Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah daerah, pemerintah
telah menetapkan prioritas pembangunan pada penciptaan tata pemerintahan yang
bersih dan berwibawa sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014. Salah satu instrumen penting
untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa adalah melalui
reformasi birokrasi seperti tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Tahun 2010 dan 2011. Tujuan akhir dari reformasi birokrasi adalah terwujudnya
pelayanan publik yang prima (cepat, tepat, murah, transparan, dan akuntabel) dan
peningkatan kinerja birokrasi yang semakin baik (Kamariah, 2012).
Namun demikian, pembangunan aparatur negara yang dilaksanakan melalui
program reformasi birokrasi ternyata masih bersifat parsial dan tidak menyentuh
isu pokok pembangunan kapasitas kelembagaan aparatur negara. Pendekatan
parsial tersebut berdampak negatif pada kinerja aparatur negara seperti
ditunjukkan oleh berbagai indikator yang diterbitkan oleh beberapa lembaga
multilateral dan bilateral internasional. Misalnya, Indeks Efektivitas
Pemerintahan yang dikeluarkan oleh World Bank sejak tahun 2002 yang
menunjukkan trend naik selama 3 (tiga) tahun terakhir, namun belum
menampakkan peningkatan yang cukup signifikan. Indeks ini menunjukkan
peningkatan kemampuan pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan publik
dan membuat kebijakan yang paramater pengukurannya meliputi kualitas
pelayanan publik, kualitas birokrasi, kompetensi aparat pemerintah, dan
independensi PNS terhadap tekanan politik. Keseluruhan indeks tersebut
mencerminkan kapasitas kelembagaan birokrasi pemerintah. Data world bank
menunjukkan Indeks Efektivitas Pemerintahan Indonesia menunjukkan
peningkatan dari 37,0 pada Tahun 2005, menjadi 38,9 pada Tahun 2006, dan 41,7
pada Tahun 2007 (Kamariah, 2012).
Di era otonomi daerah sekarang ini, masing-masing pemerintah daerah
dituntut untuk bisa mandiri dalam upaya pengembangan kapasitas
kelembagaannya. Hal ini berguna untuk mendorong adanya penyediaan layanan
2

publik yang prima, adanya penguatan skill sumber daya manusia dalam
organisasi publik, independensi birokrasi dari tekanan politik, dll. Perlunya
pengembangan kapasitas di sektor publik juga sangat diperlukan melihat adanya
kerangka Provincial Governance Strengthening Programme (PGSP) yang
diimplementasikan UNDP dan Pemerintah Indonesia. Melalui PGSP, UNDP
berupaya mendukung pemerintah Indonesia dengan memberikan masukan
terhadap kebijakan dan kerjasama teknis mengenai peran dan tanggung jawab
pemerintah provinsi yang terefleksikan dalam kebijakan di tingkat nasional
maupun praktek di provinsi-provinsi pilot (Bappenas, 2009).
Perubahan dalam kerangka kebijakan nasional diperlukan agar terjadi
perubahan yang berkelanjutan, terdapat suatu kebutuhan untuk memperkuat
kapasitas pemerintah di tingkat provinsi agar mereka lebih baik memahami,
memenuhi, dan bertanggung jawab terhadap peran yang dimandatkan sebagai
fasilitator pembangunan regional untuk dapat mencapai Tujuan Pembangunan
Milenium (MDGs) di tingkat sub-nasional. Dukungan seperti ini tepat dan
strategis, dan ketika pembelajaran dapat ditangkap dengan baik, pengalaman di
lapangan dapat memberikan masukan yang berharga bagi penyusunan kebijakan.
Salah satu sub-komponen dari PGSP adalah reformasi birokrasi di tingkat
pemerintah provinsi. Reformasi birokrasi pada dasarnya adalah cara untuk
mengorganisasi ulang pemerintah agar menjadi lebih efi sien dan efektif dalam
pengelolaan sistem, struktur dan sumber daya manusia dengan berbasis kinerja.
Sebagai langkah awal, Peninjauan Kapasitas penting dilakukan untuk
mengidentifi kasi kesenjangan kapasitas agar dapat dirumuskan strategi
pengembangan kapasitas yang komprehensif dan sesuai target untuk mendukung
reformasi birokrasi. Provinsi pertama yang akan didukung dalam melakukan
peninjauan kapasitas adalah Provinsi Gorontalo. Oleh karena itu, dalam kerangka
persiapan proyek Provincial Governance Strengthening Programme (PGSP)
pemerintah Provinsi Gorontalo melakukan peninjauan kapasitas atau strategi
pengembangan kapasitas (Capacity Assessment / Capacity Development
Strategy) dari 10 instansi yang ada di Pemerintahan provinsi Gorontalo, yang
dilakukan pada bulan Mei dan Agustus tahun 2008. Salah satu dari 10 instansi
tersebut adalah dinas kesehatan provinsi gorontalo (Bappenas, 2009).
3

Pemerintah Provinsi Gorontalo memusatkan agenda pembangunannya pada
tiga program unggulan, yaitu pengembangan sumber daya manusia, sektor
pertanian dengan fokus pada pertanian jagung dan beras, dan perikanan.
Karenanya, sasaran peninjauan kapasitas dan reformasi birokrasi perlu diberikan
seputar isu ini, dalam kerangka peran yang dimandatkan kepada provinsi untuk
lebih baik memahami, memenuhi dan bertanggung jawab terhadap peran yang
dimandatkan sebagai fasilitator pembangunan regional untuk mencapai MDGs di
tingkat sub-nasional.
Untuk itu, perlu dilakukan peninjauan yang komprehensif terhadap
kesenjangan kapasitas dari sepuluh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang
memiliki otoritas dalam aspek/ sektor terkait pembangunan manusia, pengentasan
kemiskinan dan pertanian. Kesepuluh SKPD tersebut adalah Sekretariat Daerah,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Keuangan Daerah, Inspektorat
Wilayah, Badan Kepegawaian dan Pemberdayaan Aparatur Daerah, Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dan Penanggulangan Kemiskinan, Dinas
Pendidikan dan Olah Raga, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan, dan Dinas Kelautan dan Perikanan.
Bidang kesehatan menjadi salah satu faktor penting dalam upaya
pengembangan kapasitas, karena bidang ini merupakan bidang yang langsung
memberikan pelayanan langsung pada masyarakat umum. Sehingga dari hal ini
dapat dilihat langsung kualitas dan kuantitas pemberian layanan publik
pemerintah pada masyarakat. Selain itu, bidang kesehatan menjadi salah satu
point yang termaktub dalam rumusan MDGs yang harus dientaskan oleh
pemerintah pusat maupun daerah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
menjadikan dinas kesehatan provinsi Gorontalo sebagai sampel dalam upaya
pengembangan kapasitas di sektor publik.
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, selanjutnya penulis
mengambil Strategi Pengembangan Kapasitas Sektor Publik (Studi pada
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo). Diharapkan dari penulisan ini, dapat
menambah wawasan bagi penulis dan pembaca terkait dengan tema yang telah
diambil.

4

b. Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penulisan ini yaitu :
1. Bagaimana bentuk-bentuk dimensi pengembangan kelembagaan pada sektor
publik ?
2. Bagaimana hasil peninjauan kapasitas kelembagaan pada Dinas Kesehatan
Pemerintah Provinsi Gorontalo ?
3. Bagaimana strategi penguatan kapasitas kelembagaan pada Dinas Kesehatan
Pemerintah Provinsi Gorontalo ?

c. Tujuan Penulisan
Berikut tujuan penulisan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, yaitu :
1. Mendiskripsikan bentuk-bentuk dimensi pengembangan kelembagaan pada
sektor publik
2. Mengetahui hasil peninjauan kepasitas kelembagaan pada Dinas Kesehatan
Pemerinth provinsi Gorontalo
3. Mendiskripsikan strategi penguatan kapasitas kelembagaan pada Dinas
Kesehatan Pemerintah Provinsi Gorontalo















5

BAB II
PEMBAHASAN
a. Bentuk-Bentuk Dimensi Pengembangan Kelembagaan Pada Sektor
Publik
Konsep Pengembangan Kapasitas Kelembagaan
Pengembangan kapasitas mengacu kepada proses dimana individu,
kelompok, organisasi, kelembagaan, dan masyarakat mengembangkan
kemampuannya baik secara individual maupun kolektif untuk melaksanakan
fungsi mereka, menyelesaikan masalah mereka, mencapai tujuan-tujuan mereka
secara mandiri. (Nugraha, 2004) Selanjutnya, UNDP dan Canadian International
Development Agency (CIDA) dalam Milen (2006: 15) memberikan pengertian
peningkatan kapasitas sebagai proses dimana individu, kelompok, organisasi,
institusi, dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk menghasilkan
kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions), memecahkan
permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan, dan memahami, memenuhi kebutuhan pembangunan dalam konteks
yang lebih luas dalam cara yang berkelanjutan. Sedangkan Morison (2001: 42)
melihat pengembangan kapasitas organisasi sebagai suatu proses untuk
melakukan sesuatu, atau serangkaian gerakan, perubahan multi level di dalam
individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam
rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi
sehingga dapat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada.
Pengembangan kapasitas merupakan sebuah proses, proses tersebut harus
dilaksanakan pada tiga level/tingkatan, yaitu individu, kelompok dan
institusi/organisasi. Proses tersebut dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan
organisasi melalui pencapaian tujuan dan sasaran organisasi yang
bersangkutan.(STIA LAN, 2012) Pengembangan kapasitas dan kelembagaan
bukan hanya ditujukan kepada organisasi atau perusahaan swasta yang
berorientasi profit karena harus unggul dengan organisasi pesaing. Organisasi
public atau pemerintahan walaupun tidak untuk memenangkan persaingan
namuntetap dituntut untuk mengembangkan kapasitas kelembagaannya sebagai
strategi perbaikan kualitas pemberian layanan kepada masyarakat.
6

Dari beberapa definisi pengembangan kapasitas yang telas disebutkan dapat
diambil kesimpulan bahwa pengembangan kapasitas merupakan suatu usaha
memperbaiki kinerja organisasi atau lembaga melalui proses perubahan diri
individu, kelompok-kelompok, dan sistem-sistem dalam suatu organisasi.
a. Dimensi Pengembangan Kelembagaan Pada Sektor Publik
Dalam pengembangan kapasitas memiliki dimensi, fokus dan tipe kegiatan.
Dimensi, fokus dan tipe kegiatan tersebut menurut Grindle (1997: 1-28), dan
Bappenas (2007) adalah :
1. Dimensi pengembangan SDM, dengan fokus personil yang profesional dan
kemampuan teknis. Kegiatan yang dilakukan antara lain pendidikan dan
latihan (training), pemberian gaji/upah, pengaturan kondisi dan lingkungan
kerja dan sistim rekruitmen yang tepat.
2. Dimensi penguatan organisasi, dengan fokus sistim manajemen untuk
memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada dan
pengaturan struktur mikro. Aktivitas yang harus dilakukan adalah menata
sistim insentif, pemanfaatan personel yang ada, kepemimpinan, komunikasi
dan struktur manajerial
3. Dimensi reformasi kelembagaan, dengan fokus perubahan sistim dan
institusi-institusi yang ada, serta pengaruh struktur makro. Dalam konteks ini
aktivitas yang perlu dilakukan adalah melakukan perubahan aturan main dari
sistim ekonomi dan politik yang ada, perubahan kebijakan dan aturan hukum,
serta reformasi sistim kelembagaan yang dapat mendorong pasar dan
berkembangnya masyarakat madani.
Tabel. 1 Dimensions, Focus and Types of Activities
of Capacity Building Initiative







7

Lebih lanjut pada studi Grindle dan Hilderbrand (Grindle, 1997: 35-36)
tentang pengembangan kapasitas pada kelembagaan organisasi publik di negara-
negara berkembang seperti Negara Afrika, Maroko, Ghana, Bolivia, Thailand dan
Sri Lanka mengidentifikasi lima dimensi faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan organisasi untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu, yaitu:

















Gambar. 1 Lima dimensi faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
organisasi untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu
1. The action environment (lingkungan tindakan)
Menetapkan lingkungan pergaulan ekonomi, politik, dan sosial dimana
pemerintah melaksanakan kegiatannya. Kinerja tugas-tugas pembangunan dapat
secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan tindakan seperti
tingkat dan struktur pertumbuhan ekonomi, derajat stabilitas politik dan legitimasi
pemerintah, serta profil sumber daya manusia dari sebuah negara.


8

2. Public sector institutional context (Konteks institusional dari sektor publik)
Meliputi faktor-faktor seperti aturan-aturan dan prosedur yang ditetapkan
bagi operasional pemerintah dan pegawai-pegawai publik, pemerintah bidang
sumber daya keuangan harus melaksanakan aktivitas-aktivitasnya, tanggung
jawab yang diasumsikan pemerintah untuk prakarsa-prakarsa pembangunan,
kebijakan-kebijakan yang berbarengan, dan struktur-struktur pengaruh formal dan
informal yang mempengaruhi bagaimana sektor-sektor publik tersebut berfungsi.
Konteks ini dapat mendesak atau memfasilitasi penyelesaian tugas-tugas tertentu.
3. Task network dimension (dimensi jaringan tugas)
Merujuk pada sekumpulan organisasi yang terlibat dalam penyelesaian tugas
apapun yang diberikan. Kinerja dipengaruhi oleh sejauh mana jaringan tersebut
mampu mendorong komunikasi dan koordinasi dan sejauh mana individuindividu
dalam organisasi di jaringan tersebut dapat melaksanakan tanggung jawab mereka
secara efektif. Jaringan dapat disusun dari organisasi-organisasi yang berada di
dalam dan di luar sektor public termasuk LSM dan organisasi sektor swasta.
4. Organizational dimension (Dimensi Organisasi)
Merujuk kepada tempat yang menguntungkan dimana riset diagnostik
biasanya dilaksanakan. Meliputi penentuan tujuan, struktur, proses, sumber daya,
dan gaya manajemen organisasi yang akan mempengaruhi bagaimana organisasi-
organisasi tersebut mencapai sasaran, menyusun struktur kerja, menentukan
hubungan kekuasaan, dan memberikan struktur insentif. Faktor-faktor ini
menjalankan dan mendesak kinerja karena faktor-faktor tersebut mempengaruhi
output organisasi dan membentuk perilaku orang-orang yang bekerja di dalamnya
5. Human resources dimension (dimensi sumber daya manusia)
Dimensi kelima dari kapasitas berfokus pada bagaimana sumber daya
manusia dididik dan ditarik untuk berkarir di sektor publik dan pemanfaatan serta
penyimpanan individu ketika mereka mengejar karir seperti ini. Dimensi-dimensi
ini berfokus terutama pada kemampuan manajerial, profesional, dan teknis serta
sejauh mana pelatihan dan jenjang karir mempengaruhi kinerja keseluruhan pada
setiap tugas yang diberikan.


9

b. Hasil Peninjauan Kepasitas Kelembagaan Pada Dinas Kesehatan
Pemerinth Provinsi Gorontalo
Provinsi Gorontalo adalah wilayah pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara
yang ditetapkan melalui Undang-Undang No 38/2000. Provinsi Gorontalo terletak
di bagian Utara Pulau Sulawesi, berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Utara di
sebelah Timur, Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah Barat, Laut Sulawesi di
sebelah Utara dan Teluk Tomini di sebelah Selatan. Provinsi Gorontalo terdiri dari
lima kabupaten (Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten
Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara,Kabupaten Pohuwatu) dan satu kota (Kota
Gorontalo) yang terbagi dalam 47 kecamatan, 385 desa dan 65 kelurahan.
Sebagian besar wilayahnya seluas 12.215,44 km2 adalah perbukitan yang didiami
oleh 941.444 jiwa (data tahun 2006).
Pemerintah Provinsi Gorontalo dipimpin oleh Kepala Daerah yaitu Gubernur
yang dibantu oleh seorang Wakil Gubernur. Sebagai kelengkapan perangkat
pemerintah dalam menjalankan tugas dan wewenang pemerintah, melalui
Peraturan Daerah no 5, 6 dan 7 tahun 2007, telah dibentuk Sekretariat Provinsi
yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Provinsi, sebelas Lembaga Teknis Daerah
(Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Badan Keuangan Daerah; Badan
Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi; Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik; Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Penanggulangan Kemiskinan;
Inspektorat Provinsi Gorontalo; Badan Investasi Daerah; Kantor Satpol Pamong
Praja dan Perlindungan Masyarakat; Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah; dan
Kantor Perwakilan) dan sebelas dinas (Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga;
Dinas Kesehatan; Dinas Pekerjaan Umum; Dinas Perhubungan dan Pariwisata;
Dinas Sosial; Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan; Dinas Perikanan dan Kelautan; Dinas Koperasi, Perindustrian
dan Perdagangan; Dinas Kehutanan dan Pertambangan; dan Dinas Perkebunan
dan Peternakan). Kepala Dinas dan Kepala Teknis Daerah berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Peraturan Gubernur no 4/2008 mengatur bahwa Dinas Kesehatan Provinsi
Gorontalo merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah dan mempunyai tugas
melaksanakan kewenangan dekonsentrasi dan desentralisasi di bidang kesehatan.
10

Dalam menyelenggarakan tugasnya, Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
mempunyai fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis di bidang kesehatan;
b. pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum lintas kabupaten/kota
di bidang kesehatan;
c. pembinaan teknis di bidang kesehatan;
d. pembinaan unit pelaksana teknis kesehatan;
e. pemantauan dan evaluasi program di bidang kesehatan;
f. pengelolaan urusan Kesekretariatan Dinas.
Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsinya, Dinas Kesehatan mempunyai
kewenangan:
a. menyusun rencana program/kegiatan tahunan bidang kesehatan;
b. pelaksanaan pelayanan umum bidang kesehatan.
Susunan organisasi Dinas Kesehatan terdiri dari Kepala Dinas; Sekretaris;
Bagian Keuangan; Sub Dinas Pelayanan Kesehatan; Sub Dinas PPM-PL
(Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan); Sub Dinas
Kesehatan Masyarakat dan KB (Keluarga Berencana); Unit Pelaksana Teknis
Dinas dan Kelompok Jabatan Fungsional. Total jumlah pegawai Dinas Kesehatan
adalah 117 orang yang terdiri dari 1 orang Eselon IIA, 5 Eselon IIIA, 14 Eselon
IVA dan 97 staf. Kerja Dinas juga dibantu oleh 14 tenaga honorer dan 9 orang
yang bekerja di UPTD Bapelkesman (Badan Pelaksana Kesehatan Mandiri).
Dari hasil-hasil peninjauan kapasitas terhadap Provinsi Gorontalo, Dinas
Kesehatan menjadi salah satu di antara SKPD yang berkapasitas baik dan mampu
menjalankan tugas-tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan. Agak berbeda
dengan kebanyakan SKPD lain, setiap akhir tahun Dinkes melakukan perencanaan
pengembangan kapasitas SDM untuk tahun berikutnya. Perencanaan
pengembangan kapasitas ini biasanya akan terkait dengan program yang akan
dikerjakan dan mengacu pada kebijakan provinsi. Untuk mengatasi
ketidakmerataan tenaga medis Dinkes berinisiatif mengirimkan putra-putra daerah
ke Politeknik Kesehatan Gorontalo sehingga setelah lulus akan kembali ke
kabupaten masingmasing. Beberapa kekuatan yang teridentifi kasi dari hasil-hasil
peninjauan kapasitas dan diskusi adalah sebagai berikut:
11

a. Sumber daya manusia
Kapasitas Sumber Daya Manusia mencakup hal-hal yang berkaitan dengan
kreativitas untuk memperkuat pengembangan potensi manusia sehingga mampu
berkontribusi terhadap kemampuan organisasi (dari kemampuan individual
menjadi kemampuan kolektif institusi). Peninjauan kapasitas sumber daya
manusia ini akan mencakup ulasan atas kerangka pengembangan kapasitas,
kebijakan perekrutan dan promosi, penilaian kinerja, ketersediaan ruang
berinovasi dan belajar mandiri bagi pegawai, maupun mekanisme-mekanisme
manajerial lain yang memungkinkan pegawai mengembangkan kapasitasnya
secara baik. Selain itu, akan ditinjau pula kemampuan untuk mengintegrasikan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam membangun orientasi,
memformulasikan perencanaan dan pemantauan kinerja SKPD; serta bentuk-
bentuk pelatihan yang tersedia bagi pegawai.
Tantangan/Isu Pengembangan SKPD dalam aspek Sumber Daya Manusia ini
akan ditinjau di tiap-tiap kapasitas fungsional, yaitu: perumusan
isi/orientasi/kebijakan; perencanaan dan penyusunan programprogram kerja;
implementasi; monitoring dan evaluasi.
b. Restrukturasi Organisasi
Kapasitas dalam hal restrukturisasi organisasi mencakup peninjauan atas
pengaturan struktur organisasi, pembagian wewenang dan tupoksi dalam tiap-tiap
bagian dalam struktur, pengalokasian sumber daya manusia secara tepat untuk
memenuhi fungsi dan tugas-tugas yang dibebankan, dan mekanismemekanisme
akuntabilitas dan transparansi yang dikembangkan. Restrukturisasi organisasi
menjadi langkah yang penting dalam rangka mengefi sienkan pengelolaan
sumber-sumber daya, termasuk sumber daya manusia, untuk mencapai tujuan-
tujuan organisasi, sekaligus meningkatkan fungsi-fungsi pelayanan dari
organisasi yang bersangkutan. Bagian ini akan meninjau mutasi-mutasi pegawai,
yang dilaksanakan seiring dengan perubahan-perubahan terhadap struktur
organisasi.
c. Pengelolaan Keuangan
Kapasitas dalam pengelolaan keuangan terdiri hal-hal yang berkaitan dengan
kreativitas untuk memanfaatkan APBD dan Dana Dekonsentrasi dalam rangka
12

mencapai tujuan-tujuan dan hasil-hasil pembangunan, sesuai dengan garis
kebijakan yang sudah tertuang dalam RPJMD dan RENSTRA. Dana untuk
pembangunan selalu terbatas, dan oleh karenanya dibutuhkan kapasitas untuk
melakukan efi siensi belanja, sehingga dana yang terbatas tersebut dapat
sebanyak-banyaknya berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat
dan penanggulangan kemiskinan. Bagian ini akan mencakup kemampuan
menganalisis peluang mendapatkan sumber-sumber pendanaan, erancang
anggaran sesuai dengan tujuan pembangunan, memanfaatkan anggaran secara
tepat waktu dan tepat guna dan melaporkan penggunaannya, serta memonitor
dan/atau mengevaluasi pemanfaatannya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
dan hasil-hasil pembangunan.
Dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan, tantangan/ isu pengembangan
SKPD juga ditinjau ditinjau di tiap-tiap kapasitas fungsional, yaitu: perumusan
visi/ orientasi/ kebijakan; perencanaan dan penyusunan program-program kerja;
implementasi; monitoring dan evaluasi.
d. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan satu dari tujuh isu pokok yang ditinjau. Dalam
peninjauan kapasitas ini, aspek Kepemimpinan mencakup kemampuan Pimpinan
SKPD untuk memberi arahan yang jelas tentang visi-misi-tupoksi organisasi dan
tugas masing-masing pegawai; pengetahuan dan aplikasi Tujuan Pembangunan
Milenium (MDGs) di SKPD; keterampilan mengalokasikan dan mengelola
sumber daya yang ada di dalam SKPD termasuk di dalamnya keterampilan
menempatkan pegawai dan merancang pengembangan kapasitas yang sesuai,
memotivasi dan melakukan supervisi kepada pegawai agarmencapai kinerja
optimumnya sekaligus mampu mengembangkan diri, dan membangun tim kerja
yang kuat; dan keterampilan meninjau dan menganalisis umpan balik dari
masyarakat untuk perbaikan.
Kapasitas Kepemimpinan ditinjau dalam empat kapasitas fungsional yaitu
perumusan visi, orientasi,kebijakan; perencanaan dan penyusunan program-
program kerja; implementasi; monitoring dan evaluasi.


13

e. Koordinasi
Pengertian koordinasi adalah aksi bersama/gerakan yang dilakukan dalam
rangka membuat orangorang atau kepentingan-kepentingan yang berbeda bekerja
bersama untuk sebuah tujuan atau dampak. Sementara dalam konteks kerja
pemerintah provinsi, koordinasi adalah upaya-upaya untuk sinkronisasi
kebijakan, strategi, dan program/rencana kerja antar SKPD di tingkat provinsi.
Koordinasi dalam konteks perencanaan vertikal, mencakup perencanaan dari
bawah melalui musrenbang dengan perencanaan SKPD; perencanaan pemerintah
pusat di daerah dengan rencana pembangunan provinsi; serta koordinasi
perencanaan, implementasi, dan pengawasan pembangunan antara level provinsi
dan level kabupaten/kota.
Kapasitas Koordinasi ditinjau dalam tiga kapasitas fungsional yaitu
perencanaan dan penyusunan program-program kerja; implementasi; monitoring
dan evaluasi.
f. Membangun Akuntabilitas
Pemerintahan yang akuntabel dapat diartikan sebagai pemerintahan yang
transparan, responsif atas pemenuhan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya,
serta mampu menciptakan mekanismemekanisme pelibatan masyarakat dalam
merencanakan pembangunan dan memonitor/memantau implementasi
pembangunan. Bagian ini mencakup akuntabilitas internal SKPD ke dalam
struktur administrasi pemerintahan maupun ke luar kepada pemangku
kepentingan utama yaitu masyarakat. Akuntabilitas ke dalam berbentuk
mekanisme pertanggungjawaban kinerja SKPD kepada Gubernur. Akuntabilitas
ke luar mencakup penempatan masyarakat sebagai subyek pembangunan, melalui
pemberian akses (terhadap data dan informasi menyangkut sumber daya
pembangunan dan hasil-hasil pembangunan) dan kontrol (melalui penciptaan
mekanisme pemberian umpan balik dan penguatan partisipasi dalam proses
perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi pembangunan).
Kapasitas dalam Membangun Akuntabilitas ditinjau dalam empat kapasitas
fungsional yaitu perumusan visi, orientasi, kebijakan; perencanaan dan
penyusunan program-program kerja; implementasi; monitoring dan evaluasi.

14

g. Pengetahuan dan Keterampilan
Kemampuan untuk mengakumulasi pengetahuan dan keterampilan amat
penting dalam rangka menjadikan pemerintah provinsi menjadi pusat
pembelajaran (learning center) bagi kabupaten/ kota di wilayahnya dan bahkan
bagi wilayah-wilayah lain yang membutuhkan dukungan untuk pengembangan.
Pengetahuan dan keterampilan mencakup institusionalisasi pengetahuan dan
keterampilan di level individu pegawai sehingga terakumulasi menjadi
kemampuan SKPD, penguatan efektivitas inovasi yang diperoleh dari
pembelajaran sehingga dapat direplikasi oleh pihak-pihak lain, sekaligus
kemampuan menggalang sumber-sumber daya dari luar SKPD untuk penguatan
pengetahuan dan keterampilan tersebut. Kemampuan menuliskan pengalaman,
mendokumentasikannya secara sistematis, mendialogkannya dengan berbagai
pihak yang mampu memberi masukan berharga menjadi sangat penting di dalam
proses membangun pengetahuan dan keterampilan dari pengalaman empiris ini.
Tantangan/isu pengembangan SKPD dalam aspek Pengetahuan dan
Keterampilan ini akan ditinjau di empat kapasitas fungsional, yaitu perumusan
visi/orientasi/kebijakan; perencanaan dan penyusunan program-program kerja;
implementasi; monitoring dan evaluasi.
c. Strategi Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pada Dinas Kesehatan
Pemerintah Provinsi Gorontalo
Dari hasil-hasil peninjauan kapasitas terhadap Provinsi Gorontalo, Dinas
Kesehatan menjadi salah satu di antara SKPD yang berkapasitas baik dan mampu
menjalankan tugas-tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan. Agak berbeda
dengan kebanyakan SKPD lain, setiap akhir tahun Dinkes melakukan perencanaan
pengembangan kapasitas SDM untuk tahun berikutnya. Perencanaan
pengembangan kapasitas ini biasanya akan terkait dengan program yang akan
dikerjakan dan mengacu pada kebijakan provinsi. Untuk mengatasi
ketidakmerataan tenaga medis Dinkes berinisiatif mengirimkan putra-putra daerah
ke Politeknik Kesehatan Gorontalo sehingga setelah lulus akan kembali ke
kabupaten masing-masing.
Sebelum merumuskan strategi untuk pengembangan kelembagaan diperlukan
sebuah analisis mengenai kekuatan dan kelemahan pada dinas kesehatan provinsi
15

Gorontalo. Berikut akakan dipaparkan mengenai beberapa kekuatan yang
teridentifikasi dari hasil peninjauan kapasitas dan diskusi oleh Bappenas dan
pemprov Gorontalo, yaitu :
Kekuatan yang dimiliki dinas Kesehatan Pemerintah Gorontalo
a. Kepemimpinan
Dari hasil peninjauan kapasitas dan diskusi ditemukan bahwa pimpinan
memberikan bimbingan dan arahan kepada pegawai tentang tugas yang harus
dikerjakan dengan jelas. Pegawai termotivasi dan berkemauan untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai tupoksi. Pimpinan juga mampu melakukan
negosiasi dengan pihak lain sehingga membuka kesempatan bagi pegawai untuk
mendapatkan pengembangan kapasitas, seperti kesempatan belajar tentang
keuangan dan lainnya. Pimpinan juga memiliki kapasitas untuk mengevaluasi
kinerja pegawai dan menempatkan pegawai (non eselon) pada posisi yang tepat.
b. Kemampuan merencanakan pengembangan kapasitas SDM dan transfer
pengetahuan secara berjenjang
Pengembangan kapasitas yang direncanakan tidak terlepas dari
program/kegiatan yang akan dilakukan untuk tahun berikutnya. Pengembangan
kapasitas yang dibiayai APBN sebagian besar sudah ditetapkan oleh pemerintah
pusat sedangkan yang dibiayai APBDlebih fleksibel sesuai rambu-rambu yang
ditetapkan dalam Permendagri. Hasil TOT yang diterima pegawai provinsi akan
ditransfer kepada kabupaten/kota dan berjenjang ke bawah (puskesmas atau
pemuka masyarakat sesuai kebutuhan). Pengembangan kapasitas juga dilakukan
dalam kerangka kerjasama dengan lembaga donor seperti dengan NLR dan
Global Fund.
c. Kemampuan melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan/program
Hasil pengembangan kapasitas dimonitor melalui pertemuan koordinasi dan
turun langsung ke lapangan. Sudah ada checklist yang dikembangkan untuk
monitoring, dan monitoring sudah lebih jauh melihat apakah hasil pengembangan
kapasitas yang diberikan dipraktekkan di tingkat lapangan. Sebagai contoh, pada
program Desa Siaga setelah TOT dilakukan monitoring pengembangan desa
siaga (puskesdes: 1 bidan, 2 kader). Hasil monitoring dan evaluasi juga menjadi
bahan untuk menentukan kelanjutan program/kegiatan yang dilaksanakan.
16

d. Kemampuan mengintegrasikan MDGs dan IPM dalam rencana strategi
dan mengoperasionalkannya
Dalam RENSTRA Dinkes telah memasukkan target terkait AKB (angka
kematian bayi), AKI (angka kematian ibu), kasus gizi, dan umur harapan hidup
dalam upaya menaikkan angka IPM. Sementara indikator SPM (yang diturunkan
oleh pemerintah pusat dari indikator MDGs) juga telah masuk menjadi target
dalam RENSTRA. Program-program khusus telah diturunkan dari RENSTRA,
sebagai contoh muatan lokal gizi dengan sumber makanan lokal dimasukkan
dalam kurikulum pendidikan SD hingga SMA. Ada pula Pusat Pemulihan Gizi
yang menjadi pusat rujukan di masing-masing kabupaten. Program ini dilakukan
bersama-sama dengan Dinas Peternakan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan,
dan PKK setempat) untuk penanggulangan kemiskinan (di bawah koordinasi
BPMDPK).
e. Kemauan untuk menjadi akuntabel dan responsif
Untuk mempercepat tanggapan terhadap pengaduan yang diterima, Dinkes
saat ini sedang mengembangkan mekanisme pengaduan yang dinamakan SMS
Gateway dengan membuka nomor telpon khusus yang mudah diakses oleh
masyarakat. Inisiatif ini baru pada tahap awal, dan baru taraf pelaporan penyakit
KLB (kejadian luar biasa). SMS diterima oleh petugas khusus, setelah dipelajari
kemudian pesan tersebut dilanjutkan kepada petugas kesehatan terdekat dengan
pemberi informasi/penderita. Inisiatif ini rencananya akan diintegrasikan dengan
upaya yang dikembangkan oleh BALIHRISTI. Mekanisme pengaduan lainnya
adalah melalui kepala dinas, dialog interaktif di RRI (Halo Gubernur dan Warung
Kopi). Dalam dialog ini Dinkes juga menyampaikan informasi kesehatan yang
perlu diketahui oleh masyarakat.
f. Pelibatan sub-dinas pada pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh
masing-masing program di Dinkes
Selain bertujuan untuk memberikan pengetahuan baru, dengan pendekatan
seperti ini Dinkes menjaga keterpaduan lintas program. Kekuatan-kekuatan di
atas layak untuk dipertahankan oleh Dinkes karena cukup berkontribusi pada
kinerjanya. Namun upaya untuk meningkatkan efektivitasnya juga masih layak
untuk dilakukan lebih lanjut. Misalnya, mulai juga mengembangkan alat
17

monitoring yang melihat pada dampak progam terhadap kesehatan masyarakat;
dan memperluas pembelajaran hingga kepada pegawai tidak hanya di sub-dinas,
melalui media-media berbagi informasi secara rutin. Selain berbagai kekuatan di
atas, dari hasil peninjauan kapasitas dan diskusi juga teridentifikasi
Kelemahan yang dimiliki dinas Kesehatan Pemerinth Gorontalo
a. Kapasitas untuk menangkap kesempatan (program/pengembangan
kapasitas) dari pihak lain (selain APBN dan APBD)
Sejauh ini yang dilakukan oleh Dinkes menunggu datangnya tawaran
program, baik melalui APBD, APBD, atau program donor melalui pemerintah
nasional. Sementara saat ini isu penanggulangan kemiskinan (pendekatan MDGs)
banyak digaungkan oleh pemerintah negara lain dan lembaga donor internasional
sehingga potensi untuk bekerja sama besar. Belum proaktifnya Dinkes mencari
alternatif sumber daya lain ini kemungkinan juga bisa disebabkan kelemahan
kapasitas untuk menyusun program yang layak dijual kepada lembagalembaga
donor tersebut.
b. Kapasitas melobi dan menegosiasikan kebutuhan tenaga medis di
lapangan
Serupa dengan banyak wilayah di Indonesia, Provinsi Gorontalo juga
menghadapi masalah klasik kekurangan dan tidak meratanya distribusi tenaga
medis. Dalam masalah ini Dinkes belum terlihat memiliki kekuatan untuk
memerankan fungsi koordinator pembangunan wilayah, misalnya kurang mampu
menegosiasikan perpindahan tenaga dokter dari wilayah yang kelebihan ke
wilayah lain atau hanya menerima mutasi bidan-bidan dari desa ke RS (padahal
di RS bidan tersebut melakukan pekerjaan administratif saja). Di satu sisi,
kelemahan kapasitas negosiasi ini juga kemungkinan bisa disebabkan oleh
kurang kreatifnya Dinkes dalam merancang sistem insentif bagi
kabupaten/kota/institusi yang telah membiayai sendiri pendidikan dokter/tenaga
medis tersebut. Di sisi lain, keterbatasan anggaran yang dikelola oleh Dinkes juga
sangat membatasi kreatifi tas Dinkes untuk berinovasi. Kelemahan yang juga
ditemukan dalam diskusi terkait kapasitas negosiasi ini adalah pemahaman
Dinkes terhadap pihak-pihak yang memiliki kewenangan mengambil keputusan
18

penempatan tenaga medis. Hal ini diperlukan supaya negosiasi dapat secara
efektif dilakukan kepada pihak yang tepat.
c. Evaluasi dampak berbagai intervensi program secara menyeluruh
Dinkes sudah terlihat kapasitasnya dalam mengintegrasikan MDGs dan IPM
ke dalam RENSTRA dan kebijakan turunannya. Monitoring dan evaluasi setiap
program pun telah dilakukan. Yang masih perlu dikembangkan adalah sistem
evaluasi untuk melihat dampak dari berbagai intervensi program yang dilakukan
terhadap kesehatan masyarakat, serta efektivitas strategi yang dikembangkan oleh
Dinkes dalam mengatasi persoalan kesehatan di Provinsi Gorontalo. Ada empat
strategi yang dikembangkan, yaitu kerjasama lintas sektor dan pemberdayaan
masyarakat; peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan;
peningkatan gizi masyarakat; dan peningkatan sumber daya kesehatan dan
manajemen kesehatan.
Strategi penguatan kapasitas Kelembagaan pada dinas Kesehatan pemerintah
provinsi Gorontalo
Tingkat SKPD Melakukan rekruitmen tenaga ahli untuk mendukung Dinas
Kesehatan dalam hal:
1. Pengembangan program-program kesehatan yang mengintegrasikan MDGs
dan IPM, menulisnya menjadi rancangan program yang menarik dan layak
dijual. Termasuk mempelajari berbagai pendekatan program yang digunakan
oleh lembaga donor, seperti RBM (Result Based Management) atau PCM
(Project Cycle Management)
2. Pengembangan basis data institusi maupun lembaga yang memberikan
dukungan untuk isu kesehatan. Basis data ini harus selalu diperbaharu dan
mencakup profi l, kebijakan, isu spesifik yang didukung, format proposal,
periode penerimaan proposal, dan jumlah dana yang disediakan
3. Mengevaluasi keseluruhan program yang telah dilakukan untuk melihat
dampaknya pada perubahan kesehatan masyarakat dan memberikan
rekomendasi perbaikan strategi. Hasil ini juga potensial untuk dijadikan alat
tawar kepada Bappeda atau DPRD untuk alokasi anggaran yang lebih besar.
Tingkat individu pegawai
19

4. Pelatihan lobi dan negosiasi, untuk memperdalam metode dan teknik-teknik
lobi dan negosiasi kepada berbagai pihak yang akan mendukung kerja-kerja
Dinkes ke depan, termasuk mempelajari alat untuk memetakan pemangku
kepentingan Dinkes.




























20

BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Berikut kesimpulan yang dapat dirumuskan dalam penulisan makalah ini :
1. Dalam kerangka persiapan proyek Provincial Governance Strengthening
Programme (PGSP) pemerintah Provinsi Gorontalo melakukan peninjauan
kapasitas atau strategi pengembangan kapasitas (Capacity Assessment /
Capacity Development Strategy) dari 10 instansi yang ada di Pemerintahan
provinsi Gorontalo
2. Dimensi Pengembangan Kelembagaan Pada Sektor Publik Grindle (1997: 1-
28) yaitu Dimensi pengembangan SDM, Dimensi penguatan organisasi,
Dimensi reformasi kelembagaan. Sedangkan menurut (Grindle, 1997: 35-36)
yaitu The action environment (lingkungan tindakan), Public sector
institutional context (Konteks institusional dari sektor publik), Task network
dimension (dimensi jaringan tugas), Organizational dimension (Dimensi
Organisasi), Human resources dimension (dimensi sumber daya manusia).
3. Hasil Peninjauan kepasitas kelembagaan pada dinas kesehatan pemerintah
Provinsi Gorontalo yang didasarkan dari dimensi atau aspek sumber daya
manusia, aspek restrukturasi, aspek pengelolaan keuangan, aspek
kepemimpinan, aspek koordinasi, aspek membangun akuntabilitas, serta
pengetahuan dan keterampilan.
4. Berikut kekuatan yang dimiliki dinas kesehatan pemerintah provinsi
Gorontalo yaitu: kepemimpinan, kemampuan merencanakan pengembangan
kapasitas SDM dan transfer pengetahuan secara berjenjang, kemampuan
melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan/program, kemampuan
mengintegrasikan MDGs dan IPM dalam rencana strategi dan
mengoperasionalkannya, kemauan untuk menjadi akuntabel dan responsif,
pelibatan sub-dinas pada pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh masing-
masing program di dinkes. Sedangkan kelemahan yang dimiliki : kapasitas
untuk menangkap kesempatan (program/pengembangan kapasitas) dari pihak
lain (selain APBN dan APBD), kapasitas melobi dan menegosiasikan
21

kebutuhan tenaga medis di lapangan, evaluasi dampak berbagai intervensi
program secara menyeluruh.
5. Strategi penguatan kapasitas kelembagaan pada dinas kesehatan pemerintah
provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut : Pengembangan program-program
kesehatan yang mengintegrasikan MDGss dan IPM, Pengembangan basis
data institusi maupun lembaga yang memberikan dukungan untuk isu
kesehatan, mengevaluasi keseluruhan program yang telah dilakukan untuk
melihat dampaknya pada perubahan kesehatan masyarakat dan memberikan
rekomendasi perbaikan strategi, serta pelatihan lobi dan negosiasi dalam
melaksanakan program kerja.

b. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Dinas kesehatan provinsi Gorontalo sebaiknya melakukan kerjasama dengan
aktor non pemerintahan dalam mengembangkan inovasi program kesehatan,
misal dalam pengembangan produk-produk kesehatan. Kerjasama dapat
dilakukan dengan perusahaan, LSM, dan akademisi. Hal ini dimaksudkan
untuk mengembangkan koneksi dan kemampuan kerjasama dengan aktor non
pemerintahan untuk menambah skill dan pengalaman berkolaborasi.
2. Dinas kesehatan provinsi Gorontalo harus melakukan pengevaluasian rutin
melalui peninjauan kelembagaan secara berkala. Hal ini supaya didapatkan
data dan hasil yang valid untuk melakukan penyusunan kelembagaan yang
strategis ke depannya.
3. Pemerintah daerah lainnya dapat melakukan strategi peninjauan kelembagaan
terhadap SKPD masing-masing daerah guna memperoleh data informasi
terhadap tingkat kapasitas lembaganya dalam melakukan fungsi dan tugasnya.
Hal ini berguna untuk memberikan gambaran formulasi kebijakan strategis.





22


DAFTAR PUSTAKA
Bappenas - UNDP Report (2009). Provincial Human Development Index of
Gorontalo Province.
Bappenas dan Pemprov Gorontalo. 2009. Peninjauan Kapasitas/Strategi
Pengembangan Kapasitas : Tinjauan Kapasitas 10 SKPD Pemerintah
Provinsi Gorontalo. Gorontalo : Building and Reinventing Decentralized
Governance (BRidGe). ISBN: 978-927-17557-7-4.
Kamariah, Najmi et.all. Capacity Building : Birokrasi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia. Laporan Hasil Penelitian oleh STIA-LAN
Makassar 2012.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Gorontalo 2007-2012
World Bank. 2008. Report on Service Delivery and Financial Management in A
New Province: Gorontalo Public Expenditure Analysis 2008.

Anda mungkin juga menyukai