By Ni Kadek Ayu Mega Adiyani, S.Pd Friday, January 15, 2021 Add Comment
Sebagai subjek pajak, badan atau perusahaan memiliki kewajiban untuk membayar pajak
sejak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Kewajiban tersebut akan berakhir
ketika badan atau perusahaan dibubarkan dan tidak lagi berkedudukan di Indonesia.
Dalam perhitungan PPh badan, salah satu poin yang harus diperhatikan adalah jumlah
peredaran bruto atau omzetnya.
Baca Juga
Mulai Tahun Pajak 2020 besarnya tarif Pajak Penghasilan Badan berdasarkan Pasal 4
dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2020 Tanggal 31 Maret 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan
Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan
Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan. Pemerintah menerbitkan
aturan teknis untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) badan menggunakan tarif baru
yang lebih rendah, yakni 22% untuk Wajib Pajak badan biasa dan 19% bagi Wajib Pajak
badan masuk bursa.
Perhitungan PPh
Untuk menghitung berapa besarnya kewajiban pajak penghasilan yang dimiliki
perusahaan, pemerintah memberikan regulasi yang menyebutkan bahwa perhitungan
pajak penghasilan satu perusahaan, harus memperhatikan peredaran usaha bruto tahun
pajak sebelumnya.
Regulasi ini sendiri berlaku sejak 1 Juli 2013 untuk perhitungan pajak penghasilan PPH
Badan bagi wajib pajak badan yang penghasilannya termasuk dalam kriteria objek pajak
non final. Nantinya, perhitungan akan didasarkan pada dua jenis kondisi, yakni omzet
tahun sebelumnya di bawah angka Rp4,8M dan yang di atas Rp4,8M.
Setidaknya hal ini juga berpijak pada tiga regulasi lain yang juga menyinggung mengenai
perhitungan pajak penghasilan. Ketiga regulasi tersebut adalah Pasal 17 dan 31E
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
yang Memiliki peredaran bruto Tertentu dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018
tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki peredaran bruto Tertentu.
Berikut ini adalah contoh perhitungan PPh badan berdasarkan kategori peredaran bruto.
a. Perhitungan PPh Badan dengan Peredaran Bruto sampai dengan Rp. 4,8 Milyar apabila
Peredaran Bruto Pada Tahun Pajak sebelumnya sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00
PT. Dewata adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang
perdagangan alat pertanian. Peredaran Bruto PT. Dewata dalam Tahun Pajak 2019
sebesar Rp 3.152.345.000,00 .
Peredaran Bruto PT. Dewata dalam Tahun Pajak 2020 sebesar Rp 3.876.860.000,00
dengan perincian sebagai berikut :
Sehingga Pajak Penghasilan yang harus disetor oleh PT. Dewata untuk Tahun Pajak
2020 sebagai berikut :
PPh Pasal 4 ayat 2 (berdasarkan PP 23 Tahun 2018) disetorkan setiap bulan paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411128-420.
Jika PT. Dewata baru memulai usaha dan masih menunjukkan rugi atau belum ada
omzet, maka wajib pajak dapat memilih untuk tidak dipungut pajak. Tapi syaratnya
menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
b. Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Sampai Dengan Rp 4,8 Miliar
apabila Peredaran Bruto PadaTahun sebelumnya lebih dari Rp 4,8 Miliar
PT. Angkasa adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang Industri
Pupuk. Peredaran Bruto PT. Angkasa dalam Tahun Pajak 2019 sebesar Rp
5.347.142.000. Peredaran Bruto PT. Angkasa dalam Tahun Pajak 2020 sebesar Rp
4.565.876.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.421.326.000.
Penghitungan Pajak Penghasilan Badan terutang :
Karena Peredaran Bruto PT. Angkasa dalam Tahun Pajak 2019 sebesar Rp
5.347.142.000 atau melebihi Rp.4.800.000.000, maka Perhitungan PPh Badan dihitung
dengan tarif:
1. Tarif PPh Badan adalah sebesar 22 % (dua puluh dua persen). Sesuai Pasal 4
dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2020 Tanggal 31 Maret 2020 Tentang Kebijakan Keuangan
Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman
Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem
Keuangan.
2. Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif Pajak penghasilan dengan mendapatkan
fasilitas pengurangan 50% yang dihitung dari Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp. 421.326.000. Berdasarkan 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Pajak Penghasilan.
Sehingga perhitungan Pajak Penghasilan terutang yang mendapat fasilitas adalah:
22 % x 50 % x 421.326.000 = 46.345.860
Catatan :
Untuk perhitungan Pajak Penghasilan Badan, Penghasilan Kena Pajak dibulatkan dalam
ribuan kebawah.
Contoh perhitungan PT. Angkasa adalah perhitungan pajak untuk tahun 2020, dimana
telah menggunakan tarif terbaru sebesar 22%. Untuk perhitungan pajak sebelum Tahun
2020 maka tarif yang digunakan sebesar 25%.
Sejak Tanggal 1 Juli 2013 perhitungan Pajak Penghasilan PPh Badan bagi Wajib Pajak
Badan yang mempunyai penghasilan yang termasuk kriteria objek pajak non final
berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan dihitung dengan memperhatikan besarnya Peredaran Usaha Bruto Tahun
Pajak sebelumnya.
Apabila sudah diketahui berapa besarnya Peredaran Usaha Bruto Tahun Pajak
sebelumnya baru dilakukan perhitungan Pajak Penghasilan sebagai berikut :
1. berdasarkan Pasal 17 dan 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
Pajak Penghasilan atau;
2. berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang PPh Atas
Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu.(1 Juli 2013 sampai dengan 30 Juni 2018)
3. Mulai 1 Juli 2018 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018
Tanggal 08 Juni 2018 Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima
Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
4. Mulai Tahun Pajak 2020 Tarif Pajak Penghasilan Badan dihitung berdasarkan :
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2020 Tanggal 31 Maret 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan
Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease
2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang
Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan
a. Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto di atas Rp.4.800.000.000,00
sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 apabila Peredaran Bruto Pada Tahun Pajak sebelumnya
jumlahnya sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00.
CV. Gemilang adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang
Penjualan Alat dan Mesin Garmen. Peredaran Bruto CV. Gemilang dalam Tahun Pajak
2018 sebesar Rp 4.785.000.000,00. Peredaran Bruto CV. Gemilang dalam Tahun Pajak
2019 sebesar Rp 5.455.532.000,00 dengan perincian sebagai berikut :
PPh Pasal 4 ayat 2 (berdasarkan PP 23 Tahun 2018) disetorkan setiap bulan paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411128-420.
b. Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Diatas Rp.4.800.000.000
sampai dengan Rp.50.000.000.000 untuk Tahun Pajak 2020 apabila Peredaran Bruto
PadaTahun Pajak 2019 jumlahnya lebih dari Rp. 4.800.000.000.
PT. Cantika adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang
Penjualan kosmetik. Peredaran Bruto PT. Cantika dalam Tahun Pajak 2019 sebesar Rp
7.568.235.000. Sedangkan Peredaran Bruto PT. Cantika dalam Tahun Pajak 2020
sebesar Rp 9.456.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.823.500.000
Karena Peredaran Bruto PT. Cantika dalam Tahun Pajak 2019 sebesar Rp
7.568.235.000, atau melebihi Rp.4.800.000.000 maka perhitungan pajak dilakukan
berdasarkan:
1. Pasal 17 dan 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.
2. Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 Tanggal 31 Maret 2020 Tentang Kebijakan
Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi
Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas
Sistem Keuangan.
Berdasarkan dasar hukum tersebut maka:
1. Tarif PPh Badan yang digunakan adalah sebesar 22 % (dua puluh dua persen).
2. Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif Pajak penghasilan dengan mendapatkan
fasilitas pengurangan 50 % dan yang tidak mendapatkan pengurangan 50 % yang
dihitung dari Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 823.543.000
Catatan :
Untuk perhitungan Pajak Penghasilan Badan Penghasilan Kena Pajak dibulatkan dalam
ribuan kebawah.
CV. Paperindo adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang
Penjualan kertas HVS. Peredaran Bruto CV. Paperindo dalam Tahun Pajak 2018 sebesar
Rp 3.550.700.000,00. Peredaran Bruto CV. Paperindo dalam Tahun Pajak 2019 sebesar
Rp 53.586.650.000,00 dengan perincian sebagai berikut :
PPh Pasal 4 ayat 2 (berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018) disetorkan setiap bulan
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411128-
420.
b. Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Lebih Dari Rp
50.000.000.000,00 apabila Peredaran Bruto Pada Tahun Pajak sebelumnya jumlahnya lebih
dari Rp 4.800.000.000
Jadi atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 4.956.813.000,00 dikenakan Pajak
Penghasilan Badan sebesar Rp. 1.239.203.250,00
Catatan :
Untuk perhitungan Pajak Penghasilan Badan Penghasilan Kena Pajak dibulatkan dalam
ribuan kebawah.