Anda di halaman 1dari 4

Bedanya Penggelapan Dan Penipuan

Penggelapan

Tindak pidana penggelapan dalam KUHP dirumuskan mulai


dalam pasal 372 sampai dengan pasal 377. Untuk tindak
pidana penggelapan biasa diatur dalam pasal 372 yang
rumusan pasalnya mengatakan Barangsiapa dengan sengaja
memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama
sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan
barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan,
dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-
banyaknya Rp 900,-

Rumusan norma pasal 372 tentang tindak pidana penggelapan


ini memiliki beberapa unsur (bestitelen) yang harus dibuktikan
diantaranya :

1. Barangsiapa, artinya addresat dari pasal ini adalah


setiap orang, menunjuk kepada seseorang atau
perseorangan seseorang dalam konotasi fisik (biologis),
dengan kata lain menunjuk kepada pertanggungjawaban
manusia sebagai person (natuurlijk persoon). Dalam
upaya pembuktian tindak pidana dewasa ini seiring
perkembangan masyarakat, unsur barangsiapa/setiap
orang tidak serta-merta langsung menunjuk kepada
perseorangan (natuurlijk persoon). Diluar KUHP sudah
dikenal tentang pertanggungjawaban pidana korporasi
(corporate criminal liability), artinya kata barangsiapa
dalam tindak pidana dewasa ini (diluar KUHP) bisa
menunjuk kepada korporasi sebagai badan hukum
(recht persoon). Akan tetapi perlu diingat bahwa KUHP
menganut asas sociates delinquere non potest dimana
badan hukum atau korporasi dianggap tidak dapat
melakukan tindak pidana.
2. Dengan sengaja, artinya mensyaratkan bahwa pelaku
menghendaki dan mengetahui apa yang diperbuat atau
dilakukan (dolus intent opzet).
3. Memiliki, artinya pemegang barang yang menguasai
atau bertindak sebagai pemilik barang itu, berlawanan
dengan hukum yang mengikat kepadanya sebagai
pemegang barang itu. Dipandang sebagai memiliki
misalnya : menjual, memakan, membuang,
menggadaikan, membelanjakan uang, dsb
4. Diperoleh bukan dengan kejahatan, artinya perolehan
barang yang ada pada penguasaan pelaku bukan
dengan kejahatan/melawan hukum. Seperti contoh
misalnya : peminjaman, penitipan, dll

Sebagai contoh tindak pidana penggelapan adalah A


meminjam sepeda B, kemudian tanpa seizin dan
sepengetahuan B, A menjual sepeda tersebut kepada si C.
Dalam peristiwa ini jelas unsur-unsur yang disyaratkan dalam
tindak pidana penggelapan terpenuhi dengan sempurna.

Penipuan

Tindak pidana penipuan dalam KUHP dirumuskan mulai dalam


pasal 378 sampai dengan pasal 395. Untuk tindak pidana
penipuan biasa diatur dalam pasal 378 yang rumusan
pasalnya mengatakan Barangsiapa dengan maksud hendak
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan
hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu,
baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan
perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya
memberikan sesuatu barang, membuat utang atau
menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan
hukuman penjara selama-lamanya empat tahun
Rumusan norma pasal 378 tentang tindak pidana penipuan ini
memiliki beberapa unsur (bestitelen) yang harus dibuktikan
diantaranya :

1. Barangsiapa, artinya addresat dari pasal ini adalah


setiap orang, menunjuk kepada seseorang atau
perseorangan seseorang dalam konotasi fisik (biologis),
dengan kata lain menunjuk kepada pertanggungjawaban
manusia sebagai person (natuurlijk persoon). Dalam
upaya pembuktian tindak pidana dewasa ini seiring
perkembangan masyarakat, unsur barangsiapa/setiap
orang tidak serta-merta langsung menunjuk kepada
perseorangan (natuurlijk persoon). Diluar KUHP sudah
dikenal tentang pertanggungjawaban pidana korporasi
(corporate criminal liability), artinya kata barangsiapa
dalam tindak pidana dewasa ini (diluar KUHP) bisa
menunjuk kepada korporasi sebagai badan hukum
(recht persoon). Akan tetapi perlu diingat bahwa KUHP
menganut asas sociates delinquere non potest dimana
badan hukum atau korporasi dianggap tidak dapat
melakukan tindak pidana.

2. Dengan maksud, artinya perbuatannya dikehendaki dan


perbuatannya diketahui oleh pelaku.
3. Meguntungkan diri sendiri atau orang lain, artinya
menguntungkan diri sendiri dengan tanpa hak
4. Memakai nama palsu atau keadaan palsu
5. Dengan akal dan tipu muslihat, dengan kata bohong,
artinya dengan segala daya dan upaya dan usaha melakukan
tipu muslihat dengan menggunakan nama palsu atau keadaan
palsu.
6. Membujuk, artinya ada upaya untuk memperdayai korban
dengan segala bujukan/rayuan untuk memberikan sesuatu
barang, membuat utang atau menghapus utang.

Contoh tindak pidana penipuan : si A berniat hendak menjual sepeda


miliknya. Mengetahui niat si A hendak menjual mobilnya maka si B
dengan segala daya upaya dan rayuan memperdayai si A agar
memberikan sepeda tersebut kepada B dengan iming-iming bahwa si
B akan menjual sepeda tersebut kepada si C. Tetapi dalam
pelaksanaannya B tidak menjual sepeda tersebut kepada C melainkan
sepeda tersebut hilang.
Perbedaan

Ada beberapa perbedaan mendasar antara tindak pidana penipuan dan


penggelapan. Dari segi objek dan tujuannya, tindak pidana penipuan
lebih luas daripada tindak pidana penggelapan. Objek yang dapat
dikategorikan sebagai penggelapan terbatas hanya pada barang atau
uang, akan tetapi objek penipuan juga meliputi memberikan hutang
artinya perbuatan yang sifatnya menyebabkan adanya utang maupun
menghapuskan piutang.

Selain itu, perbedaan antara penipuan dan penggelapan terletak pada


cara peralihan barang dari korban kepada pelaku. Dalam kasus
penggelapan, bahwa proses beralihnya penguasaan barang dari korban
kepada pelaku bukan dengan melawan hukum/dengan daya tipu dan
muslihat, melainkan sah. Sedangkan dalam kasus penipuan peralihan
objek dari korban kepada pelaku adalah dengan tipuan atau dengan
kata lain disertai dengan adanya niat jahat dari pelaku. Munculnya
niat jahat (mens rea) dalam kasus penipuan ada disaat proses
peralihan barang, atau dengan kata lain peralihan barang diperoleh
sebagai hasil dari actus reus yang didahului dengan mens rea.

Memang dalam praktiknya terkadang agak sulit untuk membedakan


tindak pidana penipuan dan penggelapan, karena proses
pembuktiannya membutuhkan pembuktian waktu lahirnya niat jahat
sipelaku, apakah objeknya diperoleh dengan cara melawan hak/
diakibatkan oleh tipu muslihat si pelaku.

Anda mungkin juga menyukai