Anda di halaman 1dari 24

AKUNTAN

SI PAJAK
PENGHAS
ILAN
Kelompok 8
Kelompok 8
Fadhil Rachman Laisouw (202030129)
Rahmat Farhan Alkatiri (202030174)
Huberta Batlyol (202030200)
Bokiloho Tualeka (202030306)
Ravensca Tulus (202030120)
AKUNTANSI PAJAK
PENGHASILAN

Entitas memiliki kewajiban pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku di mana entitas
beroperasi. Atas laba yang diperoleh entitas memiliki kewajiban untuk membayar dan
melaporkan pajaknya. PSAK 46 (revisi 2010)): Pajak Penghasilan mengatur bagaimana
entitas menyajikan dan mengungkapkan kewajiban pajak penghasilan entitas. Peraturan
pajak dan standar akuntansi memiliki perbedaan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
beban yang dapat memunculkan aset atau liabilitas pajak tangguhan yang harus
diungkapkan dan disajikan dalam laporan keuangan.
Penghasilan sebagai objek pajak
penghasilan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang pribadi atau badan
yang sifatnya memaksa berdasarkan undang-undang. Pajak sifatnya memaksa dan pembayar
pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Pajak dikembalikan ke masyarakat dalam
bentuk perlindungan keamanan, program kesejahteraan sosial, hingga pelayanan kesehatan.

Salah satu jenis pajak adalah pajak penghasilan atau PPh. Pajak penghasilan adalah pajak
negara yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib
pajak.
Berikut penghasilan yang termasuk objek pajak penghasilan:
● Penggantian atau imbalan berkaitan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lain.
● Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
● Laba usaha.
● Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: Keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal.
● Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
● Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
● Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
● Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
● Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
● Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
● Keuntungan karena pembebasan utang.
● Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
● Selisih lebih karena penilaian kembali aset.
● Premi asuransi.
● Iuran yang diterima perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas wajib pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
● Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
● Penghasilan dari usha berbasis syariah.
● Imbalan bunga sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
● Surplus Bank Indonesia.
Tarif pajak
Tarif pajak adalah suatu dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab para
wajib pajak.Tarif pajak dapat berupa persentase yang ditentukan oleh pemerintah.
Ada berbagai jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak memiliki nilai tarif pajak yang berbeda-beda.
Secara struktural menurut tarif pajak dibagi dalam empat jenis yaitu:
1. Tarif proporsional(a proportional tax rate structure) yaitu tarif pajak yang presentasenya tetap
meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak.Contoh:Pajak Pertambahan Nilai
2. Tarif regresif / tetap (a regresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan selalu tetap sesuai
peraturan yang telah ditetapkan
3. Tarif progresif (a progresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan semakin naik sebanding
dengan naiknya dasar pengenaan pajak. Contoh Pajak Pengahsilan
4. Tarif degresif ( a degresive tax rate structure) yaitu kenaikan persentase tarif pajak akan semakin
rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.
Tarif Pajak yang berlaku untuk Pajak Penghasilan di Indonesia adalah tarif progressif sebagaimana diatur
dalam Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan. Sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai berlaku
tarif pajak proporsional yaitu 10%.
Besarnya tarif pajak penghasilan

Pemerintah menaikkan sejumlah batas pajak penghasilan (PPh) yang mulai diberlakukan pada 2022. Ini sebagaimana
termaktub dalam dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang baru disahkan pada Kamis, 7
Oktober 2021.
Dalam aturan itu, penghasilan sampai dengan Rp 60 juta per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 5%. Penghasilan antara Rp
60 juta - Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 15%. Kemudian, penghasilan antara Rp 250 juta – Rp 500 juta
per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 25%. Pada penghasilan antara Rp 500 juta – Rp 5 miliar per tahun dikenakan tarif
pajak sebesar 30%. Lalu, terdapat penambahan satu bracket baru untuk masyarakat golongan kaya dengan penghasilan di
atas Rp 5 miliar per tahun. Kelompok ini dikenakan tarif pajak sebesar 35%.

Dalam aturan PPh yang lama, tarif 5% hanya berlaku untuk penghasilan maksimal Rp 50 juta. Selain itu, dahulu belum ada
lapisan tarif kelima, sehingga semua yang berpenghasilan di atas Rp 500 juta akan dikenakan tarif sama, yakni 30%.
penghitungan PPh orang pribadi hanya diterapkan jika penghasilannya melebihi batas penghasilan tidak kena pajak
(PTKP). Dengan demikian, orang yang penghasilan bulanan atau tahunannya di bawah PTKP, tidak akan dikenakan pajak.
Ketentuan PTKP yang dimaksud antara lain, orang pribadi lajang penghasilan Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per
tahun, tambahan Rp 4,5 juta diberikan untuk orang pribadi yang sudah menikah, dan tambahan 4,5 juta jika terdapat
tanggungan maksimal tiga orang.
Penghitungan penghasilan kena pajak

Berdasarkan UU PPh Pasal 1, Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap
Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.  Subjek
Pajak berdasarkan Pasal 2 UU PPh meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan Bentuk Usaha Tetap, di mana
perlakuan perpajakan bagi Bentuk Usaha Tetap dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Subjek Pajak terbagi menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Subjek Pajak yang menerima ataupun memeroleh penghasilan disebut dengan Wajib Pajak
selama Subjek Pajak tersebut telah memenuhi syarat objektif dan subjektif. Atas penghasilan
Wajib Pajak dalam tahun pajak tersebut dapat dikenakan pajak.
Penghitungan pajak terutang

Untuk menghitung tarif pajak penghasilan terutang dari jumlah penghasilan yang didapatkan, diatur dalam Pasal 17 UU
PPh.Bagi wajib pajak orang pribadi yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah:
● 5% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan hingga Rp50 juta per tahun
● 15% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp50 juta hingga Rp250 juta per tahun
● 30% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp500 juta per tahun
Sedangkan orang pribadi yang tidak memiliki NPWP, harus membayar tarif 20% lebih tinggi dari yang dibayarkan bagi
pemilik NPWP.Untuk mengetahui jumlah PPh Terutang Badan, penghitungannya didasarkan pada besar omzet yang
diperoleh per tahunnya.
● WP Badan UMKM yang memiliki pendapatan bruto hingga Rp4,8 miliar per tahun ini dikenakan
tarif  PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 0,5% dikalikan dengan seluruh pendapatan bruto hasil usaha.
● Sedangkan badan usaha yang memiliki pendapatn bruto lebih dari Rp50 miliar per tahun, dikenakan tarif pajak
tunggal 25% dikalikan dengan laba beersih sebelum pajak.
Penggabungan penghasilan
Penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan
yang dikenakan pajak dan pemenuhan keawajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keuarga.
Sesuai dengan pasal 8 UU pajak penghasilan, bahwa seluruh penghasilan atau kerugian bagi
wanita yang telah kawin pada awal tahun atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula
kerugiannya berasal dari tahun tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan, dianggap
sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenakan pajak penghasilan sebagai satu
kesatuan.Namun , penggabungan penghasilan istri tersebut tidak dilakukan dalam hal
penghasilan istri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak (pph
pasal 21) oleh pemberi kerja, dengan ketentuan bahwa:
● Penghasilan istri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja.
● Penghasilan istri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan
usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. 
Pemisahan penghasilan

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan suami istri dapat


dilakukan secara terpisah apalagi:
● Suami istri telah hidup terpisah.
● Dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian
pemisahan harta dan
● Penghasilan anak yang belum dewasa 
● Hubungan Istimewa
Pajak penghasilan pasal 22

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22
(PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu
pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
“menguntungkan”, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan
dari perdagangan tersebut.Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan
maupun pembelian.
Pemungut PPh Pasal 22

● Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian adalah:
● Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang;
● Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
● Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan
dengan mekanisme uang persediaan (UP);
● Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan
delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
● Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan
● Tarif PPh Pasal 22
● Atas impor:
● yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
● non-API = 7,5% x nilai impor;
● yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
● Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga
pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
● Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
● Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
● Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
● Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
● Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
● Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas
adalah sebagai berikut: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak
final
● Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x
harga pembelian (tidak termasuk PPN) Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
● Atas penjualan Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
● Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
● Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan
lebih dari 500 m2.
● Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau
luas bangunan lebih dari 400 m2.
● Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv),
multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
● Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
Pajak penghasilan pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) merupakan pajak yang dikenakan pada
penghasulan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21. Pihak pemberi penghasilan (pembeli atau penerima jasa) akan
memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak. Objek PPh Pasal 23
telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya seperti yang
tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.

Prosedur pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 23 diatur secara khusus dalam peraturan
perundang undangan perpajakan.
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23 dan
Objeknya
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada
dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objek PPh pasal 23
tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23 :
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :
Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;Hadiah dan
penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta
kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri
Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015.
5. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
Pajak penghasilan pasal 25

Dalam pajak penghasilan juga ada sistem angsuran atau cicilan dalam proses membayar
pajaknya. Proses mengangsur tersebut dilakukan setiap bulan, hal tersebut diatur dalam
Pajak Penghasilan 25 (PPh Pasal 25).PPh Pasal 25 adalah pembayaran pajak atas
penghasilan yang dibayarkan secara angsuran tiap bulannya dengan tujuan untuk
meringkankan beban Wajib Pajak yang kesulitan untuk melunasi pajak terutang dalam
rentang waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
Tarif PPh Pasal 25

Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:


● Sampai Rp 50.000.000 = 5%
● Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
● Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
● Di atas Rp 500.000.000 = 30%
● Pembayaran angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak
(PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
Pajak penghasilan pasal 26

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan


yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. PPh Pasal 26 merupakan pajak yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia. Bentuk penghasilannya
bisa berupa gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya.
Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal
26
Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas:
● Dividen
● Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran
pinjaman
● Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
● Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
● Hadiah dan penghargaan
● Pensiun dan pembayaran berkala
● Premi swap dan transaksi lindung lainnya
● Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:
● Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.
● Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
● Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang
didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki
hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di
Indonesia.
● Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak,
suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia.
● Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI Penghindaran
Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam
perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya mengurangi tingkat
dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.
●Terima
kasih

Anda mungkin juga menyukai