Anda di halaman 1dari 5

RESUME AKUNTANSI FORENSIK

MATERI : PENCEGAHAN, DETEKSI FRAUD, PROFILING FRAUD

Nama : Mila Ardini Fakultas : FEBI

NIM : 195221075 Mata Kuliah : Akuntansi Forensik

Program Studi : Akuntansi Syariah Dosen Pengampu : Muhrom Ali Rozai,


SE., M.E.Sy., M. Si., CRMO
Kelas : 7D

A. MENCEGAH FRAUD

Menghilangkan atau menekan need dan greed yang mengawali terjadinya fraud dilakukan sejak
menerima seseorang (recruitment process), meskipun kita tahu bahwa proses itu bukan jaminan
penuh. Ini terus ditanamkan melalui fraud awareness dan contoh-contoh yang diberikan
pemimpin perusahaan atau lembaga. Contoh yang diberikan atasan telah terbukti merupakan
unsur pencegah yang penting. Unsur by opportunity dalam ungkapan di atas biasanya ditekan
oleh pengendalian intern.

1. Internal Control
Davia et al. Mengingatkan kita untuk meyakinkan apa yang dimaksud dengan
pengendalian intern, ketika orang menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.
Mereka mencatat sedikitnya empat definisi pengendalian intern sebagai berikut.
a. Definisi 1 (sebelum September 1992) yaitu Kondisi yang diinginkan, atau merupakan
hasil, dari berbagai proses yang dilaksanakan suatu entitas untuk mencegah (prevent)
dan menimbulkan efek jera (deter) terhadap fraud.
b. Definisi 2 (sesudah September 1992), yaitu suatu proses yang dirancang untuk dan
direncanakan oleh dewan, manajemen, dan pegawai untuk memberikan kepastian
yang memadai dalam mencapaikegatan usaha yang efektif dan efisien, keandalan
keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lainnya yang
relavan. (definisi COSO)
c. Definisi 3 (AICPA 1988), yaitu untuk tujuan audit saldo laporan keuangan, struktur
pengendalian intern suatu entitas terdiri atas tiga unsur: lingkungan pengendalian,
sistem akuntansi, dan prosedur-prosedur pengendalian. (SAS No. 53)
d. Definisi 4 (khusus untuk mencegah fraud), yaitu suatu sistem dengan proses dan
prosedur yang bertujuan khusus dirancang dan silaksanakan untuk tujuan utama,
kalau bukan satu-satunya tujuan, untuk mencegah dan menghalangi (dengan membuat
jera) terjadi fraud

2. Fraud-Spesific Internal Control


Perusahaan besar berkebutuhan yang berbeda dari yang kecil. Perusahaan go public
berbeda dari yang tertutup. Terlepas dari perbedaan antar-perusahaan, dasar-dasar utama
dari desain pengendalian intern untuk mengangani fraud banyak kesamaannya. Dasar-
dasar utama inilah yang akan dibahas.
Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan
pengendalian intern pasif. Kata kunci untuk pengendalian intern aktif adalah to prevent,
mencegah. Kata kunci untuk pengendalian pasif adalah to deter, mencegah karena
konsekuensinya terlalu besar, membuat jera.
3. Pengendalian Internal Aktif
Pengendaian yang membatasi, menghalangi, atau menutup akses si caon pelaku fraud.
Sarana-sarana yang digunakan antara lain : tanda tangan; tanda tangan kaunter
(caountersigning); password atau PIN; pemisahan tugas; pengendalian aset secara fisik;
pengendalian persediaan secara real time; pagar, gembok,tembok dan semua bangunan
pengahalang fisik; pencocokan dokumen; dan formulir yang sudah dicetak nomornya.

4. Kelemahan Pengendalian Intern Aktif


a. Kelemahan manusia merupakan musuh utama pengendalian internal aktif
b. Sangat rawan invasi (ditembus) pelaku fraud
c. Biayanya mahal
d. Banyak unsur pengendalian intern aktif yang menghambat pelayanan

5. Pengendalian Intern Pasif


Pengendalian yang tidak menampakkan adanya pengamanan, namun ada peredaman yang
membuat pelanggar atau pelaku fraud akan jera. Sarana-sarana yang digunakan:
pengendalian yang khas untuk masalah yang dihadapi (customized control); jejak audit
(audit trails); audit yang fokus (focused audits); pengintaian atas kegiatan utama
(survillance of key activities); pemindahan tugas (rotation of key personel).

6. Gejala Gunung Es
Davia et al. mengelompokkan fraud dalam tiga kelompok sebagai berikut.
a. Fraud yang sudah ada tuntutan hukumnya (prosecution), tanpa memperhatikan
keputusan pengadilan.
b. Fraud yang ditemukan, tetapi belum ada tuntutan hukum.
c. Fraud yang belum ditemukan. Davia et al. memperkirakan bahwa dari fraud
universe, Kelompok I hanyalah 20%, sedangkan kelompok II dan III, masing-masing
40%. Kesimpulannya, Lebih banyak yang tidak kita ketahui daripada yang kita
ketahui tentang fraud. Hal yang lebih gawat lagi, fraud ditemukan secara kebetulan.

7. Indikator Kecurangan (Red Flags)


Red flags merupakan suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan nomal.
Red flags merupakan petunjuk atau indikasi adanya sesuatu yang tidak biasa. Standar
profesional yang digunakan dalam mendeteksi red flags :
a. IACPA’s Statement on Auditing Standard (SAS)9 No. 99
b. ISACA (Standard 030, 020, 010)
c. IIA (Internasional Standards for the Professional Practice of Internal Auditing states
in section 1210 A.20)
B. MENDETEKSI FRAUD

a. Fraudulent Financial Reporting


adalah kesengajaan atau kecerobohan dalam melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan, yang menyebabkan laporan keuangan menjadi
menyesatkan secara material. Penyebab Fraudulent Financial Reporting yaitu
keserakahan dan adanya tekanan yang dirasakan manajemen untuk menunjukkan
prestasi.

b. Standar Audit Untuk Menemukan Fraud


Auditor dalam melaukan audit harus berdasarkan standar, apabila tidak posisi auditor
menjadi lemah. Davia et al. menganjurkan adanya standar yang secara spesifik
ditujukan untuk menemukan fraud yang disebut dengan fraud-specific examination.
Pemahaman minimal yang harus diketahui/disadari oleh praktisi/auditor :

 Mereka tidak bisa, karenanya tidak boleh, memberikan jaminan bahwa mereka bias
menemukan fraud. Fraud dapat atau tidak dideteksi tergantung dari keahlian dan
jangka waktu pelaksanaan audit. Hal ini tentu saja berpengaruh kepada fee yang
dibayarkan pula.
 Seluruh pekerjaan didasarkan pada standar audit. Di Indonesia standar yang
digunakan adalah SPAP atau SPKN untuk keuangan Negara.
 Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan klien.
 Praktisi bersedia memperluas jasanya dari tahap proactive review ke tahap
pendalaman/investigative apabila ada indikasi terjadinya fraud.

C. Teknik Pemeriksaan Fraud

Ada bermacam-macam teknik audit investigative untuk mengungkap fraud, antara lain:

a. Penggunaan teknik-teknik audit yang dilakukan oleh internal maupun eksternal auditor
dalam mengaudit laporan keuangan.
b. Pemanfaatan teknik audit investigative dalam kejahatan terorganisir dan penyelundupan
pajak penghasilan, yang juga dapat diterapkan terhadap data kekayaan pejabat Negara
c. Penelusuran jejak-jejak uang
d. Penerapan analisis dalam bidang hukum
e. Penggunaan teknik audit investigative untuk mengungkap fraud pengadaan barang
f. Penggunaan computer forensic
g. Penggunaan teknik interogasi
h. Penggunaan teknik penyamaran
i. Pemanfaatan whistleblower

Selain itu fraud dapat dideteksi melaui :


1. Finansial Statement Fraud
Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui
analisis laporan keuangan sebgaai berikut :
a. Analisis vertikal : menganalisis antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca,
laporan arus kas dengan menggambarkan dam presentase.
b. Analisis horizontal : menganaisis presentase perubahan item laporan keuangan
selama beberapa periode laporan.
c. Analisis rasio : alat untu mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam
laporan keuangan.
2. Aset Missaporation
a. Analytical review
Review atas akun yan mungkin menunujukkan ketidakbiasaan atau kegiatan-
kegiatan yang tidak diharapkan
b. Statistical sampling
Persediaan dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling untuk
menentukan ketidakbiasaan.
c. Vendor
Komplain/keluhan dari komsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat
deteksi yang baik untuk mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih
lanjut.

D. PROFILING FRAUD
Profiling merupakan upaya untuk mengidentifikasi profil, dalam bahasa Inggris disebut
profiling. Profiling dalam memberantas kejahatan bukanlah upaya yang baru.

a. Profiling dalam Kejahatan Terorganisasi


Dalam masyarakat dengan beraneka ragam etnis seperti di Amerika Serikat, profiling
dilakukan dari segi budaya atau kebiasaan etnis yang bersangkutan. Setelah
membahas latar belakang berbagai kejahatan terorganisasi, Manning kemudian
membahas beberapa ciri penjahat dari etnis Asia.

Menurut Manning :
1. Mereka menyepelekan dan tidak menganggap penegak hukum sebagai abdi
masyarakat.
2. Mereka menciptakan "mata uang bawah tanah" (underground currency) dengan
mempertukarkan komoditas.
3. Mereka menyelenggarakan "perkumpulan simpan pinjam" yang sangat informal.
4. Kebanyakan orang Asia yakin bahwa setiap pejabat mempunyai harga, setiap
pejabat dapat dibeli. Suap sangat biasa di Asia. Merupakan way of life yang
mereka anggap sekedar pajak tambahan.

Peringatan dari Manning ini mengingatkan penulis pada beberapa kebijakan KPK
yang merupakan kewajiban bagi pimpinan KPK, yakni:

 Memberitahukan kepada Pimpinan lain mengenai pertemuan dengan pihak lain.

 Menolak dibayari makan, biaya akomodasi dan bentuk kesenangan lain oleh siapapun.

 Membatasi pertemuan di ruang publik

 Memberitahukan kepada Pimpinan lain mengenai keluarga, kawan dan pihak lain yang
secara intensif masih berkomunikasi.

b. Profiling Korban Fraud


Profiling terhadap pelaku kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan menangkap
pelaku, sedangkan profiling terhadap korban dimaksudkan untuk memudahkan target
penyebaran informasi.
c. Profiling terhadap Perbuatan
upaya untuk mengelompokkan perbuatan fraud berdasarkan tipe atau jenis disebut
tipologi fraud. Berbagai lembaga besar seperti Bank Indonesia, Dirjen Pajak, PPATK
mengumpulkan tipologi fraud yang ada di wilayahnya, untuk mengantisipasi jenis
fraud yang muncul daam wilayah lembaga tersebut. Direktorat Jenderal Pajak
mengkompilasi tipologi kejahatan perpajakan. Bank Indonesia melakukan hal yang
sama untuk kejahatan perbankan. PPATK melakukannya untuk kasus-kasus
pencurian uang. Dengan mengumpulkan tipologi fraud lembaga-lembaga ini,
misalnya, dapat mengantisipasi jenis fraud yang memanfaatkan perusahaan di Negara
surga pajak (tax heaven countries). Atau komisaris bank yang aktif menjalankan
usahanya, atau pemegang saham tidak tercatat sebagai pemegang saham, atau
pegawai rendahan yang menjadi pemegang saham boneka.

Anda mungkin juga menyukai