Anda di halaman 1dari 5

“Akuntansi Forensik”

Bab 9 & 10
Dosen Pengajar
Andi Alfiansyah Wisudawan SE.,MA
Mata Kuliah
Akuntansi Forensik & Investigasi Fraud

Disusun oleh
Mustika Diniah 2012311031
Kelas
6 -B
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA
TAHUN 2023
BAB 9
MENDETEKSI FRAUD

Sejak permulaan, profesi audit yang dijalankan akuntan publik menolak mengambil
tanggungjawab dalam menemukan fraud. Namun dalam dasawarsa terakhir perubahan lebih
banyak dalam retorika daripada substansi.
Orang awam mengharapkan suatu audit umum dapat mendeteksi segala macam fraud, baik
yang melekat pada laporan keuangan maupun yang berupa pencurian asset. Namun akuntan
publik berupaya memasang pagar-pagar yang membatasi tanggung jawabnya, khususnya
mengenai penemuan atau pengungkapan fraud. Hal tersebut dikuatkan dalam SA seksi 110
tentang tanggungjawab dan fungsi audiror indepenen sebagai berikut.
“Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang
disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakterisitik
kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah
saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang
disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.”
Fraudulent Financial Reporting
Fraudulent Financial Reporting adalah kesengajaan atau kecerobohan dalam melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, yang menyebabkan laporan
keuangan menjadi menyesatkan secara material. Penyebab Fraudulent Financial Reporting yaitu
keserakahan dan adanya tekanan yang dirasakan manajemen untuk menunjukkan prestasi.
Standar Audit Untuk Menemukan Fraud
Auditor dalam melaukan audit harus berdasarkan standar, apabila tidak posisi auditor menjadi
lemah. Davia et al. menganjurkan adanya standar yang secara spesifik ditujukan untuk
menemukan fraud yang disebut dengan fraud-specific examination.
Pemahaman minimal yang harus diketahui/disadari oleh praktisi/auditor:
 Mereka tidak bisa, karenanya tidak boleh, memberikan jaminan bahwa mereka bias
menemukan fraud. Fraud dapat atau tidak dideteksi tergantung dari keahlian dan jangka waktu
pelaksanaan audit. Hal ini tentu saja berpengaruh kepada fee yang dibayarkan pula.
 Seluruh pekerjaan didasarkan pada standar audit. Di Indonesia standar yang digunakan adalah
SPAP atau SPKN untuk keuangan Negara.
 Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan klien.
 Praktisi bersedia memperluas jasanya dari tahap proactive review ke tahap
pendalaman/investigative apabila ada indikasi terjadinya fraud.
Audit Umum Dan Pemeriksaan Fraud

Issue Audit Umum Fraud Examination


Timming Recurring Non-recurring
Audit dilakukan secara teratur, berkala, Pemeriksaan fraud tidak berulang kembali,
dan berulang kembali (recurring). dan dilakukan setelah ada cukup indikasi.
Scope General Specific
Lingkup audit adalah pemeriksaan atas Pemeriksaan diarahkan pada dugaan,
laporan keuangan secara umum. tuduhan, atau sangkaan yang spesifik.
Objective Opinion Affix Blame
Yaitu memberikan pendapat atas Untuk memastikan fraud memang
kewajaran penyajian laporan terjadi, mengapa terjadi, dan siapa
keuangan. yang
bertanggungjawab.
Relationship Non-adversarial Adversarial
Sifat audit tidak bermusuhan Karena pada akhirnya pemeriksa harus
menentukan siapa yang bersalah.
Methodology Audit Techniques Fraud Examination Techniques
Audit terutama dengan data- Pemeriksaan dilakukan dengan
data keuangan memeriksa dokumen, telaah data
ekstern, dan
wawancara.
Presumption Proffesional Skepticism Proof
Auditor melakukan tugasnya Berupaya untuk mengumpulkan bukti
dengan skeptisme professional untuk mendukung atau membantah
dugaan,
tuduhan atau sangkaan terjadinya fraud.

Teknik Pemeriksaan Fraud


Ada bermacam-macam teknik audit investigative untuk mengungkap fraud, antara lain:
 Penggunaan teknik-teknik audit yang dilakukan oleh internal maupun eksternal auditor
dalam mengaudit laporan keuangan.
 Pemanfaatan teknik audit investigative dalam kejahatan terorganisir dan penyelundupan pajak
penghasilan, yang juga dapat diterapkan terhadap data kekayaan pejabat Negara
 Penelusuran jejak-jejak uang
 Penerapan analisis dalam bidang hukum
 Penggunaan teknik audit investigative untuk mengungkap fraud pengadaan barang
 Penggunaan computer forensic
 Penggunaan teknik interogasi
 Penggunaan teknik penyamaran
 Pemanfaatan whistleblower
BAB 10
PROFIL PERILAKU, KORBAN, DAN PERBUATAN FRAUD

Dalam upaya menemukan dan memberantas kecurangan, kita perlu mengetahui profil pelaku.
Profil berbeda dengan foto yang menggambarkan fisik seseorang. Profil memberi gambaran
mengenai berbagai ciri dari suatu kelompok orang, seperti : umur, jenjang pendidikan, kelompok
sosial (kelas atas, menengah, bawah), bahkan kelompok etnis, dan seterusnya.
Profiling
Upaya untuk mengidentifikasi profil, dalam bahasa Inggris disebut profiling. Profiling dalam
memberantas kejahatan bukanlah upaya yang baru. Dalam kriminologi Cesare Lombroso dan
rekan-rekannya penganut criminal anthropology percaya bahwa faktor keturunan merupakan
penyebab tingkah laku kriminal. Profiling juga berkembang sampai kepada ciri psikologis dan
psikiatris.
Profiling yang dilakukan di Indonesia menemukan bahwa penerima suap adalah pejabat, pegawai
negeri sipil dan militer, di pemerintah pusat atau daerah. Profil pemberi suap adalah pengusaha.
Profiling bersifat penting dan bermanfaat, hanya kita perlu memahami makna dari profil yang
dihasilkan. Di pasar uang dan pasar modal profil pelaku fraud sering kali mengagumkan. Mereka
cerdas, mempunyai track record yang luar biasa, pekerja keras, dan cenderung menjadi informal
leader dengan karisma yang melampaui wewenang yang diberikan jabatan.
Profiling dalam Kejahatan Terorganisasi
Dalam masyarakat dengan beraneka ragam etnis seperti di Amerika Serikat, profiling dilakukan
dari segi budaya atau kebiasaan etnis yang bersangkutan. Setelah membahas latar belakang
berbagai kejahatan terorganisasi, Manning kemudian membahas beberapa ciri penjahat dari etnis
Asia. Menurut Manning :
 Mereka menyepelekan dan tidak menganggap penegak hukum sebagai abdi masyarakat. Di
Asia, penegak hukum diadakan untuk melindungi yang berkuasa dan partai mereka, bukan
untuk melindungi masyarakat.
 Mereka menciptakan "mata uang bawah tanah" (underground currency) dengan
mempertukarkan komoditas. Mereka menanamkan uang mereka dalam emas, permata, dan
intan berlian. Mereka lebih suka menyimpan barang berharga di rumah atau tempat usaha,
daripada menggunakan jasa perbankan.
 Mereka menyelenggarakan "perkumpulan simpan pinjam" yang sangat informal.
Perkumpulan ini terdiri dari atas 10 sampai 20 orang, umumnya wanita. Dalam setiap
pertemuan, terjadi tawar- menawar untuk penggunaan uang dalam periode tertentu.
Pemenangnya adalah penawar tertinggi, yakni penawar yang menjanjikan yield atau return on
investment yang paling besar.
 Kebanyakan orang Asia yakin bahwa setiap pejabat mempunyai harga, setiap pejabat dapat
dibeli. Suap sangat biasa di Asia. Merupakan way of life yang mereka anggap sekedar pajak
tambahan.
Peringatan dari Manning ini mengingatkan penulis pada beberapa kebijakan KPK yang
merupakan kewajiban bagi pimpinan KPK, yakni:
 Memberitahukan kepada Pimpinan lain mengenai pertemuan dengan pihak lain.
 Menolak dibayari makan, biaya akomodasi dan bentuk kesenangan lain oleh siapapun.
 Membatasi pertemuan di ruang publik
 Memberitahukan kepada Pimpinan lain mengenai keluarga, kawan dan pihak lain yang secara
intensif masih berkomunikasi.
Penulis-penulis Barat mengamati ciri-ciri unik bangsa Asia tertentu yang merupakan
cerminan kelemahan
good corporate governance bisnis di Asia.
Semacam Profiling Contoh Perpajakan di Zaman Penjajahan Belanda
Di zaman Hindia Belanda, penjajah membuat semacam profil dari pembukuan
pedagang Tionghoa, India, Arab, dan Jepang. Para pelepas uang, dan kemudian para
banker, juga membuat profil dari pedagang- pedagang Tionghoa dari berbagai etnis.
Profil ini menjelaskan bidang spesialisasi perdagangan dan industri masing-masing
etnis; gejala adanya overcrowding karena kelompok etnis cenderung meniru bidang
usaha sesama mereka; kondisi gagal bayar; ciri-ciri khas dalam berdagang dan
pemanfaatan serta penyelesaian pinjaman.
Profil Korban Fraud
Profiling umumnya dilakukan terhadap pelaku kejahatan tetapi dapat juga dapat
dilakukan untuk korban kejahatan. Tujuannya berbeda. Kalau profiling terhadap
pelaku kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan menangkap pelaku, maka
profiling terhadap korban kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan target
penyebaran informasi. Ini adalah bagian dari disiplin ilmu yang disebut viktimologi.
Surat-surat kabar sering memberitakan orang yang "mudah" menjadi korban kejahatan
tertentu, seperti
ponzi scheme yang disebut juga pyramid scheme.
Profiling Terhadap Perbuatan (Kejahatan, Fraud, dan Lain-lain)
Profiling dapat juga dilakukan dalam upaya mengenal perbuatannya atau cara
melaksanakan perbuatannya (modus operandi). Profil dari fraud disebut juga tipologi
fraud. Direktorat Jenderal Pajak mengkompilasi tipologi kejahatan perpajakan. Bank
Indonesia melakukan hal yang sama untuk kejahatan perbankan. PPATK
melakukannya untuk kasus-kasus pencurian uang. Dengan mengumpulkan tipologi
fraud lembaga-lembaga ini, misalnya, dapat mengantisipasi jenis fraud yang
memanfaatkan perusahaan di Negara surga pajak (tax heaven countries). Atau
komisaris bank yang aktif menjalankan usahanya, atau pemegang saham tidak tercatat
sebagai pemegang saham, atau pegawai rendahan yang menjadi pemegang saham
boneka.

Anda mungkin juga menyukai