleh sejumlah pemakai.
(Kadir, 2006:70).
20

Pada prakteknya, tidak semua sistem informasi mencakup

keseluruhan komponen-komponen tersebut. Sebagai contoh, sistem informasi

pribadi yang hanya melibatkan seluruh pemakai dan sebuah komputer

tidak melibatkan fasilitas jaringan dan komunikasi. Namun, sistem

informasi grup kerja (workgroup informasi system) yang melibatkan

sejumlah orang dan sejumlah

komputer, memerlukan sarana jaringan dan komunikasi.

Gambar 1.2
Komponen Sistem Informasi

Berdasarkan berbagai definisi-definisi di atas, sistem

informasi merupakan serangkaian prosedur formal untuk mencapai suatu

tujuan yaitu menyajikan informasi. Sistem informasi menerima

masukan data,

pengelompokan, dan mengeluarkan hasil informasinya tersebut.


21

SIRS yang merupakan bagian dari hasil pengolahan data ini

tentunya memberikan pelayanan terbaik kepada publik atau masyarakat.

Menurut Sinambela, pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai pemberian

layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai

kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara

yang telah ditetapkan.

(Sinambela, 2007:5).

SIRS sebagai salah satu bentuk informasi kesehatan yang diberikan

oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu bentuk

pelayanan publik berupa sistem informasi, prinsip utama dalam pelayanan

publik adalah

kualitas pelayanan publik yang dirasakan oleh pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka peneliti membuat

definsi operasional. Definisi operasional merupakan suatu definisi yang

menyatakan secara jelas dan akurat mengenai bagaimana suatu konsep tersebut

dapat diukur

(Hermawan, 2004:42).

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka definisi operasional dalam

penelitian ini adalah:

1. Kinerja adalah hasil kerja (output) dari seseorang aparatur baik

kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS.

2. Aparatur adalah seseorang yang bekerja di pemerintahan, yaitu aparatur

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang digaji untuk melakukan tuga s-
tugasnya secara teknis, yaitu dalam menerapkan SIRS sesuai dengan

ketentuan atau

tanggung jawab yang diberikannya.


22

3. Kinerja aparatur adalah hasil dari kerja yang telah dicapai oleh

seorang aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat baik itu secara

kualitas dan kuantitas dalam menerapkan SIRS. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

dalam menerapkan SIRS

sebagai berikut:

a. Faktor kemampuan (ability)

Kemampuan adalah suatu keahlian (skill) aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat terhadap situasi kerja (situation) dalam

menerapkan

SIRS. Kemampuan terdiri dari:

1) Kemampuan potensi (IQ)

Kemampuan potensi (IQ) adalah kesiapan secara tenaga dan

pikiran aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam

menerapkan

SIRS.

2) Kemampuan reality (knowledge+skill)

Kemampuan reality (knowledge+skill) adalah kemampuan pendidikan

yang memadai untuk jabatannya dan keterampilan aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

b. Faktor motivasi (motivation)

Motivasi adalah kondisi atau energi yang menggerakan diri aparatur

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang terarah dan tertuju dalam

menerapkan

SIMRS. Motivasi terdiri dari:


23

1) Sikap (attitude)

Sikap adalah mental yang dimiliki oleh aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

2) Situasi (situation)

Situasi adalah kondisi kerja aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS.

4. Dinas adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh

seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam sektor

kesehatan yang merupakan salah satu sektor pembangunan yang sedang

mendapat perhatian besar dari pemerintah Provinsi Jawa Barat karena

pembangunan kesehatan merupakan

bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional.

5. SIRS adalah suatu sistem informasi manajemen, sistem pencatatan

dan pelaporan rumah sakit yang direkapitulasi di setiap tingkatan

administrasi dengan waktu tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut

maka SIRS merupakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan rumah sakit

yang berfungsi untuk mengolah data mengenai kesehatan tentang

penyakit yang dibuat laporan bulanan dan laporan tahunannya ke tingkat

administrasi yang lebih

tinggi seperti Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi.

Berdasarkan definisi operasional di atas, maka peneliti

merumuskan proposisi. Masri Singarimbun berpendapat bahwa proposisi

adalah hubungan

yang logis antar dua konsep khususnya didasarkan dalam bentuk suatu pernyataan
24

yang menerangkan hubungan antar dua konsep. (Singarimbun, 2006:154).

Jadi proposisinya adalah terciptanya kinerja aparatur Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat yang efektif dalam menerapkan SIRS dapat dilihat dari model

kerangka

pemikiran berikut dibawah ini:

Gambar 1.3
Model Kerangka Pemikiran

Kinerja Aparatur Dinas Kesehatan Dalam Menerapkan


Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Provinsi Jawa
Barat
Faktor Kemampuan

(Ability) Faktor Motivasi


1. Kemampuan Potensi (IQ) (Motivation)
2. Kemampuan Realita
(Knowledge+Skill) 1. Sikap (Attitude)
2. Situasi Kerja (Situation)

Terciptanya Kinerja Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Yang


Efektif Dalam Menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini

dan berhubungan dengan yang terjadi sekarang, maka dasar-dasar yang

digunakan untuk mencari kebenaran dalam penelitian ini adalah berdasarkan

suatu metode.

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian deskriptif.


Dikutip
25

dari buku Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Metode penelitian deskriptif

adalah:

“Prosedur atau cara memecahkan masalah penelitian dengan


memaparkan keadaan objek yang diselidiki (seseorang, lembaga,
masyarakat, pabrik dan lain-lain) sebagaimana adanya,
berdasarkan fakta-fakta yang aktual pada saat sekarang” (Nawawi,
2006:67).
Berdasarkan pengertian di atas, maka metode deskriptif adalah salah

satu cara dalam pemecahan masalah penelitian dengan cara memaparkan

keadaan suatu objek yang diselidiki berdasarkan fakta-fakta yang aktual pada

saat saat sekarang. Peneliti menggunakan metode deskriptif, karena

penelitian ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang kinerja aparatur

Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat, serta

mendeskripsikan sejumlah

konsep yang berkenaan dengan masalah SIRS tersebut.

Peneliti juga memilih metode penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif dikarenakan peneliti dalam melakukan penelitian secara langsung di

lapangan. Menurut Taylor dan Bogdan dalam bukunya Bagong Suyanto

dan Sutinah yang berjudul Metode Penelitian Sosial, Pendekatan kualitatif

adalah: “Penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan

maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang

diteliti (dalam Bagong, 2005:166). Berdasarkan penjelasan dari definisi di

atas, penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang mempelajari dari

tingkah laku manusia khususnya orang-orang yang diteliti. Pemahaman

terhadap orang yang diteliti mengenai tingkah laku manusia, peneliti

harus dapat mamahami proses

interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang diteliti.
26

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian

ini adalah:

1. Studi Pustaka, yaitu dengan membaca dan mencari buku-buku

yang berhubungan langsung dengan kinerja aparatur Dinas Kesehatan

dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat. Serta dokumenter, yaitu

format pencatatan dokumen dan sumber datanya berupa catatan atau

dokumen yang

tersedia di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

2. Studi Lapangan, yaitu dengan mengamati dan terjun langsung ke

lapangan untuk mengetahui kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam

menerapkan SIRS

di Provinsi Jawa Barat. Studi lapangan ini terdiri dari:

a. Observasi (Observation), Pengumpulan data dengan mengamati

secara langsung keadaan instansi atau lembaga dengan segala aspek

kegiatan yang berhubungan dengan penelitian. Observasi dilakukan

oleh peneliti tentang proses kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam

menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat. Dengan menggunakan cara

penelitian di atas peneliti ingin mengetahui kebenaran pandangan

teoritis tentang masalah yang diselidiki dalam hubungannya dengan

dunia kenyataan. Disamping juga untuk memperoleh gambaran yang

jelas mengenai masalah dan

mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkannya.

b. Wawancara (Interview), yaitu pengumpulan data dengan

cara berkomunikasi secara langsung dengan pimpinan instansi dan

bagian-
bagian yang menangani kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam
27

menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat. Dengan metode wawancara

ini peneliti dapat memperoleh keterangan yang sedalam-dalamnya

tentang kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS

Provinsi Jawa Barat. Suatu masalah yang diteliti dan cepat memperoleh

informa si yang diinginkan serta informasi yang diperoleh melalui

wawancara akan lebih dipercaya kebenarannya, karena salah tafsiran

dapat diperbaiki sewaktu wawancara dilakukan. Jadi dengan metode

wawancara peneliti dapat memperoleh bahan-bahan, dimana peneliti

dapat memperoleh gambaran yang lebih obyektif tentang kinerja

aparatur Dinas Kesehatan dalam

menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat.

1.6.3 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini adalah purposive

(pengambilan informan berdasarkan tujuan). Teknik penentuan informan ini

adalah siapa yang akan dijadikan sebagai anggota informan diserahkan

pada pertimbangan pengumpulan data yang sesuai dengan maksud dan

tujuan

penelitian.

Menurut Irawan Soehartono teknik pengambilan sampel purposive

(pengambilan sampel berdasarkan tujuan) “Teknik pengambilan sampel ini,

siapa yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada

pertimbangan pengambil data yang menurut dia sesuai dengan maksud dan

tujuan penelitian.

(Soehartono, 2002:63). Penentuan informan dalam penelitian ini berdasarkan


28

objek yang diteliti dan berdasarkan keterkaitan informan tersebut dengan

penelitian.

Adapun informan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah

aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi

Kesehatan, peneliti melakukan wawancara kepada aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan, peneliti

mengambil beberapa orang dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

yang dianggap memiliki cukup informasi tentang kinerja aparatur Dinas

Kesehatan dalam menerapkan

SIRS di Provinsi Jawa Barat.

Adapun kriteria dari informan yang merupakan aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan

dalam

menerapkan SIRS yang berkaitan dalam penelitian ini adalah:

1. Edi Sutardi, SKM, M.Kes sebagai Kepala Seksi Data dan Informasi

Kesehatan, beliau dijadikan narasumber karena belieu merupakan Kepala

Seksi Data dan

Informasi Kesehatan.

2. Adjat Munadjat sebagai staf Data dan Informasi Kesehatan, beliau

dijadikan darasumber karena beliau merupakan orang yang bertugas mengolah

data SIRS

yang ada di Bagian Data dan Informasi Kesehatan.

3. Sutiwa Wahyudin, SKM sebagai staf Data dan Informasi Kesehatan,

beliau dijadikan narasumber karena beliau dapat memberikan informasi

tentang SIRS
yang ada di Bagian Data dan Informasi Kesehatan.

4. Herti Suherti Rachma Dewi SKM sebagai staf Data dan Informasi
Kesehatan,

beliau dijadikan narasumber karena beliau yang mengkoodinir dalam


29

penyelenggaraan SIRS yang ada di Bagian Data dan Informasi Kesehatan.

5. Oman Rustandi sebagai staf Data dan Informasi Kesehatan, beliau

dijadikan narasumber karena beliau sebagai pelaksana administrasi

pengumpulan data

SIRS yang ada di Bagian Data dan Informasi Kesehatan.

6. Usman Hermawan sebagai staf Data dan Informasi Kesehatan, beliau

dijadikan narasumber karena beliau sebagai pelaksana administrasi

pengumpulan data

SIRS yang ada di Bagian Data dan Informasi Kesehatan.

Penentuan informan untuk nara sumber berikutnya adalah masyarakat

yang menggunakan pelayanan informasi kesehatan melalui SIRS di

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat, peneliti

menggunakan

accidental, yaitu:

”Accidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan,


yaitu teknik sampling kebetulan dilakukan apabila pemilihan
anggota sampelnya dilakukan terhadap orang atau benda yang kebetulan
ada atau ditemui” (Husaini, 2009:45).

Berdasarkan definisi di atas peneliti mengambil salah satu

masyarakat untuk digunakan sebagai sampel secara kebetulan bila salah satu

masyarakat itu cocok untuk dijadikan sebagai nara sumber. Peneliti akan

menjadikan masyarakat yang datang ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat yang menggunakan pelayanan informasi kesehatan melalui SIRS

menjadi nara sumber, karena masyarakat yang langsung merasakan

pelayanan informasi kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sebagai

salah satu hasil dari kinerja aparatur Dinas

Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat.


30

1.6.4 Teknik Analisis Data

Analisa data adalah suatu kegiatan yang mengacu pada penelahaan atau

pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka menentukan

bagian- bagian, hubungan di antara bagian dalam keseluruhan. Teknik analisa

data yang sesuai dengan penelitian ini adalah analisa deskriptif kualitatif. Secara

operasional teknik analisis data yang dilakukan melalui beberapa tahapan

sebagaimana model

teknik analisa data yang dikemukakan oleh Moleong bahwa:

“Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan


bekerja dengan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Moleong, 2005:248)
Sesuai dengan definisi di atas, analisis data kualitatif merupakan

upaya yang dilakukan berdasarkan data, analisis data kualitatif merupakan

upaya yang dilakukan bedasarkan data yang ada. Data dipilih dan dikelola

berdasarkan jenisnya. Pola analisis ditentukan berdasarkan temuan data.

Setelah dipelajari, maka hasil analisis tersebut disimpulkan. Kesimpulan analisis

tersebut merupakan

informasi yang dapat disampaikan kepada orang lain.

Menurut Miles dan Huberman mengemukakan teknik analisis

deskriptif, tahapan-tahapan dalam analisis deskriptif setelah data terkumpul

adalah sebagai

berikut:

1. Reduksi data sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, klasifikasi


data kasar dari hasil penggunaan teknik dan alat pengumpulan data
lapangan. Reduksi data sudah dilakukan secara bertahap dengan cara
membuat ringkasan data yang dipilih dan disilang melalui komentar
informan dalam wawancara dan observasi informasi yang berasal
dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan
SIRS.
2. Penyajian data merupakan suatu upaya penyusunan
sekumpulan informann menjadi pertanyaan. Data kualitatif disajikan
dalam bentuk
31

teks yang pada awalnya terpencar dan terpisah menurut sumber


informasi dan pada saat diperolehnya informasi tersebut.
Kemudian data diklasifikasikan menurut pokok-pokok
permasalahan yang menjadi pembahasan antara lain kinerja
aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa
Barat.
3. Menarik kesimpulan berdasarkan reduksi sebelumnya. Selaras
dengan mekanisme logika pemikiran induktif. Penarikan
kesimpulan akan bertolak dengan hal-hal yang khusus (spesifik)
sampai kepada rumusan kesimpulan yang sifatnya umum (general).
(Milles, 1992:224)

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berdasarkan pada

pengumpulan data. Pengumpulan data primer maupun data sekundera berdasarkan

dokumentasi atau penelitian. Penilaian data untuk menyeleksi kategorisasi data

primer atau data sekunder. Interprestasi data dilakukan untuk menafsirkan

data- data yang ditemui di lapangan. Kesimpulan dihasilkan berdasarkan

generalisasi

dari pertanyaan-pertanyaan tentang permasalahan.

Peneliti menggunakan teknik analisa data deskriptif. Hal ini

dikarenakan peneliti hanya akan mendeskripsikan fakta-fakta yang ada di

lapangan. Analisa

data deskriptif akan menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti di kantor Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat, yang beralamatkan di Jl. Pasteur No. 25

Bandung telepon (022) 4230353 - 4232292 fax (022) 4236721 kotak pos 1021

Bandung 40171 dan Jl. Ternate No. 2 telepon. (022) 4235026 - 4238670 fax

(022) 4203960 Bandung 40115. Adapun waktu usulan penelitian ini

dimulai dari Observasi lokasi

penelitian sampai dengan penelitian berakhir, antara lain:


32

Tabel 1.1
Jadwal Penelitian

No Kegiatan Tahun 2011

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agts


1 Observasi lokasi penelitian

2 Pengajuan Judul

3 Penyusunan Usulan
Penelitian
4 Seminar Usulan Penelitian

5 Pengajuan surat ke tempat


penelitian
6 Pelaksanaan penelitian

7 Penulisan Skripsi

8 Sidang Skripsi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Aparatur

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:P.570) memberikan defenisi

kinerja diartikan sebagai: (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang

diperlihatkan, (3) kemampuan kerja” . Snell SA (1992:P.329) menyatakan

bahwa “kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan,

yakni keterampilan, upaya, bersifat eksternal” . Tingkat keterampilan

merupakan bahan baku yang dibawa oleh seseorang ketempat kerjanya,

seperti pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal serta kecakapan-

kecakapan teknis. Tingkat upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang

diperlihatkan oleh seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan

kondisi-kondisi eksternal adalah tingkat

sejauh mana kondisi-kondisi eksternal mendukung kinerja seseorang.

Kinerja adalah suatu ukuran yang mencakup keefektifan dalam

pencapaian tujuan dan efesiensi yang merupakan rasio dari keluaran

efektif terhadap masukan yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu

(Robbins,

1996:P.24).

Kinerja diberi batasan oleh Maier sebagai kesuksesan seseorang di

dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Parter dan Lawler

menyatakan bahwa kinerja adalah “succesful role achievent” yang diperoleh

seseorang dari
33
perbuatan-perbuatannya (as’ad,2003:P.47).

33
34

Dari batasan-batasan tersebut jelas bahwa yang dimaksud dengan kinerja

adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk

pekerjaan yang bersangkutan. Menurut Vroom tingkat sejauh mana keberhasilan

seseorang di dalam melaksanakan tugas pekerjaannya disebut “level of

performance” (As’ad,2003:P.48). Biasanya orang yang mempunyai level of

performance tinggi, disebut sebagai orang produktif dan sebaliknya orang yang

mempunyai level of performance rendah (tidak mencapai standar) dikatakan

sebagai orang yang tidak produktif.

Handoko (1998:P.7) “dua konsepsi utama untuk mengukur

kinerja (performance) seseorang adalah efisiensi dan efektifitas” . Efisiensi

adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar.

Efisiensi ini merupakan konsep matematik atau merupakan perhitungan

rasio antara pengeluaran (output) dan masukan (infut). Seorang pegawai yang

efisien adalah seorang yang mencapai keluaran yang lebih tinggi (hasil,

produktifitas, kinerja) dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan,

uang, mesin dan waktu). Dengan kata lain, dapat memaksimumkan keluaran

dengan jumlah masukan yang terbatas. Sedangkan efektifitas merupakan

kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat

untuk pencapaian tujuan yang tel ah ditetapkan. Dengan kata lain, seorang

pegawai yang efektif adalah seorang yang dapat memilih pekerjaan yang harus

dilakukan dengan metode (cara) yang tepat

untuk mencapai tujuan.

Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi

tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama
35

satu periode waktu. Secara lebih tegas Amstron dan Baron mengatakan

kinerja, bahwa “Kinerja adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat

dengan tujuan strategis organisasi, kepusan konsumen dan memberikan

konstribusi

ekonomi” (Amstrong dan Baron, 1998:15).

Definisi tersebut menerangkan bahwa kinerja merupakan hasil dari

pekerjaan yang berkaitan erat dengan tujuan organisasi, kepuasan konsumen

selaku pemakai dan memberikan kontribusi ekonomi. Lebih jauh Indra Bastian

menyatakan bahwa:

“kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan


suatu kegiatan, program, kebijaksanaan, dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam
perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi”
(Bastian, 2003:13).

Pendapat tersebut mengemukakan bahwa kinerja memberi gambaran

tingkat pencapaian untuk melaksanakan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan

yang dilakukan oleh pimpinan untuk mewujudkan sasaran sebagai tujuan

dari suatu organisasi, misi organisasi dan visi dari organisasi tersebut yang

tertuang dalam perumusan perencanaan suatu organisasi. Pendapat lain

tentang kinerja dikatakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara, bahwa “Kinerja

adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang

karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan

kepadanya” (Mangkunegara, 2000:67).

Pendapat tersebut mengemukakan bahwa, kinerja tersebut dapat

dijelaskan sebuah prestasi kerja atau hasil kerja (output) dari

seseorang

karyawan/pegawai baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh


36

karyawan/pegawai dalam melaksanakan tugas kerja sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya.

2.1.2 Pengertian Aparatur

Aparatur pemerintahan merupakan aset yang paling penting yang harus

dimiliki oleh suatu instansi pemerintah yang harus diperhatikan

untuk menghasilkan kinerja pemerintahan yang baik dan efisien sesuai dengan

bidang kemampuan yang dimiliki oleh setiap aparatur pemerintahan yang ada

sehingga setiap aparat dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang

diembannya dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut

Dharma Setyawan Salam dalam buku Manajemen Pemerintahan Indonesia,

menyebutkan bahwa ”aparatur pemerintahan sebagai social servant yaitu

pekerja yang digaji oleh pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis

pemerintahan melakukan pelayanan kepada

masyarakat” (Salam, 2004:169).

Definisi di atas menerangkan bahwa aparatur merupakan pegawai

dari sektor negeri atau pemerintahan yang digaji oleh pemerintah untuk

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan secara teknis sesuai dengan tingkat

jabatannya dan

berfungsi melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Keberhasilan pencapaian tujuan dari setiap pelaksanaan kegiatan

yang dilaksanakan oleh setiap instansi pemerintah pada dasarnya sangat

tergantung dari tingkat kemampuan sumber daya aparatur yang dimilikinya

sebagai pelaksana dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah, oleh

sebab itu maka faktor


SDM sangat berperan penting dalam pencapaian tujuan kegiatan
yang
37

dilaksanakan oleh pemerintah. Menurut Buchari Zainun dalam buku Manajemen

Sumber Daya Manusia, menyebutkan bahwa ”sumber daya manusia adalah daya

atau tenaga atau kekuatan atau kemampuan yang bersumber dari manusia”

(Buchari, 2001:64). Berdasarkan hal tersebut bila dikaitkan dengan aparatur, maka

sumber daya aparatur pemerintahan merupakan segala daya, tenaga, kekuatan dan

kemampuan yang bersumber dari aparatur pemerintahan yang harus diperhatikan

oleh pemerintah sebagai pelaksana dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh

pemerintah. Menurut Dharma Setyawan, menyebutkan bahwa “Aparat Pemerintah

adalah pekerja yang digaji pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis

pemerintahan, melakukan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan ketentuan

yang berlaku” (Setyawan, 2004:169).

Berdasarkan pengertian di atas, maka aparatur pemerintahan merupakan

seseorang yang digaji oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas

pemerintah secara teknis dengan berdasarkan ketentuan yang ada. Pentingnya

profesionalisme aparatur pemerintah sejalan dengan Pasal 3 UU Nomor 43

Tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok

Kepegawaian yang menyatakan bahwa:

“Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang


bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintah dan pembangunan” (UU Nomor 8 Tahun 1974).

Profesionalisme sangat ditentukan oleh kemampuan aparatur

dalam melakukan suatu pekerjaan menurut bidang tugas dan tingkatannya

masing- masing. Hasil dari pekerjaan itu lebih ditinjau dari segala segi sesuai

porsi, objek,

bersifat terus-menerus dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun serta jangka
38

waktu penyelesaian pekerjaan yang relatif singkat. Profesionalisme juga perlu

dilakukan oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian

Data dan Informasi Kesehatan dalam menerapkan SIRS sebagai informasi

kesehatan. Victor M. Situmorang dan Jusuf Muhir mengemukakan

bahwa aparatur

pemerintahan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Bersih,
2. Berwibawa,
3. Bermental baik, dan
4. Mempunyai kemampuan profesional yang
tinggi. (Situmorang, 1994:83).

Ciri-ciri tersebut merupakan gambaran ideal yang penting dalam

pelaksanaan pemerintahan, yang ditunjukan untuk kepentingan masyarakat. Hal

ini diperjelas kembali oleh Situmorang bahwa aparatur pemerintahan

memiliki

fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi aparatur pemerintahan sebagai abdi negara


yakni: a. Sebagai pemikir,
b. Sebagai perencana,
c. Sebagai penggerak pembangunan,
d. Sebagai pelaksana dari tugas-tugas umum pemerintah dan
pembangunan, dan
e. Sebagai pendukung kelancaran pembangunan.
2. Fungsi aparatur pemerintahan sebagai abdi masyarakat,
yakni: a. Melayanai masyarakat,
b. Mengayomi masyarakat,
c. Menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarkat
d. Membina masyarakat, dan
e. Tanggap terhadap pandangan-pandangan dan aspirasi yang
hidup dalam masyarakat.
(Situmorang, 1994: 84-85)

Berdasarkan pengertian di atas, bahwa seorang aparatur adalah abdi

bagi pemerintah maupun masyarakat. Aparatur dianggap sebagai bawahan

pemerintah
untuk melayani masyarakat, dalam hal ini aparatur Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa
39

Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan harus memberikan

pelayanan publik terbaik bagi masyarakat hal ini sebagai wujud

pengabdian kepada pemerintah maupun masyarakat. Salah satu pelayanan

yang diberikan oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada

Bagian Data dan Informasi

Kesehatan kepada masyarakat adalah melalui SIRS.

2.1.3 Kinerja Aparatur

kinerja aparatur adalah hasil kerja yang telah dicapai oleh

seseorang aparatur dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis

sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.

Oleh karena itu bila ingin tercapainya tujuan yang telah ditetaapkan sebelumnya,

maka perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja

tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor

kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai

dengan pendapat Keith Davis (1985:484) mengemukakan bahwa faktor-

faktor yang

mempengaruhi kinerja adalah:

1. Ability
Psychologically, ability consists of potential ability (IQ) and reality
(knowledge + skill). It is means that leader and subordinate with IQ
on average (110-120), even superior IQ, very superior, gifted and genius
with right education for right position and capable in daily working, is easy
to get the maximum performance.
2. Motivation
It is considered as the leader attitude and subordinate to the workplace.
Anyone with positive attitude to their working condition is will shows
high motivation and vice versa. The meaning of situation is that there is
working
40

contact, facility, atmosphere, leader policy, leadership model and working


condition.
(Davis, 1985:484).

Berdasarkan pendapat ahli di atas jelaslah bahwa faktor kemampuan

dapat mempengaruhi kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka kinerja

pegawaipun akan tercapai, sebaliknya bila kemampuan pegawai rendah atau tidak

sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan tercapai. Begitu juga

dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai

untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.

2.1.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Aparatur sebagai pelayan masyarakat, harus memberikan pelayan terbaik

untuk suatu kinerja. Kenyataannya untuk mencapai kinerja yang diinginkan

tidaklah mudah, banyak hambatan-hambatan yang harus dilewati. Menurut

Keith Davis terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja,

faktor

tersebut adalah faktor kemampuan (ability) dan motivasi (motivation) aparatur.

1. Faktor Kemampuan (ability)

Kemampuan seorang aparatur berbeda-beda, kemampuan dapat

dilihat dari kecerdasan ataupun bakat dari aparatur tersebut. Pengertian

kemampuan

menurut Moenir bahwa:

“Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang dalam hubungan


dengan tugas/pekerjaan berarti dapat (kata sifat/keadaan)
melakukan tugas/pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa
sesuai dengan yang diharapkan” (Moenir, 2002:116).

Berdasarkan teori di atas, kemampuan sebagai keadaan yang dimiliki

seseorang sehingga memungkinkan dirinya untuk dapat melakukan


sesuatu
41

berdasarkan keahlian dan ketarampilannya. Kaitannya dengan penerapan SIRS

pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat, kemampuan aparatur merupakan salah satu faktor penunjang

kemampuan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan

Informasi Kesehatan untuk dapat meningkatkan kinerja aparaturnya. Setiap

organisasi membutuhkan pengelola, dan pengelola tersebut tidak lain adalah

ap aratur yang terdapat di

dalamnya. Kemampuan (ability) terdiri dari dua indikator yaitu:

a. Kemampuan potensi (IQ), merupakan kesiapan tenaga dan pikiran

dari seorang aparatur dalam mengerjakan pekerjaannya.

b. Kemampuan realita (reality), merupakan kemampuan realita

dari seorang aparatur dalam mengerjakan pekarjaannya.

Kemampuan

realita (reality) terdiri dari dua bagian yaitu:

a) Kemampuan realita (reality) knowledge, merupakan kemampuan

yang diperoleh melalui belajar atau pendidikan.

b) Kemampuan realita (reality) skill, merupakan kemampuan yang

diperoleh melalui keterampilan dan pelatihan.

2. Faktor motivasi (motivation)

Motivasi (motivation) merupakan kondisi atau energi yang

menggerakan diri aparatur yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan

organisasi. Sikap mental aparatur yang pro dan positif terhadap situasi

kerja itulah yang

memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal.

Pengertian lain tentang motivasi dikatakan oleh Keith Davis dalam

Mangkunegara, yang berpendapat bahwa:


42

“Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan


terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka
yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan
motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif
(kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja yang
rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan
kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola
kepemimpinan kerja dan kondisi kerja” (dalam Mangkunegara, 2006:14)

Motivasi dalam arti bagaimana aparatur menafsirkan lingkungan kerja

mereka. Kemampuan kerja yang ditunjukan aparatur didasari atas faktor-

faktor apa yang memberi andil dan berkaitan dengan efek negatif terhadap

kemampuan aparatur serta apa yang menimbulkan kegairahan dalam bekerja.

Faktor motivasi

terdiri dari dua indikator yaitu:

a. Sikap (attitude), merupakan mental yang dimiliki seorang aparatur

dalam mengerjakan pekerjaannya.

b. Situasi (situation), merupakan suatu keadaan atau kondisi kerja dalam

lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi sikap seseorang aparatur.

Secara psikologis, aspek yang sangat penting dalam kepemimpinan

kerja adalah sejauhmana pimpinan mampu mempengaruhi motivasi kerja

SDM-nya

agar mereka mampu bekerja produktif dengan penuh tanggung jawab.

Berdasarkan pendapat ahli di atas jelaslah bahwa faktor kemampuan

dapat mempengaruhi kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka

kinerja pegawaipun akan tercapai, sebaliknya bila kemampuan pegawai rendah

atau tidak sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan tercapai.

Begitu juga dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang menggerakan

diri pegawai

untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.


43

2.2 E-Government

E-government sekarang ini menjadi salah satu pembahasan dalam

pemerintahan. E-government di sini diartikan sebagai pemerintahah

digital, pemerintah online, yang dapat menghubungkan secara lebih

mudah dan transparan. Interaksi antara pemerintah dan warga negara (G2C-

pemerintah ke warga negara), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-

pemerintah ke perusahaan

bisnis) dan hubungan antar pemerintah (G2G-hubungan inter-agency).

Tenaga teknis yang handal dapat membantu pemerintah dalam

setup server dan acces point di berbagai tempat. Contohnya antara lain

adalah penyediaan informasi yang sering dicari oleh masyarakat. Informasi

ini dapat berupa informasi kesehatan misalnya. Pengertian E-government

menurut Edi

Sutanta yaitu:

”E-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat


meingkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak
lain. Penggunaan teknologi ini kemudian manghasilkan hubungan
bentuk baru, seperti pemerintah kepada masyarakat, pemerintah
kepada pemerintah dan pemerintah kepada bisnis atau pengusaha”
(Sutanta, 2003:150)

Berdasarkan pengertian di atas, E-government yang ada dalam

suatu pemerintahan berfungsi sebagai interaksi antara pemerintah kepada

masyarakat,

pemerintah kepada pemerintah dan pemerintah kepada bisnis atau pengusaha.

Kemampuan pemerintah sebagai organisasi kekuasaan seharusnya

dapat menerapkan berbagai hal, termasuk di dalam penerapan E-Government

yang menyediakan layanan dalam bentuk elektronik. The World Bank Group

memberi
pengertian E-Government sebagai berikut :
44

“E-Government refers to the use by government agencies of


information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet,
and mobile computing) that have the ability to transform relations
with citizens, businesses, and other arms of government. E-
Government berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi
(seperti wide area network, internet dan mobile computing) oleh
organisasi pemerintah yang mempunyai kemampuan membentuk
hubungan dengan warga negara, bisnis dan organisasi lain dalam
pemerintahan” (dalam Indrajit 2002:3).
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa E-Government yang

berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi oleh organisasi

pemerintah yang mempunyai kemampuan yang dapat menghubungkan antar

warga negara,

lingkungan bisnis dan organisasi lain dalam pemerintahan.

Definisi lain E-Government diberikan oleh Zweers dan Planque seperti

yang dikutip oleh Richardus E.Indrajit yaitu:

“Berhubungan dengan penyediaan informasi, layanan atau produk yang


disiapkan secara elektronis, dengan dan oleh pemerintah, tidak
terbatas tempat dan waktu, menawarkan nilai lebih untuk partisipasi
pada semua kalangan” (dalam Indrajit, 2002:3).

Definisi tersebut menjelaskan bahwa kehadiran E-Government sebagai

penyediaan informasi, layanan atau produk yang disiapkan dalam

bentuk elektronis, dengan dan oleh pemerintah, tidak terbatas tempat dan

waktu yang sesuai dengan makna era globalisasi pada masa sekarang dan

memberikan nilai

tambah untuk partisipasi pada semua kalangan.

Penerapan E-Government menginginkan adanya perubahan dalam

pemberian pelayanan kepada masyarakat, sebagaimana yang dikatakan M.

Khoirul Anwar dan Asianti Oetojo S. bahwa, “suatu sistem

untuk penyelenggaraan pemerintahaan dengan memanfaatkan teknologi

informasi dan
komunikasi terutama yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada
45

masyarakat” (Anwar dan Oetojo, 2003:136). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa E-Government adalah penggunaan teknologi informasi dan

komunikasi dalam penyelenggaran pemerintahan oleh lembaga

pemerintah untuk meningkatkan kinerja dan hubungan antar pemerintah

dengan pihak lain. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian

menghasilkan hubungan dan memperluas akses publik untuk memperoleh

informasi sehingga akuntabilitas

pemerintah meningkat.

Adapun G-Government itu sendiri ditandai dengan adanya

penggunaan jaringan komunikasi dengan tingkat konektivitas tertentu

yang mampu menghubungkan antara satu pihak dengan pihak lainnya.

Misalnya pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan kalangan

bisnis, pemerintah dengan

pemerintah dan pemerintah dengan pegawai.

2.2.1 Jenis-jenis E-Government

Penerapan E-Government memiliki beberapa jenis dalam memberikan

pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat.

Dalam mengkategorikan jenis-jenis E-Government tersebut dapat dilihat dari

dua aspek

utama. Aspek tersebut meliputi :

1. aspek kompleksitas, yaitu yang menyangkut seberapa rumit


anatomi sebuah aplikasi E-Government yang ingin dibangun dan
diterapkan, dan
2. aspek manfaat, yaitu menyangkut hal-hal yang berhubungan
dengan besarnya manfaat yang dirasakan oleh penggunanya.
(Indrajit, 2004:29).

Keberadaan aspek-aspek di atas dapat memudahkan untuk membedakan

jenis-jenis E-Government yang ada. Berdasarkan aspek-aspek tersebut, maka


46

jenis-jenis E-Government dibagi menjadi tiga kelas utama, yaitu 1)Publish /

Publikasi, 2) Interact / interaksi, 3)Transact / transaksi (Indrajit, 2004:30).

1. Publish / Publikasi

Merupakan implementasi E-Government yang termudah karena aplikasi

yang digunakan tidak perlu melibatkan sejumlah sumber daya yang besar dan

beragam, selain itu juga skala yang digunakan kecil. Komunikasi yang

digunakan merupakan komunikasi satu arah. Adapun menurut Richardus E.

Indrajit publish

yaitu:

“Di dalam kelas publish ini yang terjadi adalah komunikasi satu arah,
dimana pemerintah mempublikasikan berbagai data dan informasi yang
dimilikinya untuk dapat secara langsung dan bebas diakses oleh
masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan melalui Internet”
(Indrajit, 2004:30)

Dalam kelas publish / publikasi ini Internet merupakan sesuatu yang

penting dalam menjalin komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat.

Dengan adanya Internet maka interaksi pemerintah dengan masyarakat

menjadi

lebih cepat dan mudah.

2. Interact / interaksi

Interaksi ini terjadi antara pemerintah dengan mereka yang

mempunyai kepentingan. Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk

melakukan pelayanan

interaksi ini yaitu:

“Yang pertama adalah bentuk portal dimana situs terkait memberikan


fasilitas searching bagi mereka yang ingin mencari data atau informasi
secara spesifik. Jenis yang kedua adalah pemerintah menyediakan kanal
dimana masyarakat dapat melakukan diskusi dengan unit-unit tertentu
yang berkepentingan, baik secara langsung (seperti Chatting, tele-
conference, web tv) maupun tidak langsung (melalui e-mail, frequent
ask questions, newsletter,mailing list)” (Indrajit, 2004:31)
47

Dalam jenis ini terdapat komunikasi yang diwujudkan dalam dua

bentuk yaitu, komunikasi secara langsung dan tidak langsung (Indrajit, 2004:31).

Interact / interaksi berpotensi meningkatkan peluang kepada masyarakat

untuk dapat berpartisipasi dengan pemerintah secara cepat dan bebas. Fasilitas

yang diberikan dalam jenis ini adalah polling / ruang diskusi dalam situs web

pemerintah.dengan adanya jenis ini maka komunikasi antar pemerintah

dengan masyarakat lebih

cepat untuk disampaikan.

3. Transact / transaksi

Proses interaksi yang terjadi adalah interaksi dua arah dimana

antara pemerintah dengan masyarakat yang mempunyai kepentingan. Dalam

proses ini terjadi sebuah transaksi yang berhubungan dengan perpindahan

uang dari satu

pihak kepihak lainnya. Seperti dikatakan Richardus E Indrajit bahwa:

“Yang terjadi pada kelas ini adalah interaksi dua arah seperti pada
interact, hanya saja terjadi sebuah transaksi yang berhubungan
dengan perpindahan uang dari satu pihak lainnya (tidak gratis,
masyarakat harus membayar kasa pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah atau mitra kerjanya)” (Indrajit, 2004:32)

Penerapan E-Government dalam jenis ini tidak hanya berfungsi sebagai

media penyampaian informasi dan interaksi saja, namun dapat terjadi

proses transaksi yang melibatkan pertukaran uang atau pihak lain.

Memerlukan biaya untuk melakukan proses interaksi tersebut. Aplikasi yang

digunakan lebih sulit dibandingkan dengan publish serta interact. Dalam jenis

interaksi ini diperlukan sistem keamanan yang baik agar perpindahan uang yang

dilakukan aman dan hak-

hak privacy berbagai pihak yang bertransaksi terlindungi dengan baik.


48

2.2.2 Faktor-Faktor Pengembangan E-Government

Terdapat beberapa faktor dalam pengembangan e-Government

faktor tersebut berasal dari faktor teknologi, ekonomi, globalisasi, nasional serta

lokal.

Berdasarkan hal tersebut maka akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Faktor teknologi, peradaban manusia dari tatanan masyarakat agraris


dan industrialis menuju masyarakat informasi.
2. Faktor ekonomi, dalam era reformasi terjadi transformasi dari
ekonomi konvensional ke arah ekonomi digital dan ekonomi jaringan.
3. Faktor globalisasi, dengan liberalisasi perdagangan batas negara
di bidang ekonomi semakin pudar, maka sangat perlu perencanaan
yang matang dan menyeluruh di bidang teknologi informasi dan
menciptakan infrastruktur dan aplikasi teknologi informasi yang
memadai serta meningkatkan sumber daya manusia di bidang teknologi
informasi.
4. Faktor nasional, era reformasi menuntut suatu pemerintahan yang
bersih dan bertanggung jawab kepada rakyat.
5. Faktor lokal, adanya sektor pariwisata yang sangat perlu promosi
potensi wisata. Disamping itu keberadaan Usaha Kecil Menengah
(UKM) yang terbukti tahan hidup dalam kondisi ekonomi yang kritis.
(Indrajit, 2002:27).

Penerapan E-Government merupakan suatu media dalam

rangka meningkatkan kapasitas pemerintah sebagai lembaga pemerintah

yang menjalankan aktivitas kehidupan dalam berbangsa dan bernegara.

Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah dalam penerapan E-

Government senantiasa

dikembangkan agar mampu bersaing di tengah persaingan global.

2.2.3 Indikator-Indikator dalam Pengembangan E-Government

Dalam penerapan E-Government terdapat indikator-indikator penting

yang harus diperhatikan. Menurut Indrajit indikator-indikator tersebut meliputi:

1. Data infrastruktur,
2. Infrastruktur legal,
3. Infrastruktur institusional,
4. Infrastruktur manusia,
49

5. Infrastruktur teknologi, dan


6. Strategi pemikiran dan
kepemimpinan. (Indrajit, 2002:25).

Berdasarkan indikator-indikator di atas, maka penerapan E-

Government harus memenuhi berbagai hal seperti data infrastruktur yang

memadai dan infrastruktur legal. Disamping itu kemampuan sumber daya

manusia sangat dibutuhkan dalam menerapkan teknologi informasi yang

berbasis E-Government.

Hal tersebut dapat dilihat dari:

1. Data infrastruktur

Kesiapan data infrastruktur tersebut meliputi manajemen sistem,

dokumentasi dan proses kerja ditempat untuk menyediakan kuantitas dan kualitas

data yang berfungsi mendukung menuju penerapan E-Government (Indrajit,

2002:25). Kemampuan mendokumentasi juga menjadi bagian dari standar

penerapan E-Government. Dengan adanya dokumentasi maka prose mengevaluasi

jadi lebih mudah.

2. Infrastruktur legal

Dasar hukum dan peraturan-peraturan merupakan landasan

dalam penerapan E-Government (Indrajit, 2002:25). Selain itu dasar

hukum dan peraturan-peraturan dijadikan strategi dari pemerintahan untuk

menerapkan E- Government secara berkesinambungan. Adapun dasar hukum

tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan ataupun Surat keputusan

yang mempunyai

kekuatan hukum.
50

3. Infrastruktur institusional

Infrastruktur institusional merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kesadaran dalam membangun E-Government. Salah satu cara

untuk meningkatkan kesadaran dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan

baik antar lembaga tentang penerapan E-Government (Indrajit, 2005:25).

Selain melakukan koordinasi dapat juga dilakukan dengan melakukan

komunikasi dengan baik

sehingga dapat meningkatkan kerjasama antar lembaga (Indrajit, 2002:26).

4. Infrastruktur manusia

Penerapan E-Government dalam pelaksanaannya membutuhkan

kemampuan sumberdaya aparatur, karena penerapan E-Government yang

harus didukung dengan aparatur yang berkompeten dibidang teknologi

informasi (Indarajit, 2002:26). Adapun upaya untuk menciptakan sumberdaya

aparatur yang berkualitas melalui pelatihan dan pendidikan yang berbasis

teknologi informasi. Infrastruktur manusia merupakan hal yang penting dengan

adanya sumberdaya manusia yang mendukung maka pelaksanaan penerapan

E-Government dapat

berjalan sesuai dengan yang diinginkan.

5. Infrastruktur teknologi

Inisiatif penerapan E-Government banyak bertumpu pada infrastruktur

teknologi maka implementasi penerapan E-Government harus disesuaikan

dengan kondisi infrastruktur yang tersedia. Dengan adanya infrastrukutr

teknologi yang memadai maka penerapan E-Government akan berjalan

sebagaimana mestinya (Indrajit, 2002:26). Adapun untuk mengetahui

ketersediaan sarana teknologi yang

dimiliki maka dapat dilihat melalui jumlah komputer atau sarana teknologi
51

lainnya yang menunjang dalam penerapan E-Government serta aanya jaringan

komputer untuk lebih memudahkan dalam mengakses. (Indarajit, 2002:26).

6. Strategi pemikiran dan kepemimpinan

Penerapan E-Government di dalam pelaksanaannya membutuhkan

pemimpin yang mempunyai visi dan misi yang berkaitan dengan E-

Government. Hal tersebut diperlukan agar agenda strategi serta pemikirannya

yang berkaitan dengan E-Government akan diwujudkan secara nyata.

Disamping itu juga pemimpin yang mempunyai wawasan tentang E-

Government dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan E-

Government secara operasional

(Indrajit, 2002:27).

SIRS sebagai salah satu wujud pelayanan kesehatan di Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat merupakan implementasi E-Government yang

sesuai dengan Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 tentang kebijakan dan

strategi nasional pengembangan E-Government sesungguhnya merupakan

sebuah bentuk terobosan, walau dilakukan di sebuah negara yang

budaya IT-nya belum

berkembang sebagaimana Indonesia sekarang ini.

2.3 Penerapan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

2.3.1 Pengertian Penerapan

Penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah maupun swasta, baik secara individu maupun kelompok dengan

maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Menurut J.S

Badudu dan Sutan


Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara atau hasil (Badudu &
Zain,
52

1996:1487). Adapun menurut Lukman Ali, penerapan adalah

mempraktekkan, memasangkan (Ali, 1995:1044). penerapan dapat juga

diartikan sebagai pelaksanaan. Adapun menurut Riant Nugroho penerapan

pada prinsipnya cara

yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang dinginkan (Nugroho, 2003:158).

Berbeda dengan Nugroho, menurut Van Meter dan Van Horn

menerangakn, bahwa “penerapan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan

baik oleh individu-individu/pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah/swasta

yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan”

(dalam Wahab, 1997:65). Dalam hal ini, penerapan adalah pelaksanaan sebuah

hasil kerja yang diperoleh melalui sebuah cara agar dapat dipraktekkan ke dalam

masyarakat.

2.3.2 Unsur-Unsur Penerapan

Penerapan merupakan sebuah kegiatan yang memiliki tiga unsur penting

dan mutlak dalam menjalankannya. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi:

1. Adanya program yang dilaksanakan,


2. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran
dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, dan
3. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses
penerapan tersebut.
(Wahab, 1990:45).

Berdasarkan pengertian di atas maka penerapan mempunyai unsur

yaitu program, target dan pelaksanaan dalam mewujudkan tujuan yang

diinginkan

dalam sebuah organisasi atau lingkungan kerja.


53

2.3.3 Pengertian Sistem

Sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan dan

saling bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan. Menurut Scott, dalam

bukunya M. Khoirul Anwar yang berjudul Aplikasi Sistem Informasi Manajemen

Bagi Pemerintah Di Era Otonomi Daerah, sistem terdiri dari unsur-unsur seperti

masukan (input), pengolahan (processing) serta keluaran (output). (Scott

dalam Anwar, 2004:5). Sedangkan informasi menurut Mcfadden yang

dikutip oleh Abdul Kadir dalam bukunya yang berjudul Pengenalan Sistem

Informasi adalah data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga

meningkatkan pengetahuan

seseorang yang menggunakan data tersebut. (dalam Kadir, 2006:31).

Berdasarkan pengertian informasi di atas Edhy Sutanta mengemukakan

beberapa fungsi informasi, yaitu:

1. Menambah pengetahuan,
2. Mengurangi ketidakpastian,
3. Mengurangi resiko kegagalan,
4. Mengurangi keanekaragaman/variasi yang tidak diperlukan, dan
5. Memberi standar, aturan-aturan, ukuran-ukuran, dan keputusan-
keputusan yang menentukan pencapaian sasaran dan
tujuan. (Sutanta, 2003:11).

Berdasarkan penjelasan definisi-definsi di atas, sistem informasi

merupakan data yang diproses sedemikian rupa yang terdiri dari unsur-

unsur seperti masukan, pengolahan serta keluaran yang tersusun secara

sistematis dan berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan seseorang yang

menggunakan data tersebut. Sistem informasi merupakan salah satu bentuk

pengambilan keputusan. karena sistem informasi, bertujuan untuk menyajikan

suatu informasi, yang pada

akhirnya informasi tersebut berguna dalam pengambilan suatu keputusan.


54

Sejalan dengan definisi di atas, sistem informasi menurut Hall

yang dikutip oleh Abdul Kadir dalam bukunya yang berjudul Pengenalan

Sistem Informasi, adalah ”Sebuah rangkaian prosedur formal dimana data

dikelompokan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada

pemakai” (Hall dalam

Kadir, 2006:11).

2.3.4 Pengertian Informasi

Informasi sangat dibutuhkan agar dapat mengetahui keakuratan

data yang dihasilkan. Informasi ibarat data yang mengalir didalam tubuh

suatu organisasi, informasi ini sangat penting dalam pengambilan keputusan

didalam suatu organisasi. Menurut McFadden mendefinisikan informasi

sebagai sebuah data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga

meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut.

Informasi dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Dengan adanya

informasi,tingkat kepastian menjadi

meningkat.

Informasi dapat mengenai data mentah, data tersusun, kapasitas

sebuah saluran komunikasi dan lain sebagainya. Informasi merupakan suatu

data yang diolah menjadi suatu bentuk penting nilai yang nyata atau dapat

dirasakan baik dalam keputusan-keputusan yang sekarang maupun yang akan

datang. Menurut pendapat Malayu S.P. Hasibuan dalam bukunya Manajemen

Dasar Pengertian

dan Masalah, mendefinisikan pengertian informasi sebagai berikut:

"Information is data that has been processed into a form that is


meaningful to the recipient and is of real or perceived value in current
or prospective decisions". (Informasi adalah data yang telah
diolah menjadi suatu bentuk yang penting bagi si penerima dan
mempunyai
55

nilai yang nyata atau yang dapat dirasakan dalam keputusan-


keputusan yang sekarang atau keputu san-keputusan yang akan datang)”
(Hasibuan, 1996:258).

Berdasarkan pengertian di atas, maka informasi merupakan suatu

data yang telah diolah menjadi suatu informasi bagi si penerima informasi

dan mempunyai nilai yang nyata atau yang dapat dirasakan langsung

oleh si penerima informasi dalam keputusan-keputusan yang sekarang atau

keputusan yang akan datang. Menurut Wahyono, mengatakan dari pengertian

informasi

bahwa:

“informasi adalah hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang lebih
berguna bagi yang menerimanya yang menggambarkan suatu
kejadian- kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat
bantu untuk pengambilan suatu keputusan” (Wahyono, 2004:3).

Berdasarkan pengertian di atas, maka kegunaan informasi

untuk mengurangi ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan tentang

suatu keadaan. Sedangkan nilai dari pada informasi ditentukan oleh manfaat,

biaya dan kualitas maksudnya bahwa informasi dianggap bernilai apabila

manfaatnya lebih

efektif dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkannya.

Menurut McFadden, dalam bukunya Abdul Kadir yang berjudul

Pengenalan Sistem Informasi, mendefinisikan informasi sebagai data yang telah

diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang

menggunakan data tersebut (dalam Kadir, 2002:31). Sedangkan menurut

Davis, informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang

berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat

ini atau saat

mendatang. (dalam Kadir, 2002:31).


Jogiyanto mengemukakan, bahwa informasi adalah hasil pengolahan
56

data, akan tetapi tidak semua hasil dari pengolahan tersebut bisa

menjadi informasi. (Jogiyanto, 1999:8). Dari pengertian beberapa sumber di

atas maka informasi merupakan kumpulan data-data yang diolah sedemikian

rupa sehingga dapat memberikan arti dan manfaat sesuai dengan keperluan

tertentu yang bisa

menjadi suatu informasi.

Data merupakan bentuk yang masih mentah yang belum dapat berbicara

banyak, sehingga perlu diolah lebih lanjut. Data yang diolah melalui suatu

model menjadi informasi, penerima kemudian menerima informasi tersebut,

membuat suatu keputuan dan melakukan tindakan, yang berarti menghasilkan

tindakan lain yang akan membuat sejumlah data kembali. Data yang

ditangkap dianggap sebagai input, diproses kembali melalui model dan

seterusnya membentuk suatu siklus. Menurut Mc. Leod informasi yang

berkualitas harus memiliki ciri-

ciri sebagai berikut :

1. Akurat, artinya harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya,


2. Tepat waktu, artinya informasi itu harus tersedia atau ada pada
saat informasi itu diperlukan,
3. Relevan, artinya informasi yang diberikan harus sesuai yang
dibutuhkan, dan
4. Lengkap, artinya informasi harus diberikan secara
lengkap. (Jogiyanto, 1999:10).

Pendapat di atas tersebut mengemukakan, bahwa informasi

yang dihasilkan dikatakan berkualitas, apabila infomasi yang didapatkan akurat,

tepat waktu, relevan serta lengkap. Suatu informasi merupakan kunci

keberhasilan dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk pengambilan

keputusan, karena

informasi merupakan faktor penting dalam melakukan kegiatan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Sistem informasi


57

adalah kumpulan informasi didalam sebuah basis data menggunakan model

dan media teknologi informasi digunakan di dalam pengambilan keputusan

bisnis sebuah organisasi. Di suatu organisasi, informasi merupakan sesuatu yang

penting

didalam mendukung proses pengambilan keputusan.

2.3.5 Pengertian Sistem Informasi

Pemerintah dalam menjalankan tugasnya mempunyai tiga fungsi

yaitu pemberdayaan (empowerment), pembangunan (development), dan

pelayanan

(service). Upaya peningkatan pelayanan sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah.

Sistem informasi adalah kumpulan informasi didalam sebuah basis

data menggunakan model dan media teknologi informasi digunakan

didalam pengambilan keputusan bisnis sebuah organisasi. Di suatu organisasi,

informasi merupakan sesuatu yang penting didalam mendukung proses

pengambilan

keputusan oleh pihak manajemen.

Setiap informasi menurut Teguh Wahyono memiliki beberapa

karakteristik yang menunjukan sifat dari informasi itu sendiri, yaitu:

1. Benar atau salah : Karakteristik tersebut berhubungan dengan


sesuatu yang realitas atau tidak dari sebuah informasi,
2. Baru : sebuah informasi dapat berarti sama sekali baru bagi penerimanya,
3. Tambahan : sebuah informasi dapat memperbaharui atau
memberikan nilai tambah pada informasi yang telah ada,
4. Korektif : sebuah informasi dapat menjadi bahan koreksi bagiinforma
si sebelumnya, salah atau palsu, dan
5. Penegas : informasi dapat mempertegas informasi yang telah ada, hal
ini masih berguna karena dapat meningkatkan persepsi penerima
atas kebenaran informasi tersebut.
(Wahyono, 2004:6).
58

Informasi dengan perkembangannya yaitu melalui tertulis dan tidak

tertulis, sedangkan sekarang informasi juga bisa melalui elektronik (digital)

yang

memiliki karakter tersendiri.

Perkembangan informasi menyatu dengan komputer dan menciptakan

suatu jaringan sistem informasi. Pengertian sistem informasi dikemukakan

oleh Teguh Wahyono, yaitu “ Sistem informasi pada dasarnya merupakan suatu

sistem yang dibuat oleh manusia yang terdiri dari komponen-komponen dalam

organisasi

untuk mencapai suatu tujuan yaitu menyajikan informasi” (Wahyono, 2004:17).

Sistem informasi di dalam suatu organisasi mempertemukan

kebutuhan pengolahan transaksi, mendukung operasi, manajerial, dan

kegiatan strategi

organisasi untuk menyediakan kebutuhan.

Kelengkapan sistem informasi menurut Teguh Wahyono dalam

bukunya yang berjudul Sistem Informasi Konsep Dasar Analisis Desain dan

Implementasi

SIMDA, yaitu:

1. Hardware : Bagian ini merupakan perangkat keras sistem


informasi. Sistem informasi modern memiliki perangkat keras seperti
komputer, printer dan teknologi jaringan komputer,
2. Software : Bagian ini merupakan bagian perangkat lunak
sistem informasi. Sistem informasi modern memiliki perangkat lunak
untuk memerintahkan komputer melaksanakan tugas yang harus
dilakukan, seperti Windows dan Microsoft office,
3. Data : merupakan komponen dasar dari informasi yang akan di
proses lebih lanjut untuk menghasilkan informasi. Seperti contoh
adalah dokumen bukti-bukti transaksi, nota, kuitansi dan sebagainya,
4. Prosedur : Merupakan bagian yang berisikan dokumentasi prosedur
atau proses-proses yang terjadi dalam sistem. Prosedur dapat berupa
buku- buku penuntun operasional seperti prosedur sistem pengendalian
intern atau buku penuntun teknis seperti buku manual menjalankan
program komputer dan sebagainya, dan
5. Manusia : Manusia merupakan bagian utama dalam
mengoperasikan suatu sistem informasi.
(Wahyono, 2004:19-20).
59

Menurut peneliti perangkat hardware dan software komputer sudah

semakin canggih, yang diperlukan sekarang adalah untuk mengoreksi SDM.

SDM yang dimaksud adalah kinerja pegawai supaya bisa beradaptasi dengan

teknologi

sistem informasi dan menyusun data yang sesuai prosedur.

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi sistem informasi, yaitu:

1. Sumber daya manusia,


2. Penggunaan metode untuk analisa,
3. Penggunaan komputer sebagai alat bantu,
dan (Wahyono, 2004:24).

Dari ketiga unsur di atas semuanya saling berkaitan satu sama

lain. Materi yang peneliti bahas adalah berkaitan dengan kinerja sebuah

organisasi atau instansi pemerintahan. Kinerja organisasi memiliki faktor-

faktor yang dapat

berpengaruh dalam mengembangkan sistem informasi.

2.3.6 Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

Pada era globalisasi ini biasa dikatakan seluruh perangkat kerja di

berbagai organisasi telah menggunakan dan menerapkan konsep sistem

informasi yang modern. Keculai di beberapa kawasan di negara

berkembang dan terbelakang yang dianggap masih belum tersentuh oleh

pengaruh dampak teknologi. Penerapan sistem informasi tersebut terlihat di

berbagai kantor-kantor, supermarket, rumah sakit, lembaga pendidikan,

pelabuhan, bandara, dan lain-lain. Dan penggunaan sistem informasi ini tanpa

kita sadari merupakan kebutuhan

bukan lagi dianggap sebagai pelengkap semata.


60

Salah satu penerapan sistem informasi tersebut sebagai salah satu

wujud pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat adalah

dengan diterapkannya SIRS melalui rumah sakit yang berfungsi memanajemen

data-data

pasien dan mempercepat kinerja rumah sakit dalam melayani pasien.

SIRS adalah suatu sistem informasi manajemen pencatatan

pelaporan rumah sakit dan direkapitulasi di setiap tingkatan administrasi

dengan waktu tertentu. SIRS ini diterapkan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan dan dikelola khusus oleh

operator bagian IT, sedangkan penganggung jawab SIRS adalah kepala

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Peraturan Undang-Undang yang

menyebutkan sistem informasi kesehatan ini adalah Kepmenkes Nomor

004/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijakan dan Strategi Desentralisasi bidang

kesehatan. Tujuan umum SIRS adalah didapatkan semua data hasil kegiatan

rumah sakit dan data lainnya yang berkaitan, serta dilaporkan data tersebut

kepada jenjang administrasi di atasnya

sesuai dengan kebutuhan secara tepat, cepat dan akurat.

Tujuan khusus SIRS yaitu tercatatnya semua data hasil kegiatan

rumah sakit dan data berkaitan dalam format-format yang telah ditentukan

dengan benar dan berkesinambungan, terlapornya data tersebut di jenjang

administrasi yang lebih tinggi sesuai dengan kebutuhan dan mempergunakan

format yang telah ditetapkan secara benar, berkelanjutan dan teratur,

terolahnya dat a tersebut menjadi informasi di rumah sakit dan di setiap

jenjang administrasi di atasnya, sehingga bermanfaat untuk mengetahui

permasalahan kesehatan yang ada di

masyarakat serta mermuskan cara penanggulangan secara tepat. Diperolehnya


61

persamaan pengertian tentang SIRS meliputi batasan operasional, tatacara

pengisian format, pengolahan data dan informasi dan mekanisme

pelaporannya, pelaksanaan SIRS di semua jenjang administrasi, sehingga dapat

berhasil guna dan berdaya guna dalam pengolahan upaya kesehatan

masyaraakt dan di perolehnya satu sumber data yang dapat diapakai,

dimanfaatkan data dengan

benar, akurat dan sama.

SIRS merupakan sebuah sistem informasi kesehatan

dengan menggunakan sistem data base dan jaringan komunikasi yang difasilitasi

dengan aplikasi layanan dokumen rumah sakit dan berfungsi memanajemen

data-data pasien dan mempercepat kinerja rumah sakit dalam melayani pasien.

setiap rumah sakit yang tercatat di Departemen Kesehatan wajib mengikuti

SIRS yang telah

ditetapkan, sesuai dengan prosedur.


BAB III

OBJEK PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat memiliki luas sebesar 3.584.644,92 hektar,

dengan kondisi topografi beragam. Wilayah Provinsi Jawa Barat yang

berada pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut (dpl) adalah

seluas 330.946,92 hektar, 312.037,34 hektar berada pada ketinggian 25- 100

meter dpl, 650.086,65 hektar berada pada 100-500 meter dpl, 585.348,37 hektar

berada pada ketinggian 1000 meter lebih dpl. Secara administratif, pada tahun

2008 Provinsi Jawa Barat terdiri dari 26 kabupaten dan kota, yang terbagi

dalam 17 kabupaten dan 9 kota, yaitu : Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur,

Bandung, Bandung Barat, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon,

Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi,

serta kota Bogor, Sukabumi, Bandung,

Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasikmalaya dan Banjar.

Di bawah ini merupakan tabel jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat,

hingga akhir 2008:

62
63

Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Di Jawa Barat 2005-2008

Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008


Regency/City
Kab./Reg.
01. Bogor 4 100 934 4 216 186 4 316 236 4 402 026
02. Sukabumi 2 224 993 2 240 901 2 258 253 2 277 020
03. Cianjur 2 098 644 2 125 023 2 149 121 2 169 984
04. Bandung 4 263 934 4 399 128 3 038 038 3 116 056
05. Garut 2 321 070 2 375 725 2 429 167 2 481 471
06. Tasikmalaya 1 693 479 1 743 324 1 792 092 1 839 682
07. Ciamis 1 542 661 1 565 121 1 586 076 1 605 891
08. Kuningan 1 096 848 1 118 776 1 140 777 1 163 159
09. Cirebon 2 107 918 2 134 656 2 162 644 2 192 492
10. Majalengka 1 191 490 1 197 994 1 204 379 1 210 811
11. Sumedang 1 067 361 1 089 889 1 112 336 1 134 288
12. Indramayu 1 760 286 1 778 396 1 795 372 1 811 764
13. Subang 1 421 973 1 441 191 1 459 077 1 476 418
14. Purwakarta 770 660 784 797 798 272 809 962
15. Karawang 1 985 574 2 031 128 2 073 356 2 112 433
16. Bekasi 1 953 380 1 991 230 2 032 008 2 076 146
17. Bandung Barat - - 1 493 225 1 531 072
Kota/City
18. Bogor 844 778 855 846 866 034 876 292
19. Sukabumi 287 760 294 646 300 694 305 800
20. Bandung 2 315 895 2 340 624 2 364 312 2 390 120
21. Cirebon 281 089 285 363 290 450 298 995
22. Bekasi 1 994 850 2 040 258 2 084 831 2 128 384
23. Depok 1 373 860 1 393 568 1 412 772 1 430 829
24. Cimahi 493 698 506 250 518 985 532 114
25. Tasikmalaya 594 158 610 456 624 478 637 083
26. Banjar 173 576 177 118 180 744 184 577
Jawa Barat 39 960 869 40 737 594 41 483 729 42 194 869
(Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Barat 2008)

Di bawah ini merupakan tabel jumlah Rumah Sakit yang ada di

Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 26 Kabupaten atau Kota, dimana

dengan table tersebut dapat diketahui jumlah Rumah Sakit dari setiap Kabupaten

atau Kota dan jumlah keseluruhan Rumah Sakit yang ada di Provinsi Jawa

Barat. Berikut ini

adalah tabel jumlah Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat:


64

Tabel 3.2
Jumlah Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Barat

No. Kabupaten/Kota Jumlah


Rumah Sakit

1 Kab. Bogor 9
2 Kab. Sukabumi 4
3 Kab. Cianjur 3
4 Kab. Bandung 10
5 Kab. Garut 2
6 Kab. Tasikmalaya 0
7 Kab. Ciamis 4
8 Kab. Kuningan 6
9 Kab. Cirebon 8
10 Kab. Majalengka 3
11 Kab. Sumedang 2
12 Kab. Indramayu 7
13 Kab. Subang 4
14 Kab. Purwakarta 4
15 Kab. Karawang 12
16 Kab. Bekasi 26
17 Kab. Bandung Barat 0
18 Kota Bogor 9
19 Kota Sukabumi 6
20 Kota Bandung 31
21 Kota Cirebon 10
22 Kota Bekasi 26
23 Kota Depok 13
24 Kota Cimahi 5
25 Kota Tasikmalaya 10
26 Kota Banjar 1
Jumlah 199
(Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi
Kesehatan 2011)

Berdasarkan tabel di atas diketahui jumlah total Rumah Sakit yang ada

di Provinsi Jawa Barat yaitu 199, dari 26 Kabupaten atau Kota 2

Kabupaten diantaranya tidak memiliki rumah sakit. Dua Kabupaten

tersebut adalah

Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Bandung Barat.

Di bawah ini merupakan tabel daftar nama penyakit menular dan tidak

menular yang ada di Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 18 penyakit
menular
65

dan 6 penyakit tidak menular, dimana dengan tabel tersebut dapat

diketahui jumlah penyakit yang ada di Provinsi Jawa Barat. Berikut ini adalah

tabel daftar

jumlah nama penyakit menular dan tidak menular di Provinsi Jawa Barat.

Tabel 3.3
Daftar Nama Penyakit Menular dan Tidak Menular di Provinsi Jawa Barat

Penyakit Menular Penyakit Tidak Menular


Anthrax Asma
Cacar air (Varicella) Cidera Ginjal Akut
Chikungunya Diabetes Melitus
Demam Berdarah Dengue Hipertensi (Darah Tinggi)
Diare Kanker Payudara
Filarasis Kelainan PreKanker dan Kanker Kulit
Flu Babi (Swine Influence)
Hepatitis akut
Influenza
Influenza Burung (Avian Influenza)
Kusta
Leptospirosis
Malaria
Pemeriksaan Laboratorium dan
Interpretasinya
Perawatan pasien Influenza A H1N1
baru H1N1 (Strain Mexico) di rumah
atau
bilamana terjadi wabah atau Pandemi
Pneumonia
Poliomyenitis
Tuberkulosis
(Sumber: Bagian Data dan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat Tahun 2011)

Berdasarkan tabel di atas diketahui jumlah nama penyakit menular

dan tidak menular yang ada di Provinsi Jawa Barat yaitu 25, yang terdiri dari

dari 18 penyakit menular dan 6 penyakit tidak menular. Dilihat dari tabel

menular.
di atas perbandingan antara penyakit menular dan tidak menular maka di

Provinsi Jawa

Barat lebih banyak penyakit menular dan hanya sedikit penyakit yang tidak

menular.
66

3.2 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

3.2.1 Sejarah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Pada permulaan zaman kemerdekaan/revolusi (17-08-45)

penyelenggaraan pemerintah di bidang kesehatan di Provinsi Jawa Barat

dilaksanakan oleh Jawatan/Dinas Kesehatan yang dipimpin oleh Dr.

Purwosuwardjo sebagai Doakres di Bandung. Jawatan Kesehatan ini pertama

kali berkantor di sebuah gedung di Jalan Diponegoro kemudian pindah ke Jalan

Braga (sekarang dipakai Toko Sarinah) karena Belanda terus menerbu, maka

Dokares Priangan bersama-sama dengan Kantor Keresidenan mengungsi

ke Garut

menempati Hotel Melati ini terjadi pada bulan April 1946.

Pada tangal 1 Agustus 1946 dibentuk Jawa Barat, nama Kantor

Inspeksi Kesehatan Jawa Barat berulang kali berubah yaitu pada tahun 1953

menjadi Jawatan Kesehatan Inspeksi Jawa Barat, pada tahun 1957 Pengawas

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 1957 Kantor Inspeksi

Kesehatan Jawa Barat dan pada tahun 1959 menjadi Dinas Kesehatan

Dasawati I Jawa Barat. Perkembangan pengorganisasian bidang kesehatan di

Jawa Barat sejak Pelita I mengalami perubahan. Mulai tahun 1970 unsur

pelaksana pemerintah daerah di bidang kesehatan berbentuk Jawatan Kesehatan

Provinsi Jawa Barat berdasarkan surat keputusan Gubernur Jawa Barat

Nomor: 189/OP/GOM/SK/70. Sejak dikeluarkannya keputusan Menteri

Kesehatan Nomor: 125/IV/Kab./BU/75 diadakan pemisahan Dinas Kesehatan

Tingkat I Provinsi Jawa Barat dan dibentuk Kantor Wilayah Departemen

Kantor Wilayah Departemen Kesehatan (Kanwil

Depkes) dengan struktur organisasi sebagai berikut:


67

1. Bagian Tata Usaha,

2. Bidang Perencanaan, dan

3. Bidang Pelayanan dan Pengendalian.

Akan tetapi pada tahun 1979 sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 275/Men.Kes./SK/VII/79 susunan organisasi

Kanwil

Depkes terdiri dari:

1. Bagian Tata Usaha,

2. Bidang Penyusunan Program dan Evaluasi,

3. Bidang Bimbingan dan Pengendalian Pelayanan Kesehatan Masyarakat,

4. Bidang Bimbingan dan Pengendalian Pemberantasan Penyakit Menular, d an

5. Bidang Bimbingan dan Pengendalian Produksi dan Penggunaan Obat


dan

Makanan.

Pada tahun 1986 struktur organisasi dan tata kerja Kanwil

Depkes Provinsi Jawa Barat mengalami perubahan, semula terdiri dari

kepala kantor wilayah yang membawahi 1 bagian dan 4 bidang menjadi 1

bagian dan 5 bidang. Ada era desentralisasi terjadi lagi perubahan struktur

organisasi dan tata kerja, pada tahun 2001 terjadi penggabungan antara Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan Kanwil Depkes Provinsi Jawa Barat

menjadi Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat.

Saat ini, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berlokasi di Jalan

Pasteur No. 25 Bandung. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Mencakup

gedung

perkantoran di Jalan Pasteur No. 25 dan 4 (empat) UPTD, yaitu:


68

1. Balai Pengembangan Tenaga Kesehatan Masyarakat (BPTKM) Jalan


Pasteur

No. 31 Bandung,

2. Balai Penembangan Laboratorium Kesehatan (BPLK) Jalan Sederhana No.


3-

5 Bandung, dan

3. Balai Kesehatan Kerja Masyarakat (BKKM) Jalan Rancaekek dan KP4


Jalan

Satria No. 95 Cirebon.


Jumlah pegawai di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

seluruhnya 360 orang.

3.2.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi


Jawa

Barat

Kedudukan, tugas dan fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 21 Tahun

2008, dengan tugas dan fungsi menjalankan sebagian tugas pemerintah daerah

Provinsi

Jawa Barat di bidang pembangunan kesehatan dengan rincian sebagai berikut:

1. Kedudukan

Kedudukan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sebagai lembaga

teknis daerah yang berbentuk instansi milik pemerintah daerah dan sebagai

penunjang

pembangunan kesehatan.
berlaku.
2. Peran
Peran Dinas Kesehatan adalah menyelenggarakan dan melaksanakan

pembangunan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.
69

3. Tugas Pokok

Tugas Pokok Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat adalah

melaksanakan urusan pemerintah daerah bidang kesehatan berdasarkan

asas otonomi,

dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

4. Fungsi

Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat mempunyai fungsi:

a. Perumusan dan penetapan kebijakan teknis urusan bidang kesehatan,

b. Penyelenggaraan bidang urusan kesehatan meliputi regulasi dan

kebijakan kesehatan, bina pelayanan kesehatan, bina penyehatan

lingkungan dan pencegahan penyakit, serta sumber daya kesehatan,

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas-tugas kesehatan meliputi

regulasi dan kebijakan kesehatan, bina pelayanan kesehatan, bina

penyehatan

lingkungan dan pencegahan penyakit, serta sumber daya kesehatan,

d. Penyelenggara tugas-tugas kesekretariatan,

e. Pengkoordinasian dan pembinaan UPTD, dan

f. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Deterapkannya yang mengatur tentang SOTK organisasi perangkat

daerah, maka Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berdasarkan peraturan

daerah Provinsi Jawa Barat No. 21 Tahun 2008, telah terbentuk dan secara

resmi telah berjalan walaupun belum lengkap dengan pengaturan UPTD.

Saat ini Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berlokasi di jalan Pasteur No. 25

Bandung, Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat mencakup gedung perkantoran di jalan
Pasteur
70

No. 25 Bandung dan 4 (empat) UPTD, yaitu:

1. Balai Pengembangan Tenaga Kesehatan Masyarakat (BPTKM) jalan Pasteur

No. 31 Bandung,

2. Balai Pengembangan Laboratorium Kesehatan (BPLK) jalan Sederhana No.


3-

5, dan

3. Balai Kesehatan Kerja Masyarakat (BKKM) jalan Rancaekek dan KP4 jalan

Satria No. 94 Cirebon.


Jumlah pegawai di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

seluruhnya kurang/lebih 360 orang. Data terperinci adalah sebagai berikut:

a. Pejabat eselon II dan II (6 orang),

b. Subbag perencanaan dan pelaporan (14), subbag keuangan (49),

c. Subbag kepegawaian dan umum (91),

d. Seksi akreditasi sarana kesehatan (14),

e. Seksi akreditasi dan pendayagunaan tenaga (18),

f. Seksi ligislasi dan kebijakan kesehatan (19),

g. Seksi pelayanan kesehatan dasar dan khusus (18),

h. Seksi kesehatan keluarga dan gizi (15),

i. Seksi rumah sakit (16),

j. Seksi penyehatan lingkungan (16),

k. Seksi pengendalian penyakit (23),

l. Seksi pengamatan pencegahan penyakit matra (19),

m. Seksi farmasi, kosalkes dan mamin (15),

n. Seksi promise kesehatan dan pemberdayaan masyarakat (16), dan


71

o. Seksi teknologi dan informasi kesehatan (14).

3.2.3 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Visi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu

satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat

berkepentingan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan

fenomena penting actual yang belum dapat diselesaikan pada periode 5

tahun sebelumnya khususnya aksesibilitas dan mutu pelayanan kesehatan

masyarakat, maka Visi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat mengacu pada

Visi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu “Tercapainya Masyarakat Jawa

Barat yang Mandiri, Dinamis dan

Sejahtera” .

Misi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Rumusan Misi

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat disesuaikan dengan Misi 1 (satu)

Provinsi Jawa Barat sebagai berikut: Mewujudkan Sumber Daya Manusia

Jawa Barat yang

produktif dan berdaya saing, adapun Tujuan, Sasaran dan Kebijakan dari
Misi

tersebut adalah sebagai berikut:

Tujuan:

1. Untuk mendorong tingkat pendidikan, kesehatan dan kompetensi kerja

masyarakat Jawa Barat.

2. Menjadikan masyarakat Jawa Barat yang sehat, berbudi pekerti luhur

serta

menguasai illmu pengetahuan dan teknologi.

Sasaran:
“Meningkatkan askses dan mutu pelayanan kesehatan terutama untuk
72

kesehatan ibu dan anak” .

Strategi:

“Dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah dirumuskan dan

dijelaskan tujuan dan sasarannya, maka untuk memperjelas cara untuk

mencapai

tujuan dan sasaran tersebut melalui strategi pembangunan kesehatan yang


terdiri

atas kebijakan, program dan sasaran” .

Kebijakan:

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan terutama ibu dan anak,

2. Mengembangkan system kesehatan,

3. Meningkatkan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian penyakit

menular serta tidak menular, dan

4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan.

Program:

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, maka disusun

program-program pembangunan sesusi dengan kebijakan yang telah diuraikan


di

atas sengan sasaran program sebagai berikut:

Kebijakan 1:

Meningkatkan pelayanan kesehatan terutama ibu dan anak, yang

dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut:

1. Program upaya kesehatan, dengan sasaran:

a. Meningkatnya komitmen dan kemampuan Kabupaten/Kota

untuk

mengembangkan Desa Siaga dan berperilaku hidup bersih dan sehat,

b. Meningkatnya keluarga sadar gizi,


73

c. Meningkatnya perlindungan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas,

bayi

dan masyarakat beresiko tinggi,

d. Menjamin setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan

dasar

dan atau rujukan/spesialistik yang bermutu,

e. Meningkatnya penggunaan obat rasional dan pemakaian obat generic

di

fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di setiap jenjang,

f. Meningkatnya pengawasan dan pengendalian peredaran sediaan

makanan

dan sediaan perbekalan farmasi terutama napza, narkoba dan batra,

g. Teratasinya masalah kesehatan pada saat dan pasca bencana dan

antisipasi

global warming, dan

h. Meningkatnya derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat

melalui aktifitas dan olah raga yang baik, benar, teratur dan terukur.

Kebijakan 2:

Mengembangkan sistem kesehatan, yang dilaksanakan melalui program-

program sebagai berikut:

1. Program sistem kesehatan, dengan sasaran:

a. Meningkatkan kualifikasi Rumah Sakit Provinsi Jawa menjadi center

of excellent/rujukan spesifik berbasis masalah kesehatan Jawa Barat

(stroke,

jantung, gerontology) yang mempunyai kualitas tingkat nasional/dunia,


b. Terwujudnya sistem rujukan pelayanan kesehatan dan

penunjangnya (laboratorium diagnostic kesehatan) regional Jawa

Barat (HIV, Flu

Burung),

c. Tersedianya anggaran/pembiayaan kesehatan di Provinsi dan


74

Kabupaten/Kota dengan jumlah mencukupi, teralokasi dengan besaran

masalah dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna dan

diutamakan untuk upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan

(preventif

dan promotif),

d. Terciptanya sistem pembiayaan kesehatan skala provinsi,

e. Tersedianya berbagai kebijakan, standar pelayanan kesehatan skala

provinsi, pedoman dan regulasi kesehatan,

f. Terwujudnya sistem informasi dan surveillance epidemiologi

kesehatan yang evidence base, akurat di seluruh kabupaten/kota, provinsi

dan online

dengan nasional,

g. Terwujudnya mekanisme dan jejaring untuk terselenggaranya

komunikasi dan terbentuknya pemahaman public tentang PHBS,

pembangunan

kesehatan dan masalah kesehatan global, nasional dan lokal,

h. Pelayanan kesehatan di rumah sakit, puskesmas dan jaringannya

memenuhi standar mutu,

i. Pelayanan kesehatan di rumah sakit, puskesmas dan jaringannya

memenuhi standar mutu, dan

j. Terwujudnya akuntabilitas dan pencapaian kinerja program pembangunan

kesehatan yang baik.

2. Program peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan, dengan

sasaran:

a. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana kesehatan rumah sakit,

b. Peningkatan kuantitas, kualitas dan fungsi sarana dan prasarana peleyanan


75

kesehatan di puskesmas dan jaringannya, dan

c. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana Dinas Kesehatan dan


UPT

Dinas Kesehatan.

Kebijakan 3:

Menginkatkan upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian

penyakit menular serta tidak menular, yang dilaksanakan melalui program-

program sebagai berikut:

1. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular, dengan


sasaran

sebagai berikut:

a. Meningkatnya junlah/persentase desa mencapai Universal Child

Immunization (UCI),

b. Meningkatkan sistem kewaspadaan dini terhadap peningkatan dan

penularan penyakit akibat pemanasan global (global warming),

c. Meningkatkan upaya pengendalian, penemuan dan tatalaksana

kasus HIV/AIDS, TBC, DBD, Malaria, penyakit Vaido Vascular

(Stroke, MI), penyakit metabolism (DM) dan penyakit jiwa, penyakit

gigi dan mulut,

penyakit mata dan telinga, penyakit akibat kerja,

d. Setiap KLB dilaporkan secara tepat kurang dari 24 jam kepada

kepala

instansi kesehatan terdekat,

e. Setiap KLB/wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat,

f. Eliminasi penyakit tertentu yang berorientasi pada panguatan sistem,

kepatuhan terhadap standard an peningkatan komitmen para pihak, dan

g. Terdendalinya pencerminan lingkungan sesuai dengan standar


kesehatan
76

terutama di daerah lintas batas kabupaten/kota dan provinsi.

Kebijakan 4:

Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, yang

dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut:

1. Program sumber daya kesehatan dengan sasaran:

a. Meningkatnya jumlah, jenis dan penyebaran tenaga kesehatan termasuk

SDM kesehatan yang sesuai dengan standar,

b. Meningkatnya pendayagunaan aparatur kesehatan,

c. Meningkatnya kualitas tenaga kesehatan,

d. Meningkatnya kecukupan obat dan perbekalan kesehatan (standar

nasional

Rp. 9000,-/orang/tahun),

e. Meningkatnya citra pelayanan kesehatan rumah sakit, puskesmas dan

jaringannya, dan

f. Meningkatnya junlah, jenis dan penyebaran tenaga kesehatan termasuk

SDM kesehatan sesuai standar.

3.2.4 Program Kerja dan Rencana Program Kegiatan Dinas


Kesehatan

Provinsi Jawa Barat.

Prioritas pembangunan kesehatan tahun 2008-2013 merupakan

penajaman, peningkatan cakupan dan kealnjutan dari prioritas pembangunan

kesehatan periode tahun 2005-2008. Prioritas pembangunan kesehatan tersebut

dijabarkan setiap tahun dengan issu strategis tahun 2010 sebaga berikut:

1. Pelayanan kesehatan ibu dan anak, masyarakat miskin, di daerah


terpencil,
77

tertinggal, dan daerah perbatasan,

2. Intensitas dan penyebaran penyakit (multiple burden of disease), gizi


buruk

dan krisis kesehatan akibat bencana, dan

3. Perilaku hidup bersih dan sehat.

Sasaran:

1. Meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas,

2. Meningkatnya sumber daya dan infrastruktur pelayanan kesehatan,

3. Meningkatnya pengendalian penyakit, gizi buruk, dan tertanganinya


krisis

kesehat akibat bencana,

4. Terwujudnya kemitraan strategis dalam penerapan sistem kesehatan provinsi,

dan
5. Meningkatnya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat untuk

berperilaku hidup bersih dan sehat.

Kegiatan unggulan:

1. Peningkatan promosi PHBS dan pengembangan kabupaten/kota siaga


menjadi

kabupaten/kota sehat,

2. Peningkatan pelayanan imunisasi dasar, dan

3. Peningkatan penemuan kasus dan pengobatan TB.

3.2.5 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Struktur organisasi pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

mengacu pada Surat Keputusan Menteri No. 32 Tahun 1996 tentang Struktur

Organisasi

dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Kesehatan di Provinsi, yang


berlaku
78

sampai adanya Undang-undang Otonomi Daerah No. 22 Tahun 1999

tentang

Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:

A. Kepala:

1. Memimpin kantor,

2. Mengkoordinasi seluruh pekerjaan,

3. Membina seluruh karyawan dan karyawati, dan

4. Membuat perencanaan dan anggaran sarana dan infrastruktur.

B. Sekretaris:

1. Membantu pimpinan dalam bidang administrasi,

2. Menyiapkan konsep-konsep keluar, dan

3. Membantu menyiapkan perencanaan pengadaan sarana dan infrastruktur.

a. Sub bagian perencanaan dan program:

1. Membantu pimpinan menyiapkan rencana dan program,

2. Mengkoordinasikan seluruh unit dalam menyiapkan rencana dan

program, dan

3. Mengevaluasi realisasi dari perencanaan dan program.

b. Sub bagian keuangan: meyiapkan rencana anggaran organisasi.

c. Sub bagian kepegawaian dan umum:

1. Menyiapkan rencaan pengadaan SDM,

2. Menyiapkan rencana penerimaan SDM, dan

3. Menyiapkan pengembangan karir pegawai.

C. Bidang regulasi dan kebijakan kesehatan:

1. Menyiapkan konsep kebijakan peraturan perundang-undangan di


bidang
79

kesehatan, dan

2. Mengevaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang

kesehatan.

a. Seksi akreditasi sarana kesehatan:

1. Menyiapkan perencanaan penilaian yang berkaitan dengan

akreditasi, dan

2. Mengevaluasi hasil-hasil akreditasi.

b. Seksi akreditasi dan pendayagunaan tenaga kesehatan:

1. Menyiapkan perencanaan penilaian yang berkaitan dengan

akreditasi dan pendayagunaan tenaga kesehatan, dan

2. Mengevaluasi hasil-hasil akreditasi dan pendayagunaan tenaga

kesehatan.

c. Seksi legislasi dan kebijakan kesehatan:

1. Meniapkan perencanaan peraturan perundang-undangan, dan

2. Mengevaluasi hasil-hasil yang berkaitan dengan pelaksanaan

perundang-undangan.

D. Bidang Bina Pelayanan Kesehatan:

1. Menyiapkan rencana pelaksanaan pelayanan kesehatan, dan

2. Meyiapkan segala sarana dan prasarana SDM dalam rangka


meningkatkan

pelayanan kesehatan.

a. Seksi pelayanan kesehatan dasar dan khusus:

1. Meniapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pelayanan

kesehatan dasar dan khusus, dan


80

2. Mengevaluasi hasil-hasil dari pelayanan kesehatan dasar dan

khusus.

b. Seksi kesehatan keluarga dan gizi:

1. Menyiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kesehatan

keluarga dan gizi, dan

2. Mengevaluasi hasil-hasil dari pelayanan kesehatan keluarga dan

gizi.

c. Seksi rumah sakit:

1. Menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan untuk semua pasien,

dan

2. Meningkatkan pelayanan terhadap pasien.

E. Bidang bina pelayanan lingkungan dan pencegahan penyakit:

1. Menyiapkan rencana pembinaan pelestarian lingkungan dan pencegahan

penyakit, dan

2. Mengevaluasi hasil-hasil perencanaan di bidang penyehatan


lingkungan

dan pencegahan penyakit.

a. Seksi penyehatan lingkungan:

1. Menyiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan

penyehatan lingkungan, dan

2. Mengevaluasi hasil-hasil dari pelayanan penyehatan lingkungan.

b. Seksi pengamatan, pencegahan penyakit dan matra:

1. Menyiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan

pengamatan, pencegahan penyakit dan matra,


81

2. Melakukan pengamatan, pencegahan penyakit dan matra, dan

3. Mengevaluasi hasil-hasil dari pengamatan, pencegahan penyakit

dan matra.

F. Bidang sumber daya kesehatan:

1. Menyiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan sumber


daya

kesehatan, dan

2. Menyiapkan hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya kesehatan.

a. Seksi farmasi, kosalkes dan mamin:

1. Menyiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan farmasi,

kosalkes dan mamin, dan

2. Mengevaluasi hasil-hasil dari pelayanan farmasi, kosalkes dan

mamin.

b. Seksi promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat:

1. Menyiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan promosi

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, dan

2. Mengevaluasi hasil-hasil dari promosi kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat.

c. Seksi teknologi dan informasi kesehatan:

1. Menyiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan teknologi

dan informasi kesehatan, dan

2. Mengevaluasi hasil-hasil dari teknologi dan informasi kesehatan.

G. UPT (Unit Pelaksana Teknis): melakukan kegiatan operasional.

H. Kelompok JAFUNG (Jabatan Fungsional): berkaitan langsing


dengan
82

keahlian. Contoh: dokter, perawat, bidan, dan lain-lain.

Di bawah ini merupakan bagan struktur organisasi Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat:


83

Bagan 3.1
Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

KEPALA
dr. Hj. Alma Lucyati, M.Kes, M.Si, MH.Kes

SEKRETARIAT
Dra. Ati Tjahayawati, MM

SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN


PERENCANAAN DAN KEUANGAN KEPEGAWAIAN DAN
PROGRAM Dra. Ismirini, Apt, MPH UMUM
I. Wayan Suradi, MScPh Sofyan Effendi, SKM, M.Kes

BIDANG BIDANG BIDANG BIDANG


REGULASI DAN KEBIJAKAN BINA PELAYANAN BINA PENYEHATAN SUMBER DAYA KESEHATAN
KESEHATAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN Dra. Nina Sri Inayati, Apt,
dr. Nenny Retnasih, M.Kes dr. Niken Budiastuti, MM PENCEGAHAN PENYAKIT M.Kes
dr. Fita Rosemary, M.Kes

SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI


AKREDITASI SARANA PELAYANAN KESEHATAN PENYEHATAN LINGKUNGAN FARMASI, KOSALKES DAN
KESEHATAN DASAR DAN KHUSUS Rini Dwi Septarina, SKM, M.Kes MAMIN
dr. El Sembiring, M.Kes dr. Khoeriyah Dra. Dewi Kusmayani, Apt,
M.Kes

SEKSI
SEKSI SEKSI SEKSI
PENGENDALIAN PENYAKIT
AKREDITASI DAN KESEHATAN KELUARGA PROMOSI KESEHATAN DAN
PENDAYAGUNAAN TENAGA DAN GIZI dr. Yuzar Ib Ismoetoto PEMBERDAYAAN
KESEHATAN Sri Sudartini, MPS MASYARAKAT
drg. Sulistriowati, MKM Dra. Tuti Surtimanah, MKM

SEKSI
SEKSI SEKSI SEKSI
PENCEGAHAN PENYAKIT
LEGISLASI DAN KEBIJAKAN RUMAH SAKIT TEKNOLOGI DAN INFORMASI
DAN MATRA
KESEHATAN drg. Marion Siagian, M.Epid KESEHATAN
Uus Sukmara, SKM, M.Epid
drg. Juanita Paticia F, M.Kes Edi Sutardi, SKM, M.Kes

UPTD

Kelompok
Jabatan
Fungsional

(Sumber: Bagian Kepegawaian dan Umum Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2011)
84

3.3 Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Dinas Kesehatan


Provinsi

Jawa Barat

Pembangunan upaya kesehatan masyarakat dilakukan di seluruh pelosok

Jawa Barat, melalui keberadaan Rumah Sakit. Fungsi institusi kesehatan

terdepan (Rumah Sakit) tidak sekedar sebagai pemberi pelayanan kesehatan

saja, namun juga melaksanakan berbagai program pembangunan kesehatan

masyarakat baik bersifat promotif, preventif, kuratif bahkan terkadang

sampai rehabilitas. Disamping itu pembinaan terhadap sarana bik milik

pemerintah maupun swasta dan penggerakan peran serta masyarakat di

bidang kesehatan yang berada di

wilayah kerjanya yang menjadi tanggung jawabnya.

Semua pelaksanaan kegiatan tersebut di atas perlu dicatat dan

dilaporkan secara teratur, tepat waktu dan dengan pengisian data yang benar.

Dalam era pembangunan ini keberadaan data dan informasi memegang peran

yang sangat penting. Data yang benar-benar akurat, terpercaya,

bersinambungan, tepat waktu dan mutakhir, sangat diperlukan dalam

pengelolaan program, perencanaan,

pemantauan pelaksanaan program dan proyek serta kegiatan yang akan dilakukan.

SIRS telah dikembangkan dengan tujuan agar mampu memberikan

data dan informasi yang lengkap, akurat, tepat waktu dan sesuai dengan

kebutuhan untuk proses pengambilan kebutusan di berbagai tingkat

administrasi. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui

keberhasilan atau mengetahui

permasalahan yang terdapat di suatu rumah sakit.

Pengumpulan data dan informasi dari rumah sakit tersebut dilaksanakan


berdasarkan periode yang telah ditentukan yang berisi data dan informasi
dari
85

rumah sakit melalui laporan tentang kegiatan pelayanan, morbiditas/mortalitas,

ketenagaan, inventarisasi dan peralatan kesehatan rumah sakit.

Sistem Pelaporan Rumah Sakit yang telah berganti nama menjadi

Sistem Informasi Rumah Sakit ini memberi beberapa kemudahan dalam

memberikan data dan informasi dari seluruh rumah sakit yang ada di Provinsi

Jawa Barat yang mencakup rumah sakit baik yang dikelola oleh pemerintah dan

rumah sakit yang

dikelola oleh sektor swasta kepada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

SIRS sebagai sistem informasi kesehatan telah diterapkan di

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dengan tujuan agar mampu memberikan

data dan informasi yang lengkap, akurat, tepat waktu dan sesuai dengan

kebutuhan untuk proses pengambilan keputusan di berbagai tingkat

administrasi. Dalam penggunaanya hanya untuk aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan, karena SIRS

tidak bisa diakses langsung oleh masyarakat. Aplikasi SIRS ini hanya

digunakan oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat saja, karena

aplikasi ini bersifat internal, yang menghubungkan antar pemerintah (G2G-

hubungan inter-agency). Sedangkan apabila ada masyarakat yang ingin

memperoleh informasi kesehatan yang ada di Provinsi Jawa Barat harus

datang de Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Gambar 3.1 di bawah ini

menunjukan tampilan home data base SIMRS di Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

Sebagai langkah untuk pengaksesan, disarankan menggunakan

Mozilla Firefox dan halaman yang pertama kali muncul adalah halaman

Login, untuk

keperluan otentifikasi user.


86

Gambar 3.1
Tampilan Home Data B ase Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

(Sumber: SIRS Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2011)

Gambar 3.1 di atas merupakan gambar tampilan home data base SIRS

di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, yang di sebelah kiri terdapat username

dan password. Pengelola atau pengguna yang akan menggunakan kemudian

diminta untuk memasukan username dan password. Username dan password

hanya dapat digunakan oleh pengelola atau pengguna yang akan

menggunakan SIRS. Pengelola atau pengguna di sini yaitu aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat karena SIRS tidak bisa diakses langsung oleh

masyarakat. Aplikasi SIRS ini hanya digunakan oleh aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat saja, karena aplikasi ini bersifaf Government to

Government. Setelah itu pengelola atau pengguna yang akan menggunakan

kemudian mengklik tombol login yang kemudian akan muncul tampilan

informasi mengenai kesehatan seperti data

kegiatan rumah sakit, data kegiatan morabilitas pasien rawat inap, data dasar
87

rumah sakit dan lain-lain dapat kita lihat dari menu RL1, RL2, RL3, RL4, RL5

dan RL6, yang dapat kita lihat pada gambar 3.2 di bawah ini:

Gambar 3.2
Tampilan Data Kegiatan Rumah Sakit (RL1)

(Sumber: SIRS Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2011)


88

Data base yang terlihat pada gambar 3.2 di atas

menginformasikan mengenai formulir rekapitulasi yang mencakup berbagai

kegiatan rumah sakit seperti rawat inap, rawat jalan, pelayanan intalasi gawat

darurat, kegiatan bedah dan non bedah, pelayanan kesehatan gigi, kegiatan

radiologi, pengujian kesehatan, rujukan, rehabilitasi medik, latihan kerja,

keluarga berencana, immunisasi, pelayanan kesehatan jiwa, kegiatan

pembedahan mata, kegiatan napza dan

sebagainya.

Gambar 3.3
Tampilan Keadaan Morabiditas Pasien Rawat Inap (RL2a)

(Sumber: SIRS Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2011)


89

Data base yang terlihat pada gambar 3.3 di atas

menginformasikan mengenai data kompilasi penyakit/morabilitas pasien

rawat inap yang dikelompokan menurut daftar tabulasi dasar KIP/10.

Untuk masing-masing kelompok penyakit dilaporkan mengenai jumlah pasien

ke luar menurut golongan umur dan menurut jenis kelamin, serta jumlah pasien

mati untuk masing-masing

penyakit.

Gambar 3.4
Tampilan Data Dasar Rumah Sakit (RL3)

(Sumber: SIRS Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2011)


90

Data base yang terlihat pada gambar 3.4 di atas

menginformasikan mengenai data identitas rumah sakit, nama rumah sakit,

alamat rumah sakit, kelas rumah sakit, surat izin, kepemilikan, direktur rumah

sakit, fasilitas tempat tidur,

fasilitas rawat jalan.

Gambar 3.5
Tampilan Data Peralatan Medik Rumah Sakit (RL4)

(Sumber: SIRS Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2011)


91

Data base yang terlihat pada gambar 3.5 di atas

menginformasikan mengenai data jumlah tenaga yang bekerja di rumah sakit

menurut kualifikasi

pendidikan dan status kepegawaian.

Gambar 3.6
Tampilan Data Peralatan Medik Rumah Sakit dan Data Kegiatan Kesehatan
Lingkungan (RL5)

(Sumber: SIRS Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2011)


92

Data base yang terlihat pada gambar 3.6 di atas

menginformasikan mengenai data jumlah dan jenis peralatan medik, jumlah

umur, kondisi izin

operasional, sertifikat kalibrasi serta data kesehatan lingkungan rumah sakit.

Gambar 3.7
Tampilan Data Infeksi Nosokomial Rumah Sakit (RL6)

(Sumber: SIRS Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2011)


93

Data base yang terlihat pada gambar 3.7 di atas

menginformasikan mengenai data infeksi nosokomial, yaitu merupakan formulir

rekapitulasi infeksi

nosokomial di rumah sakit yang terbagi dua.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kemampuan (Ability) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

Teknologi informasi merupakan sebuah realita yang harus dahadapi pada

era modern ini, kehadiranya tidak dapat dihindari pada masyarakat di suatu

negara yang berada dalam sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di

seluruh dunia atau yang dikenal dengan nama globalisasi. Perkembangan

teknologi informasi yang semakin maju merupakan kesempatan bagi

setiap intansi pemerintah dan lembaga pemerintah negara untuk dapat

memanfaatkan teknologi secara efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan

pembangunan baik itu di

tingkat nasional maupun daerah.

Dengan adanya penerapan teknologi informasi di setiap intan

si pemerintah dan lembaga pemerintah negara merupakan suatu upaya yang

telah dilakukan oleh pemerintah untuk dapat memberikan kemudahan

kepada

masyarakat dalam mendapatkan informasi dari segala bidang.

Pada era globalisasi sekarang ini bisa dikatakan seluruh perangkat kerja

di berbagai organisasi telah menggunakan dan menerapkan konsep sistem

informasi yang modern. Kecuali di beberapa kawasan di negara berkembang dan

terbelakang yang dianggap masih belum tersentuh oleh pengaruh dampak

teknologi. Penerapan sistem informasi tersebut terlihat di berbagai kantor-kantor,

super market, rumah


94
sakit, lembaga pendidikan, pelabuhan, bandara dan lain-lain. Dan penggunaan

94
95

sistem informasi ini tanpa kita sadari merupakan kebutuhan bukan lagi dianggap

sebagai pelengkap semata.

Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam mewujudkan kinerja

kepegawaian berusaha untuk menerapkan SIRS yang bertujuan untuk meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan oleh aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat ini merupakan salah satu dorongan dari

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga dapat dikatakan

bahwa kemajuan dari Teknologi Informasi dan Komunikasi dan pemanfaatannya

dalam berbagai bidang kehidupan menandai perubahan peradaban manusia menuju

masyarakat informasi.

Kinerja aparatur dalam menerapkan, memanfaatkan, mengembangkan dan

mengambil langkah-langkah pelayanan yang tepat, cepat dan akurat dalam

pembangunaan teknologi informasi perlu diwujudkan. Melalui SIRS yang bertujuan

untuk mewujudkan penggunaan teknologi informasi pada akhirnya dapat

meningkatkan kinerja aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam

melayani masyarakat. Penerapan dan penggunaan SIRS menginginkan adanya

kinerja aparatur dan langkah-langkah yang jelas dalam rangka mewujudkan

pembangunan kesehatan di segala bidang. Penerapan dan penggunaan SIRS

diharapkan dapat menggali kinerja yang lebih optimal baik oleh aparatur Dinas

Kesehatan Kabupaten atau Kota maupun Provinsi. Instruksi ini merupakan kinerja

aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS yang dikelola oleh aparatur

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan

dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai suatu alat untuk
96

mencapai tujuan organisasi.

Kinerja aparatur merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian

suatu hasil kerja yang sangat dirasakan keberadaannya, apabila kinerja aparatur

tidak dilaksanakan dengan tepat, maka hasil akhir tidak akan tercapai dengan

memuaskan. Kinerja aparatur dapat dicapai hasil akhir yang sesuai dengan

yang telah direncanakan dan telah ditentukan, maka fungsi kinerja harus mampu

berjalan seefektif mungkin. Setiap kriteria kinerja memiliki sasaran berupa

jalur khusus untuk perbaikan serta memiliki bobot sesuai dengan tingkat

kepentingannya terhadap tujuan organisasi. Kinerja aparatur menjadi tanggung

jawab dari suatu kegiatan berdasarkan bobot dan skor untuk setiap kriteria yang

dapat memberikan gambaran mengenai perkembangan hasil kerja intasnsi dan

memberikan perbaikan

yang menuju pada peningkatan hasil kerja di masa yang akan datang.

Pengertian lain dari kemampuan dikatakan oleh Miftah Thoha dalam

Nayano, (1998:19) bahwa kemampuan diartikan salah satu unsur dari kemetangan,

berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan,

latihan dan pengalaman. Berdasarkan teori ini, kemampuan segai keadaan yang

dimiliki oleh seseorang sehingga memungkinkan dirinya untuk dapat melakukan

sesuatu berdasarkan keahlian dan keterampilannya. Kaitannya dengan kin

erja aparatur dalam menerapkan SIRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat, kemampuan aparatur merupakan salah satu faktor penunjang kemampuan

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat untuk meingkatkan kinerja aparaturnya.

Setiap organisasi membutuhkan pengelola, dan pengelola tersebut tidak lain

adalah

aparatur yang terdapat di dalamnya. Pengertian kemampuan dari hasil dan


97

pembahasan ini dikatakan oleh Keith Davis dalam Mangkunegara, (2000:67) bahwa

kemampuan terdiri dari kemampuan potinse (IQ) dan kemampuan realita

reality (knowledge+skill), artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ di

atas rata- rata (IQ 110- 120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan

genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil

dalam mengerjakan

pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang maksimal.

Kemampuan (ability) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam

menerapkan SIRS sangat diperlukan. Hal tersebut merupakan sebuah dasar

yang menjadi tujuan aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat agar

dapat

mengoptimalkan SIRS dan memiliki kemampuan dalam menerapkan SIRS tersebut.

Kemampuan (ability) sebagai suatu penentuan hasil kerja yang dihasilkan

langsung dirasakan dari suatu pekerjaan, kemampuan yang dimiliki aparatur dalam

menerapkan dan memanfaatkan SIRS merupakan gambaran kualitas kinerja dari

aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi

Kesehatan. Kemampuan terdiri dari, pertama kemampuan potensi (IQ) sebagai

penentu hasil kerja dalam menerapkan SIRS adalah bagaimana kemampuan potensi

(IQ) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS, kedua

kemampuan sebagai penentu hasil kerja dalam menerapkan SIRS adalah bagaimana

kemampuan reality (knowledge+skill) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan SIMRS.

Kemampuan (ability) yang terdiri dari kemampuan potensi (IQ)

dan kemampuan reality (knowledge+sill), dari kemampuan potensi (IQ) yaitu

aspek

kemampuan yang ada dalam diri aparatur dan diperoleh dari faktor keturunan
98

(hereditary) dalam menerapkan SIRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat, sedangkan dari kemampuan reality (konledge+skill) yaitu aspek

kemampuan yang diperoleh melalui belajar, pengembangan kemampuan

sangatlah diperlukan baik melalui pendidikan ataupun pelatihan. Pendidikan dan

pelatihan merupakan bagian dari sumber daya aparatur, semakin lama waktu

yang digunakan seorang untuk pendidikan dan pelatihan, semakin tinggi

kemampuan melakukan pekerjaan akan semakin tinggi pula kinerjanya. SDM

sebagai kemampuan aparatur yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat belum berkualitas dan handal dalam mengerjakan pekerjaannya di

bidang teknologi informasi, ini artinya kemampu an aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan kurang

memadai dalam mengoptimalkan SIRS, karena setiap aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan yang menangani

SIRS memiliki latar pendidikan yang berbeda-beda, seperti ada aparatur yang

hanya mempunyai latar belakang pendidikan SMP, SMA dan ada pula aparatur

yang mempunyai latar belakang pendidikan D3, S1 bukan dari jurusan

komputer melainkan dari jurusan kesehatan.

Dalam hal kemampuan (ability) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS perlu ditingkatkan lagi, kedudukan Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat sebagai intansi pemerintah daerah pada umumnya kurang

meliliki SDM yang berkualitas dan handal di bidang teknologi informasi,

SDM yang berkualitas dan handal ini biasanya ada di lingkungan bisnis/industri.

SDM ini menjadi salah satu penghambat implementasi dari penerapan SIRS

yang ada di

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sebagai sistem informasi kesehatan.


99

Upaya yang harus dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat pada bagian Data dan Informasi Kesehatan perlu melakukan

pendidikan dan pelatihan bagi aparatur yang belum memadai dalam

mengoperasikan SIRS sebagai evaluasi kinerja dari aparatur yang merupakan

sarana untuk memperbaiki mereka yang tidak melakukan tugasnya dengan baik,

yaitu dalam menerapkan SIRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Jadi

ukuran pemahaman dari seorang aparatur yang menangani SIRS pada bagian

Data dan Informasi Kesehatan perlu

ditingkatkan lagi.

4.1.1 Kemampuan potensi (IQ) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

Kemampuan potensi pada dasarnya merupakan aspek kemampuan yang

ada dalam diri aparatur dan diperoleh dari faktor keturunan (hereditary),

kemampuan potensi kecakapan atau potensi menguasasi suatu keahlian yang

merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan

digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya.

Kemampuan potensi ini merupakan modal yang baik dari setiap aparatur untuk

mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam

melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan

organisasi. Dengan kata lain, tanpa adanya konsentrasi yang baik dari individu

dalam bekerja, maka mimpi pimpinan mengharapkan mereka dapat bekarja

produktif dalam mencapai tujuan organisasi. Konsentrasi individu dalam bekerja

sangat dipengaruhi oleh kemampuan potensi, yaitu kecerdasan pikiran.


100

Berdasarkan penjelasan mengenai kemampuan di atas, maka dapat

diketahui bagaimana kemampuan potensi yang dimiliki oleh aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS, dimana kemampuan

merupakan suatu penentuan hasil kerja yang dihasilkan langsung dirasakan dari

suatu pekerjaan, kemampuan yang dimiliki aparatur dalam menerapkan dan

memanfaatkan SIRS merupakan gambaran kualitas kinerja dari aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan.

Kemampuan yang dimiliki oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

berupa hasil kerja di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan

Informasi Kesehatan yang menangani SIRS berharap dapat mengoptimalkan

SIMRS dan berharap dapat memberikan pelayanan melalui SIRS kepada

masyarakat sehingga aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat memberikan

kepuasan tersendiri kepada masyarakat mengenai informasi kesehatan.

Penerapan dan pemanfaatan SIRS yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat keberhasilannya tidak terlepas kemampuan dari aparatur yang

menangani SIRS tersebut, sehingga membuahkan hasil kerja sebagai output yang

maksimal. Peningkatan hasil kerja sebagai output melalui SIRS

dapat memudahkan organisasi dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat, adapun bagi masyarakat dapat memberikan kemudahan dalam

mendapatkan

informasi mengenai kesehatan dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

Kemampuan yang dimiliki oleh aparatur tidak terlepas dari dari

sumber daya aparatur dalam menerapkan SIRS yang dilakukan oleh

aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat secara konseptual datap juga mengubah sikap
101

aparatur terhadap pekerjaan. Hal ini disebabkan karena pemehaman pegawai

terhadap pekerjaannya juga berubah, karena sikap seseorang aparatur memiliki

elemen-elemen kognitif, yaitu keyakinan dan pengetahuai seseorang terhadap

suatu obyek. Pengembangan sumber daya aparatur merupakan suatu proses

peningkatan kualitas atau kemampuan apatarut dalam rangka mencapai tujuan

pembangunan kesehatan yang ada di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Barat.

Proses peningkatan disini mencakup perencanaan pengembangan dan pengelolaan

SDM.

SDM dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian

Data dan Informasi Kesehatan perlu dikembangkan secara terus menerus agar

memperoleh SDM yang bermutu dalam arti yang sebenarnya, yaitu pekerjaan

yang dilaksanakannya menghasilkan sesuatu yang ingin dicapai. Kemampuan

SDM dalam suatu organisasi harus terus menerus ditingkatkan seirama

dengan

kemajuan dan perkembangan organisasi.

SIRS yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sebagai

Sistem Informasi hanya bersifat G2G-Hubungan Inter-Agency atau

hanya menghubungkan pemerintah ke pemerintah (government to

government), ini artinya SIRS sebagai suatu alat yang menghubungkan seluruh

rumah sakit yang ada di Provinsi Jawa Barat, baik yang dikelola oleh

pemerintah maupun rumah

sakit yang dikelola oleh sektor swasta ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

SIRS berfungsi sebagai pelaporan rumah sakit, keberhasilannya

tergantung dari kinerja aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang

menerapkan dan memanfaatkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)


tersebut.
102

Setiap aparatur yang bersangkutan melalui kinerjanya harus mampu

mengoptimalkan SIR S dan memberikan pelayanan informasi kesehatan

kepada masyarakat secara maksimal melalui SIRS yang merupakan suatu

sistem pencatatan dan pelaporan rumah sakit yang berfungsi untuk

mengolah data mengenai informasi kesehatan yang dibuat laporan

bulanan dan laporan tahunannya ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

Selain itu, SIRS dapat juga berfungsi sebagai sistem informasi kesehatan

untuk masyarakat. Kemampuan (ability) merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kualitas kinerja dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS, kemampuan (ability) tersebut terdiri dari

beberapa indikator, salah satu indikator dari kemampuan (ability) adalah

bagaimana kesiapan tenaga dan pikiran aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS sebagai informasi kesehatan. Aparatur Dinas

kesehatan Provinsi Jawa Barat yang menangani SIRS merupakan salah satu

komponen sistem, di mana dalam sistem informasi terdapat sejumlah komponen-

komponen seperti perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software)

atau program, prosedur, orang, bais data (data base), jaringan

komputer dan komunikasi data.

Pada prakteknya, tidak semua sistem informasi mencakup keseluruhan

komponen-komponen tersebut. Sebagai contoh, sistem informasi pribadi yang

hanya melibatkan sebuah pemakai dan sebuah komputer tidak melibatkan fasilitas

jaringan dan komunikasi. Namun, sistem informasi grup kerja (workgroup

information system) yang melibatkan sejumlah komputer, memerlukan sarana

jaringan dan komunikasi.


103

Kemampuan potensi (IQ) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

yang diartikan kesiapan secara tenaga dan pikiran dalam menerapkan SIRS

sudah dapat dikatakan baik, hal ini dikarenakan sudah adanya suatu pelatihan

khusus yang diberikan kepada aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat yang menangani SIRS secara teori dan praktek dengan cara bagaimana

mengenal dan mengoperasikan SIRS yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat, karena yang namanya orang sebagai salah satu komponen dalam

sebuah sistem informasi harus paham dalam mengenal dan mengoperasikan

sistem informasi tersebut, karena pemahaman merupakan hasil dari

pengalaman, informasi dipadukan dengan pengalaman masa lalu dan keahlian

akan memberikan suatu pengetahuan

yang tentu saja memiliki nilai yang tinggi.

Kesiapan tenaga dan pikiran aparatur Dinas Kesehatan Provin si

Jawa Barat dalam menerapkan SIRS sudah dapat dikatakan baik, hal ini berarti

setiap aparatur yang menangani SIRS dapat dikatakan baik dalam kesiapan

tenaga dan pikiran. Sebagai contoh, apabila terjadi kendala pada aplikasi SIRS

yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, dengan ini berarti setiap

rumah sakit yang ada di Provinsi Jawa Barat melakukan pelaporan informasi

kesehatan dilakukan dengan cara mengirim data informasi kesehatan tersebut

kepada beberapa staf yang telah dipercaya melalui e-mail pribadi staf

tersebut, antisipasi tersebut dilakukan karena setiap pelaporan informasi

kesehatan dari rumah sakit harus

dilakukan secara tepat, cepat dan akurat.

Menurut aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, menjelaskan

bahwa kemampuan potensi aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat melalui
104

ketersediaan sumber daya aparatur merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk

menjamin keberhasilan pelaksanaan SIRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat. Sumber daya aparatur yang baik merupakan hal yang diperlukan

pada setiap kinerja aparatur yang berkompetensi melalui perwujudan dan interaksi

yang

sinergis, sistematis dan terencana atar dasar pelayanan.

Pengembangan sumber daya aparatur di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat diarahkan kepada pembentukan kemampuan dari aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS. Pengoperasian SIRS

sangat membutuhkan aparatur yang ahli dalam bidang teknis untuk

mengoperasionalkan dan mengaplikasikan data-data mengenai kesehatan

yang tersimpan dalam

aplikasi SIRS.

Berdasrkan uraian di atas ketersediaan sumber daya aparatur merupakan

hal yang mutlak untuk menjamin keberhasilan SIRS di Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat, pengembangan sumber daya aparatur di Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat diarahkan kepada pembentukan kemampuan aparatur Dinas

Keseahtan

Provinsi Jawa Barat.

Kemampuan potensi aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

dalam menerapkan SIRS Interkoneksi dilihat dari segi kecerdasan dan

latar belakang pendidikan, menurut peneliti sudah cukup mendukung

dalam

pengembangan E-Government, khususnya dalam menangani SIRS.

kemampuan potensi yang dimiliki oleh aparatur tidak terlepas dari SDM

dalam menerapkan SIRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, bila


kemampuan potensi diartikan sebagai kesiapan secara tenaga dan pikiran yang
105

dimiliki oleh aparatur dalam menerapkan SIRS sudah dapat dikatakan baik, hal

ini dikarenakan sudah adanya suatu pelatihan khusus yang diberikan kepada

aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi

Kesehatan yang menangani SIRS secara teori dan praktek dengan cara

bagaimana mengenal dan mengoperasikan SIRS yang ada di Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat, karena yang namanya orang sebagai salah satu komponen

dalam sebuah sistem informasi harus paham dalam mengenal dan

mengoperasikan sistem informasi tersebut, karena pemahaman merupakan

hasil dari pengalaman, informasi dipadukan dengan pengalaman masa lalu

dan keahlian akan memberikan suatu pengetahuan yang tentu saja memiliki

nilai yang tinggi. Berdasarkan data lapangan pimpinan terhadap pegawai

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi

Kesehatan belum pernah mengukur kemampuan potensi (IQ) dari aparatur

yang menangani SIRS, baik itu berupa tes IQ, ataupun tes yang lainnya yang

ada kaitannya dengan tingkat kecerdasan dari seorang aparatur yang

menangani SIRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data

dan Informasi Kesehatan. Namun setiap aparatur yang menangani SIRS

merupakan orang-orang pilihan yang cukup mengerti tentang teknologi

informasi dari sekian banyak dari jumlah pegawai Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa

Barat.
106

4.1.2 Kemampuan realita aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

dalam menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

Pada era globalisasi sekarang ini dan masa-masa akan datang

kompetisi yang terjadi sudah bersifat global dan adanya perubahan-

perubahan kondisi ekonomi menyebabkan banyak organisasi dari

bermacam-macam ukuran melakukan langkah restrukturisasi. Hal ini

mendorong terjadinya perubahan paradigma organisasi dari tradisional menjadi

modern. Kondisi ini harus benar- benar disadari dan dipersiapkan secara

proporsional. Persiapan ini terutama pada

faktor-faktor sumber daya manusia yang bermutu dengan kualifikasi yang sesuai.

Oleh karena itu, peningkatan kinerja sumber daya manusia

(SDM) merupakan hal yang sangat penting di dalam usaha memperbaiki

pelayanan kepada masyarakat, sehingga perlu diupayakan secara terus

menerus dan berkesinambungan dalam menghadapi tuntutan masyarakat.

Untuk menentukan

hal ini perlu dicari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:770) kinerja diartikan

sebagai: (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3)

kemampuan kerja. Snell SA (1992:329) menyatakan bahwa “kinerja merupakan

kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan, yakni keterampilan, upaya,

bersifat eksternal” . Tingkat keterampilan merupakan bahan baku yang

dibawa oleh seseorang ketempat kerjanya, seperti pengetahuan, kemampuan,

kecakapan interpersonal serta kecakapan-kecakapan teknis. Tingkat upaya

dapat digambarkan sebagai

motivasi yang diperlihatkan oleh seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan.


107

Sedangkan kondisi-kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana kondisi-kondisi

eksternal mendukung kinerja seseorang.

Tinggi rendahnya kinerja para pegawai dapat dipengaruhi beberapa

faktor antara lain: “kemampuan dan kemauan kerja, fasilitas kerja yang

digunakan, disamping itu juga tepat tidaknya cara yang dipilih

perusahaan/instansi dalam memberikan motivasi kepada karyawan, dengan cara

yang tepat dalam memotivasi karyawan untuk bekerja, semakin terlihat

peningkatan produktivitas sesuai yang diharapkan oleh perusahaan” .

(Sinungan, 2000:3). Pendapat tersebut mengatakan bahwa motivasi merupakan

salah satu

faktor penting yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja pengawai.

Faktor yang diperhitungkan untuk meningkatkan gairah kerja pegawai

dimana dan instansi apapun adalah adanya motivasi dan kemampuan kerja

yang dimiliki pegawainya. Hal ini cukup beralasan sebab kemampuan dan

motivasi kerja merupakan faktor yang mencerminkan sikap dan karakter

seseorang dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

Dalam membicarakan kinerja individu banyak faktor yang

mempengaruhi. Hal ini karena terdapat fenomena individual dimana setiap

individu pada dasarnya bersifat unik dan faktor penentu kinerja sangat beragam.

Walaupun demikian ada dua faktor utama sebagai variabel paling penting dalam

menerangkan kinerja seseorang yakni motivasi dan kemampuan.

Penjelasan kemampuan di atas, dapat diukur dari segi

kemampuan potensi dan kemampuan realita yang dimiliki oleh aparatur

Dinas Keseahtan

Provinsi Jawa Barat. Kemampuan realita merupakan kemampuan yang diperoleh


108

melalui belajar. Pengembangan kemampuan sangatlah diperlukan baik melalui

pendidikan ataupun melalui pelatihan-pelatihan. Pendidikan dan pelatihan

merpakan bagian dari sumber daya aparatur, semakin lama waktu yang digunakan

seorang untuk pendidikan dan pelatihan, semakin tinggi kemampuan melakukan

pekerjaan akan semakin tinggi kinerjanya. Oleh karena itu, Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat sebagai lembaga pemerintah yang

berorientasikan terhadap pelayanan perlu mengadakan pelatihan dan

menempatkan aparatur pada pekerjaan

yang sesuai dengan keahliannya masing-masing.

Kemampuan realita merupakan kemampuan yang nyata, yaitu

kemampuan yang dimiliki oleh aparatur Dinas Kesehatan Provin si Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS. Kemampuan secara realita merupakan faktor

internal yang bersifat terampil secara teknis yang dimiliki oleh setiap

aparatur, kemampuan realita ini biasanya bila menimbulkan kinerja yang baik

dikarenakan orang tersebut mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu

tipe pekerja keras, sedangkan bila menimbulkan kinerja yang jelek disebabkan

orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak

memiliki upaya untuk

kemampuannya.

Kemampuan realita yang dimiliki oleh setiap aparatur menentukan

keberhasilan dengan adanya SIRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

harus

mempunyai kemampuan tinggi dalam mengoperasikan SIRS tersebut.

Pembahasan ini tidak terlepas dari SDM yang merupakan kompetensi

yang berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan


109

karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung terhadap

kinerjanya.

Dalam kenyataanya, kemampuan secara realita apabila dilihat dan

individu, belum dapat dikatakan optimal dalam mengetahui dan mengoperasikan

SIRS yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, hal ini dikarenakan

aparatur yang terlibat untuk menangani SIRS yang ada di Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat memiliki latar belakang pendidikan yang

berbeda-beda, seperti ada aparatur yang hanya mempunyai latar belakang

pendidikan SMP, SMA dan ada pula aparatur yang mempunyai latar belakang

pendidikan D3, S1

bukan dari jurusan komputer melainkan dari jurusan kesehatan.

Dengan melihat kenyataan tersebut berbagai usaha perlu ditingkatkan

demi kemampuan realita yang dimiliki oleh setiap aparatur yang menangani

SIRS dapat dikatakan optimal dan dapat bekerja sesuai dengan pekerjaan

yang

dijalankan.

Tidak semua aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dapat

dikatakan mampu dan terampil mengoperasikan SIRS sebagai sistem

informasi kesehatan, hal ini dikarenakan sebagian dari mereka jarang

ditugaskan untuk mengoperasikan SIRS tersebut, dan kebanyaka di antara

mereka selalu ditugaskan

hanya untuk mengoperasikan komputer yang berhubungan dengan program

Microsoft Office.

Namun dalam hali ini aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

mengharapkan suatu evaluasi kinerja dengan tujuan untuk memperbaiki atau

meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja SDM aparatur Dinas


110

Kesehatan Provinsi Jawa Barat khususnya pada bagian Data dan Informasi

Kesehatan sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi

aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS.

Evaluasi kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki mereka yang

tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi

berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya

dalam

bidangnya.

Kinerja tidaklah mungkin mencapai hasil yang maksimal apabila tidak

ada motivasi, karena motivasi merupakan suatu kebutuhan di dalam usaha untuk

mencapai tujuan organisasi. Begitu juga berbagai ragam kemampuan pegawai

akan sangat berpengaruh terhadap kinerja mengingat pegawai merupakan titik

sentral dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, motivasi kerja sangat

mempengaruhi kemampuan dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan dalam menerapkan SIRS sebagai

informasi kesehatan kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat, biarpun aparatur

tersebut meliliki kemampuan yang tinggi dalam pekerjaannya, akan tetapi dia

tidak memiliki motivasi kerja yang baik, maka akam menghasilkan kinerja yang

tidak maksimal untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

Kemampuan (ability) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

dalam menerapkan SIRS sudah dapat dikatakan cukup baik, hal ini dapat

dilihat dari kenyataan kemampuan potensi dan realita dari aparatur

dalam mengoperasikan SIRS sebagai sistem pelaporan rumah sakit sudah

dapat

dikatakan cukup terampil, walaupun kemampuan (ability) dari mereka tidak


sama
111

rata dikarenakan oleh latar belakang pendidikan dari aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat berbeda-beda dan sebagian dari pendidikan mereka kurang

memadai dalam menangani SIRS.

4.1.2.1 Pengetahuan (knowledge) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

Berikut ini merupakan berbagai pengertian pengetahuan (knowledge).

Menurut Nadler (1986, p.62) bahwa, pengatahuan merupakan proses belajar

manusia mengenai kebenaran atau jalan yang benar secara mudahnya mengetahui

apa yang harus diketahui untuk dilakukan. Maka pengetahuan (knowledge)

diartikan sebagai dasar kebenaran atau fakta yang harus diketahui dan diterapkan

dalam pekerjaan.

Kemampuan pengetahuan (knowledge) merupakan kemampuan yang

diperoleh melalui pendidikan, kemampuan pengetahuan merupakan bagian daru

sumber daya aparatur, semakin tinggi kemampuan melakukan pekerjaan akan

semakin tinggi kinerjanya.

Pengetahuan (knowledge) di sini diartikan sebagai ukuran

pemahaman dari seorang aparatur dalam melakukan pekerjaan sehari-hari

dibarengi dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil

dalam mengerjakan

pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang maksimal.

Pengetahuan (knowledge) adalah kombinasi dari naluri, gagasan,

aturan dan prosedur yang mengarahkan tindakan atau keputusan (Alter, 1992).

Segagai

gambaran, informasi yang dipadukan dengan pengalaman masa lalu dan keahlian
112

akan memberikan suatu pengatahuan yang tentu saja meliliki nilai tinggi.

Sebuah gambaran tentang hubungan antara data, informasi dan pengetahuan

ditunjukan

pada gambar berikut.

Gambar 4.1
Hubungan data, informasi dan pengetahuan

Akumulasi
Pengetahuan

Data Memformat, Menerjemahkan,


Memilih, Memutuskan,
Meringkas Bertidak Hasil

(Sumber: Kadir, 2002:35)

Gambar di atas memperlihatkan bahwa data diformat, dipilih

dan diringkas oleh sistem menjadi suatu informasi. Proses tersebut

dilakukan berdasarkan suatu pengetahuan tentang cara melakukannya.

Selanjutnya, informasi yang dihasilkan dimasukan ke tahap berikutnya dan

diproses menjadi suatu hasil. Hasil ini diakumulasikan sebagai pengetahuan

yang kemudian

digunakan untuk melakukan pemrosesan data atau pemrosesan informasi.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat sangat berpengaruh terhadap

intansi pemerintah dan lembaga pemerintah negara, apabila ada intansi

pemerintah dan lembaga pemerintah negara yang tidak menerapkan teknologi

informasi menjadi kalah bersaing. Penggunaan komputer pada intansi pemerintah


113

dan lembaga pemerintah negara merupakan suatu contoh upaya untuk

meningkatkan pelayanan publik kepada maysarakat dalam bentuk sistem

informasi secara tepat, cepat dan akurat.

Peranan sistem informasi dalam suatu organisasi tidak diragukan

lagi. Dukungannya dapat membuat organisasi tersebut memiliki

keunggulan kompetitif. Penerapan sistem informasi dalam

pemerintahan dapat menghubungkan stake holders dengan segenap

kepentingannya secara lebih

mudah dan transparan.

SIRS yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat merupakan

salah satu wujud dari usaha pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat dalam

menerapkan E-Government sebagai suatu sistem informasi yang dapat

memberikan suatu

informasi kepada masyarakat secara tepat, cepat dan akurat.

SIRS yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat harus berjalan

dengan baik, hal ini ditentukan oleh kinerja aparatur Dinas Kesehatan dalam

menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat. Keberhasilan aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS tergantung kemampuan (ability)

yang dimiliki oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat itu sendiri,

untuk itu latar belakang pendidikan dari setiap aparatur Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat yang menangani Sistem Informasi Rumah Sakit sangat berpengaruh,

hal ini dikarenakan pendidikan dan jabatan dari setiap aparatur mempengaruhi

kamampuan (ability) untuk mengoperasikan SIRS itu sendiri.

Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada bagian Data dan

Informasi Kesehatan memiliki latar pendidikan yang berbeda-beda, ada sebagian


114

di antara mereka yang hanya mempunyai latar belakang pendidikan SMP, SMA

dan ada pula aparatur yang mempunyai latar belakang pendidikan D3, S1 bukan

dari jurusan komputer melainkan dari jurusan kesehatan. Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat membutuhkan aparatur yang berkualitas dan handal

serta dibarengi pendidikan yang memadai di bidang teknologi informasi, agar

dapat mengoptimalkan SIRS, terutama aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat pada bagian Data dan Informasi Kesehatan yang menangani SIRS,

adapun aparatur yang ditugaskan untuk menangani SIRS itu sendiri berjumlah

5 yang berkedudukan sebagai staf pada bagian Data dan Informasi

Kesehatan dan sekaligus dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini. Berikut

ini adalah tabel daftar pegawai yang ditugaskan untuk menangani SIRS pada

bagian Data dan

Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

Tabel 4.1
Daftar Pegawai yang ditugaskan untuk Menangani SIRS pada bagian Data
dan Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

No Nama Pendidikan Jabatan


1 Edi Sutardi, SKM, M.Kes S2 (SIK) Kepala Seksi
2 Adjat Munadjat D3 (AKPER) Staf
3 Sutiwa Wahyudin, SKM S1 (KESMAS) Staf
4 Herti Suherti Rachma Dewi, SKM S1 (KESMAS) Staf
5 Oman Rustandi D3 (AKPER) Staf
6 Usman Hermawan D3 (AKPER) Staf
(Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi
Kesehatan 2011)

Menurut aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat bahwa faktor

penting atau hal yang paling utama yang dapat mempengaruhi kin erja yaitu

SDM

yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, sumber daya manusia
115

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dari kinerja

pegawai dalam suatu organisasi, sehingga melalui SDM yang handal

dan berkualitas seorang pegawai dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas

dan fungsinya dengan baik. SDM yang ada di suatu organisasi atau

instansi pemerintah sebagai pelaksana suatu kegiatan seperti pengoperasian

SIRS yang akan menjadi tolak ukur suatu kinerja , apakah sudah mampu atau

belum dalam

pengoperasian SIRS yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

Dengan melihat realita seperti itu, hal ini menjadi kendala bagi Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat itu sendiri, khususnya pada bagian Data dan

Informasi Kesehatan, karena tidak semua dari aparatur yang ditugaskan untuk

menangani SIRS itu sendiri berjumlah 5 yang berkedudukan sebagai staf pada

bagian Data dan Informasi Kesehatan dapat dikatakan mampu secara

maksimal dalam mengoperasikan SIRS yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat itu sendiri, kendala tersebut dapat diatasi dengan cara

mengevaluasi kinerja dari aparatur yang merupakan sarana untuk

memperbaiki mereka yang tidak melakukan tugasnya dengan baik, yaitu

dalam menerapkan SIRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Jadi

ukuran pemahaman dari seorang aparatur yang menangani SIRS pada

bagian Data dan Informasi Kesehatan perlu

ditingkatkan lagi.

Dalam hal kemampuan (ability) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS perlu ditingkatkan lagi, untuk meningkatkan

pengetahuan aparatur perlu diberikan kesempatan kepada aparatur yang

menangani SIRS untuk mengikuti studi lanjut, karena dalam menangani


SIRS
116

diperlukan SDM yang berkualitas dan handal, dan dari aspek keterampilan para

aparatur yang menangani SIRS dapat diikut sertakan dalam kegiatan-

kegiatan pelatihan/kursus yang berkaitan dengan bidang tugas. Karena

pendidikan yang dimiliki oleh setiap aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan yang menangani SIRS

harus dibarengi dengan pendidikan yang memadai sehingga dalam hal

melaksanakan tugasnya dapat

membuahkan kinerja dengan baik untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

4.1.2.2 Keterampilan (Skill) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa


Barat

dalam menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

Menurut Gordon (1994, p.55), bahwa keterampilan merupakan

kemampuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat.

Pengertian ini biasanya cenderung pada aktivitas psikomotor.

Kemampuan keterampilan (skill) merupakan kemampuan yang diperoleh

melalui pelatihan, kemampuan keterampilan merupakan bagian dari sumber daya

aparatur, semakin tinggi kemampuan melakukan pekerjaan akan semakin tinggi

kinerjanya.

Seperti yang telah dibahas pada uraian sebelumnya, bahwa yang

namanya sistem informasi terdapat komponen-komponen, yang terdiri dari

perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), atau program, prosedur,

orang, basis data (data base), jaringan komputer dan komunikasi data.

Dengan melihat sejumlah komponen-komponen sistem informasi

tersebut, dimana dapat diketahui bahwa orang merupakan sebagai salah satu
117

komponen yang berperan penting dalam sebuah proses jalannya suatu sistem

informasi, orang di sini dalam arti semua pihak yang bertanggung jawab dalam

pengembangan sistem informasi, pemrosesan dan penggunaan keluaran sistem

informasi.

Orang sebagai salah satu komponen yang berperan penting dalam

sebuah proses jalannya suatu sistem informasi, dengan hal ini orang harus

memiliki kemampuan (ability) dalam mengoperasikan sistem informasi,

agar dapat

mencapai tujuan yang diinginkan dari suatu organisasi.

Skill yang merupakan keterampilan seharusnya dimiliki oleh setiap orang

dalam mengoperasikan dan mengoptimalkan sistem informasi, bila orang tersebut

mempunyai keterampilan (skill) yang baik maka akan menghasilkan keluaran

(output) yang baik juga, maka dia akan dapat dikatakan mempunyai kemampuan

(ability) yang baik dalam mengoperasikan suatu sistem informasi.

SIRS yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

merupakan sebuah sistem informasi kesehatan, di mana keberhasilan dalam

menerapkannya ditentukan oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

yang menangani

SIRS tersebut.

Setelah dilakukan wawancara (interview) pada bagian Data dan

Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, kemampuan dalam

arti keterampilan (skill) yang dimiliki oleh setiap aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat pada bagian Data dan Informasi Kesehatan

dalam mengoperasikan SIRS dalam realitanya perlu ditingkatkan, seperti

yang telah

dibahas pada uraian sebelumnya, bahwa keterampilan (skill) dari setiap aparatur
118

dalam mengoperasikan SIRS yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat kurang maksimal, hal ini dikarenakan latar belakang pendidikan yang

telah dicapai oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada bagian

Data dan Informasi Kesehatan sebagian dari mereka hanya mempunyai latar

belakang pendidikan SMP, SMA dan ada pula aparatur yang mempunyai latar

belakang pendidikan D3, S1 bukan dari jurusan komputer melainkan

dari jurusan

kesehatan.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat membutuhkan aparatur yang

berkualitas dan handal serta dibarengi pendidikan yang memadai di bidang

teknologi informasi, agar dapat mengoptimalkan SIRS, terutama aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada bagian Data dan Informasi Kesehatan yang

menangani SIRS, adapun aparatur yang ditugaskan untuk menangani SIRS

itu sendiri berjumlah 5 yang berkedudukan sebagai staf pada bagian Data

dan Informasi Kesehatan dan sekaligus dijadikan sebagai informan dalam

penelitian ini. Berjumlah 2 dari 5 aparatur yang berkedudukan sebagai staf pada

bagian Data dan Informasi Kesehatan yang sudah mengikuti pendidikan dan

pelatihan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan yang berkaitan dengan

proses sistem informasi manajemen, sistem pencatatan dan pelaporan

rumah sakit yang direkapitulasi di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

Berikut ini adalah tabel daftar pegawai yang ditugaskan untuk menangani

SIRS pada bagian Data dan Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat yang sudah

mengikuti pendidikan dan pelatihan di Departemen Kesehatan.


119

Tabel 4.2
Daftar Pegawai yang ditugaskan untuk Menangani SIRS pada bagian Data
dan Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang
sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan di Departemen Kesehatan.

No Nama Pendidikan Jabatan


1 Adjat Munadjat D3 (AKPER) Staf
2 Herti Suherti Rachma Dewi, SKM S1 (KESMAS) Staf
(Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi
Kesehatan 2011)

Dengan melihat realita seperti itu, keterampilan (skill) aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang menangani Sistem Informasi Rumah Sakit

(SIRS) perlu ditingkatkan, agar suatu saat nanti bisa menjadi optimal dalam

hal mengoperasikan SIRS sebagai salah satu informasi kesehatan yang ada di

Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

4.2 Motivasi (Motivation) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menghadapi situasi kerja (situation) di

lingkungan organisasinya. Setiap aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat harus

memiliki mental yang baik dalam menghadapi kondisi kerjanya.

Motivasi (motivation) merupakan kondisi atau energi yang menggerakan

diri aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang terarah dan tertuju

dalam menerapkan SIRS. Sikap mental dari diri aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang

memperkuat motivasi

kerjanya untuk mencapai kinerja yang optimal dan maksimal.


120

Motivasi aparatur untuk bekerja biasanya ditunjukkan oleh aktivitas yang

terus-menerus dan berorientasi tujuan. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakan diri aparatur secara terarah untuk mencapai tujuan kerja. Pengertian

motivasi ini dikatakan oleh Keith Davis dalam Mangkunegara, (2000:14) bahwa

motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi

kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro)

terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya

jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan

motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain

hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola

kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Salah satu teori motivasi yang banyak mendapat sambutan yang

amat positif di bidang manajemen organisasi adalah teori Hirarkhi Kebutuhan

yang dikemukakan oleh Abraham H. Maslow. Menurut Maslow setiap

individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun secara hirarkhi dari

tingkat yang paling mendasar sampai pada tingkatan yang paling tinggi. Setiap

kali kebutuhan pada tingkatan paling rendah telah terpenuhi maka akan muncul

kebutuhan lain yang lebih tinggi. Pada tingkat yang paling bawah

dicantumkan berbagai kebutuhan dasar yang bersifat biologis, kemudian pada

tingkatan yang lebih tinggi dicantumkan berbagai kebutuhan dasar yang bersifat

sosial. Pada tingkatan yang

paling tinggi dicantumkan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri.


121

1. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis terhadap Kinerja Pegawai

Pemenuhan kebutuhan fisiologis dalam penelitian ini terbukti secara

parsial mampu memberikan konstribusi yang signifikan dalam mempengaruhi

motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja dari aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan dalam

menerapkan SIRS. Hal ini berarti faktor pemenuhan kebutuhan fisiologis yang

meliputi pendapatan gaji bulanan, TKPKN, dan lembur. Dengan adanya tiga

jenis penghasilan mempunyai konstribusi yang signifikan dalam meningkatkan

kinerja aparatur pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Jawa

Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan dalam menerapkan SIRS.

Artinya terdapat kesesuaian antara penghasilan dengan beban kerja. Dari

tahun ke tahun penghasilan aparatur selalu meningkat sebagai salah satu

bentuk reward akibat bertambahnya beban kerja dan tanggungjawab

sehingga secara keseluruhan memberikan pengaruh yang positif terhadap

peningkatan kinerja dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada

Bagian Data dan Informasi Kesehatan

dalam menerapkan SIRS.

2. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan Kerja

terhadap Kinerja Pegawai

Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja dalam penelitian

ini terbukti secara parsial mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam

mempengaruhi motivasi kerja dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

pada bagian Data dan Informasi Kesehatan dalam menerapkan SIRS. Hal
ini
122

berarti faktor pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja yang

meliputi ketenangan dalam bekerja, kebebasan berpendapat, kebebasan

berinovasi, jaminan kesehatan, jaminan hari tua/pensiun, kelengkapan fasilitas

kerja, lokasi pekerjaan, dan kenyamanan dalam bekerja mampu memotivasi

aparatur untuk meningkatkan kinerjanya, yaitu dalam menerapkan SIRS di Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan

Setiap organisasi dan pegawai tentu saja memiliki kebutuhan dan

kepentingan bersama dalam mengusahakan situasi dan kondisi tempat kerja yang

nyaman (work place safety), sebab bila pegawai terjadi cedera, sakit, dan

kecelakaan dapat menurunkan kinerja pegawai yang mengakibatkan pemborosan

uang organisasi. Karena itu setiap kantor harus (a) menyediakan fasilitas

poliklinik yang setiap hari atau waktu-waktu tertentu bisa dimanfaatkan,

(b) menyediakan fasilitas tunjangan pendidikan kepada keluarga pegawai yang

ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, berupa bantuan dari

dana

sosial.

3. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Sosial terhadap Kinerja Pegawai

Variabel pemenuhan kebutuhan sosial dalam penelitian ini terbukti

secara parsial mampu memberikan konstribusi yang signifikan dalam

mempengaruhi motivasi kerja aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada

Bagian Data dan Informasi Kesehatan dalam menerapkan SIRS. Hal ini

berarti, kebutuhan sosial yang meliputi hubungan dengan sesama pegawai,

hubungan

dengan atasan, hubungan dengan instansi lain, hubungan dengan pegawai lain
123

pada bagian lain yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Secara

fitrah, manusia memerlukan interaksi sosial sesamanya. Oleh karena itu

manusia yang normal pasti membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya,

kebutuhan untuk berkumpul, berdiskusi, bersenda gurau ataupun penyaluran

bakat dan minat

adalah hal yang menjadi perhatian dalam suatu organisasi.

Kecakapan sosial menyangkut soal bagaimana kita menangani suatu

hubungan. Dua unsur terpenting untuk menilai kecakapan sosial seseorang adalah:

pertama, empati. Ini menyangkut kemampuan untuk memahami orang lain,

perspektif orang lain, dan berminat terhadap kepentingan orang lain, juga

kemampuan mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan

pengguna, mengatasi keragaman dalam membina pergaulan, mengembangkan

orang lain, dan kemampuan membaca arus emosi sebuah kelompok dan

hubungannya dengan kekuasaan, dan Kedua, keterampilan sosial, termasuk dalam

hal ini adalah taktik-taktik untuk meyakinkan orang (persuasi), berkomunikasi

secara jelas dan meyakinkan, bernegoisasi dan mengatasi saling pendapat, dan

menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan kepentingan bersama.

4. Pengaruh Kebutuhan Penghargaan terhadap Kinerja Pegawai

Kebutuhan penghargaan yang meliputi penghargaan atau sanjungan atau

pujian dari atasan, penghargaan berupa promosi jabatan, penghargaan berupa

insentif barang dan penghargaan berupa piagam penghargaan/lencana/piala dapat

memotivasi pegawai untuk meningkatkan prestasi kerja. Hal seperti ini

sering

dilakukan oleh pimpinan yaitu kepala seksi pada Bagian Data dan Informasi
124

Kesehatan Di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS,

dimana motivasi yang dilakukan oleh seorang atasan seperti ini akan mampu

menggerakan diri dari setiap aparatur untuk meningkatkan kinerja dalam

suatu

organisasi.

5. Pengaruh Aktualisasi Diri terhadap Kinerja Pegawai

Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri dalam penelitian ini mampu

memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi kerja

aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data Dan Informasi

Kesehatan dalam menerapkan SIRS. Kebutuhan aktualisasi diri pegawai yang

meliputi keinginan berkarya sesuai dengan keahlian yang dimiliki untuk

peningkatan karier dan keberhasilan instansinya, keinginan menyampaikan

kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) yang dimiliki kepada orang lain, dan

keinginan untuk menemukan dan mengembangkan hal baru atas dasar potensi

yang ada dalam dirinya, mampu memotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.

Manusia merupakan sumber daya paling penting dalam usaha organisasi

untuk mencapai keberhasilan. Sumber daya manusia menunjang organisasi

dengan karya, bakat, kreativitas dan dorongan. Betapapun sempurnanya aspek

teknologi dan ekonomi, tanpa aspek manusia sulit kiranya tujuan organisasi

dapat dicapai. Masyarakat modern menunjukkan perhatian yang sangat tinggi

terhadap aspek manusia. Nilai-nilai manusia (human values) semakin

diselaraskan dengan

aspek teknologi maupun ekonomi.


125

Dalam hubungan dengan motivasi kerja Maslow menyusun sebuah

hirarkhi tentang kebutuhan manusia. Pegawai yang masih berada pada tingkatan

pemenuhan kebutuhan fisik pola motivasinya tentu saja berbeda dengan pegawai

yang sudah sampai pada tahap aktualisasi diri. Bagi mereka yang memiliki tingkat

kebutuhan aktualisasi diri sangat besar, bekerja telah berubah menjadi sebuah

kesenangan dan bekerja bukan lagi dirasakan sebagai sebuah beban. Namun

dengan demikian berarti tugas besar dalam kepemimpinan ialah sejauhmana para

pemimpin dalam suatu organisasi mampu memindahkan posisi mereka yang

dipimpin itu, dari tahap hirarkhi yang rendah menuju hirarkhi yang tinggi.

Berkaitan dengan hal tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat

pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan perluu untuk memberikan pemenuhan

kebutuhan aktualisasi diri dengan cara: (a) memberikan kesempatan seluas-

luasnya pada mereka yang memang ingin berkembang. Peluang pimpinan untuk

mendorong peningkatan motivasi kerja pegawai dengan berlandaskan kepada

pemberdayaan pegawai serta pemberian kesempatan yang lebih luas kepada

pegawai untuk bertindak atas inisiatif sendiri., dan (b) mengupayakan

menghindari dan mencegah adanya lingkungan yang suka menghambat dengan

pembuatan perencanaan yang baik dengan melibatkan seluruh pegawai untuk

mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Menutup uraian pada bagian ini, penilaian kinerja terhadap aparatur

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan

yang menangani SIRS dapat diketahui secara tepat apa yang sedang dihadapi

dan

target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja pegawai dapat disusun
126

rencana, strategi dan penentuan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan

dengan pencapaian tujuan karier yang diinginkan. Bagi pihak manajemen kinerja

pegawai sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi dan

pengembangan karier, mutasi, penyesuaian kompensasi, kebutuhan pelatihan dan

mempertahankan status organisasi yang telah diperoleh.

Berdasarkan manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja

yang dilakukan secara tidak tepat akan sangat merugikan pegawai dan

organisasi. Karyawan dapat menurun motivasi kerjanya karena hasil penilaian

kinerja yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Dampak motivasi karyawan

yang menurun adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat

mempengaruhi kinerja pegawai. Bagi organisasi, hasil penilaian kinerja

yang tidak tepat, misalnya kondisi kerja yang tidak mendukung, akan

menurunkan kualitas organisasi tersebut. Kualitas yang menurun pada

akhirnya akan mempengaruhi

hasil kinerja organisasi, dan tujuan organisasi jadi tidak maksimal.

Sikap mental karyawan haruslah memiliki mental yang siap sedia

secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya, karyawan

dalam bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan

kondisi serta

berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).

Aparatur pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat harus memiliki motivasi yang baik. Motivasi merupakan cara

yang digunakan untuk merangsang pegawai untuk mengeluarkan dan

mengembangkan kemampuannya agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Pentingnya motivasi bagi aparatur, karena terdapat beberapa hal yang


127

menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku aparatur supaya meu

bekerja untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Bentuk motivasi kepada pegawai

tidak bisa disamaratakan, karena tergantung kondisi sosial dan pendidikannya.

Dalam menerapkan motivasi terhadap aparatur pada Bagian Data dan

Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, ada dua cara yaitu,

pertama motivasi langsung motivasi yang diberikan baik materil (uang) maupun

nonemateril (penghargaan) secara langsung pada setiap aparatur untuk memenuhi

kebutuhan dan tercapainya kepuasaan. Pemberian motivasi ini biasanya dalam

bentuk ucapan pujian, penghargaan, dan bonus berupa uang, kedua motivasi tidak

langsung merupakan pemberian motivasi dalam bentuk fasilitas-fasilitas

pendukung dalam menunjang semangat kerja atau kelancaran tugas aparatur

dalam menerapkan SIRS. Sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja pegawai

untuk mewujudkan kinerja yang optimal.

Organisasi yang berbasis pengetahuan dicirikan oleh penggunaan

informasi yang itensif serta pengetahuan sebagai sumber untuk menarik pasien

dan aparatur serta teknologi informasi sebagai instrument mengelola

organisasi, struktur organisasi sangat penting untuk mengetahui tata hubungan

kerja antara apartur eksekutif dengan pelaksana. Untuk meningkatkan

motivasi kerja dari setiap aparatur dalam menerapkan SIRS di Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat, diperlukan adanya sikap mental yang baik dalam

menghadapi situasi kerja di

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.


Hal tersebut juga diperlukan oleh seorang pemimpin yang benar-benar

dapat membantu bawahan untuk mendapatkan kinerja aparatur yang efektif dan
128

efisien, menurut hasil wawancara (interview) dengan Staf Bagian Data

dan Informasi Kesehatan, sikap perilaku pimpinan Kepala Bagian Data dan

Informasi Kesehatan, yang memiliki cirri-ciri: 1) ramah tamah; 2) mendukung

dan membela bawahan; 3) mau berkonsultasi; 4) mau mendengarkan pendapat

bawahan; 5) mau menerima usul bawahan; 6) memikirkan

kesejahteraan bawahan; 7) memperlakukan bawahan setingkat dirinya

dan tidak hanya mementingkan

kebijakan-kebijakan dirinya sendiri.

Berdasarkan hasil uraian di atas, bahwa perilaku pemimpin pada Bagian

Data dan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dapat

memberikan arahan yang positif bagi aparatur sebagai bawahan untuk

menerapkan SIMRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sudah termasuk

memiliki kemampuan secara optimal dalam mengoperasikan SIRS, hal ini

tidak tersebap dari pengaruh seorang pemimpin. Kinerja aparatur yang kuat

untuk melaksanakan, memanfaatkan, mengembangkan dan mengambil langkah-

langkah pelayanan yang tepat, cepat dan akurat dalam pembangunan teknologi

informasi

perlu diwujudkan.

4.2.1 Sikap (Attitude) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa


Barat

dalam menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

Sikap yang dimiliki oleh setiap aparatur Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat dalam menerapkan SIR S merupakan faktor yang berpengaruh

terhadap motivasi kerja yang dimiliki oleh setiap aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa
Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan, sikap yang dimiliki oleh
setiap
129

aparatur tersebut harus pro dan positif untuk mencapai tujuan kerja yang telah

ditetapkan oleh bersama agar membuahkan hasil kerja dengan baik, Rendahnya

motivasi dan kemampuan akan menyebabkan timbulnya kinerja yang rendah

secara menyeluruh. Demikian sebaliknya, skor yang tinggi pada keduanya akan

menghasilkan kinerja yang tinggi secara keseluruhan. Namun skor yang tinggi

pada bidang kemampuan jika motivasinya sangat rendah akan mengakibatkan

kinerjanya rendah. Sama halnya jika motivasinya tinggi namun kemampuannya

sangat rendah kinerja juga akan rendah. Dalam kondisi dimana seseorang

memiliki kemampuan yang sedang-sedang saja relatif agak rendah namun

disertai dengan motivasi yang tinggi, sangat mungkin akan menunjukkan

kinerja yang melebihi kinerja orang lain yang memiliki kemampuan tinggi

tetapi dengan

motivasi yang rendah.

Beberapa teori tentang motivasi yang menerangkan faktor-faktor

motivasi dalam pengaruhnya terhadap produktivitas atau kinerja diantaranya

adalah sebagai berikut.

1. Teori Motivasi Kebutuhan (Hierarchy of needs) dari Abraham H Maslow

Teori ini dikemukakan oleh Abraham H. Maslow yang menyatakan

bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat

pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan. Kebutuhan ini

berikut.
terdiri dari lima jenis dan terbentuk dalam suatu hirarkhi dalam

pemenuhannya

(hierarchy of needs). Kelima jenis kebutuhan tersebut dapat digambarkan


sebagai

berikut.
130

Gambar 4.2
kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia

(Sumber: Hariandja, 2002:327)

Kelima jenis kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang

cenderung bersifat bawaan adalah sebagai berikut.

a. Kebutuhan fisik (physiological needs) yaitu kebutuhan ini berkaitan dengan

kebutuhan yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan diri sebagai

makhluk fisik seperti kebutuhan untuk makanan, pakaian, dan kebutuhan

rawagi lainnya;

b. Kebutuhan rasa aman (safety needs) yaitu kebutuhan ini berkaitan dengan

kebutuhan rasa aman dari ancaman-ancaman dari luar yang mungkin terjadi

seperti keamanan dari ancaman orang lain, ancaman bahwa suatu saat

tidak

lainnya;
dapat bekerja karena faktor usia, pemutusan hubungan kerja (PHK) atau faktor

lainnya;
131

c. Kebutuhan sosial (social needs) yaitu kebutuhan ini ditandai dengan

keinginan seseorang menjadi bagian atau anggota dari kelompok tertentu,

keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, dan keinginan

membantu orang

lain;

d. Kebutuhan pengakuan (esteem needs) yaitu kebutuhan yang berkaitan

tidak hanya menjadi bagian dari orang lain (masyarakat), tetapi lebih jauh

dari itu, yaitu diakui/dihormati/dihargai orang lain karena

kemampuannya atau kekuatannya. Kebutuhan ini ditandai dengan

penciptaan simbol-simbol, yang dengan simbol itu kehidupannya dirasa lebih

berharga. Dengan simbol-simbol seperti merek sepatu, merek jam dan

lainnya merasa bahwa statusnya

meningkat dan dirinya sendiri disegani dan dihormati orang; dan

e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs) yaitu kebutuhan yang

berhubungan dengan aktualisasi/penyaluran diri dalam arti

kemampuan/minat/potensi diri dalam bentuk nyata dalam kehidupannya

merupakan kebutuhan tingkat tertinggi dari teori Maslow, seperti ikut seminar,

loka karya yang sebenarnya keikutsertaannya itu bukan didorong oleh ingin

dapat pekerjaan, tetapi sesuatu yang berasal dari dorongan ingin

memperlihatkan bahwa ia ingin mengembangkan kapasitas prestasinya yang

optimal.

Pada prinsipnya teori tingkat kebutuhan menurut Maslow,

mengasumsikan bahwa seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan pokok atau

tingkat rendah terlebih dahulu (fisiologis) sebelum berusaha memenuhi tingkat


132

yang lebih tinggi, begitu seterusnya sampai mencapai tingkat kebutuhannya yang

tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization)

1. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

Teori yang dipelopori oleh Frederick Herzberg ini merupakan teori yang

berhubungan langsung dengan kepuasan kerja. Menurut teori ini ada dua

faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang. Kondisi pertama adalah

faktor motivator (motivator factors) atau faktor pemuas. Menurut Herzberg

faktor motivator merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi

yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinsik) yang

mencakup (1) kepuasan kerja itu sendiri (the work it self), (2) prestasi yang diraih

(achievement), (3) peluang untuk maju (advancement), (4) pengakuan orang

lain (recognition), (5) kemungkinan pengembangan karir (possibility of

growth), dan (6) tanggung

jawab (responsible).

Faktor kedua adalah faktor pemelihara (maintenance factor) atau

hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan

kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan. Faktor ini merupakan

kebutuhan yang paling mendasar bagi kehidupan para pegawai, karena faktor

maintenance ini sebagai faktor yang besar tingkat ketidakpuasannya yang bila

tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Faktor ini dikualifikasikan ke dalam

faktor ekstrinsik yang meliputi antara lain, (1) konpensasi, (2) kondisi kerja,

(3) rasa aman dan selamat, (4) supervisi, (5) hubungan antar manusia, (6)

status, dan (7) kebijaksanaan

perusahaan.
133

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, kiranya tampak dengan

jelas bahwa upaya meningkatkan motivasi kerja dapat dilakukan dengan

memasukkan unsur-unsur yang memotivasi ke dalam suatu pekerjaan seperti

membuat pekerjaan menantang, memberi tanggung jawab yang besar pada

pekerja.

2. Teori ERG dari Clayton Alderfer

Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang dikenal dengan teori

ERG, yaitu existence, relatedness, dan growth. Secara konseptual teori ERG

mempunyai persamaan dengan teori yang dikembangkan oleh Maslow. Existence

(eksistensi) identik dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberadaan

seseorang dalam hidupnya. Dikaitkan dengan penggolongan dari Maslow,

berkaitan dengan kebutuhan fisik (fi siologis) dan keamanan.

Sedangkan relatedness (hubungan) berhubungan dengan kebutuhan untuk

berintekrasi dengan orang lain. Dikaitkan dengan penggolongan kebutuhan

dari Maslow, meliputi kebutuhan sosial dan pengakuan. Growth

(pertumbuhan) berhubungan dengan kebutuhan pengembangan diri, yang

identik dengan kebutuhan self-

actualization yang dikemukakan oleh Maslow.

Teori ERG bahwa jenjang-jenjang bukan merupakan tingkat, tetapi

hanya sekedar pembeda, sehingga setiap orang dapat saja bergelut dalam

kebutuhan yang lebih besar dari satu kebutuhan pada saat yang sama

tanpa

menunggu salah satunya terpenuhi terlebih dahulu seperti Maslow.


134

3. Teori Kebutuhan David McClelland


Menurut McClelland (Hariandja, 2002: 329), yang mengatakan bahwa

ada tiga kebutuhan manusia, yaitu:

a. Kebutuhan berprestasi (needs for achievement), yaitu kebutuhan untuk

berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab

untuk pemecahan masalah. Seorang pegawai yang mempunyai kebutuhan

akan berpartisipasi tinggi cenderung untuk berani mengambil resiko.

Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan

lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang

lebih tinggi.

b. Kebutuhan untuk berkuasa (needs for power), yaitu kebutuhan untuk

kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas

dan untuk memiliki pengaruh orang lain.

c. Kebutuhan afiliasi (needs for afiliation), yaitu kebutuhan untuk

berhubungan sosial, yang merupakan dorongan untuk berintekrasi dengan

orang lain atau berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu

yang merugikan

orang lain.

Ketiga jenis kebutuhan tersebut bisa dimiliki setiap orang, yang berbeda

hanyalah intensitasnya. Seseorang dapat memiliki kebutuhan prestasi yang

dominan dibandingkan dengan yang lain, sementara pada orang lain yang

dominan mungkin kebutuhan berkuasa. Kebutuhan mana yang dominan pada

seseorang dapat dipengaruhi oleh sistem nilai yang berkembang dalam

masyarakatnya. Misalnya, suatu masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai


135

prestasi dapat mempengaruhi anggota masyarakatnya untuk memiliki kebutuhan

yang dominan dalam kebutuhan berprestasi. Misalnya, Indonesia yang sangat

menjunjung tinggi nilai kekeluargaan dapat mempengaruhi kebutuhan afiliasi

yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan berprestasi.

Sejalan dengan teori dan pendapat para ahli yang dikemukakan tadi,

maka dalam penulisan karya tulis ini cenderung menggunakan pendapat/teori

Abraham H. Maslow dengan teori hirarchy of needs karena pendapat

tersebut

cukup berpengaruh di dalam mendorong kinerja seseorang pegawai.

Sikap (attitude), merupakan mental yang dimiliki seorang aparatur

dalam mengerjakan pekerjaannya, SIRS merupakan sistem informasi

yang dikembangkan dengan tujuan agar mampu memberikan data dan informasi

yang lengkap, akurat, tepat waktu dan sesuai dengan kebutuhan untuk

proses pengambilan keputusan di berbagai tingkat administrasi. Selain itu

dapat juga digunakan untuk mengetahui keberhasilan atau mengetahui

permasalahan yang

terdapat di rumah sakit.

Sikap mental yang dimiliki oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat dalam menerapkan SIRS haruslah memiliki sikap mental yang siap

sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya,

setiap aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang menangani SIRS

harus bekerja secara mental yang siap, fisik sehat, memahami situasi dan

kondisi serta

berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).

Berdasarkan hasil wawancara (interview) Sikap mental aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menerapkan SIRS sudah dapat dikatakan
136

baik, hal ini dapat dilihat dari sikap dan mental dari setiap aparatur

yang menangani SIRS di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat sudah bisa

dikatakan baik dari segi mental dan fisik dan dapat memahami situasi dan

kondisi serta berusaha keras mencapai tujuan utama untuk mengoptimalkan

SIRS di Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

4.2.2 Situasi kerja (Situation) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

Situasi (situation), merupakan suatu keadaan atau kondisi kerja

dalam lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi sikap seseorang aparatur.

Situasi kerja yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian

Data dan Informasi Kesehatan dalam menerapkan SIRS sangat berpengaruh

terhadap kinerja dari aparatur itu sendiri, situasi kerja juga dapat berpengaruh

terhadap pelayanan yang diberikan oleh setiap aparatur yang menangani

SIRS kepada masyarakat sebagai bentuk kinerja dari aparatur pemerintah

yang merupakan pelayanan publik yang berarti harus melayanai

masyarakat dengan sebaik mungkin yang datang ke Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat pada Bagian Data

dan Informasi Kesehatan yang ada kaitannya dengan penggunaan SIRS.

Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam mewujudkan kinerja

kepegawaian berusaha untuk menerapkan SIRS yang bertujuan untuk meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan oleh aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat ini merupakan salah satu dorongan dari

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga dapat dikatakan


137

bahwa kemajuan dari Teknologi Informasi dan Komunikasi dan pemanfaatannya

dalam berbagai bidang kehidupan menandai perubahan peradaban manusia menuju

masyarakat informasi.

Kinerja aparatur dalam menerapkan, memanfaatkan, mengembangkan dan

mengambil langkah-langkah pelayanan yang tepat, cepat dan akurat dalam

pembangunaan teknologi informasi perlu diwujudkan. Melalui SIRS yang bertujuan

untuk mewujudkan penggunaan teknologi informasi pada akhirnya dapat

meningkatkan kinerja aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam

melayani masyarakat. Penerapan dan penggunaan SIRS menginginkan adanya

kinerja aparatur dan langkah-langkah yang jelas dalam rangka mewujudkan

pembangunan kesehatan di segala bidang. Penerapan dan penggunaan SIRS

diharapkan dapat menggali kinerja yang lebih optimal baik oleh aparatur Dinas

Kesehatan Kabupaten atau Kota maupun Provinsi. Instruksi ini merupakan kinerja

aparatur Dinas Kesehatan dalam menerapkan SIRS yang dikelola oleh aparatur

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada Bagian Data dan Informasi Kesehatan

dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai suatu alat

untuk

mencapai tujuan organisasi.

Kinerja aparatur merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian

suatu hasil kerja yang sangat dirasakan keberadaannya, apabila kinerja aparatur

tidak dilaksanakan dengan tepat, maka hasil akhir tidak akan tercapai dengan

memuaskan. Kinerja aparatur dapat dicapai hasil akhir yang sesuai dengan

yang telah direncanakan dan telah ditentukan, maka fungsi kinerja harus mampu

berjalan

seefektif mungkin. Setiap kriteria kinerja memiliki sasaran berupa jalur khusus
138

untuk perbaikan serta memiliki bobot sesuai dengan tingkat kepentingannya

terhadap tujuan organisasi. Kinerja aparatur menjadi tanggung jawab dari suatu

kegiatan berdasarkan bobot dan skor untuk setiap kriteria yang dapat

memberikan gambaran mengenai perkembangan hasil kerja intasnsi dan

memberikan perbaikan

yang menuju pada peningkatan hasil kerja di masa yang akan datang.

situasi kerja dapat diartikan sebagai suasana yang dapat menentukan

sikap aparatur tersebut. Perilaku manusia banyak dipengaruhi definisi situa si,

apabila manusia mendifinisikan sesuatu sebagai nyata, maka konsekuensinya

menjadi nyata. Maka, siap seseorang kerap ditentukan oleh bagaimana cara

aparatur

memhami situasi yang dihadapinya.

Situasi (situation), merupakan suatu keadaan atau kondisi kerja

dalam lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi sikap seseorang

aparatur. Berdasarkan hasil wawancara (interview) sikap mental yang dimiliki

oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menghadapi

situasi kerja sudah dapat dikatakan baik, di mana dalam kondisi kerja selalu ada

koodrinasi dan kerja

sama dengan staf lainnya.

Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja,

fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan

kondisi kerja. Berdasarkan hasil wawancara (interview) sikap mental yang

dimiliki oleh aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dalam menghadapi

situasi kerja sudah dapat dikatakan baik, di mana dalam hubungan kerja selalu
ada koodrinasi dan kerja sama dengan staf lainnya, dalam mengerjakan

pekerjaan

sehari-harinya aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada bagian Data
139

dan Informasi Kesehatan sudah mendapat fasilitas kerja yang baik, dimana dalam

fasilitas kerja tersebut dapat terlihat beberapa peralatan komputer yang terhubung

dengan jaringan internet sebagai sarana yang dapat memudahkan aparatur yang

terkait untuk melakukan pekerjaan sehari-hari, pemimpin di sini yaitu Kepala

Seksi Bagian Data dan Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk

sewaktu-saktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya

sebagai kebijakan seorang pemimpin, selain dari itu pimpinan menggunakan pola

pikir yang modern dengan tujuan mengoptimalkan keberhasilan aparatur atau

kelompok kerja dalam menerapkan SIRS dengan memberikan pantauan dalam hal

waktu dan usaha, membagi tangung jawab dengan komunikasi dua arah dan

menemukan kebijaksanaan aparatur dengan memanfaatkan pengatahuan, keahlian

dan pengalamannya.

Di mana dalam memahami situasi dan kondisi untuk berusaha keras

mencapai target kerja (tujuan utama organisasi) ada dua hal yang harus

diperhatikan yatu partisipasi dan komunikasi, partisipasi dan komunikasi yang

diberikan oleh seorang pemimpin dalam menerapkan SIRS di Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Barat berjalan dengan baik, di mana dalam hal

ini aparatur diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan

tujuan yang akan dicapai, selain dari itu seorang pemimpin juga dapat

mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian

tugas, dengan informasi yang

jelas.
140
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah diuraikan sebelumnya,

maka peneliti dapat mengambil kesimpulan mengenai kinerja aparatur Dinas

Kesehatan

dalam menerapkan SIRS di Provinsi Jawa Barat sebagai berikut:

1. Kemampuan (ability) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS sudah dapat dikatakan cukup baik,

hal ini dapat dilihat dari kenyataan kemampuan potensi dan

realita dari aparatur dalam mengoperasikan SIRS sebagai

sistem pelaporan rumah sakit sudah dapat dikatakan cukup

terampil, walaupun kemampuan (ability) dari mereka tidak sama

rata dikarenakan oleh latar belakang pendidikan dari aparatur

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berbeda-beda dan

sebagian dari pendidikan mereka

kurang memadai dalam menangani SIRS.

2. Motivasi (motivation) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat dalam menerapkan SIRS sudah dapat dikatakan baik, dimana

sikap dalam menghadapi situasi kerja atau kondisi kerja baik itu

pimpinan dan bawahan dari aparatur Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat sudah siap sedia secara psikofisik (siap secara mental,

140
fisik, situasi dan tujuan). Artinya, setiap aparatur Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa

Barat yang menangani SIRS sudah bekerja secara mental yang siap,

140
141

fisik sehat, memahami situasi dan kondisi serta berusaha keras

mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini, untuk meningkatkan

kemampuan dan motivasi kerja aparatur dalam menerapkan maka

peneliti

mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Dalam hal kemampuan (ability) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat dalam menerapkan SIRS perlu ditingkatkan lagi,

untuk meningkatkan pengetahuan aparatur perlu diberikan kesempatan

kepada aparatur yang menangani SIRS untuk mengikuti studi lanjut,

karena dalam menangani SIRS diperlukan SDM yang berkualitas dan

handal, dan dari aspek keterampilan para aparatur yang menangani

SIRS dapat diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan pelatihan/kursus

yang berkaitan

dengan bidang tugas.

2. Dalam hal motivasi (motivation) aparatur Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Barat dalam menerapkan SIRS sudah dapat dikatakan baik,

Setiap aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat harus memiliki

mental yang baik dalam menghadapi kondisi kerjanya, namun

upaya yang dilakukan oleh seorang pimpinan dalam

memberikan motivasi (motivation) kerja kepada bawahannya harus

lebih ditingkatkan lagi agar mereka mampu bekerja lebih produktif

dengan penuh tanggung jawab

serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).


143

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: IAPI.


Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV.Alfabeta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2005.Kamus Besar Bahasa


Indonesia, Edisi 3.Balai Pustaka Jakarta.

Davis, Keith, and Newstrom, W., Jhon. 1989. Human Behavior At Work:
Organizational Behavior. New York: McGraw Hill
International.

Mangkunegara, Anwar Prabu 2000.Efaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia.


Bandung: PT. Refika Aditama.

Anwar,M. Khoirul. 2004. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi


Pemerintahan Di Era Otonomi Daerah, SIMDA. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2006. Kebijakan Publik:Formulasi, Implementasi,


dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Indrajit, RichardusEko. 2005. e-Government In Action Ragam Kasus


Implementasi Sukses Di berbagai Belahan Dunia. Yogyakarta: Andi.

Jimung,Martin.2005. Politik Lokal Dan Pemerintah Daerah Dalam Perspektif


Otonomi Daerah. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Jogiyanto. 2001. Analisis dan Disain, Sistem Informasi: Pendekatan


Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi.

Kadir, Abdul. 2006. Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi

Marbun, B.N. 2005. Otonomi Daerah 1945-2005 Proses dan


Realita Perkembangan Otonomi Daerah, Sejak Zaman Kolonial Sampai
Saat ini. Jakarta: Pustaka Sinar Utama.
Nawawi, Hadari dan Hadari, Martini. 2006. Instrumen Penelitian Bidang
Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Suyanto, Bagong dan Sutinah. (2005). Metode Penelitian Sosial:


Berbagai Alternatif Sosial. Jakarta:Prenada Media.

Siagian, Sondang. P. 2006. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: PT.


Bumi
Aksara.
143

Sinambela, Lijan Poltak. 2007. Reformasi Pelayanan Publik Teori,


Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Soehartono, Iarawan. 2002. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian


Bidang Kesejahtraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Usman, Husaini dan Akbar Purnomo 2009.Metode Penelitian Sosial.


Jakarta: Bumi Aksara.
Milles, Mathes dan Huberman A. Michael.1992. Analisis Data Kualitatif, Buku
Sumber-Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.
Sutanta, Edhy. 2003. Sistem Informasi Menejemen. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI.

Wahab,Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi


keImplementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Widodo, Joko. 2001. Good Governance Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas


dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi
Daerah: Surabaya: Insan Cendekia.

Dokumen-dokumen
Departemen Kesehatan RI. 2002. Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). Jakarta: Depkes.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


511/MENKES/SK/V/2002 tentang Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).

Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Undang-Undang RI Nomor: 32 Tahun 2004 yang kemudian dirubah


menjadi Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah
Daerah (OtonomiDaerah.).Bandung: Fokus Media, Anggota IKAPI.

Media Informasi Publik (websitewww.diskesprovjabar.go.id).

Anda mungkin juga menyukai