Anda di halaman 1dari 36

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI PENETAPAN

JABATAN STRUKTURAL DI BADAN KEPEGAWAIAN DAN


PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KOTA,
TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DiajukanUntukMemenuhiSalah SatuSyaratMengikuti
Seminar UsulanPenelitiandanPenyusunanSkripsi

OLEH

Nama : ENCIK IRHAM HAEKAL


NIM : 18612362
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) PEMBANGUNAN


TANJUNGPINANG
2022

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran dari pada penyelenggara pemerintahan sangatlah penting

dalam menghadapi arus globalisasi sumber daya manusia. Kualitas pada

sumber daya manusia merupakan faktor penting keberhasilan dari suatu

organisasi, maka perlu adanya manajemen sumber daya manusia, agar

pengelolaan sumber daya manusia dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Dalam mencapai tujuan pemerintahan keberhasilan sangat

ditetapkan pada sumber daya manusianya (aparatur) dalam

melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Maka setiap instansi

pemerintahan harus memiliki program yang berkualitas tentang cara yang

efektif dan efisien dalam mengembangkan sumber daya manusia untuk

terwujudnya sistem birokrasi yang unggul dan berdaya saing.

Meningkatnya persaingan dalam instansi pemerintahan, akan

memberikan ruang bagi instansi untuk dapat memperhatikan

permasalahan sumber daya manusianya guna pengembangan instansi

tersebut. Persaingan yang terjadi bukan hanya pada aspek produktifitas,

tetapi dalam hal ketepatan waktu, kualitas pelayanan, dan kemudahan

serta kenyamanan yang diberikan.


3

Organisasi sebagai wadah program kegiatan yang di dalam

organisasi tersebut dapat bekerjasama dalam usaha mencapai tujuan.

Program kegiatan harus jelas tugas, wewenang, dan tanggungjawab,

serta koordinasi dan tata kerjanya. Agar pelaksanaan dalam mencapai

tujuan memiliki kualitas yang sesuai, efektif dan efisien.

Dapat dikatakan upaya pendayagunaan sumber daya manusia

(aparatur) dalam pelaksanaan pembangunan nasional, kemampuan dari

aparatur sangat diperlukan, dedikasi, dan loyalitas dalam mengemban

tugas dan tanggungjawab sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat,

yang mengkedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan

pribadi maupun golongan. Agar aparatur dalam memberikan pelayanan

yang baik kepada masyarakat dan dapat di laksanakan dengan

professional.

Pada saat ini penyelenggaraan dan pelaksanaan penempatan

pegawai di Indonesia masih jauh dari harapan terjadi hampir di tiap-tiap

pemerintahan provinsi. Terkhususnya pada tingkat pemerintahan daerah

kabupaten/kota yang menempatkan pegawainya pada jabatan yang tidak

sesuai, terkhusus pada tingkat pendidikan dan pelatihan yang dimiliki

pegawai.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa pemerintah pusat memberikan


4

wewenang kepada masing-masing daerah untuk mengurus rumah

tangganya sendiri dalam mewujudkan sumber daya yang berkualitas.

Otonomi yang diberikan kepada daerah memberikan perkembangan dan

perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah.

Pelayanan yang maksimal dari pemerintah kepada masyarakat

harus terlaksana, karena tiap-tiap daerah telah diberikan otoritas untuk

melaksanakan program kegiatan pemerintahan daerahnya. The right man

in the right place merupakan konsep yang tepat untuk diterapkan saat ini

agar organisasi dapat mencapai tujuannya dan pelayanan kepada

masyarakat dapat dilaksanakan secara maksimal.

Penempatan pegawai adalah menentukan letak jabatan pegawai

sesuai dengan kompetensi dan pengalaman kerja pegawai tersebut,

dengan tujuan agar pegawai ditempatkan sesuai dengan kompetensi, dan

minat pegawai tersebut. Agar sumber daya manusia yang ada dapat

produktif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Maka dalam hal ini

manajemen sumber daya manusia yang baik sangatlah diperlukan.

Tepatnya dalam menempatkan pegawai bukan hanya bertujuan

untuk mengoptimalkan kemampuan, keterampilan, dan keahlian dari

pegawai agar dapat memberikan hasil kinerja yang maksimal, tetapi juga

untuk dapat mengembangkan pegawai di masa yang akan datang.

Penempatan Aparatur Sipil Negara yang sesuai dengan kompetensinya

akan berpengaruh terhadap berbagai aspek seperti kinerja pegawai,


5

sebaliknya kompetensi yang tidak sesuai terhadap penempatan pegawai

akan berpengaruh terhadap beban kerja yang telah ditetapkan.

Sejalan dengan hal tersebut penempatan Aparatur Sipil Negara

dapat berpengaruh terhadap keuangan negara dan daya saing suatu

negara. Jika pegawai tidak dapat bekerja secara maksimal maka

pelayanan kepada masyarakat tidak akan terlaksana maksimal. Hal

tersebut akan berpengaruh terhadap anggaran belanja pegawai yang

diberikan oleh Negara.

Setiap pegawai yang telah menempuh pendidikan dan pelatihan

akan sia-sia jika keahliannya tidak dimanfaatkan, perlu adanya

penyempurnaan sistem pengangkatan Aparatur Sipil Negara dalam

jabatan struktural menyangkut eselon terendah dari Aparatur Sipil Negara,

serta pendidikan dan pelatihan bagi Aparatur Sipil Negara dalam

menduduki jabatan struktural. Dalam menduduki jabatan yang lebih tinggi

perlu mempertimbangkan aspek kepangkatan dan jabatan. Pengalaman

dan keterampilan dalam melaksanakan tugas Aparatur Sipil Negara dapat

dilihat dari prestasi kerja dan jenjang karir selama bekerja dalam suatu

instansi. Sistem karier dan pengkaderan Aparatur Sipil Negara yang tidak

fokus dan terarah memberikan dampak terhadap pejabat yang telah

menjalani pendidikan dan pelatihan (diklat) perjenjang tetapi belum dapat

menduduki jabatan, maka perlu adanya perbaikan sistem karier dan

pengkaderan Aparatur Sipil Negara agar karier seorang Aparatur Sipil

Negara lebih jelas dan terarah.


6

Berdasarkan pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2003

tentang Wewenang Pengangkatan Pemindahan dan Pemberhentian

Aparatur Sipil Negara menjelaskan bahwa “Pejabat Pembina

Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota”. Karir

Aparatur Sipil Negara di daerah dan penempatan merupakan wewenang

dari kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian daerah. Dalam

hal ini kepala daerah dapat dengan bebas memilih pegawai (aparatur)

yang akan ditempatkan pada suatu jabatan struktural. Keadaan seperti ini

sangatlah tidak baik dalam pelaksanaan pemerintahan, sebab kepala

daerah dapat dengan mudah memanfaatkan kewenangan yang telah

diberikan oleh negara kepadanya untuk dapat mempertahankan jabatan

politik, dan kepentingan serta kekuasaan politik yang telah diperoleh.

Perlu diketahui bahwa dalam penempatan perlu ada pedoman

dan landasan. Penempatan Aparatur Sipil Negara masih belum

sepenuhnya menggunakan konsep “the right men in the right

place”.Dalam faktor ini pendidikan dan pelatihan kepemimpinan bagi

pegawai (aparatur) memang sangatlah penting sebagai pondasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan. Bisa dibayangkan bagaimana tidak

kokohnya bangunan apabila dasar pondasi bangunan tersebut tidak kuat.

Sementara zaman terus berubah, maka diperlukan adanya pembaharuan

dan setiap pembaharuan akan membawa hal-hal yang lebih baik dan

baru.
7

Dalam pelaksanaan program kegiatan pemerintahan diperlukan

adanya tenaga kerja yang merupakan sumber daya manusia dalam hal ini

merupakan pegawai ( aparatur ), pegawai yang menduduki jabatan suatu

bidang tertentu harus dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab

secara maksimal sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya. Kontribusi dari pegawai kepada organisasi sangat

diharapkan dan dapat meningkatkan produktifitas oraganisasi. Maka dari

itu diperlukan sumber daya manusia yang unggul dan handal dalam

penempatan pada suatu bagian.

Berdasarkan deltakepri.co.id pada tahun 2016 DPRD

KotaTanjungpinang telah mengesahkan Struktur Organisasi Tata Kerja

(SOTK) pemerintahan Kota Tanjungpinang. dengan rincian terdapat 17

dinas, 6 badan, 4 kecamatan, 18 kelurahan, 7 puskesmas, dan 9

organisasi lainnya.

Berdasarkan data survey yang diperoleh penulis dengan

melakukan wawancara melalui media telepon genggam pada hari Jum’at,

tanggal 11 Oktober 2019 pukul 10:00 WIB kepada salah satu pegawai di

Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota

Tanjungpinang mengenai penempatan Aparatur Sipil Negara yang

dilaksanakan di Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Beliau

mengatakan bahwa dari data tahun 2019 penyelenggaraan mutasi dan

rotasi kepemimpinan di Kota Tanjungpinang sudah sesuai dengan

landasan dan pedoman pelaksanaan yang telah ditetapkan, tetapi masih


8

terdapat permasalahan yaitu masih terdapatnya pegawai yang belum

menjalani pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tetapi sudah

menduduki jabatan dalam jabatan struktural, contohnya terdapat 477

pejabat eselon IV yang telah menduduki jabatan pada jabatan struktural

dan terdapat sekitar 201 diantaranya pejabat eselon IV yang belum

mengikuti pendidikan dan pelatihan kepemimpinan IV (diklat pim IV) dan

sudah menduduki jabatan dalam jabatan struktural. Kemudian terdapat

135 pejabat struktural eselon III yang telah menduduki jabatan 24

diantaranya belum mengikuti pendidikan dan pelatihan kepemimpinan

tingkat III (diklat pim III). Dan terdapat 31 pejabat struktural eselon II yang

telah menduduki jabatan 20 diantaranya belum mengikuti pendidikan dan

pelatihan kepemimpinan tingkat II (diklat pim II). Kemudian dapat

dirincikan bahwa terdapat 643 pejabat struktural di Kota Tanjungpinang

terdapat 245 pejabat struktural yang belum mengikuti pendidikan dan

pelatihan kepemimpinan (diklat pim).

Permasalahan tersebut sudah sangat umum terjadi tetapi

permasalahan tersebut tidak semerta-merta ada jika tidak ada

penyebabnya serta solusi dalam pemecahannya, maka dari itu penulis

tertarik untuk mengambil judul dalam laporan akhir ini yaitu :

“PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI

PENEMPATAN JABATAN STRUKTURAL DI BADAN KEPEGAWAIAN

DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KOTA

TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU.”


9

1.2 Ruang Lingkup


Target pencapaian suatu organisasi sangat bergantung pada

sumber daya manusia yang terdapat pada organisasi tersebut.

Manajemen sumber daya manusia yang baik sangat berpengaruh dalam

pencapaian target tersebut, sangat di perlukan bagi suatu instansi

mengembangkan sumber daya manusia yang ada agar dapat

meningkatkan kualitas pegawai untuk masa yang akan datang.

Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang, penulis mengambil

ruang lingkup permasalahan di Badan Kepegawaian dan Pengembangan

Sumber Daya Manusia Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau,

diantaranya :

1. Perencanaan sumber daya manusia

2. Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sebagai upaya

pengembangan sumber daya manusia

3. Pengelolaan sumber daya manusia

4. Penempatan pegawai dalam jabatan struktural

1.3 Rumusan Masalah

Adapum rumusan masalah penelianini adalah :


10

1. Bagaimana pelaksanaan pengembangan sumber daya

manusia melalui penempatan jabatan struktural di Badan

Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota

Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau?

2. Apa saja faktor penghambat dan pendukung pengembangan

sumber daya manusia melalui penempatan jabatan struktural di

Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan Badan Kepegawaian dan

Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Tanjungpinang

dalam mengatasi permasalahan pengembangan sumber daya

manusia dan penempatan pejabat struktural di Kota

Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau?

1.4 Tujuan Penelian

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah :

1. Untuk dapat mengetahui dan mendeskripsikan

pengembangan sumber daya manusia dan penempatan

pejabat struktural di Badan Kepegawaian dan Pengembangan

Sumber Daya Manusia Kota Tanjungpinang Provinsi

Kepulauan Riau.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor- faktor

penghambat dan pendukung Badan Kepegawaian dan


11

Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam

mengembangkan dan menempatkan pejabat struktural di Kota

Tanjungpinang.

3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan upaya-upaya Badan

Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

dalam mengatasi permasalahan pengembangan sumber daya

manusia dan penempatan pejabat struktural di Kota

Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Penulis

Untuk meningkatkan pengetahuan, pengalaman, dan

keterampilan teknis dalam pola dan sistem pengembangan

serta penempatan pejabat struktural di suatu daerah sesuai

dengan fokus magang riset terapan pemerintahan.

1.5.2 Bagi Instansi

Bagi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber

Daya Manusia Kota Tanjungpinang dapat menjadi sumber

wawasan, saran, dan masukan mengenai sistem dan pola

pengembangan serta penempatan pejabat struktural dalam

pelaksanaan tugas dan tanggungjawab serta perbaikan

dalam pelaksanaan praktik pemerintahan.


12

1.5.3 Bagi Akademis

Untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan

berpikir dalam menganalisis masalah-masalh yang terjadi

dalam penelitian ini.

1.6 Sistematika penulisan skripsi

Untukmempermudah dan memahami masalah yang akan dibahas

dalam penelitian ini, adapun sistematika penulisan dapat diperincikan

satu persatu, yaitu sebagai berikut :

Bab 1 Pendahuluan

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah,

Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Kegunaan Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.
13

BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN LEGALISTIK

Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan sumber daya manusia adalah proses

berkesinambungan untuk meningkatkan standard mutu sumber daya

manusia melalui pembinaan, pendidikan, dan pelatihan. Pegawai

merupakan asset yang sangat berharga dan merupakan tulang

punggung dalam suatu organisasi, dapat dikatakan sebagai sumber

daya yang sangat vital bagi suatu organisasi. Maka dari itu pegawai

atau sumber daya manusia harus dikembangkan dan dipersiapkan

untuk menghadapi tantangan situasi di masa yang akan dating.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Ruky (2006:227) yaitu :

Pengembangan sumber daya manusia jangka panjang yang berbeda

dengan pelatihan untuk suatu jabatan khusus makin bertambah

penting bagi bagian personalia. Pengembangan sumber daya manusia

bagi pegawai adalah suatu proses belajar dan berlatih secara

sistematis untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka dalam

pekerjaannya sekarang dan menyiapkan diri untuk peran dan

tanggung jawab yang akan datang.

Pengembangan sumber daya manusia bukan hanya mempersiapkan

sumber daya manusia untuk masa ini tetapi untuk jangka waktu
14

kedepannya dalam menghadapi arus globalisasi yang terus terjadi

dimana perubahan yang tidak pernah berubah ialah perubahan itu

sendiri.

Menurut teori Moekijat (1996:46) pengembangan sumber daya

manusia yaitu :

Apabila para pegawai dikembangkan sebaik-baiknya, maka lowongan-

lowongan jabatan yang ditemukan melalui perencanaan sumber daya

manusia mungkin lebih banyak diisi dari dalam.Promosi dan

pemindahan juga menunjukkan kepada para pegawai bahwa mereka

mempunyai karier, tidak sekedar suatu jabatan. Pengembangan

sumber daya manusia juga merupakan suatu cara yang efektif untuk

mengatasi beberapa tantangan yang dihadapi oleh kebanyakan

organisasi yang besar.

Pengembangan yang dilakukan dengan sistem administrasi yang baik

akan akan berdampak dalam karier seorang pegawai kedepannya

dalam menghadapi tantangan yang terus berkembang. Dengan

adanya pengembangan bagi pegawai, maka pegawai akan sangat

mampu untuk bersaing dan mampu untuk beradaptasi dalam

lingkungan dan kondisi apapun.

Menurut Roberth Mathis dan John H.Jackson (2002:67) “Para

pegawai dan para manajer dengan pengalaman dan kemampuan yang

layak akan meningkatkan kemampuan yang layak akan meningkatkan

kemampuan organisasi untuk berkompetisi dan beradaptasi dengan


15

perubahan lingkungan yang kompetitif.” Apabila seorang pegawai yang

memiliki kemauan untuk meningkatkan pengalaman dan kemampuan

maka pegawai tersebut akan sangat mampu untuk bersaing dan

mampu untuk beradaptasi dalam lingkungan dan kondisi apapun.

2.1.2 Penempatan Pegawai

MenurutA.W.WidjajadalamHartinidkk(2014:97).Yangmengemukakanba

hwa:PrinsipPenempatanPegawaiadalahtherightmanontherightplace(pe

nempatanorangyangtepatpadatempatyangtepat).Untukdapatmelaksan

akanprinsipinidenganbaik,adaduahalyangperludiperhatikan,yaitu :

1. AdanyaAnalisisTugasJabatan(jobanalisys)yangbaik,suatu

analisisyangmenggambarkantentangruanglingkupdansifat

sifattugasyangdilaksanakansesuatuunitorganisasidansyar

at-

syaratyangharusdimilikiolehpejabatyangakanmendudukija

batandalamunitorganisasiitu.

2. AdanyaPenilaianPelaksanaanPekerjaan(kecakapanpega

wai)darimasing-

masingpegawaiyangterpeliharadenganbaikdanterus-

menerus.Denganadanyapenilaianpekerjaaninidapatdiketa

huitentangsifat,kecakapan,disiplin,prestasikerja,danlain-

laindari masing-masingpegawai.
16

Penempatanpegawai memiliki perandalam pencapaian

tujuanorganisasidanefektivitas dari

organisasi.Penempatanpegawaiyangtepat dan benar

akanmembuattujuanorganisasi dapat

tercapai.Denganbegitupegawaiakan dapat

memahamipekerjaanapayangakandiakerjakansehinggapegawai dalam

melakukan pekerjaan dapat efektifdanefisiensertadapatmelakukan

pekerjaan dengan kemampuanterbaiknya.

MenurutpendapatSunyoto(2012:122),penempatanmerupakan“Prosesat

aupengisianjabatanataupenugasankembalipegawaipadatugasataujabat

anbaruataujabatanyangberbeda”.SedangkanmenurutYani(2012:74),pla

cementataupenempatanadalah“Penunjukkankepadapegawaiuntukmen

dudukiataumelakukanpekerjaanbaru”.

Permasalahan pada penempatan pegawai sudah mulai menarik

perhatian banyak orang.Penempatan pegawai di Indonesia sudah

sering diteliti dan banyak yang sudah memberikan komentar, kritikan

serta masukan juga.Untuk melaksanakan penempatan pegawai perlu

adanya standar-standar yang harus dipenuhi.Hal tersebut sudah

tercantum baik di Undang-Undang maupun terdapat pada pendapat-

pendapat para ahli.Banyak dari pendapat tersebut mengenai

bagaimana penempatan pegawai seharusnya dilaksanakan bahkan


17

ada pula indikator-indikator yang diperlukan dalam melaksanakan

penempatan pegawai.

Untuk menempatkan pejabat struktural semestinya menggunakan

prinsip “The Right Man On The Right Place”, sebagaimana semestinya

dalam menempatkan pegawai dalam suatu jabatan harus disesuaikan

dengan pendidikan serta keahlian yang dimiliki oleh pegawai tersebut.

Jika dalam menempatkan pegawai tidak sesuai dengan

kemampuannya maka hanya akan merugikan instansi, karena tidak

bisa bekerja dengan maksimal. Suatu jabatan untuk mendudukinya

harus memperhatikan kualifikasi yang harus dimiliki pejabat tersebut.

Sedarmayantimengemukakanbahwa“Penempatanadalahpenempatans

eseorangkeposisipekerjaanyangtepat.Kesesuaianorangdanpekerjaana

dalahmencocokanpengetahuan,keterampilandankemampuan orang

dengan karakteristik pekerjaan”.

Selanjutnya Sedarmayanti (2014:39) memberikan indikator

penempatan pegawai yaitu:

1. Promosi : penempatan pegawai pada jabatan yang lebih tinggi

dengan wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi dan

penghasilan yang lebih tinggi pula.

2. Mutasi : penempatan pegawai dimana secara prinsip sama dengan

alih tugas hanya pada hal ini secara fisik lokasi tempat kerja berbeda

dari yang semula.


18

3. Demosi : penempatan pegawai karena beberapa pertimbangan

mengalami penurunan pangkat atau jabatan dengan tanggung jawab

dan penghasilan yang lebih kecil.

Indikator penempatan pegawai yang diberikan oleh Sedarmayanti lebih

banyak diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara.Indikator yang diberikan oleh Sedarmayanti

terdapat demosi artinya penempatan pegawai yang karena beberapa

pertimbangan mengalami penurunan pangkat atau jabatan dengan

tanggung jawab dan penghasilan yang lebih kecil. Demosi ini

sebenarnya bisa digunakan untuk mengembangkan pegawai dengan

cara memberikan pengalaman atau juga sebagai hukuman untuk

pegawai yang melakukan pelanggaran. Namun demosi tetaplah salah

satu indikator dari penempatan pegawai yang pelaksanaannya harus

memperhatikan kompetensi dan kualifikasi serta latar belakang

pendidikan yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan.

Terdapat perbedaan mendasar antara promosi dan mutasi. Promosi

dapat diartikan dengan kenaikan pangkat sedangkan mutasi berarti

pemindahan tugas dengan jabatan yang sama. Pemindahan tugas

dalam mutasi bisa juga berarti pemindahan ke tempat kerja yang baru

atau hanya di tempat yang lama tetapi dalam tugas yang berbeda.

Menurut Saydam dalam Kadarisman ( 2013 : 69 ) mengungkapkan


19

bahwa: Mutasi dalam manajemen sumber daya manusia dapat

mencangkup dua pengertian, yaitu :

a) Kegiatan pemindahan pegawai dari satu tempat kerja ke tempat

kerja yang baru dan sering disebut dengan “ alih tempat” ( tour of

area )

b) Kegiatan pemindahan pegawai dari tugas yang satu ke tugas yang

lain dalam satu unit kerja yang sama, atau dalam organisasi, yang

sering disebut dengan istilah “ alih tugas ” ( tour of duty ).

Pemindahan pegawai dalam tugas memiliki tujuan-tujuan

tertentu.Beberapa diantaranya yaitu untuk mengembangkan pegawai.

Mutasi juga memiliki tujuan untuk menghindari pegawai dari kejenuhan

akan tugasnya. Hal tersebut dibutuhkan karena pekerjaan yang

dilakukan terkadang hanya monoton serta tidak bervariasi dapat

membuat pegawai menjadi jenuh. Dengan dilakukannya mutasi

diharapkan akan memberikan semangat baru kepada pegawai karena

memperoleh pekerjaan yang baru menuntutnya untuk dapat

berinovasi.

Menurut Hasibuan dalam Kadarisman ( 2013 : 80 ), tujuan mutasi

adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan produktivitas kerja pegawai.

2. Menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi

pekerjaan/jabatan.

3. Memperluas atau menambah pengetahuan pegawai.


20

4. Menghilangkan rasa bosan/jemu terhadap pekerjaannya

5. Memberikan perangsang agar pegawai mau berupaya

meningkatkan karier yang lebih tinggi.

6. Pelaksanaan hukuman/sanksi atas pelanggaran yang dilakukan.

7. Memberikan pengakuan dan imbalan terhadap prestasinya.

8. Alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui persaingan

terbuka.

9. Tindakan pengamanan yang lebih baik.

10. Menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik pegawai.

11. Mengatasi perselisihan antara sesama pegawai.

Mutasi dapat menjadi salah satu upaya untuk menempatkan pegawai

yang sesuai dengan kompetensi, kualifikasi dan latar belakang

pendidikan khususnya pendidikan formal. Dengan dilaksanakan

mutasi, pegawai yang sebelumnya ditempatkan tidak susuai dengan

kemampuan, keahlian, dan kompetensi, serta pendidikan yang telah

dijalaninya dapat dipindahkan pada pekerjaan yang sesuai dengan

bidangnya, sehingga pegawai tersebut akan amanah dalam

pelaksanaan tugasnya serta dapat bekerja secara maksimal, dan

bekerja dengan mengeluarkan kemampuan terbaiknya.

Mutasi sering sekali diasumsikan sebagai kebijakan yang berdasar

pada keinginan pimpinan, kenyataannya mutasi juga dapat

dilaksanakan dengan usulan dari para pegawai itu sendiri.Tetapi hal

tersebut sering dilakukan apabila penempatan tidak sesuai yang


21

diinginkan oleh pegawai, lebih lagi jika ditempatkan pada tempat yang

jauh dari tempat tinggalnya. Pegawai tersebut akan meminta mutasi

agar ditempatkan pada daerah yang lebih dekat atau terdapat di pusat

kota. Hal ini pastinya tidak searah dengan prinsip Pegawai Negeri Sipil

yang semestinya siap ditempatkan dimana saja.

Selanjutnya, Nitisemo dalam Kadarisman (2013:131) mengemukakan

bahwa:

Promosi adalah kegiatan pemindahan karyawan dari satu jabatan ke

jabatan lain yang lebih tinggi. Dengan demikian, promosi akan selalu

diikuti oleh tugas, tanggungjawab, dan wewenang yang lebih tinggi dari

jabatan yang diduduki sebelumnya. Selanjutnya, pada umumnya

promosi juga diikuti dengan peningkatan income serta fasilitas yang

lain. Tetapi, promosi itu sendiri sebenarnya mempunyai nilai, karena

promosi adalah merupakan bukti pengakuan antara lain terhadap

prestasinya. Akhirnya seseorang yang dipromosikan, pada umumnya

dianggap prestasinya adalah baik disamping pertimbangan-

pertimbangan yang lain, meskipun mungkin oleh pimpinan prestasinya

yang ada belum memuaskan.

Promosi dilakukan sebagai bentuk kepercayaan dan pengakuan

kepada seorang pegawai. Promosi umumnya diberikan kepada

seorang pegawai yang dianggap memiliki kompetensi yang lebih dari

pegawai yang lain. Namun tidak jarang, promosi hanya diberikan bagi

pegawai yang memiliki kedekatan dengan pimpinan, baik itu keluarga


22

maupun kerabatnya. Pelaksanaan penempatan seperti ini

akanmenciptakan suasana yang kurang baik dalam instansi tersebut

karena adanya ketidakpuasan dari pegawai yang lain terhadap

kebijakan promosi yang diambil pimpinan. Promosi seharusnya

dilaksanakan dengan mempertimbangkan kompetensi pegawai

dengan berdasar pada sistem merit yang selama ini digunakan

Dalam jabatan struktural penempatan pegawai semestinya

menggunakan konsep The Right Man On The Right Place yaitu

penempatan pegawai yang tepat pada suatu jabatan yang tepat yang

sesuai dengan pendidikan yang telah dilalui serta kompetensi pegawai

tersebut. Selain itu, tentunya harus memperhatikan syarat-syarat lain

dalam penempatan pegawai sesuai dengan yang syarat yang telah

ditetapkan untuk suatu jabatan.

Penempatan pegawai harus dilakukan secara profesional dan objektif

sehingga setiap pegawai yang memiliki pangkat dan golongan yang

sama mempunyai kesempatan yang sama untuk menduduki suatu

jabatan. Kualitas dan kompetensi seorang pegawai yang akan

menentukan apakah pegawai tersebut layak atau tidaknya menduduki

jabatan tersebut, bukannya penilaian-penilaian subjektif seperti faktor

kedekatan dan lain-lain.

Penempatan seorang Aparatur dalam suatu Jabatan Struktural harus

dilakukan cermat, tepat, dan sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang

dimilikinya. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dikemukakan


23

oleh Mila Badriyah (2015:123) “Penempatan Pegawai adalah

menempatkan Pegawai sebagai unsur Pelaksana pekerjaan pada

posisi yang sesuai dengan kemampuan, kecakapan dan keahliannya”

Penempatan Pejabat Struktural yang dilakukan secara profesional dan

objektif akan memberikan output pejabat yang berkualitas dan

berkompeten untuk suatu jabatan yang akan dipegang. Pegawai dan

pejabat yang memiliki kualitas akan membuat roda organisasi berjalan

lebih efektif dan efisien serta berkualitas. Organisasi yang berkualitas

akan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Hal

inilah yang semestinya menjadi prioritas bagi setiap organisasi publik

sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.

2.1.3 Pejabat Struktural


Lembaga Administrasi Negara dalam Harsono (2005:103) mendefinisikan

jabatan sebagai kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab,

wewenang dan hak seorang Pegawai negeri dalam kerangka susunan suatu

satuan organisasi negara. Selanjutnya Moekijat (2008:19) menerangkan

bahwa jabatan adalah sekelompok posisi yang hampir sama dalam suatu

badan, lembaga, atau perusahaan.

Kemudian Harsono (2005:104) membagi jabatan karier Pegawai menjadi 2

yaitu jabatan struktural dan fungsional.

1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas disebutkan

dalam struktur organisasi menyangkut tugas, tanggung jawab dan hak

Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin organisasi negara.

Tingkatan yang ada dalam jabatan struktural dinamakan eselon yang


24

disusun berdasarkan berat dan ringannya tugas, tanggung jawab,

wewenang dan hak.

2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan yang secara tidak tegas

digambarkan dalam struktur organisasi, namun bila ditinjau dari segi

fungsinya sangat diperlukan dalam organisasi. Jabatan fungsional dalam

Pegawai Negeri Sipil adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung

jawab, wewenang dan hak seorang pegewai negeri sipil dalam pelaksanaan

tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu serta

bersifat mandiri. Tujuan dibentuknya jabatan fungsional antara lain :

1) Meningkatkan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil.

2) Pembinaan dan pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil.

3) Meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur

pemerintah dan sebagai pelaksana pembangunan.

Jabatan struktural merupakan jabatan karier berjenjang atau hierarki maka

sangat diperlukan kesiapan psikologis, disamping kemampuan pribadi

masing-masing. Suhadak dan Suradji (2001:61) menyatakan bahwa :

Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas

tanggung jawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam rangka untuk

dapat memimpin suatu satuan organisasi Negara.Kedudukan tersebut

bertingkat dari terendah eselon IV/b sampai dengan tingkat tertinggi

Eselon I/a.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa Jabatan Struktural merupakan jabatan

yang secara tegas terdapat dalam suatu struktur organisasi sehingga


25

memilik tugas dan tanggung jawabnya yang dapat dilihat dengan jelas oleh

orang awam.Maka penulis juga merumuskan bahwa pejabat struktural

yaitu orang yang menduduki jabatan struktural. Contohnya Sekretaris

Daerah, Kepala Dinas/ Badan/Kantor, Kepala Bagian, Kepala Seksi,

Camat, Sekretaris Camat, Lurah dan Sekretaris Lurah.


26

BAB III

METODE PENELITIAN PENGEMBANGAN SDM MELALUI


JABATAN STRUKTURAL

Dalam penyusunan laporan akhir ini peneliti memilih untuk menggunakan

metode penelitian kualitatif dengan metode deskriptif serta pendekatan

induktif dalam meniliti Penempatan Pejabat Struktural di Badan Kepegawaian

dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Tanjungpinang.Menurut

Sugiyono (2018:9) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang digunakan untuk meneliti

pada kondisi obyek yang alumina (sebagai lawannya adalah eksperimen).

Kemudian dalam metode penelitian kualitatif ini peneliti merupakan

instrumen kunci, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dan analisis

data dilaksanakan dengan cara triangulasi yaitu gabungan, analisis data

bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan

makna dari pada generalisasi.

Pemahaman makna tentang sesuatu dengan menggunakan penelitian kualitatif

akan meletakkan subjek penelitian pada posisi yang sama terhadap peneliti,

membangun kesamaan agar tercipta interaksi yang menyenangkan, sehingga

subjek dari penelitian merasakan peneliti sudah menjadi bagian dari

kehidupannya. Diusahakan dari berbagai aspek sudut pandang, variasi dalam

pemotretan, berbagai metode, dan menggunakan interaksi simbolik yang


27

merupakan konsep dasar pencarian makna yang sebenarnya serta dapat

memayungi berbagai bentuk orientasi, tidak melebar secara tidak menentu dan

menuntun, terfokus meskipun multifokus danmultimethod, terkendali dan

terarah, sehingga pemanfaatan waktu dapat lebih efisien dalam konteks

menelusuri pencarian makna tersebut.

Metode deskriptif merupakan metode dalam meneliti status sekelompok

manusia, suatu sistem pemikiran, suatu objek, suatu kondisi ataupun suatu

kelas peristiwa masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini yaitu untuk

dapat membuat deskripsi, lukisan atau gambaran secara factual, akurat dan

sistematis terhadap fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan antar fenomena yang

akan diselidiki. Menurut Whitney dalam Nazir (2014:43), metode deskriptif

adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat.

Penelitian deskriptif mempelajari permasalahan dalam masyarakat dan tata

cara yang berlaku dalam masyarakat dan situasi-situasi tertentu, termasuk

tentang kegiatan-kegiatan, hubungan, pandangan-pandangan, sikap-sikap,

serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh terhadap

suatu fenomena.

Dalam kegiatan metode ini juga dilaksanakan dengan teorisasi induktif.

Menurut Sugiyono (2017:245) “Analisis data kualitatif adalah bersifat

induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya

dikembangkan menjadi hipotesis”.

Menurut Merriam yang di kutip oleh John W. Creswell dalam Patilima


(2013:3) bahwa:
28

Ada enam asumsi dalam pendekatan kualitatif yang perlu diperhatikan oleh

peneliti yaitu:

1. Peneliti kualitatif lebih menekankan pada proses, bukan pada hasil atau

produk.

2. Peneliti kualitatif tertarik pada makna, bagaimana orang membuat hidup,

pengalaman, dan struktur kehidupannya masuk akal.

3. Peneliti kualitatif merupakan instrumen pokok untuk pengumpulan dan

analisis data. data didekati melalui instrumen manusia, bukan melalui

inventaris, daftar pertanyaan atau alat lain.

4. Peneliti kualitatif melibatkan kerja lapangan. Peneliti secara fisik

berhubungan dengan orang, latar belakang, lokasi atau institusi untuk

mengamati atau mencatat perilaku dalam latar alamiahnya.

5. Peneliti kualitatif bersifat deskriptif dalam arti peneliti tertarik proses,

makna dan pemahaman yang didapat melalui kata atau gambar.

6. Proses peneliti kualitatif bersifat induktif, peneliti membangun abstrak,

konsep, proposisi dan teori.

Dalam penyusunan laporan akhir ini peneliti memilih menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan metode deskriptif serta pendekatan induktif dalam

melakukan penelitian Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui

Penempatan Pejabat Struktural Di Badan Kepegawaian Dan Pengembangan

Sumber Daya Manusia Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.

3.2 Teknik Pengumpulan Data


29

Pengumpulan data merupakan suatu proses yang sistematis dan standar dalam

memperoleh data yang di butuhkan. Akan ada hubungan antara metode

mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan.

Banyak masalah yang dirumuskan tidak akan bisa terpecahkan dikarenakan

metode untuk memperoleh data yang digunakan tidak memungkinkan ataupun

metode yang ada tidak dapat menghasilkan data seperti yang diinginkan

(Nazir, 2014:153).

Pelaksanaan magang dengan metode penelitian kualitatif, pengumpulan data

dilakukan pada kondisi natural atau alamiah, pencarian sumber data primer,

dan teknik pengumpulan data yang lebih dominan pada sistem observasi,

wawancara dan dokumentasi.

a. Observasi

Pengertian observasi menurut Nazir (2014:154) adalah cara pengambilan data

dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk

keperluan tersebut. Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan-

pengamatan.

Menurut Sanafiah Faisal dalam Sugiyono (2018:226) mengklasifikasikan

observasi menjadi :

1. Observasi Partisipasi

Adalah pengumpulan data dimana peneliti terjun langsung dalam aktivitas

sehari-hari terhadap apa yang diteliti sehingga dapat menjadi sumber

penelitian.
30

2. Observasi Terus Terang atau Tersamar

Pengumpulan data dengan sistem ini menyatakan secara langsung kepada

informan data, bahwasanya dalam proses observasi penulis melaksanakan

kegiatan penelitian, hal ini dilakukan dalam menjaga kerahasiaan sebuah data

bila data yang dicari merupakan data yang bersifat rahasia.

3. Observasi Tak Berstruktur

Penelitian ini merupakan observasi yang dilakukan tanpa adanya persiapan ,

berlangsung dikarenakan fokus pada penelitian samar-samar, fokusnya terus

berkembang dengan observasi yang berlangsung.

Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan teknik observasi

partisipasi dimana penulis terjun langsung dalam melakukan penelitian untuk

memperoleh fakta-fakta dilapangan.

b. Wawancara

Menurut Yusuf (2016:372), wawancara merupakan salah satu teknik yang

dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat

dikatakan wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses

interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau

orangyang diwawancarai (interviewee) melalui komunikasi langsung. Dapat

pula dikatakan bahwa wawancara merupakan percakapan tatap muka (face to

face) anatara pewawancara dengan sumber informasi, dimana pewawancara


31

bertanya langsung tentang sesuatu objek yang diteliti dan telah di rancang

sebelumnya.

Sugiyono (2017:137-141) mengemukakan bahwa:

Wawancara terbagi dalam beberapa bagian yaitu wawancara terstruktur dan

wawancara tidak terstruktur.

1. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur menggunakan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang

alternatif jawabanya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini

setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan pengumpul data

mencatatnya.

2. Wawancara tidak terstruktur

Merupakan wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan

pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya. Pedoman wawancara hanya mengungkapkan secara

garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara yang

dilakukan peneliti adalah dengan cara mendatangi dan mengadakan

komunikasi secara langsung atau tatap muka dengan beberapa responden yang

di anggap perlu untuk mendapatkan data informasi yang lengkap.

Wawancara yang akan penulis lakukan nantinya menggunakan teknik

wawancara terstruktur agar wawancara terlaksana secara sistematis. Hasil dari

wawancara akan dicatat dan dikumpulkan yang kemudian penulis akan

menganalisis hasil dari wawancara tersebut.

a. Dokumentasi
32

Menurut Soehartono (2011:70) “Dokumentasi merupakan teknik

pengumpulan data yang tidak langsung ditunjukan kepada subjek penelitian

dan dokumen yang di teliti dapat berupa berbagai macam tidak hanya

dokumen resmi”. Maka dokumentasi merupakan kegiatan yang dilakukan

untuk melengkapi informasi dan data yang diperoleh melalui dokumen, buku-

buku, arsip dan lain sebagainya yang memiliki hubungan dengan

permasalahan yang akan di teliti. Dalam penelitian ini penulis melakukan

dokumentasi terhadap pelaksanaan penempatan pegawai di Kantor Badan

Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota

Tanjungpinang.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik sampling Non Probability

Sampling.Menurut Sugiyono (2018:218) NonProbability Sampling adalah

pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi

setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Berdasarkan

teknik sampling tersebut, penulis kemudian memilih menggunakan Purposive

Sampling yang merupakan pengambilan sampel dengan mengambil

pertimbangan tertentu

Penulis sendiri akan melakukan wawancara secara langsung dan telah

merencanakan melakukan wawancara terhadap empat belas (14) narasumber

yang telah ditentukan dengan kapasitas masing-masing narasumber, dimana

nanti pada saat wawancara pertanyaan akan di eksplorasi sehingga akan

memunculkan fakta baru ataupun informasi yang dibutuhkan oleh penulis.

3.3Teknik Analisis Data


33

Dalam penelitian menganalisis data juga sangat penting.Data yang telah

diambil pada awalnya adalah data kosong yang belum berarti pada sebuah

penelitian.Dengan menganalisis data yang telah diperolah lalu diberikan arti

serta manfaat agar penyelesaian masalah dapat diteliti.Dalam menganalisis

data, dibutuhkan suatu teknik analisis data. Teknik analisis data merupakan

cara dalam menganalisa data yang akan diteliti mengenai metode-metode dan

konsep-konsep yang akan digunakan dengan berorientasi pada objek yang

menghasilkan fenomena didalam kehidupan sehingga harus melalui tahapan

yang berbeda-beda dalam pengamatan, penglihatan, penyelesaian, dan

penganalisaan. Data yang diperoleh di lapangan diproses sehingga penerapan

analisis dapat sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Teknik yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah teknik

kualitatif, yaitu memecahkan dan menjawab permasalahan dengan melakukan

pemahaman dan pendalaman secara utuh dan menyeluruh dari objek yang

diteliti guna memperoleh gambaran yang lebih tajam dari hasil pengamatan

untuk penelitian selanjutnya. Sugiyono (2018:243) mengemukakan bahwa

“Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan

menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan

dilakukan secara terus-menerus sampai datanya jenuh.”

Dalam menganalisis data pada penelitian ini penelitian ini penulis akan

menggunakan teknik analisis data dengan Model yang dikemukakan oleh

Miles and Huberman pada tahun 1984. Miles and Huberman mengemukakan

bahwa “Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
34

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah

jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu, data reduction, data display dan

conclusion drawing/verification”.

1. Reduksi Data

Sugiyono (2018:247) mengatakan bahwa “Reduksi data merupakan

merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,

dicari tema dan polanya”.Sedangkan menurut Silalahi (2012:339) menyatakan

“Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang, yang tidak diperlukan serta

mengorganisasikan sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya dapat

ditarik dan diverifikasi.Dapat disimpulkan bahwa dalam tahap reduksi data

ini, dilakukan penyaringan data, memilih dan memilah data-data yang penting,

yang digunakan dan yang tidak digunakan. Ketika penulis berada di lapangan

penulis akan memfokuskan pada data kompetensi, peningkatan kompetensi

serta pelayanan yang dilakukan aparatur. Pada reduksi data, penulis hanya

fokus pada hal-hal tersebut dan membuang yang tidak perlu.

2. Display Data (Penyajian Data)

Secara sederhana, penyajian data dilakukan dengan menyajikan data yang

sudah disusun dengan suatu pola tertentu.Sugiyono (2018:249) menyatakan

“Display data bisa dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, hubungan

antar kategori, flowchart dan sejenisnya.” Menurut Miles dan Huberman

dalam Sugiyono (2018:249) “The most frequent form of display data for

qualitative research data in the past has been Narative Text yang artinya
35

yangpaling sering di gunakan untuk menyajikan data dalam penelitian

kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”. Sedangkan menurut

Silalahi (2012:39) mengatakan “Data display merupakan informasi yang

tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan”. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan

untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Ketika penulis telah

merangkum hal-hal yang penting kemudian penulis menentukan pola dari

rangkuman yang begitu kompleks sehingga dilakukanlah display data dalam

bentuk grafik atau pun matrik agar data lebih mudah dipahami dan dapat

ditarik kesimpulan yang lebih tepat.

3. Conclusion Drawing / Verification

Langkah terakhir dari teknik analisis data ini adalah penarikan kesimpulan

dari data-data yang tersedia. Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono

(2018:252) bahwa “langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah

dengan menarik kesimpulan dan verifikasi, kesimpulan awal yang

dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya. Ketika penulis berada di lapangan data-data yang diperoleh

akan diverifikasi untuk ditarik kesimpulan yang sesuai berdasarkan data yang

diperoleh.
36

DAFTAR PUSTAKA

(Arif, 2017)Arif, L. (2017). Implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan

Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penyusunan Standar

Kompetensi Jabatan. Jurnal Manajemen Jaya Negara, 9(1), 13–26.

Undang-Undang RI. (2014). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kementerian

Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 1–104.

sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/aturan/APARATUR_SIPIL_NEGARA_(ASN)

.pdf%5Cn

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2000 tentang diklat Jabatan Pegawai

Negeri Sipil (PNS). Peraturan Pemeritah Nomor 100 Tahun 2000 tentang

Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural.

Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 5 Tahun 2007 tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Dinas di Derah Lingkungan Pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau.

Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 22 Tahun 2013 tentang

Pedoman Penyusunan Perencanaan Pengembangan Pegawai Negeri Sipil.

Yusuf, Muri, 2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif & Penelitian

Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group.

Yani, M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Mitra Wacana

Media.

Anda mungkin juga menyukai