Anda di halaman 1dari 17

AKUNTANSI FORENSIK

Disampaikan tugas untuk makalah Audit Investigatif

Disusun Oleh:

1. Patricia Gladys 14.05.52.0040


2. Ayu Wulandari 14.05.52.0060
3. Dewi Yuliana 14.05.52.0061
4. Ribka Cahya W. 14.05.52.0116
5. Wiwik Nur Hidayah 14.05.52.0128
6. Temon Rofail 14.05.52.0141

Dosen pengampu:

Jaeni,SE,M.Si, Akt

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

Universitas Stikubank (Unisbank)

Semarang 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Dalam perkembangannya Akuntansi Forensik Indonesia sekarang ini
hanya sedikit di minati di bandingkan dengan bagian cabang akuntansi yang
lainnya seperti akuntansi biaya, akuntansi keuangan, akuntansi auditing dan
sebagainya dan perkembangannya pun lebih sedikit terlambat di bandingkan
dengan bagian ilmu akuntansi yang lainnya.
Di Indonesia perkembangan ilmu ini masih jauh dari harapan, dari sekian
banyak Kantor Akuntan Publik ( KAP ) Hanya sebagian Kecil saja yang
menawarkan Jasa ini, alasannya apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih
minim, secara ilmu ekonomi belum ada pasarnya. Apalagi standar
operasional dan ujian sertifikasi, konon belum begitu memadai, sangat jauh bila
dibandingkn dengan negara tetangga Australia yang sedang menyusun Standar
Akuntansi Forensik. Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang
baku, namun belum serinci Standar Akuntansi Keuangan ( SAK ).
Perkembangan akuntansi forensik memang sedikit terlambat bila
dibanding ranah akuntansi lainnya - akuntansi keuangan, audit, audit internal,
dan sebagainya. Padahal di Amerika, ilmu ini sudah ada sejak kasus Al Capone
terungkap pada 1931 silam oleh seorang akuntan forensik, Frank J. Wilson.
Namun, organisasi profesinya baru terbentuk beberapa dekade
belakangan.Association of Certified Fraud Examiners baru terbentuk pada
1988. Kampusnya, American College of Forensic Examiners juga baru berdiri
pada 1992.
Di Indonesia perkembangan ilmu ini masih jauh dari harapan, dari sekian
banyak Kantor Akuntan Publik (KAP) hanya sebagian kecil saja yang
menawarkan jasa ini, alasannya apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih
minim, secara ilmu ekonomi belum ada pasarnya. Apalagi standar
operasional dan ujian sertifikasi, konon belum begitu memadai, sangat jauh bila
dibandingkan dengan negara tetangga Australia yang sedang menyusun Standar
Akuntansi Forensik. Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang
baku, namun belum serinci Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Belum adanya standar yang memadai, persoalan tambahan yang membuat
ilmu ini kurang begitu populer adalah penguasaan ilmu yang cukup luas. Selain
akuntansi dan audit, akuntan forensik juga harus menguasai bidang yang
berkaitan dengan kejahatan keuangan (money laundering), hukum, psikologi,
sosiologi, antropologi, viktimologi, kriminologi, dan lain-lain. Akuntan
forensik harus memiliki kemampuan multitalenta.
Kedepan, beberapa kalangan meramalkan perkembangan profesi ini akan
lebih pesat. Selain makin banyak kantor bisnis dari negara asing yang masuk ke
Indonesia., juga makin tingginya kesadaran perusahaan untuk melindungi asset
mereka dari pola-pola tindakan kecurangan.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan akuntansi forensic?
2. Apa yang dimaksud dengan sengketa?
3. Bagaimana praktik akuntansi forensic di Indonesia?
4. Apa saja model akuntansi forensic?
5. Apa yang dimaksud dengan segitiga audit forensic?
6. Apa yang dimaksu dengan Fosa dan Cosa?
7. Bagaimana sistematik fosa dan cosa?
BAB II
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 AKUNTANSI FORENSIK


Menurut Merriam Websters Collegiate Dictionary (edisi ke-10): forensik
dalam bidang akuntansi diartikan sebagai penerapan disiplin akuntansi pada
masalah hukum.
Sengketa antara PT. Telkom dan PT. Aria West International (AWI) melalui
proses yang berat dan panjang (hampir dua tahun) akhirnya diselesaikan melalui
akuisisi AWI oleh PT. Telkom dalam bulan agustus 2003. Dalam sengketa ini,
AWI menggunakana PricewaterhouseCoopers sebagai akuntan forensiknya, dan
penyelesaian sengketa dilakukan diluar pengadilan. Dari kasus itu dapat
disimpulkan bahwa audit forensic ialah penerapan disiplin akuntansi dalam arti
luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum didalam
maupun di luar pengadilan.
Akuntansi forensic dapat diterapkan disektor publik maupun sektor privat
(perorangan, perusahaan swasta, yayasan swasta, dan lain-lain).
Sedangkan menurut D. Larry Crumbey mengemukakan bahwa secara
sederhana akuntansi forensik dapat dikatakan sebagai akuntansi yang akurat
untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji dalam kancah perseteruan
selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial, atau tinjauan
administratif. Definisi dari Crumbey menekankan bahwa ukuran dari akuntansi
forensik adalah ketentuan hukum dan perundang-undangan, berbeda dari
akuntansi yang sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting
Principles). Ukurannnya bukan GAAP, melainkan apa yang menurut hukum atau
ketentuan perundang-undangan adalah akurat.
Crumbley dengan tepat melihat potensi untuk perseteruan di antara pihak-
pihak yang bersengketa kepentingan. Demi keadilan, harus ada akuntansi yang
akurat untuk proses hukum yang bersifat adversarial, atau proses hukum yang
mengandung perseteruan.
Tugas akuntansi forensik adalah memberikan pendapat hukum dalam
pengadilan (litigation). Disamping tugas akuntan forensik untuk memberikan
pendapat hukum dalam pengadilan (litigation) ada juga peran akuntan forensik
dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation) misalnya dalam
membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa,
perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan /
pelanggaran kontrak.

Akuntansi forensik dilaksanakan oleh berbagai lembaga seperti badan


pemeriksa keuangan (BPK), komisi pemberantasan korupsi (KPK), pusat
pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK), badan pengawasan
keuangan dan pembangunan (BPKP), bank dunia(untuk proyek pinjamanya), dan
kantor-kantor akuntan publik (KAP) di indonesia.

2.2 AKUNTAN FORENSIK DI PENGADILAN


Penggunaan akuntansi forensic sebagai ahli di pengadilan, khususnya di
pengadilan tindak pidana korupsi, tantangan dan peluang untuk memperbaikinya.
Di Indonesia, pengguna akuntan forensic dapat digunakan di sektor publik
maupun privat karena jumlah perkara yang lebih banyak di sektor publik. Akan
tetapi, ada juga alasan lain, yakni kecenderungan untuk menyelesaikan sengketa
sektor privat diluar pengadilan.
Disektor publik, para penuntut umum (kejaksaan dan KPK) menggunakan
ahli dari BPK, BPKP, dan Inspektorat Jendral dari Departemen yang
bersangkutan. Dilain pihak, terdakwa dan tim pembelanya menggunakan ahli
dari kantor akuntan publik, kebanyakan ahli ini sebelumnya praktik di BPKP.
Akuntan forensik dapat digunakan di sektor publik ataupun privat. Di Indonesia,
penggunaan akuntan forensik di sektor publik lebih menonjol dari sektor privat karena
jumlah perkara yang lebih banyak di sektor publik. Di sektor publik, para penuntut
umum ( dari kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi) menggunakan ahli dari
BPK, BPKP, dan inspektorat Jenderal dari Departemen yang bersangkutan. Di lain
pihak, terdakwa dan tim pembelanya menggunakan ahli dari kantor-kantor akuntan
publik, kebanyakan ahli ini sebelumnya berpraktik di BPKP. Pengertian ahli menurut
KUHAP terkait dengan seseorang, perorangan atau individu, sedangkan menurut
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan RI. Pasal
11 huruf c dari undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut:
1. ......karena sifat pekerjaannya
2. ......pemerintah pusat atau pemerintah daerah; dan/atau
3. Keterangan Ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah.
Pihak yang memberikan keterangan ahli adalah BPK, bukan pribadi (anggota,
karyawan, auditor dan seterusnya). Ini berbeda dengan Ahli menurut KUHAP (kitab UU
Hukum Acara Pidana) yang dikutip pada pernyataan di atas. Adapun perbandingan Ahli
dan Pemberian Keterangan Ahli selaku pribadi (seperti dalam KUHAP) dan selaku
lembaga (dalam hal ini BPK).

Perbedaan ahli selaku pribadi dan lembaga


No Pribadi (KUHP) Lembaga (BPK)
.
1 Kompetensi Ahli meminta keterangan Ahli memberikan
ahli yang diminta instansi yang keterangan tentang kerugian
berwenang, sesuai ahli yang Negara yang merupakan
melekat pada pribadinya kompetensi BPK; bukan
kopetensi pribadi, sehingga
tidak melekat pada pribadi
pemegang jabatan anggota
BPK atau pemeriksa BPK
2 Substansi Ahli memberikan keterangan Ahli memberikan
keterangan tentang substansi yang keterangan tentang kerugian
ahli menjadikan kepakarannya, Negara/daerah karena
penguasaan pengetahuan pelaksanaan tugas
secara pribadi, dan konstitusional BPK.
pengembangan Pendapat yang diberikannya
pengetahuannya. Pendapat merupan pendapat BPK.
yang diberikannya
merupakan pendapat pribadi.

3 Pengelolaan Informasi yang dipaparkan Informasi tentang kerugian


informasi ahli di hadapan penyidik Negara/daerah dipaparkan
maupun siding pengadilan dihadapan penyidik maupun
diolahnya secara pribadi sidang pengadilan diolah
dengan pengetahuan dan secara kelembagaan.
pengalaman yang dimilikinya
Informasi ini tidak dimiliki
secara pribadi. sebelumnya, sehingga
diperoleh melalui
pemeriksaan investigasi.
4 Kepemilikan Keterangan yang diberikan Keterangan yang diberikan
atas ahli merupakan milik merupan milik BPK
keterangan pribadinya sebagai lembaga negara
ahli
5 Kebebasan Ahli memiliki kebebasan Ahli merupakn personifikasi
memberikan pribadi dalam memberikan BPK. Ai tidak memiliki
pendapat pendapat yang berkaitan kebebasan pribadi dalam
dengan keahliannya.memberikan keterangan. Ia
Pendapat yangsenantiasa berkoordinasi
diterangkannya adalah hasildengan pimpinan karena
pemikiranya yang diterangkannya adalah
hasil pemeriksaan BPK.
6 Batas Ahli memberikan keterangan Ahli memberikan
sesuai dengan kepakaran keterangan sesuai dengan
yang dimilikinya. Ia hanya hasil pemeriksaan BPK.
dibatasi oleh kedalam
pengetahuan dan
pengalamannya.

2.3 SENGKETA
Sengketa bisa terjadi karena satu pihak merasa haknya dikurangi,
dihilangkan atau dirampas oleh pihak lain. Hak yang dikurangi atau dihilangkan
ini bisa berupa:
1. Uang atau aset lain, baik aset berwujud maupun tak berwujud yang dapat
diukur dengan uang
2. Reputasi, misalnya tercemarnya nama baik apakah itu nama pribadi, keluarga
atau nama perusahaan
3. Peluang bisnis, misalnya tidak bisa ikut dalam proses tender dengan alasan
yang terkesan diskriminatif
4. Gaya hidup, misalnya ditolak memasuki klub atau kawasan yang dinyatakan
eksklusif
5. Hak-hak lain yang berkaitan dengan transaksi bisnis.

Pemicu sengketa yaitu perbedaan penafsiran mengenai sesuatu yang sudah


diatur dalam perjanjian atau mengenai sesuatu yang memang belum diatur.
Dalam sengketa, masing masing pihak merasa ia yang benar sepenuhnya.
Faktor faktor yang menentukan berhasil atau gagalnya penyelesaian
sengketa oleh pihak pihak yang bersengketa adalah sebagai berikut:
1. Berapa besar konsekuensi keuangan pada pihak yang bersengketa.
Konsekuensi ini bukan saja jumlah yang disengketakan, tetapi juga biaya
yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan sengketa, dan perkiraan
mengenai berapa lama sengketa ini akan terselesaikan. Masing-masing pihak
mempunyai persepsi tentang kemampuan mereka menanggung konsekuensi
keuangan ini. Ada pihak yang merasa beruntung kalau waktu penyelesaian
diperkirakan akan panjang. Pihak ini berusaha untuk mengulur-ulur waktu
dengan bermacam-macam taktik.
2. Seberapa jauh pertikaian, rasa iri atau dendam terjadi diantara pihak-pihak.
Kadang-kadang uang yang disengketakan (sekalipun jumlahnya besar) bukan
persoalan bagi mereka. Keinginan untuk memenangkan sengketa, lebih
penting.
3. Apakah penyelesaian sengketa ini akan berdampak dalam penyelesaian kasus
serupa? Misalnya, perusahaan yang bersengketa dengan seorang pegawainya
akan khawatir kalau ia kalah dalam sengketa ini, karena dalam waktu dekat
ada kasus yang sama yang harus segera diselesaikan.
4. Seberapa besar dampak dari publisitas negatif yang ditimbulkan. Suatu kantor
akuntan publik (KAP) mempunyai kebijakan untuk tidak menuntut klienya
meskipun KAP itu percaya bahwa pengadilan akan memenangkannya. KAP
itu khawatir bahwa publisitas negatif akan memengaruhi reputasinya dalam
hubungan dengan kliennya atau calon kliennya.
5. Seberapa besar beban emosional yang harus ditanggung. Beban emosional
dapat tercermin dalam berbagai hal, seperti dikucilkan dati masyarakatnya
(kelompok bisnis atau profesional yang merupakan bagian dari habitat-nya).
Baginya, kemenangan atas sengketa ini merupakan prinsip. Beban emosional
bisa juga tercermin dalam simbol atau lambang. Kemenangan dalam sengketa
tertentu mempunyai makna atau simbol yang mendalam baginya. Sengketa
mengenai rumah tua peninggalan orang uta bagi seseorang bisa merupakan
simbol kehormatan dan kesetiaannya kepada leluhurnya.
Sebaliknya, juga ada faktor-faktor yang memudahkan penyelesaian
sengketa antara pihak-pihak, misalnya pandangan dan nilai-nilai hidup. Pihak
yang dirugikan mengikhlaskan penyelesaian sengketanya kepada pihak
lawannya, karena nilai-nilai hidupnya jauh lebih mulia baginya dibandingkan
dengan kerugian materi yang akan dideritanya. Hal semacam ini jarang dan
tidak banyak dipraktikan dalam dunia bisnis, akan tetapi hal semacam ini
masih ada di sana-sini. Sengketa bisa diselesaikan melalui arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa, sedangkan untuk dua pihak lainnya dapat
menyelesaikan dengan cara litigasi.

2.4 AKUNTANSI ATAU AUDIT FORENSIK


Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan persoalan hukum,
maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (bukan audit) forensik. Sekarang
pun kadar akuntansinya masih terlihat, misalnya dalam perhitungan ganti rugi
dalam konteks keuangan negara.
Ada yang menggunakn istilah audit forensik untuk kegiatan audit
investigatif. Dalam rangka sertifikasi, istilah yang digunakan adalah auditor
forensik dan bukan akuntan forensik.

2.5 PRAKTIK AKUNTANSI FORENSIK DI INDONESIA


Bulan Oktober 1997, Indonesia telah menjajaki kemungkinan untuk
meminjam dana dari IMF dan Worl Bank untuk menangani krisis keuangan
yang semakin parah. Sebagai syarat pemberian bantuan, IMF dan World
Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Die Diligence Process
(ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan
Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sample Bank
Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakukan overstatement
asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%33%.
Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada
likuidasi 16 bank swasta. Likuidasai tersebut kemudian diingat menjaddi
langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran
dana (rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya
kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADDP tersebut tidak lain
adalah penerpan akuntansi forensik atau audit investigasi.

Beberapa negara asia, termasuk indonesia, mengalami krisis keuangan di


tahun 1997. Krisis keuangan pada tahun 1997 terus memburuk dan berdampak
pada pemerintahan Presiden Soeharto yang berakhir di bulan Mei 1998.Oktober
1997.
Dalam bulan oktober 1997, The Asian Wall Street Journal untuk
memberitakan bahwa kemungkinan Pemerintah Indonesia meminta bantuan
IMF. Permintaan bantuan kepada IMF dan World Bank diikuti dengan resep
resep penyehatan perbankan Indonesia yang merupakan awal dikenalnya ADDP
(Agreed-upon Due Diligence Prosce).
Pada awalnya ADDP dikerjakan oleh akuntan asing.Temuan awal ADDP
ini menimbulkan dampak kejutan dalam dunia bisnis.Sampel ADDP
menunjukan perbankan melakukan overstatement disisi aset dan understatement
disisi kewajiban.
Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilan
Pricewaterhouse Cooper (PwC) sebuah kantor akuntan besar dunia (The Big
Four) dalam membongkar kasus Bank Bali. PwC dengan softwere khususnya
mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperti diagram cahaya
yang mencuat dari matahari (sunburts). Kemudian PwC meringkasnya menjadi
arus dana dari orang-orang tertentu. Sayang ini keberhasilan ini tidak diikuti
dengan keberhasilan sistem pengadilan.
Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money
atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang
kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam
kasus ini.
Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian
Waworuntu terlibat dalam penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan
menggunakan metode follow the money yang mirip dengan metode PwC dalam
kasus Bank Bali dalam kasus lain dengan metode yang sama PPTK juga
berhasil mengungkapkan beberapa transaksi ganjil 15 Pejabat Kepolisian
Kita yang memiliki saldo rekening Milyaran rupiah padahal penghasilan
mereka tidak sampai menghasilkan angka fantastis tersebut.
2.6 BEBERAPA MODEL AKUNTANSI FORENSIC
Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang paling
sederhana antara akuntansi dan hukum. Contoh penggunaan akuntan forensik
dalam pembagian harta gono gini. Di sini terlihat unsur akuntansinya, unsur
menghitung besarnya harta yang akan diterima pihak mantan suami dan mantan
istri . Segi hukumnya dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan,
secara litigasi atau non litigasi. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:
(diagram akuntansi forensik ).

AKUNTANSI
HUKUM
Dalam kasus yang lebih pelik ada satu bidang tambahan (disamping akuntansi
dan hukum).Bidang itu ialah auditing. Dalam suatu auditing untuk mendeteksi
kecurangan, si auditor secara priodik berupaya melihat kelemahan dalam sistem
pengendalian intern, terutama yang berkenaan dengan perlindungan aset, yang
rawan akan terjadinya kecurangan (lihat diagram dibawah ini).

Selanjutnya diagram yang menggambarkan dua bagian dari suatu fraud audit,
yang bersifat proaktif dan investigative. Audit investigative dimulai pada bagian
kedua dari audit fraud yang bersifat reaktif, yakni sesudah ditemukannya indikasi
awal adanya fraud.Audit investigasi merupakan bagian dan titik awal dari
akuntansi forensic. (lihat diagram dibawah ini).
Dalam suatu audit secara umum maupun audit yang khusus untuk mendeteksi
fraud (kecurangan), si auditor internal maupun eksternal secara proaktif berupaya
melihat kelemahan-kelemahan dalam sistem pengendalian intern, terutama yang
berkenaan dengan perlindungan terhadap aset, yang rawan akan terjadinya
kecurangan. Ini adalah bagian dari keahlian yang harus dimiliki oleh seorang
auditor. Sama seperti seorang ahli sekuriti memeriksa instalasi keamanan di
perusahaan minyak atau di perhotelan, dan memberi laporan mengenai titik
lemah dari segi keamanan dan pengamanan perusahaan minyak atau hotel
tersebut. Kalau dari suatu audit umum diperoleh temuan audit, atau ada tuduhan
(allegation) dari pihak lain, atau ada keluhan (complaint), auditor bersikap
reaktif. Ia menanggapi temuan, tuduhan atau keluhan tersebut. Contoh:
temuan audit menunjukkan kepala bagian pengadaan berulang kali meminta kasir
membayar pemasok A yang tagihannya belum jatuh tempo, padahal pemasok
lain yang tagihannya melewati tanggal jatuh tempo tidak diminyakan
pembayaranya. Pemasok yang dirugikan menuduh kepala bagian pengadaan itu
berkolusi dengan pemasok A, sejak dalam proses tender dimulai. Pemakai barang
yang dibeli mengeluh bahwa barang yang dipasok A mutunya jauh dibawah
spesifikasi yang disetujui. Dalam contoh tersebut, temuan audit, tuduhan dan
keluhan kebetulan untuk hal yang sama atau terkait. Akan tetapi temuan audit,
tuduhan dan keluhan bisa juga mengenai hal-hal yang tidak berkaitan, tetapi
mengarah kepada petunjuk adanya fraud. Auditor bereaksi terhadap temuan
audit, tuduhan dan keluhan serta mendalaminya dengan melaksanakan audit
investigatif. Audit investigatif dimulai pada bagian kedua dari audit fraud yang
bersifa reaktif, yakni sesudah ditemukannya indikasi awal adanya kecurangan.
Audit investigatif merupakan bagian dan titk awal dari akuntansi forensik.
Jenis Penugasan AkuntansiForensik
Faud Audit
Proaktif Investigatif

AKUNTANSI
Risk Assesmen Temuan Audit Temuan

HUKUM
Sumber Informai
Tuduhan Audit
Keluhan Tip

Output Identifikasi fraud Indikasi awal Bukti


adanya fraud ada/tidaknya
pelanggaran

Selanjutnya bagian berikut dikembangkan lebih lanjut dengan memasukkan


unsur tindak pidana (lihat diagram dibawah ini).
Jenis Akuntansi Forensik
Penugas Fraud Audit
an Proaktif Investigas
i
Sumber Risk Tuduh Temuan
Informas Assessme an Audit
i nt Keluha
n
Temua
n
Audit
Output Indikasi Indika Bukti Besarnya Menca Mencari Berkas Memeriks Keyakina Alasa
potensi si awal ada/tidakn kerugian ri bukti perkara a alat n n
kecurang adanya ya keuangan keteran bukti berdasark pembu
an fraud pelanggar Negara gan an alat ktian
an dan bukti penera
barag pan
bukti huku
m
Novu
m
Hitungan Penyeli Penyidik Penunutut Pemeriksa Putusan Upaya
dikan an an an pengadila huku
disidang n m
Seperti dijelaskan di muka bahwa berbagai ketentuan perundang-undangan,
seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum administrative dan arbitrase serta
alternative penyelesaian sengketa dapat dilihat dibawah ini.

Akunsi Forensik
Jenis
Penugasan Fraud Audit
Proaktif Invstigatif
Temuan Hukum:
Audit Temuan Pidana
Sumber Risk
Assesmen
Tuduhan Audit Akuntansi Perdata
Informasi Keluhan Administrative
kerugian Arbitrase dan alterative
Tip
Indikasi penyelesaian sengketa
Bukti
Identifikasi awal
Output fraud adanya
ada/tidaknya
pelanggaran
fraud

Selanjutnya bidang hukum yang lebih luas lagi dengan konvensi dan traktat
Internasional yang meliputi ekstradisi dan mutual legal assistance (MLA) (lihat
diagram dibawah ini).

Akunsi Forensik
Jenis
Penugasan Fraud Audit
Proaktif Invstigatif
Temuan Hukum:
Audit Temuan Pidana
Sumber Risk Perdata
Assesmen
Tuduhan Audit Akuntansi Administrative
Informasi Keluhan kerugian Arbitrase dan alterative
Tip penyelesaian sengketa
Indikasi Ekstradisi dan MLA
Bukti
Identifikasi awal
Output fraud adanya
ada/tidaknya
pelanggaran
fraud

2.7 SEGITIGA AKUNTANSI FORENSIK


Konsep yang digunakan dalam segitiga akuntansi forensik adalah konsep
hukum yang paling penting dalam menetapkan ada atau tidaknya
kerugian.Disektor publik maupun privat, akuntansi forensik berurusan dengan
kerugian.Di sektor publik ada kerugian negara dan kerugian keuangan
negara.Di sektor privat juga ada kerugian yang timbul karena cidera janji dalam
suatu perikatan. Kerugian adalah titik pertama dalam segitiga akuntansi
forensik.
Titik kedua adalah perbuatan melawan hukum. Tanpa perbuatan
melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk menggant kerugian.Titik
ketiga adalah adanya keterkaitan antara kerugian dan perbuatan melawan
hukum atau ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan
hukum.
Perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas adalah ranahnya
para ahli dan praktisi hukum.Perhitungan besarnya kerugian adalah ranahnya
para akuntan forensik. Dalam mengumpulkan bukti untuk menetapkan adanya
hubungan kausalitas, akuntan forensik dapat membantu ahli dan praktisi hukum

2.8 FOSA DAN COSA


Fraud audit terdiri dari dua komponen, yaitu:
1. Proactive fraud audit, yang berada di luar payung akuntansi forensic
2. Investigative audit, bagian dari akuntansi forensic
Berbagai istilah dipakai untuk fraud audit yang proaktif, ada yang
menggunakan kajian sistem yang bertujuan mengidentifikasikan potensi-potensi atau
resiko terjadinya fraud. Dalam teknologi informasi, kajian atas sitem untuk
mengetahui kelemahan dalam sistem itu disebut system audit, dengan penjelasan
mengenai orientasi atau tujuannya yakni mengidentifikasikan resiko terjadinya fraud
dengan istilah atas usulan penulis yaitu fraud-oriented systems audit (FOSA).
Kalau fokus dalam kajian ini adalah korupsi, penulis mengusulkan istilah corruption-
oriented systems audit (COSA). Jadi, FOSA digunakan untuk kajian sistem yang
bertujuan untuk mengidentifikasi potensi fraud secara umum dan COSA digunakan
untuk kajian sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi korupsi secara
spesifik.

2.9 SISTEMATIKA FOSA DAN COSA


Langkah pertama adalah mengumpulkan materi untuk menilai adanya
potensi atau resiko fraud dalam system dari entitas yang dikaji. Perlatan FOSA
yang dapat dipergunakan :
1. Memahami entitas dengan baik,
2. Wawancara, bukan introgasi
3. Kuesioner, ditindak lanjuti dengan substansiasi
4. Observasi lapangan
5. Sampling dan timing
6. Titik lemah dalam sistem pengadaan barang dan jasa
7. Profiling
8. Analisis data

Potensi fraud dalam sistem dari entitas yang bersangkutan dapat dilihat
pada:

1. Kelemahan sistem dan kepatuhan


2. Entitas sering kali menyajikan pihak pihak yang disebutnya stakeholders
FOSA mendapatkan informasi melalui berbagai sumber :
1. Entitas yang bersangkutan seharusnya merupakan sumber penting
2. Pressure group seperti media dan Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan
sumber informasi penting
3. Whistleblowers merupakan sumber yang memberikan warna lain dalam
pengumpulan materi untuk mengidentifikasikan potensi dan resiko fraud
4. Masyarakat sering kali berani melaporkan ketidakberesan dalam suatu
entitas
5. Google atau search engine lainnya

Langkah kedua dalam FOSA adalah menganalisis dan menyimpulkan


berbagai informasi yang diperoleh dalam langkah pertama. Pelaksana FOSA
mnggabungkan berbagai analisis tentang potensi atau resiko fraud yang satu
sama lain mungkin tidak sejalan, dan ada kesenjangan.
Langkah ketiga dalam FOSA adalah menilai risikoatau potensi fraud
BAB III
PENUTUP
Mengapa perlu Akuntansi Forensik

Kasus korupsi di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Tingkat korupsi
yagn masih tinggi juga menjadi pendorong yang kuat untuk berkembangnya
praktik akuntansi forensik di Indonesia
Fraud terjadi karena corporate governance yang rendah, lemahnya
enforcement, standar akuntansi dan lain-lain konsistem dengan tingat korupsi
dan kelemahan dalam penyelenggaraan negara.

Daftar pustaka
Tuanakotta, Theodorus M. akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Seri
Departemen Akuntansi FEUI
http://meandmybubble.blogspot.co.id/2015/09/audit-forensik_20.html

Anda mungkin juga menyukai