Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Aulia DG
Audit investigatif = fraud examination
Kalau tujuan audit investigatif adalah menemukan pelaku fraud, maka hasil audit investigatif bisa
melepaskan seseorang dari dugaan melakukan fraud.
TUJUAN INVESTIGASI DARI K.H SPENCER PICKETT DAN JENNIFER PICKETT, FINANCIAL CRIME INVESTIGATION AND
CONTROL.
1. Memberhentikan manajemen
5. Menemukan aset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi
6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut;
11. Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai dengan buku pedoman
12. Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan keputusan mengenai investigasi di tahap berikutnya
13. Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut yang tepat dapat diambil
14. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin
15. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat keputusan yang tepat mengenai Tindakan yang harus diambil
TAHAP SEBELUM MELAKSANAKAN FRAUD EXAMINATION:
1. Apabila dugaan fraud dtemukan, baik di swasta maupun publik, pimpinan perusahaan atau Lembaga harus menetapkan
apa yang sesungguhnya ingin dicapai dari investigasi
3. Pahami posisi awal kasus berdasarkan bukti-bukti awal yang didapat kemudian lakukan analisis dan persiapan untuk
menentukan. Gunakan fraud theory dalam menginvestigasi fraud. Hasil
pengujian/pelaksanaan investigasi lapangan akan memperjelas atau memperbaii hipotesis berdasarkan bukti atau fakta
yang didapat.
4. Pahami aksioma fraud sebelum melaksanakan investigasi sehingga fraud examiner memiliki wawasan dalam
mengumpulkan bukti dan menguji kesahihan dan kelayakan untuk menjadi barang bukti dan alat bukti apabila fraud akan
diselesaikan secara pidana.
5. Pahami unsur-unsur atau definisi fraud sebelum melaksanakan investigasi sehingga fraud examiner dapat mengumpulkan
bukti yang membuktikan unsur fraud tersebut
Pemeriksa fraud atau investigator perlu mengetahui tiga aksioma dalam pemeriksaan fraud
Suatu investigasi hanya dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam investigasi dikenal sebagai
prediction, dengan dasar ini seorang investigator mereka-reka mengenai apa, bagaimana, siapa, dan
pertanyaan lain yang diduganya relevan dengan pengungkapan kasusnya; selanjutnya ia membangun
fraud theory.
AKSIOMA DALAM INVESTIGASI
Aksioma atau postulate adalah pernyataan (proporsition) yang tidak dibuktikan atau tidak diperagakan,
dan dianggap sudah jelas dengan sendirinya. Atau klaim atau pernyataan yang dapat dianggap benar,
tanpa perlu pembuktian lebih lanjut.
Association of certified fraud examiners (ACFE) menyebut tiga aksioma dalam melakukan investigasi
atau pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma ini diistilahkan fraud axioms (aksioma fraud) yang terdiri atas:
Modus operandi atau metode dari fraud mengandung tipuan, untuk menyembunyikan sedang
berlangsungnya fraud. Hal yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi atau
berlangsung.
Contoh kasusnya yaitu perampokan di bank yang dilakukan dengan jelas, dan direksi bank atau kepala
cabang bank besar memfasilitasi pelanggannya dengan memberikan kredit bodong.
Metode untuk menyembunyikan fraud begitu banyak; pelaku fraud sangan kreatif mencari celah-celah
untuk menyembunyikan fraud, sehingga investigator yang berpengalaman pun sering terkecoh.
REVERSE PROOF / PEMBUKTIAN DUA SISI
Reverse proof secara harafiah berarti “pembuktian secara terbalik”. Atau “pembuktian fraud secara timbal-balik”
Penjelasan ACFE terhadap aksioma ini “pemeriksaan fraud didekati dari dua arah. Untuk membuktikan fraud
memang terjadi, pembuktian harus meliputi upaya untuk membuktikan bahwa fraud tidak terjadi. Dan
sebaliknya. Dalam upaya membuktikan fraud tidak terjadi, pembuktian harus meliputi upaya untuk membuktikan
bahwa fraud memang terjadi.
Pemeriksaan dilakukan dua arah karena kedua sisi dari fraud harus diperiksa. Kalau kita melihat dari dua sisi
(terjadi dan tidak terjadinya fraud) kita dapat mengantisipasi posisi lawan, sambil memperkuat posisi kita di
siding pengadilan
Aksioma ini mengajarkan fraud examiner/auditor investigative agar bekerja mendapatkan fakta atau bukti yang
dapat membuktikan tersangka melakukan fraud.
EXISTENCE OF FRAUD
Aksioma ini secara sederhana ingin mengatakan bahwa hanya pengadilan yang dapat (berhak)
menetapkan bahwa fraud memang terjadi atau tidak terjadi.
Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan mengenai apakah seseorang
bersalah (guilty) atau tidak. Bersalah atau tidaknya seseorang merupakan dugaan atau bagian dari teori
fraud, sampai pengadilan (majelis hakim) memberikan putusan atau vonis.
Fraud examiner hanya mengungkapkan fakta dan proses kejadian, beserta pihak-pihak yang terkait
dengan terjadinya kejadian tersebut berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan
Pertemuan Pendahuluan
Akuntan forensik melakukan pertemuan pendahuluan dengan calon klien (pimpinan perusahaan di
sektor swasta).
Setelah ditunjuk sebagai auditor investigative, akuntan forensik melakukan persiapan informasi
sementara yang diperolehnya. Diantaranya membuat prediction.
PREDICTION
Langkah pertama akuntan forensik dalam audit investigatifnya adalah menyusun prediction. Prediction
adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan segala hal yang terkait atau
berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan berpengalaman dengan kehati-hatian yang
memadai, kepada kesimpulan bahwa fraud telah, sedang atau akan berlangsung. Prediction adalah dasar
untuk memulai investigasi.
Seperti hipotesis yang harus diuji oleh ilmuwan, pemeriksa fraud membuat teori tentang bagaimana
fraud itu terjadi; selanjutnya disebut teori fraud. Teori ini tidak lain dari rekaan atau perkiraan yang
harus dibuktikan.
Fraud theory bertujuan untuk menjawab adanya dugaan fraud. Fraud theory dimulai dengan asumsi
atau hipotesis, berdasarkan fakta-fakta yang sudah didapat atas apa yang mungkin terjadi
Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
Dengan adanya prediction, kita dapat membangun teori fraud-nya, dan dapat mengarahkan investigasi pada
pengumpulan bukti-bukti yang diperlukan. Teori fraud bisa terbentuk ketika kita dapat menjawab 5W1H.
Pemeriksa memusatkan perhatiannya pada persesuaian keterangan. Keterangan tambahan yang masuk secara
bertahap dan dengan bermacam-macam teknik investigasi lainnya akan mengonfirmasi atau melemahkan
hipotesis yang dibuat. Apabila melemahkan hipotesis semula, pemeriksa memperbaiki hipotesisnya. Proses ini
terus berjalan sampai persidangan pengadilan, dimana bukti diharapkan dapat diubah menjadi alat bukti
Kejanggalan
penyimpangan
Prediction
Tidak STOP
memadai?
Ya
Teruskan
Investigasi hanya dilakukan apabila ada prediction yang memadai. Pada mulanya, ada sejumlah data. Data ini
bisa berasal dari laporan audit internal, temuan audit umum, atau “aduan”, “keluhan” dan “petunjuk awal”
(disingkat AKP) yang dijadikan prediction awal, ini diperkuat dengan data dan informasi dari berbagai
sumber.
AKP dievaluasi, mungkin ada informasi yang tidak konsisten atau sumber infomasi diragukan karena
pertentangan bisnis atau urusan politik.
Pada tahap awal ada sumber yang sukarela diwawancarai. Juga ada dokumen/catatan perusahaan (akuntansi,
perjanjian, akta, risalah rapat) dan sumber-sumber lain (misalnya data industri, publikasi asosiasi). Semua
sumber ini dianalisis untuk melihat keganjilan, penyimpangan atau indikasi fraud yang lebih kuat dari
prediction awal. Atau sebaliknya, semua informasi dan data baru memberi petunjuk bahwa prediction awal
keliru, dan pemeriksa tidak mempunya prediction yang memadai.
PEMERIKSAAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA
Pemeriksaan fraud dimaksudkan untuk pembuktian di pengadilan. Idealnya, pendekatakan auditing dan hukum berjalan seiring.
Audit investigasi dimaksudkan untuk mengumpulkan, menganalisis dan membuat ikhtisar bukti-bukti sebagai kelengkapan
pembuktian di pengadilan. Oleh karena itu audit investigative pada kasus fraud yang terkait dengan hukum pidana agar
diarahkan sejalan dengan pembuktian menurut KUHAP. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan
UU no 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
1. Penyelidikan
2. Penyidikan
3. Penuntutan
5. Putusan pengadilan
6. Upaya hukum