Anda di halaman 1dari 10

FRAUD DALAM PERUNDANGAN KITA

Pengumpulan dan pelaporan statistik tentang kejahatan disuatu negara dapat dilakukan sesuai
dengan klasifikasi kejahatan dan pelanggaran (atau tindak pidana) menurut perundang-undangan
negara tersebut. Atau jika pengumpulan dan pelaporan statistik ini dilakukan oleh lembaga
internasional seperti PBB, Interpol, CIA, dan lain-lain, mereka membuat template berisi definisi
dari bermacam-macam jeis kejahatan dan meminta negara peserta mengolah ualang datanya
dengan template tersebut atau lembaga internasional itu sendiri yang merubahnya.

Tabel 6.1 klasifikasi Jenis Kejahatan

No Jenis Tindak Pidana Kejahatan Dasar Hukum


1. Politik KUHP 104-129
2. Terhadap kepala negara KUHP 130-139
3. Terhadap ketertiban umum KUHP 154-181
4. Membahayakan keamanan umum termasuk pembakaran dan KUHP 184-206
kebakaran
5. Terhadap kekuasaan umum, termasuk pemberian suap KUHP 207-241

FRAUD DALAM KUHP

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dalam beberapa pasal menyebutkan pengertian
fraud sebagai berikut :
1. Pasal 362 tentang pencurian (definisi KUHP: “mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum”);
2. Pasar 368 tentang pemerasan dan pengancaman (defisi KUHP: “dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat
hutang maupun menghapuskan piutang”);
3. Pasal 372 tentang penggelapan (definisi KUHP: “dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain,
tetapi yang ada dalam kekerasannya bukan karena kejahatan”);
4. Pasal 378 tentang perbuatan curang (definisi KUHP: ““dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama
palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang barang sesuatu kepadanya, atau
supaya memberi hutang maupun menghapuskan hutang”)
5. Pasal 396 tentang merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit.
6. Pasal 406 tentang menghancurkan atau merusakkan barang (definisi KUHP : ‘’dengan
sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai
atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain”)
7. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435 yang secara khusus
diatur dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (undang-undang nomor
31 Tahun 1999).
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 dan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 merupakan
undang-undang yang mengartur salah satu bentuk fraud yaitu korupsi. Tindak pidana korupsi yang
diatur dalam Undang-undang ini dirumuskan seluas-luasnya, sehingga meliputi perbuatan-
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, secara melawan hukum.

FRAUD TREE (POHON FRAUD)

Secara skematis, Assosiation of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan


Occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud
dalam hubungan kerja, berserta ranting dan anak rantingnya. Occupational fraud tree ini
mempunyai tiga cabang utama yakni corruption, assets misappropriation, dan fraudulent
statement.
Corruption

Conflict of interest atau benturan kepentingan sering kita jumpai dalam berbagai bentuk,
diantaranya bisnis pejabat (penguasa) dan keluarga serta kroni mereka yang menjad pemasok atau
rekanan dilembaga-lembaga pemerintah dan dunia bisnis.

Bribery atau penyuapan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan memberikan imbalan kepada pihak lain dengan maksud mendapatkan
apa yang diinginkan.

Illegal gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari
penyuapan. Dalam kasus korupsi di Indonesia, kita melihat hal ini dalam bentuk hadiah
perkawinan, hadiah ulang tahun, hadiah perpisahan, hadiah kenaikan pangkat dan jabatan, daln
lain-lain yang diberikan kepada pejabat.

Economic Extortion merupakan kebalikan dari bribery. Dalam economic extortion, bukannya
penjual yang menawarkan sesuatu yang bernilai untuk mempengaruhi keputusan, melainkan
karyawan perusahaan yang meminta pembayaran dari penjual atau vendor untuk sesuatu keputusan
yang akan menguntungkan penjual tersebut.

Assets misappropriation

Asset Misappropriation atau “pengambilan” aset secara illegal dalam bahasa sehari-hari disebut
mencuri. Namun, dalam istilah hukum “mengambil” aset secara illegal (tidak sah, atau melawan
hukum) yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi
aset tersebut, disebut menggelapkan. Istilah pencurian, dalam fraud tree disebut larceny. Istilah
penggelapan dalam bahasa Inggrisnya adalah embezzlement. Contoh: pencurian barang di gudang
oleh kepala gudang, disebut embezzlement.

Cabang dan ranting yang menggambarkan fraud yang diberi label “asstmis appropriation” ini
dapat di lihat di bagian tengah dari fraud tree.

Hal yang sering menjadi sasaran penjarahan adalah uang (baik di kas maupun bank: yang di bank,
baik yang berupa giro, tabungan, maupun deposito). Uang tunai atau uang di bank yang menjadi
sasaran, langsung dapat dimanfaatkan oleh pelakunya.

Asset misappropriation dalam bentuk penjarahan cash atau cash misappropriation di lakukan
dalam tiga bentuk: skimming, larceni dan fraudulent disbursements. Klarifikasi penjarahan kas
dalam tiga bentuk di sesuaikan dengan arus uang masuk.

Dalam skimming, uang di jarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan. Cara ini
terlihat dalam fraud yang sangat di kenal para auditor, yakni lapping. Kalau uang sudah masuk ke
perusahaan dan kemudian baru di jarah, maka fraud ini di sebut larceny atau pencurian. Sekali
arus uang sudah terekam dalam (atau sudah masuk ke) sistem, maka penjarahan ini disebut
fraudulent disbursements yang lebih dekat dengan istilah penggelapan dalam bahasa Indonesia.

Dari penjelasan diatas, kita mengenal satu bentuk lain. Yakni penjarahan atas dana-dana yang tidak
masuk ke perusahaan secara fisik atau secara administratif. Dana-dana ini di himpun dari berbagai
sumber, misalnya komisi resmi dari perusahaan asuransi atau kickback dari penyuplai. Dana-dana
ini disebut dana taksis: dalam bahasa belanda tatishe fonds : dalam bahasa inggris, slush funds.
Dalam fraud tree diatas, baik pembentukan maupun pengeluaran dari dana taksis ini di definisikan
sebagai corruption bukan asset misappropriation. Corruption seperti ini mengandung ciri
skimming. Dalam praktik yang khas Indonesia, jarahan ini di kerjakan secara bergotong-royong
dan di ketahui secara umum, bahkan dilegitimasi dalam bentuk sumber penghasilan yayasan
kesejahteraan karyawan.

Larceyi atau pencurian adalah bentuk penjarahan yang paling kuno dan di kenal sejak awal
pradaban manusia. Peluang untuk terjadinya penjarahan jenis ini berkaitan erat dengan lemahnya
system pengendalian intern, khususnya yang berkenaan dengan perlindungan keselamatan aset
(safeguarding of assets).

Pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah (fraudulent disbursements) sebenarnya satu langkah
lebih jauh dari pencurian. Sebelum tahap pencurian,ada tahap perantara. Kembali ke diagram, kita
lihat lima kolom (sub ranting) sebaga berikut: billing schemes, payroll schemes, expense
reimbursement schemes, check tampering, dan register disbursements. Tahap perantara dengan
menggunakan subranting ini lazimnya di bahas dalam buku-buku auditing. Secara singkat akan di
bahas di bawah.

Billing schemes adalah skema permainan (schemes) dengan menggunakan proses billing atau
pembenan tagihan sebagai sarananya. Pelaku fraud dapat mendirikan perusahaan “bayangan”
(shell company) yang seolah-olah merupakan penyuplai atau rekanan atau kontraktor sungguhan.
Perusahaan bayangan ini merupakan sarana untuk mengalirkan dana secara tidak sah keluar
perusahaan.

Payroll schemes adalah skema permainan melalui pembayaran gaji. Bentuk permainannya antara
lain dengan pegawai atau karyawan fiktif (ghost employee) atau dalam pemalsuan jumlah gaji.
Jumlah gaji dilaporkan lebih besar dari gaji yang di bayarkan.

Expense reimbursement schemes adalah skema permainan melalui pembayaran kembali biaya-
biaya, misalnya biaya perjalanan. Seorang pemasar mengambil uang muka perjalanan, dan
sekembalinya dari perjalanan, ia membuat perhitungan biaya perjanan. Kalau biaya perjalanan
melampaui uang mukanya, ia meminta reimbursement atau penggantian. Ada beberapa skema
permainan melalui mekanisme reimbursement ini. Rincian biaya menyamarkan jenis pengeluaran
yang sebenarnya (mischaracterized expenses). Contoh: perusahaan tidak memberikan penggantian
konsumsi alcohol; pengeluaran ini disamarkan sebagai biaya makan dan minum atau biayanya
dilaporkan lebh besar dari pengeluaran yang sebenarnya; ini lazimnya dilakukan dalam
pengeluaran yang tidak ada atau tidak memerlukan bukti pendukung atau biayanya sama sekali
fiktif (fictitious expenses).

Check tampering adalah skema permainan melalui pemalsuan cek. Hal yang dipalsukan bisa tanda
tangan orang yang mempunyai kuasa mengeluarkan cek, atau endorsementnya, atau nama kepada
siapa cek dibayarkan, atau ceknya disembunyikan (concealed checks). Dalam contoh terakhir,
pegawai meminta dua buku cek dari bank. Sesuatu yang diketahui secara resmi hanya satu buku,
sedangkan pengeluaran melalui buku cek kedua dirahasiakan. Di Amerika Serikat, cek yang sudah
diuangkan, akan dikembalikan oleh bank kepada yang mengeluarkan cek (paid checks). Paid
checks ini dan bonggol buku cek (check stub) yang disembunyikan.

Register disbursements adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam cash register. Skema
permainan melalui register disbursements pada dasarnya ada dua, yakni false founds
(pengembalian uang yang dibuat-buat) dan false voids (pembatalan palsu).

Pelanggan datang membawa barang yang dikembalikannya, misalnya karena tidak puas dengan
barang yang dibelinya. Untuk itu ia akan mendapat refund atau menerima kembali uangnya (atau
pembatalan pembebanan credit card-nya). Dalam false refund ada berbagai cara penggelapan, di
antaranya, penggelapan dengan seolah-olah ada pelanggan yang mengembalikan barang dan
perusahaan memberikan refund

Seperti yang dijelaskan di atas, skimming merupakan sebelum uang secara fisik masuk ke
perusahaan. Contoh yang sangat popular adalah praktik gali lubang tutup lubang dalam penagihan
piutang (lapping). Contoh lain piutang dihapus bukukan, namun tetap ditagih dari pelanggan. Hasil
tagihan tidak masuk ke perusahaan dan dijarah oleh si penagih.

Sasaran lain dari penjarahan adalah persediaan persediaan barang (inventory). Umumnya daya
tarik untuk mencuri kas lebih tinggi dari asset lainnya. Namun, dalam situasi tertentu persediaan
barang sangat menarik untuk dijadikan sasaran pencurian. Contoh: penjualan BBM bersubsidi
secara illegal pada waktu ada disparitas harga yang tinggi antara BBM bersubsidi dan yang tidak
bersubsidi. Aset lainnya (yang bukan cash atau inventory) juga bisa menjadi sasaran adalah aset
tetap, misalnya kendaraan bermotor yang dimiliki perusahaan.

Modus operasi dalam penjarahan aset yang bukan uang tunai atau uang di bank adalah misuse dan
larceny. Misuse adalah penyalahgunaan, misalnya pengunaan kendaraan bermotor atau aset tetap
lainnya untuk kepentingan pribadi. Hal ini sangat umum terjadi sehingga seringkali dianggap biasa
dan bukan merupakan fraud. Contoh: alat transport (mobil, kapal terbang, helikopter) perusahaan
atau lembaga pemerintah yang dipakai untuk mengangkut barang-barang pribadi atau inventaris
kantor atau instansi pemerintah yang “dipinjam” selama seseorang memegang jabatan (misuse)
dan tidak mengembalikannya sesudah ia tidak lagi menjabat (larceny),

Financial Statements Fraud


Fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan, sangat menjadi perhatian auditor,
masyarakat atau para LSM/NGO, namun tidak menjadi perhatian akuntan forensik.

Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan keuangan. Fraud ini berupa
salah saji (misstatements baik overstatements maupun understatements). Cabang dari ranting ini
ada dua. Pertama, menyajikan aset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya
(asset/revenue overstatements). Kedua, menyajikan aset atau pendapatan lebih rendah dari yang
sebenarnya (asset/revenue understatements).

Ranting kedua menggambarkan fraud dalam menyusun laporan non-keuangan. Fraud berupa
penyampaian laporan non keuangan secara menyesatkan, lebih bagus dari keadaan yang
sebenarnya, dan sering kali merupakan pemalsuan atau pemutarbalikan keadaan. Bisa tercantum
dalam dokumen yang dipakai untuk keperluan intern maupun ekstern. Contoh: perusahaan minyak
besar di dunia yang mencantumkan cadangan minyaknya lebih besar secara signifikan dari
keadaan yang sebenarnya apabila diukur dengan standar industrinya, atau perusahaan yang alat
produksinya atau limbahnya membawa bencana bagi masyarakat, tetapi secara terbuka (misalnya
melalui iklan) mengklaim keadaan sebaliknya.

Akuntan Forensik Dan Jenis Fraud


Akuntansi forensik memusatkan perhatian pada dua cabang fraud tree yaitu corruption dan
misappropriation of asset. Sedangkan fraudulent statement menjadi pusat perhatian dalam audit
atas laporan keuangan (general audit atau opinion audit). Oleh karena itu akuntan forensik atau
audit investigatif hampir tidak menyentuh fraud yang menyebabkan laporan keuangan menjadi
sesat, dengan dua pengecualian.
Pertama, ketika “regulator” seperti Bappepam, Securities and Exchange Commission, atau
Financial Services Authority (OJK, Otoritas Jasa Keuangan) mempunyai dugaan kuat bahwa
laporan audit suatu akuntan publik mengandung kekeliruan yang serius. Regulator dapat meminta
kantor akuntan lain melakukan pendalaman, atau mereka sendiri melakukan penyidikan.
Kedua, ketika fraudulent statemens dilakukan dengan pengolahan data secara elektronis,
terintegrasi, dan besar-besaran atau penggunaan komputer yang dominan dalam penyiapan laporan.
Selain pertimbangan penyelesaina kasus di dalam atau diluar pengadilan, juga ada pertimbangan
diperlukannya keahlian khusus , yakni computer forensics.

Manfaat Fraud Tree


Fraud tree memetakan fraud dalam lingkungan kerja dan membantu akuntan forensik
mengenali dan mendiagnosis fraud yang terjadi. Dengan memahami gejala-gejala (red flags) dan
menguasasi teknik-teknik audit investigatif, akuntan forensik dapat mendekteksi fraud tersebut.
Namun kondisi di Indonesia berbeda dengan Amerika Serikat. Akuntan forensik di
Indonesia sebaiknya membuat fraud tree sendiri sehingga memudahkan dan bermanfaat dalam
pemetaannya.

Fraud Triangle
Cressey melakukan penelitian terkait para pegawai yang mencuri uang perusahaan
(embezzlers), hipotesisnya dikenal sebagai fraud triangle atau segitiga fraud.
.
Perceived
Opportunity

Fraud
Triangle

Pressure Rationalization

Sudut pertama dari fraud triangle adalah pressure, kemudian perceived opportunity, dan
rationalization.
1. Pressure
Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu tekanan (pressure) yang
menghimpitnya. Konsep ini disebut preceived non-shareable financial need.
Crassey menemukan bahwa non-shareable problems yang dihadapi timbul dari situasi yang
dapat dibagi dalam:
 Violation of ascribed obligation
Suatu kedudukan dengan tanggung jawab keuangan, membawa konsekuensi tertentu bagi
yang bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan. Di samping harus jujur, ia dianggap perlu
memiliki perilaku tertentu. Jika menghadapi situasi yang melanggar kewajiban terkait dengan
jabatannya, ia merasa masalah yang dihadapinya tidak dapat diungkapkannya kepada orang
lain. Pengungkapan yang bertentangan dengan kewajiban tersebut baginya merupakan
pengakuan bahwa perilakunya di bawah standar perilaku yang diharapkan darinya.
 Problems Resulting from Personal Failure
Kegagalan pribadi merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang yang mempunyai
kedudukan serta dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai kesalahannya menggunakan akal
sehatnya, dan karena itu menjadi tanggung jawab pribadinya. Sehingga ia takut
mengungkapkan kegagalan tersebut dan takut kehilangan status sebagai orang yang dipercaya.
 Business Reversals
Kegagalan bisnis dipersepsikan sebagai kegagalan yang berada diluar dirinya atau diluar
kendalinya, misal karena inflasi yang tinggi, atau krisis moneter, tingkat bunga yang tinggi,
dan lain-lain. Namun yang bersangkutan tidak mau mengungkapkan permasalahannya karena
tidak mau dianggap sebagai orang yang gagal.
 Physical Isolation
Merupakan situasasi keterpurukan dalam kesendirian. Dalam situasi ini, orang itu bukan tidak
mau berbagi keluhan dengan orang lain. Ia tidak mempunyai orang lain tempat ia berkeluh
dan mengungkapkan masalahnya.
 Status Gaining
Situasi ini merupakan kebiasaan (buruk) untuk tidak mau kalah dengan “tetangga”. Pelaku
berusaha mempertahankan status atau pelaku berusaha meningkatkan status. Masalah menjadi
non-shareable ketika orang tersebut tidak mampu secara finansial untuk menaikkan status dan
tidak bisa menerima kenyataan kalau harus tetap berada di status yang sekarang atau bahkan
turun status.
 Employer-Employee Relations
Situasi ini mencerminkan kekesalan/ kebencian seorang pegawai yang menduduki jabatan
yang dipegangnya sekarang, tetapi pada saat yang sama ia merasa tidak ada pilihan baginya,
yakni ia tetap harus menjalankan apa yang harus dikerjakannya sekarang. Kekesalan itu bisa
terjadi karena ia merasa gaji atau imbalan lainnya tidak layak dengan pekerjaan atau
kedudukannya, atau ia merasa beban pekerjaannya teramat banyak, atau ia merasa kurang
mendapat penghargaan batiniah (pujian).
2. Perceived Opportunity
Non-shareable financial problem menciptakan motif bagi terjadinya kejahatan. Akan tetapi,
pelaku kejahatan harus mempunyai persepsi bahwa ada peluang baginya untuk melakukan
kejahatan tanpa diketahui orang. Ada dua komponen terkait perceived opportunity, yaitu :
a. General information, merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung trust
(kepercayaan) dapat dilanggar tanpa konsekuensi, misalnya melihat pengalaman orang lain
yang melakukan fraud tanpa ketahuan.
b. Technical skill, merupakan ketrampilan atau keahlian yang dibutuhkan untuk melakasanakan
kejahatan tersebut, misalnya petugas yang menangani rekening koran di bank, mencuri dari
nasabah yang jarang bertransaksi.

3. Rationalization
Rationalization (rasionalisasi) adalah mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan,
bukan sesudahnya. Rationalization diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya yang
melawan hukum untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya. Setelah
kejahatan dilakukan, rationalization ini ditinggalkan karena tidak diperlukan lagi. Ketika pertama
kali manusia akan berbuat kejahatan atau pelanggaran, ada perasaan tidak enak dan melakukan
pembenaran-pembenaran untuk perilakunya. Ketika perbuatan itu sukses, akan mengulanginya
dan tidak perlu rationalization lagi.
Fraud Diamond

Kemampuan (Capability)

Dalam kenyataannya ternyata ada satu faktor lain yang perlu dipertimbangkan,
yaitu Individual capability. Individual capability adalah sifat dan kemampuan pribadi seseorang
yang mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan suatu tindak kecurangan. Pada
elemen Individual Capability terdapat beberapa komponen kemampuan (Capability) untuk
menciptakan fraud yaitu :
1. posisi/fungsi seseorang dalam perusahaan,
2. kecerdasan (brain)
3. tingkat kepercayaan diri/ego (confident/ego),
4. kemampuan pemaksaan (coercion skills)
5. kebohongan yang efektif (effective lying), dan
6. kekebalan terhadap stres (immunity to stress).

Dalam fraud diamond, sifat-sifat dan kemampuan individu memainkan peran utama dalam
terjadinya fraud. Banyak kecurangan-kecurangan besar tidak akan terjadi tanpa orang-orang yang
memiliki kemampaun individu/capability. Walaupun peluang/opportunity membuka jalan untuk
melakukan fraud dan insentif dan rasionalisasi dapat menarik orang ke arah itu tapi seseorang
harus memiliki kemampuan untuk melihat celah melakukan fraud sebagai kesempatan dan untuk
mengambil keuntungan dari itu, tidak hanya sekali, tetapi terus menerus. Dengan
demikian, fraud itu terjadi karena adanya kesempatan untuk melakukannya, tekanan dan
rasionalisasi yang membuat orang mau melakukannya dan kemampuan individu.
Pada intinya fraud diamond adalah alasan seseorang yang melakukan fraud karena adanya
kesempatan, tekanan dan rasionalitas yang ketiga alasan tersebut dapat terjadi jika seseorang
memiliki kemampuan (capability). Fraud Diamond ini yang dapat menjadi alasan seseorang yang
melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan (fianancial statement).

Anda mungkin juga menyukai