Anda di halaman 1dari 9

DHEA APPRILIA WIZI

18042111
JAWABAN UAS TIK NOMOR 4

REFORMASI SISTEM PEMBINAAN PEGAWAI (Lack of Competencies dan


Moral Hazard)

Sistem Kepegawaian Negara (Civil Service System) memiliki peranan yang


esensial dan strategis dalam roda pemerintahan di setiap negara. Hal tersebut
dilatarbelakangi setidaknya oleh dua fakta. Pertama, keberhasilan pembangunan
beberapa negara terletak pada usaha sistematis dan sungguh-sungguh untuk
memperbaiki sistem kepegawaian negara. Kedua, kepegawaian negara merupakan
faktor dinamis birokrasi yang memegang peranan dan penyelenggaraan
pemerintahan. Berdasarkan dua fakta tersebut dapat dikatakan bahwa kepegawaian
negara merupakan critical success factor dalam proses penyelenggaraan pelayanan
dan pemerintahan. Baik buruknya suatu birokrasi negara sangat dipengaruhi oleh
kualitas kepegawaian negaranya. (Prasojo, 2010)

Indonesia adalah salah satu negara yang tidak memberikan perhatian besar
pada reformasi administrasi. Hal ini terbukti dengan program reformasi kepegawian
yang justru terlihat jalan ditempat. Setelah melakukan reformasi melalui
Ditetapkannya Undang - Undang No 43 Tahun 1999 tentang PokokPokok
Kepegawaian, tidak terlihat upaya konkrit pemerintah untuk segera mereformasi
sistem kepegawaian secara menyeluruh. Seolah dapat dilihat bahwa reformasi
kepegawaian identik dengan perubahan remunerasi semata, bukan upaya peningkatan
kompetensi dan profesionalisme kerja. Padahal kualitas kepegawaian berkorelasi
dengan kualitas birokrasi di suatu negara di mana reformasi kepegawaian adalah
prasyarat mutlak untuk menjamin terselenggaranya manajemen tata pemerintahan
yang profesional.

Akar permasalahan buruknya kepegawaian negara di Indonesia pada


prinsipnya terdiri dari dua hal penting, yaitu :
1. Persoalan internal sistem kepegawaian negara itu sendiri.
2. Persoalan eksternal yang mempengaruhi fungsi dan profesiolisme
kepegawaian negara.

Dan situasi problematis terkait dengan persoalan internal sistem kepegawaian


dapat dianalisis dengan memperhatikan subsistem yang membentuk kepegawaian
negara. Subsistem kepegawaian negara terdiri dari :
1. Rekrutmen
2. Penggajian dan reward
3. Pengukuran kinerja
4. Promosi jabatan
5. Pengawasan.

Kegagalan pemerintah untuk melakukan reformasi terkait dengan subsistem-


subsistem tersebut telah melahirkan birokrat-birokrat yang dicirikan oleh kerusakan
moral (moral hazard) dan juga kesenjangan kemampuan untuk melakukan tugas dan
tanggungjawabnya (lack of competencies). (Prasojo, 2010)

Prasojo (2006) dan Efendi (1993) merincikan beberapa masalah dalam


reformasi kepegawaian antara lain: (Iqbal, 2017)
Pertama, sistem rekrutmen pegawai yang dilakukan tanpa perencanaan yang matang
yang didasarkan pada job analisis, standar kom-petensi, analisis kebutuhan yang
nyata, proses seleksi dan penem-patan pegawai serta masih kuatnya nuansa politis
terhadap rekrutmen pegawai.
Kedua, sistem penempatan atau alokasi yang tidak memenuhi standar kesesuaian
kompetensi, dan keahliannya melainkan hanya didasarkan normative administrative
yaitu kepangkatan dan golongan.

Ketiga, pola pengembangan aparatur yang belum diorientasikan pada sistem karir,
dan tidak adanya rancana pengembangan karir secara jelas.

Keempat, sistem yang selama ini digunakan dalam penelitian kinerja pegawai adalah
DP3, sehingga sangat sulit untuk mencari ukuran bahwa PNS di Indonesia memiliki
karakter profesionalisme dalam kinerja, hal ini dikarenakan ukuran-ukuran kinerja
dalam DP3 sangat bersifat umum dan sangat memungkinkan memasukkan unsur-
unsur like and dislike pimpinan kepada bawahan.

Kelima, sistem kenaikan pangkat, yang berjalan secara otomatis menjadikan pegawai
bersikap apatis, pasif dan menerima apa adanya, tanpa ada suatu tantangan, untuk
meningkatkan prestasi kerja.

Keenam, sistem penggajian atau imbalan yang diberikan sama sesuai dengan pangkat,
ruang dan golongan, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa gaji PNS di Indonesia
dibayarkan sama tanpa memperhatikan dan mengakomodasi perbedaan prestasi kerja,
tingkat kompe-tensi dan kinerja pegawai yang lebih baik.

Ketujuh, peraturan disiplin pegawai yang tidak mampu mengikat secara tegas, karena
kurangnya pengawasan dari unsur pimpinan serta ketidakjelasan sistem rekrutmen,
penggajian, pengukuran kinerja dan promosi yang berdampak pada Iemahnya
penegakan pengawasan terhadap perilaku dan pengawasan.
Selain itu, Secara eksternal carut marutnya sistem kepegawaian di Indonesia
juga diwarnai oleh kooptasi partai politik terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Ketidaknetralan Pegawai Negeri Sipil (PNS) seringkali menye-babkan
penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sulitnya
membedakan antara tugas sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan keberpihakannya
pada partai politik, menyebabkan sistem kepegawaian tidak lagi berdasarkan kepada
sistem merit, tetapi kepada spoil system. (Iqbal, 2017)

Baik problem internal sistem kepegawaian maupun problem kooptasi politik


terhadap birokrasi akan mempengaruhi kinerja birokrasi secara keseluruhan, karena
beberapa reformasi kepegawaian harus diarahkan untuk mewujudkan Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang profesional, independen dan berbudaya melayani masyarakatnya

Pilar reformasi aparatur negara mulai ditetapkan dengan diterbitkannya


Undang Undang No 43 Tahun 1999 sebagai perubahan atas Undang Undang No 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Reformasi Aparatur Negara harus
diwujudkan dalam wujud perubahan secara signifikan (evolusi yang dipercepat)
melalui tindakan atau rangkaian kegiatan pembaharuan secara konsepsional,
sistematis dan berkelanjutan dengan melakukan upaya penataan, peninjauan,
penertiban, perbaikan, penyempurnaan dan pembaharuan sistem, kebijakan dan
peraturan perundang-undangan bidang aparatur negara, termasuk perbaikan akhlak-
moral sesuai tuntutan lingkungan, memantapkan komitmen dan melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengembangan sistem kepegawaian harus dilaksanakan dengan pentahapan


yang jelas serta memperhitungkan masa transisi, sehingga sistem yang dikembangkan
tidak mengganggu pelaksanaan mekanisme kegiatan yang berjalan, serta tidak
merugikan hak pegawai termasuk pembinaan karakternya.
Menurut Anik (2013) Pegawai adalah salah satu sumber daya utama dalam
sebuah lembaga pemerintah, karena pegawai merupakan faktor penentu pencapaian
tujuan nasional melalui kinerja pegawai. Sebagai pegawai pada suatu lembaga
pemerintah pasti akan berinteraksi dengan pegawai lainnya dengan berbagai aturan
atau kebijakan yang berlaku. Pada saat seseorang memasuki dunia kerja, secara
otomatis pegawai tersebut akan terikat dan mengikat diri pada perjanjian yang ada,
sehingga pegawai diwajibkan untuk memenuhi janji tersebut yang dinamakan janji
pegawai negeri sipil. Olehnya itu pembinaan pegawai harus dilakukan secara terus
menerus agar timbul suatu motivasi kerja yang tinggi dan berpengaruh pada
peningkatan kinerja pegawai. (Bindiab, 2008)

Secara umum pembinaan menurut Nurhidayanti (2013) disebut sebagai


sebuah perbaikan terhadap pola kehidupan yang direncanakan. Setiap manusia
memiliki tujuan hidup tertentu dan memiliki keinginan untuk mewujudkan tujuan
tersebut. Apabila tujuan tersebut tidak tercapai, maka manusia akan berusaha untuk
menata kembali pola kehidupannya. (Bindiab, 2008)

Dalam Undang-Undang No.43 tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian


dinyatakan bahwa pembinaan pegawai merupakan suatu usaha yang penting dalam
organisasi kerena dengan pembinaan pegawai ini organisasi akan lebih maju dan
berkembang. Dari sisi pandang manajemen sumber daya manusia, dapat juga
dikatakan bahwa pembinaan merupakan suatu upaya untuk menaikkan potensi dan
kompetensi melalui pendidikan formal maupun informal. Pembinaan menurut
pengertian ini, bertujuan untuk menggali potensi dan kompetensi pegawai. Potensi
dan kompetensi pegawai perlu terus dibina agar dapat meningkatkan kualitas kerja.
Dalam hal ini berarti pembinaan mengombinasikan observasi dengan pemberian
nasihat.
Sedangkan Menurut Mathis & Jackson (2002), Pembinaan dapat dicapai
dengan lebih baik jika melibatkan hubungan yang sehat antara dua manajer selama
periode waktu mereka mengerjakan pekerjaan Hal ini berarti pembinaan merupakan
cara yang paling alamiah untuk belajar. Pembinaan yang efektif menuntut adanya
kesabaran dan keterampilan komunikasi yang baik. (Herman, 2018)

Menurut Miftah Thoha (2002: 78), Pembinaan adalah suatu tindakan, proses,
hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik. Dalam hal ini menunjukan adanya
kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan,
berkembang, atau peningkatan atas sesuatu. (Gebangrejo et al., 2019)

Dan menurut Widjaja (1988) pembinaan adalah suatu proses atau


pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian, diawali dengan mendirikan,
membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai usaha-usaha
perbaikan, menyempurnakan dan mengembangkannya. Pembinaan tersebut
menyangkut kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, koordinasi,
pelaksanaan, dan pengawasan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan hasil yang
maksimal. (Rusdia et al., 2020)

Alex. S Nitisemito (2002 : 234) mengemukakan pembinaan adalah suatu


kegiatan dari organisasi yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para
pegawainya sesuai dengan keinginan dari organisasi yang bersangkutan. (Massora,
2015)

Menurut Champates (2006), pembinaan adalah hal penting untuk


meningkatkan kinerja. Lewat pembinaan akan terjalin komunikasi dua arah antara
manajer dengan karyawan sehingga manajer dapat mengidentifikasi apa yang harus
ditingkatkan dan bagaimana cara meningkatkan. Sejalan dengan itu Toit (2007)
menyatakan bahwa pembinaan berbicara tentang keyakinan seseorang dan perilaku
yang menghambat kinerja. Melalui pembinaan inilah manajer mampu melihat tingkat
keyakinan seseorang dalam bekerja dan perilaku apa saja yang dapat menghambat
kinerja sehingga dapat memberikan jalan keluar. (Kambey & Pengembangan, 2013)

Dari beberapa defenisi tersebut, jelas bahwa pembinaan pegawai dilaksanakan


untuk pertumbuhan dan kesinambungan kualitas pegawai dalam suatu organisasi.
Dengan demikian maka pembinaan pegawai pada hakekatnya adalah peningkatan
kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui tugas
pokok dan fungsinya dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan kebijaksanaan
yang telah ditetapkan.

Pembinaan meliputi kegiatan-kegiatan mengenai penetapan formasi dan


pengadaan pegawai untuk mengisi formasi tersebut, kepangkatan, jabatan,
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian, kemudian terdapat sumpah, kode
etik, dan peraturan disiplin, pendidikan dan latihan, kesejahteraan, dan penghargaan.
Jadi, pembinaan yang dimaksud disini yaitu pengurusan pegawai secara langsung
mulai dari pengangkatan sampai dengan pemberhentiannya berdasarkan peraturan-
peraturan kepegawaian yang telah ditetapkan. (Cahyaningrum et al., 2018)

Pembinaan sumber daya manusia dalam hal ini adalah pegawai mencakup
semua usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan karyawan baik teoritis,
konseptual, keahlian maupun sikap dan mental untuk itu pembinaan harus dilakukan
secara terus menerus karena merupakan suatu proses yang lama untuk meningkatkan
potensi seorang pegawai. Dalam rangka pembinaan, pemerintah memfasilitasi
penyelenggaraan otonomi daerah maka pemerintah mengupayakan pemberdayaan
otonomi daerah melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan. Semua hal diatas
dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil karena
bagaimanapun juga apabila sumber daya manusianya belum memadai, maka akan
sulit untuk mewujudkan kinerja yang sesuai dengan tujuan. (Rusdia et al., 2020)

Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa KORPS


dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil menetapkan bahwa ruang lingkup pembinaan
mencakup:(Cahyaningrum et al., 2018)
a. Peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan
profesionalitas Pegawai Negeri Sipil.
b. Partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan
Pegawai Negeri Sipil.
c. Peningkatan kerja sama antara Pegawai Negeri Sipil untuk memelihara dan
memupuk kesetiakawanan dalam rangka meningkatkan jiwa korps PNS.
d. Perlindungan terhadap hak-hak sipil atau kepentingan PNS sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan
kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
REFERENSI
Bindiab, R. H. (2008). Pengaruh Pembinaan Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai Dinas Dikpora Kabupaten Tojo Una-Una. Katalogis, 5, 104–110.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Katalogis/article/view/9764
Cahyaningrum, N., Rahmanto, A. N., & Susilowati, T. (2018). 1 , 2 , 3. Jurnal
Informasi Dan Komunikasi Administrasi Perkantoran, 2(2), 63–78.
Gebangrejo, L., Kecamatan, B., & Kota, P. (2019). Jurnal Ilmiah Administratie.
September.
Herman. (2018). Pengembangan Model Pembinaan disiplin yang Efektif terhadap
Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Kebijakan Dan Manajemen PNS, 2(2), 81–
99.
Iqbal, M. M. (2017). Membangun Sistem Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil
Pada Era Otonomi Daerah. 05(02), 345–358.
Kambey, F. L., & Pengembangan, P. (2013). ( Studi Pada PT . Njonja Meneer
Semarang ). 2(2000), 1–10.
Massora, A. (2015). Pengaruh Pembinaan Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai Pada
Kantor Suku Dinas Pekerjaan Umum Kota Administrasi Jakarta Utara. Jurna
Manajemen, 74–83.
Prasojo, E. (2010). Reformasi Kepegawaian Indonesia: Sebuah Review. Kritik Dan
Rekomendasi, Artikel Non Publish, Disampaikan Pada Rapat Dengar Pendapat
Komisi II DPR RI, 4(1).
Rusdia, U., Rohayati, D., Studi, P., Pemerintahan, I., Bale, U., Barat, J., & Pegawai,
K. (2020). Jurnal JISIPOL Ilmu Pemerintahan Universitas Bale Bandung. 4.

Anda mungkin juga menyukai